Anda di halaman 1dari 18

ETIKA DALAM PEMERIKSAAN

PSIKOLOGIS
Etika Dalam Pemeriksaan Psikologis

 seorang diagnostik tidaklah bebas begitu saja dalam


menyelengarakan suatu pemeriksaan psikologis
 Secara ideal dan teoritis hanya ahli psikologis dan
mereka yang mendapatkan pelatihan khusus yang berhak
dan berwenang untuk menyelenggarakan pemeriksaan
psikologis. Tetapi kenyataan mungkin saja ada juga ahli
dibidang psikologi yang juga melakukan pemeriksaan
psikologis
 Ditinjau dari segi jenis penyelenggaraan
tesnya sendiri terdapat berbagai perbedaan
kewenangan dan kompetensi. Hal ini
kadang-kadang agak mengaburkan arti etika
pemeriksaan psikologi, karena terdapat
kelonggaran penyelenggaraan untuk jenis
kasus tertentu
Yang mencakup permasalahan dalam etika pemeriksaan
psikologi biasanya mencakup hal berikut:

1. Siapa yang berhak melakukan diagnosa psikologis


(menyelenggarakan tes dan menginterpretasikannya)

2. Siapa yang bertanggung jawab untuk mengamankan


aparat tes (termasuk penggandaannya,
pendistribusiannya dll)

3. Bagaimana seharusnya seorang diagnostik bersikap


dan bertingkah laku dalam menegakkan suatu
diagnosa psikologis
1. Siapa yang berhak melakukan diagnose
psikologi
 Untuk tes tertentu yang memang memerlukan
keahlian khusus, seyogyanya ditangani oleh
psikolog ahli dan profesional/fungsional
 Untuk tes tertentu yang dapat dilaksanakan
oleh tenaga-tenaga terampil yang terlatih
sebelumnya, agar hasil analisis dan interpretasi
sah perlu pengawasan/supervisi psikologi ahli
dan profesional
Ditinjau dari segi penggunaanya diagnose psikologis
dan penyelenggaraannya dapat dikelompokkan :

1. Diagnose untuk keperluan pelatihan/pendidikan

2. Diagnose mengenai prestasi belajar

3. Diagnose dengan menggunakan tes psikologi


(untuk tujuan ini penyelenggaraan tes tidak
diperkenankan dilakukan oleh sembarang orang
melainkan harus dikerjakan oleh ahli
psikologi/mereka yang mendapatkan pendidikan
dan pelatihan khusus
 Beberapa jenis tes dalam penyelenggaraannya
tidak terlalu menuntut keahlian psikologi tertentu
jadi dapat diselenggarakan oleh administrator tes
yang cukup cekatan melalui pelatihan yang
sederhana.
 Kouwer membatasi kewenangan
menyelenggarakan tes psikologi berdasarkan 3
fungsi pemeriksaan psikologi:
1. Pemeriksaan dengan tujuan memprediksi
(dilakukan oleh administrator tes tetapi untuk
interpretasinya sebaiknya dilakukan oleh ahli
psikologi
2. Pemeriksaan dengan tujuan mendeskripsikan
(dilakukan oleh ahli psikologilah yang
berkompeten menyelenggarakan pemeriksaan
tersebut

3. Pemeriksaan dengan tujuan terapi (harus


dilatarbelakangi oleh pengetahuan psikologi yang
khusus dan pengetahuan tentang terapi. Ahli
terapi harus mengerti secara mendalam tentang
arti, syarat-syarat dan sifat-sifat materi tes.
2. Siapa yang bertanggung jawab untuk mengamankan aparat tes

Menurut Cronbach (1969) :

 penggandaan materi tes hanya diperkenankan oleh penerbit yang

memiliki kualitas untuk itu, serta terbatas adanya. Semakin sukar

interpretasi tes tersebut semakin terbatas penerbitnya

 Pendistribusian diatur oleh Ethical Standards of psychologist

dan American psychological Association. Menurut standard ada 3

jenis tes dilihat dari segi kompleksitasnya yaitu :

1. Level A : dilaksanakan oleh administrator tes dengan

menggunakan bimbingan manual dalam cara penyelenggaraannya,

memberi skor dan cara menginterpretasi. (tes prestasi sekolah

dan tes vocasional)


2. Level B : tes yang mempersyaratan pengetahuan tentang

cara mengkonstruksi tes, termasuk pengetahuan tentang

statistik, perbedaan-perbedaan individu, psikologi

penyesuaian diri, psikologi industri, bimbingan dsb. (tes

bakat,tes minat, tes kepribadian)

3. Level C : menuntut kemampuan khusus dan yang mendalam

untuk penyelenggaraannya melalui supervisi yang ketat dari

ahli psikologi. (tes intelegensi untuk penggunaan klinis, tes

kepribadian). Tes ini hanya dapat dilaksanakan oleh orang

yang memiliki sertifikat bidang psikologi atau orang yang

telah mewmperoleh Maste’s Degree dalam bidang psikologi


3. Bagaimana seharusnya seorang diagnostikus bersikap dan
bertingkah laku bdalam suatu pemeriksaan psikologi
 Hal ini menyakut etik pengetesan, relasi antar pemeriksa dan
subyek yang diperiksa melalui suatu good raport.
 Kouwer memberi gambaran sikap dan tingkah laku psikolog dalam
pemeriksaan psikologi melalui bahasan fungsi dan tujuan tes yaitu
:
A. Etika dalam tes meramlkan/memprediksi
 Pembatasan dalam pengetesan ini hanya pada aspek-aspek yang
dapat dikuantifikasikan
 Yang diukur adalah bukan kliennya sendiri tetapi fakta obyektif
yang berhubungan dengannya. Jadi manusia berada diluar hasil
obyektif yang dihasilkannya
 Karena itu sikap pemeriksa adalah sikap teknis, praktis dan
pragmatis dalam membahas hasilnya
 Bahasan hasilnya adalah rasional dan aspek emosional harus
dilupakan.
B. Etika dalam tes mendeskripsikan
 Yang diperhatikan klien/subyek tapi karakternya,sifat-
sifatnya yang khas, yang dianggap sebagai sebab dari
tingkah lakunya
 Pada umumnya persyaratan etika tes meramalkan
berlaku juga disini
 Pemeriksa memberi advis sesuai hasil pemeriksaan
dari subyek sesuai dengan norma yang berlaku
 Pendapat pribadi adalah sentral, pemeriksa tidak
melakukan pendekatan teknik, tetap[I mencari
penyelesaian yang menurut dirinya baik
C. Etika dalam tes menemukan diri sendiri
 Pemeriksa tidak boleh mengambil sebagian dari
problematik subyek yang diperiksa
 Tidak boleh mengambil/mengalihkan tanggung jawab
problematik subyek yang diperiksa
 Pemeriksa mempunyai pandangan bahwa subyek dapat

memecahkan problemanya sendiri serta bertanggung jawab

atas alternatif pemecahan problem yang telah dipilihnya

 Pertolongan yang diberikan pemeriksa hanya terbatas pada

memberi kemungkinan untuk suatu problem solution

4. Syarat untuk membentuk kemampuan dan keterampilan

Psikodiagnostik

 Agar pemeriksaan psikologi dapat berhasil dan sesuai dengan

tujuan yang telah ditetapkan,maka harus ada kerja sama

yang baik antara pemeriksa dan individu yang diperiksa


 Seorang pemeriksa harus dapat berperan dengan baik
yang ditunjang oleh kemampuan diagnostik.
Kemampuan dan keterampilan itu adalah :
1. mampu membentuk rapport dalam arti membangkitkan minat
subyek untuk mau dan dapat bekerja sama. Pemeriksa
berusaha menciptakan suasana yang menyenangkan, akrab dan
aman bagi subyek yang diperiksa
2. Mampu berempati yaitu memehami perasaan dan kebutuhan
orang lain
3. Mampu membangun impresi yang tepat
4. Memiliki kematangan pribadi artinya secara profesional
pemeriksa bersikap dewasa dalam menjalin relasi dengan
subyek dalam suasana pemeriksaan psikologi
5. Mampu bersikap kritis yaitu apa yang dikatakan subyek tidak
diterima dan diserap begitu saja melainkan diolah dan
dianalisis secara kritis lebih dulu sebelum ditarik kesimpulan
6. Memiliki wawasan yang luas artinya menginterpretasi kan
data subyek dilakukan dari beberapa sudut pandang.
7. Memiliki kepekaan sensitivitas persepsi artinya pemeriksa
harus dapat melihat dan memahami perasaan dan pikiran
subyek serta harus peka terhadap tanda/gejala yang
dimunculkan oleh subyek
8. Mampu membentuk penyesuaian diri dalam pengertian
pemeriksa harus mampu menyimpan problemanya sendiri
dengan cara yang konstruktif
9. Mampu mengevaluasi diri demi efektivitas artinya pemeriksa
harus menyadari tenggung jawabnya terhadap subyek yang
diperiksa sehingga ia perlu lebih dulu memahami diri
sendirinya sendiri serta mengetahui kelemahan dan
potensinya untuk dapat menolong individu lain secara efektif
Sunberg menguraikan beberapa kemampuan dan
keterampilan yang diperlukan dalam proses
psikodiagnostik yaitu
1. Mengetahui secara jelas tujuan dari asesmen
2. Assesmen adalah kejadian interpersonal dalam suatu
konteks sosial karena itu semua observasi harus di
interpretasikan sebagai sampel dalam konteks tersebut
3. Dalam asesmen kepribadian mula-mula pemeriksa
secara cepat meneliti masalah dan situasi hidup subyek
untuk kemudian secara lebih terinci meneliti area-area
lain yang relevan dengan tujuan pemeriksaan
4. Pemeriksa harus peka terhadap latar belakang budaya,
sosial, dan etnis dirinya, orang lain maupun pengaruh
hal itu pada pemeriksa
5. Pemeriksa memanfaatkan prosedur pemeriksaan yang baku
artinya ia mendayagunakan segala pengetahuan tentang
pemeriksaan yang baku dan obyektif
6. Dalam mengumpulkan informasi baru tentang subyek pemeriksa
harus membatasi jumlah data karena yang penting di sini bukan
jumlahnya tetapi ketepatannya yaitu relevansi data dengan
tujuan pemeriksaan
7. Pemeriksa tidak melakukan spekulasi / lompatan tak logis
dalam menginterpretasikan dan menarik kesimpulan dari data
yang diperoleh tentang subyek karena resiko dan tanggung jawab
etiknya yang amat berat selama hai ini menyangkut kehidupan
individu
8. Secara umum pemeriksaan harus menguasai beberapa teori
kepribadian untuk menjadi landasan dalam menganalisis subyek
yang diperiksa

Anda mungkin juga menyukai