Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

KEPERAWATAN JIWA 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELOMPOK KHUSUS LANSIA


KONSEP DEPRESI LANSIA

Fasilitator :

Nur Hidayah, S.kep.Ns.,M.Kes

Di Susun Oleh Kelompok 03/5A:

1. Khilmi Jauhar H (1130017008)


2. Tiya Listiyowati (1130017030)
3. Rismawati (1130017161)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
Rahmat-Nya dan Kemurahannya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik. Tujuan kami membuat tugas ini untuk menyelesaikan tugas yaitu
tentang asuhan keperawatan pada kelompok khusus lansia konsep depresi lansia,
pada matakuliah Keperawatan Jiwa 2.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua teman- teman yang
membacanya untuk mengetahui tetang konsep depresi lansia. Kami mohon maaf
apabila ada kata atau pun kalimat yang salah digunakan dalam makalah ini.
Karena manusia tidak luput dari kesalahan. Maka dari itu kami berharap bagi
pembaca/teman-teman yang membaca makalah ini dapat memberi saran dan kritik
bagi kami.

Surabaya, 23 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar .............................................................................................. i
Daftar Isi ...................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN TEORI ......................................................................... 4
2.1 Definisi Lanjut Usia ............................................................................... 4
2.2 Definisi Depresi ...................................................................................... 9
2.3 Etiologi Depresi .................................................................................... 11
2.4 Manifestasi Klinis ................................................................................ 12
2.5 Skala Pengukuran Depresi pada Lanjut Usia ....................................... 14
2.6 Upaya Penanggulangan Depresi pada Lanjut Usia .............................. 16
2.7 Asuhan Keperawatan Lanjut Usia dengan Depresi .............................. 19
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS ......................................... 29
BAB 4 PEMBAHASAN JURNAL ............................................................ 41
BAB 5 PENUTUP ...................................................................................... 43
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 43
5.2 Saran ..................................................................................................... 43
Daftar Pustaka ............................................................................................ 44

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Depresi
adalah suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan dengan suatu
penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau
perasaan marah yang dalam gangguan depresi merupakan keluhan umum pada
lanjut usia dan merupakan penyebab tindakan bunuh diri. (Azizah, Lilik
Ma’arifatul dkk. 2016)
Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi,
60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta
terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis
dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan
jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan
penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.
Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi ganggunan mental
emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan
untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari
jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat,
seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per
1.000 penduduk. (WHO, 2016)
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat
perlu ditekankan pendekatan yang mencakup fisik, psikologis, spiritual dan
sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan
menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu
pelayanan yang komprehensif. Upaya penanggulangan yang dapat dilakukan
ada beberapa pendekatan, yaitu pendekatan psikodinamik, perilaku belajar,

1
kognitif, humanistik eksistensial, farmakologis. (Azizah, Lilik Ma’arifatul,
2016)
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi lanjut usia?
2. Bagaimana definisi depresi?
3. Bagaimana etiologi depresi?
4. Bagaimana manifestasi klinis pada depresi?
5. Bagaimana skala pengukuran depresi pada lanjut usia?
6. Bagaimana upaya penanggulangan depresi pada lanjut usia?
7. Bagaimana asuhan keperawatan lanjut usia dengan depresi?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mempelajari dan menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien lanjut usia dengan depresi.
1.3.2 Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum dapat dibuat tujuan khusus yaitu sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui definisi lanjut usia.
2. Untuk mengetahui definisi depresi.
3. Untuk mengetahui etiologi depresi.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada depresi.
5. Untuk mengetahui skala pengukuran depresi pada lanjut usia.
6. Untuk mengetahui upaya penanggulangan depresi pada lanjut usia.
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan lanjut usia dengan depresi.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Penulis atau Mahasiswa
Penulis dapat mencari dan memahami tentang jurnal internasional
dan asuhan keperawatan tentang depresi pada lansia serta Penulis dapat
terlatih mengembangkan keterampilan membaca yang efektif karena
sebelum menulis karya ilmiah, ia mesti membaca relevansinya dengan
topik yang hendak dibahas.

2
1.4.2 Bagi Pembaca
Manfaat penulisan karya ilmiah bagi pembaca yaitu menjadi
sumber referensi dan informasi bagi orang yang membaca karya tulis ini
supaya mengetahui dan lebih mendalami jurnal internasional mengenai
depresi pada lansia.
1.4.3 Bagi Institusi Keperawatan
Dapat digunakan sebagai informasi dan pembelajaran bagi institusi
untuk pengembangan mutu dimasa yang akan datang.

3
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Lanjut Usia


Menurut Yusuf, Ah (2015) Lanjut usia adalah seseorang yang usianya
sudah tua yang merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan. Ada
berbagai kriteria umur bagi seseorang yang dikatakan tua. Menurut Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 1998, lanjut usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. World Health Organization (WHO)
memberikan klasifikasi usia lanjut sebagai berikut.
1. Usia pertengahan (middle age) : 45–59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) : 60–74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) : 75–90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun
Menjadi tua adalah sebuah proses yang pasti terjadi, bahkan setiap orang
ingin bisa hidup sampai tua, tetapi adanya perubahan struktur dan fungsi tubuh
sering menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan, termasuk masalah
kejiwaan.
2.1.1 Teori Proses Menua
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan Menurut
Yusuf, Ah (2015), yaitu sebagai berikut.
1. Teori Biologi
a. Teori genetic dan mutasi
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekulmolekul (DNA) dan setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi
dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
Teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa tubuh
terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan jalannya
penuaan.

4
b. Teori nongenetik
Teori ini merupakan teori ekstrinsik dan terdiri atas berbagai teori,
di antaranya adalah sebagai berikut.
a) Teori rantai silang (cross link)
Teori ini menjelaskan bahwa molekul kolagen dan zat kimia
mengubah fungsi jaringan, mengakibatkan jaringan yang kaku
pada proses penuaan. Sel yang tua atau usang menyebabkan
ikatan reaksi kimianya menjadi lebih kuat, khususnya jaringan
kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas,
kekacauan, dan hilangnya fungsi.
b) Teori fisiologis
Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik, yang terdiri
atas teori oksidasi stres dan pemakaian dan rusak (wear and
tear theory).
c) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
(terpakai).
d) Reaksi dari kekebalan sendiri (autoimmune theory)
Metabolisme di dalam tubuh memproduksi suatu zat khusus.
Saat dijumpai jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap
zat khusus, maka jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
e) Teori immunology slow virus
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh. Teori ini menjelaskan bahwa perubahan pada
jaringan limfoid mengakibatkan tidak adanya keseimbangan di
dalam sel T sehingga produksi antibodi dan kekebalan
menurun.
f) Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan

5
kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
g) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas. Tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi
oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein.
Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
Radikal bebas terdapat di lingkungan seperti asap kendaraan
bermotor dan rokok, zat pengawet makanan, radiasi, dan sinar
ultraviolet, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen
dan kolagen pada proses penuaan.
h) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.
2. Teori Sosial
a. Teori interaksi social
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
Pokok-pokok interaksi sosial adalah sebagai berikut
a) Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya
mencapai tujuan masing-masing.
b) Dalam upaya tersebut, maka terjadi interaksi sosial yang
memerlukan biaya dan waktu.
c) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seseorang
memerlukan biaya.
d) Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah
terjadinya kerugian.
e) Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan
olehnya.
b. Teori penarikan diri
Kemiskinan yang diderita lanjut usia dan menurunnya derajat
kesehatan mengakibatkan seseorang lanjut usia secara perlahan

6
menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas. Pada lanjut usia sekaligus terjadi kehilangan ganda
(triple loss), yaitu sebagai berikut
a) Kehilangan peran (loss of role).
b) Hambatan kontak sosial (restriction of contact and
relationship).
c) Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores
and values).
c. Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon, dkk.
(1972) yang menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung
pada bagaimana seseorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam
melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin. Adapun kualitas aktivitas tersebut lebih penting
dibandingkan dengan kuantitas aktivitas yang dilakukan
d. Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan di dalam siklus
kehidupan lanjut usia, sehingga pengalaman hidup seseorang pada
suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat menjadi lanjut
usia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan
seseorang ternyata tak berubah walaupun ia menjadi lanjut usia
e. Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah
dialami oleh lanjut usia pada saat muda hingga dewasa. Menurut
Havighurst dan Duval, terdapat tujuh tugas perkembangan selama
hidup yang harus dilaksanakan oleh lanjut usia yaitu sebagai
berikut.
a) Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis.
b) Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan.
c) Menemukan makna kehidupan.
d) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.

7
e) Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.
f) Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
g) Menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia.
3. Teori Psikologis
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang berespons pada tugas
perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus
berjalan meskipun orang tersebut telah menua.
a. Teori hierarki kebutuhan dasar manusia Maslow (Maslow’s
hierarchy of human needs).
Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar manusia dibagi dalam lima
tingkatan mulai dari yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman,
kasih sayang, harga diri sampai pada yang paling tinggi yaitu
aktualisasi diri. Seseorang akan memenuhi kebutuhan kebutuhan
tersebut. Menurut Maslow, semakin tua usia individu maka
individu akan mulai berusaha mencapai aktualisasi dirinya. Jika
individu telah mencapai aktualisasi diri, maka individu tersebut
telah mencapai kedewasaan dan kematangan dengan semua sifat
yang ada di dalamnya, otonomi, kreatif, independen, dan hubungan
interpersonal yang positif.
b. Teori individualisme Jung (Jung’s theory of individualism)
Menurut Carl Jung, sifat dasar manusia terbagi menjadi dua yaitu
ekstrovert dan introvert. Individu yang telah mencapai lanjut usia
cenderung introvert. Dia lebih suka menyendiri seperti bernostalgia
tentang masa lalunya. Menua yang sukses adalah jika dia bisa
menyeimbangkan antara sisi introvert dan ekstrovertnya, tetapi
lebih condong ke arah introvert. Dia senang dengan dirinya sendiri,
serta melihat orang dan bergantung pada mereka.
c. Teori delapan tingkat perkembangan Erikson (Erikson’s eigth
stages of life)
Menurut Erikson, tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai
individu adalah integritas ego vs menghilang (ego integrity vs
disappear). Jika individu tersebut sukses mencapai tugas

8
perkembangan ini, maka dia akan berkembang menjadi individu
yang arif dan bijaksana. Namun jika individu tersebut gagal
mencapai tahap ini, maka dia akan hidup penuh dengan
keputusasaan.
d. Optimalisasi selektif dengan kompensasi (selective optimisation
with compensation)
Menurut teori ini, kompensasi penurunan tubuh ada tiga elemen
yaitu sebagai berikut.
a) Seleksi Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses
penuaan maka mau tidak mau harus ada peningkatan
pembatasan terhadap aktivitas sehari-hari.
b) Optimalisasi Lanjut usia tetap mengoptimalkan kemampuan
yang masih dimilikinya untuk meningkatkan kehidupannya.
c) Kompensasi Berbagai aktivitas yang sudah tidak dapat
dijalankan karena proses penuaan diganti dengan aktivitas lain
yang mungkin bisa dilakukan dan bermanfaat bagi lanjut usia.
2.2 Definisi Depresi
Depresi adalah suatu jenis gangguan alam perasaan atau emosi yang
disertai komponen psikologik, rasa susah, murung, sedih, putus asa, dan tidak
bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa
dingin), tekanan darah dan denyut nadi menurun. Depresi adalah salah satu
bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif, mood). (yosep, iyus dan
titin sutini. 2014)
Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang berat dan
dimanifestasikan dengan gangguan fungsi social dan fungsi fisik yang hebat,
lama dan menetap pada individu yang bersangkutan. Depresi merupakan
reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya
faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang
bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan
tidak dapat dimengerti oleh orang lain. (yosep, iyus dan titin sutini. 2014)
Depresi adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan sedih yang
berkepanjangan, proses pikir melambat disertai penurunan motivasi dan

9
perilaku lamban yang terkesan malas (trias depresi). Depresi bukan
merupakan kelemahan atau kemalasan tetapi ketidakberdayaan pasien untuk
mengatasi masalahnya. Depresi adalah adalah penyakit yang lazim terjadi dan
tersedia terapi yang efektif untuk mengatasi depresi. (Anna Keliat, Budi.
2011)
2.2.1 Teori-teori yang berhubungan dengan depresi pada lansia
Terdapat beberapa teori yang berhubungan dengan terjadinya depresi
pada lansia:
1. Teori neurobiologi yang menyebutkan bahwa faktor genetik berperan.
Kemungkinan depresi yang terjadi pada saudara kembar monozigot
adalah 60-80% sedangkan pada saudara kembar heterozigot 25-35%.
2. Freud dan Karl Abraham berpendapat bahwa pada proses berkabung
akibat hilangnya obyek cinta seperti orang maupun obyek abstrak
dapat terintrojeksikan kedalam individu sehingga menyatu atau
merupakan bagian dari individu itu. Obyek cinta yang hilang bias
berupa kebugaran yang tidak muda lagi, kemunduran kondisi fisik
akibat berbagai kondisi multipatoogi, kehilangan fungsi seksual, dan
lain-lain. Seligman berpendapat bahwa terdapat hubungan anatara
kehilangan yang tidak terhindarkan akibat proses menua dan kondisi
multipatologi tadi dengan sensasi passive helpesness yang sering
terjadi pada usia lanjut.
3. Dalam teori Erik Erikson, kepribadian berkembang dan terus tumbuh
dengan perjalanan kehidupan. Perkembangan ini melalui beberapa
tahap psikososial seperti melalui konflik-konflik yang terselesaikan
oleh individu tersebut yang dipengaruhi oleh maturitas kepribadian
pada fase perkembangan sebelumnya, dukungan lingkungan
terdekatnya dan tekanan hidup yang dihadapinya. Erikson
menyebutkan adanya krisis integrity versus despair yaitu individu yang
sukses melampaui tahapan tadi akan dapat beradaptasi dengan baik,
menerima segala perubahan yang terjadi dengan tulus dan memandang
kehidupan dengan rasa damai dan bijaksana. Penelitian akhir-akhir ini

10
juga mengatakan bahwa konflik integrity versus despair berhasil baik
pada usia lanjut yang lebih muda dibanding usia lanjut yang tua.
2.3 Etiologi Depresi
Menurut Iyus Yosep dan Titin Sutini (2014). Depresi disebabkan oleh
banyak faktor antara lain : faktor herediter dan genetik, faktor konstitusi,
faktor kepribadian premorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor
neurologic, faktor biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan
sebagainya. Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit
infeksi, pembedahan, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor
psikis seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri. Gangguan ikatan antara
ibu dan anak (mother-child bonding) pada usia dini, sangat penting dalam
terjadinya kedaan patologis pada perkembangan kepribadian di kemudian hari.
Bila seorang ibu menderita depresi, maka peran dan fungsinya sebagai ibu
akan terganggu, yang mengakibatkan relasi patologik pada anak. Pengalaman
pada awal pertama kehidupan masa kanak-kanak yang menimbulkan trauma
psikis, dapat membentuk kepribadian yang rentan untuk mengalami depresi.
Depresi lebih banyak dijumpai pada seseorang dengan kepribadian
tertentu, sedang kepribadian banyak ditentukan oleh genetik. Pada keluarga
yang salah satu orang tuaya mengalami depresi akan berpeluang 10-15%
untuk memiliki anak yang akan menderita depresi di kemudian hari. Di sisi
lain meskipun anak tidak mempunyai riwayat depresi secara genetik, anak-
anak akan belajar untuk meniru perilaku depresi dari orang tuanya. Seorang
yang sehat kepribadian dan jiwanya, bisa saja menderita depresi apabila yang
bersangkutan tidak mampu menanggulangi stressor psikososial yang dialami.
Bila seseorang lebih rentan untuk menderita depresi dibandingkan orang
lain, biasanya yang bersangkutan mempunyai corak kehidupan sendiri
(kepribadian depresif), dengan ciri-ciri :
1. Mereka sukar untuk merasa bahagia, mudah cemas, gelisah dan
khawatir, irritable, tegang dan agitatif.
2. Mereka yang kurang percaya diri, rendah diri, mudah mengalah dan
lebih senang berdamai untuk menghindari konflik atau konfrontasi,

11
merasa gagal dalam usaha atau sekolah, lamban, lemah, lesu atau
sering mengeluh sakit dan itu. .
3. Pengendalian dorongan dan impuls terlalu kuat, menarik diri, lebih
suka menyisih, sulit ambil keputusan, enggan bicara, pendiam dan
pemalu, menjaga jarak dan menghindari keterlibatan dengan orang
lain.
4. Suka mencela, mengkritik, menyalahkan orang lain atau menggunakan
mekanisme pertahanan penyangkalan.
2.4 Manifestasi Klinis
Perilaku yang berhubungan dengan depresi menurut (Azizah, Lilik
Ma’arifatul. 2016) meliputi beberapa aspek seperti:
1. Afektif.
Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan,
kemurungan, rasa bersalah, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian,
harga diri rendah, kesedihan.
2. Fisiologik
Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing, keletihan,
gangguan pencernaan, insomnia, perubahan haid, makan
berlebihan/kurang, gangguan tidur, dan perubahan berat badan.
3. Kognitif
Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
minat dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri, pikiran
yang destruktif tentang diri sendiri, pesimis, ketidakpastian.
4. Perilaku
Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat,
intoleransi, mudah tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung,
kebersihan diri yang kurang, isolasi sosial, mudah menangis, dan menarik
diri.

Menurut PPDGJ-III (Azizah, Lilik Ma’arifatul. 2016), tingkatan depresi


ada 3 berdasarkan gejala – gejalanya yaitu:

12
1. Depresi Ringan
Gejala:
a. Kehilangan minat dan kegembiraan
b. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas
c. Konsentrasi dan perhatian yang kurang
d. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
e. Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
f. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
biasa dilakukannya
2. Depresi sedang
Gejala:
a. Kehilangan minat dan kegembiraan
b. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas
c. Konsentrasi dan perhatian yang kurang
d. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
g. Lamanya gejala tersebut berlangsung minimum sekitar 2 minggu
h. Mengadaptasi kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial pekerjaan
dan urusan rumah tangga
3. Depresi Berat
Gejala:
a. Mood depresif
b. Kehilangan minat dan kegembiraan
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
d. Konsentrasi dan perhatian yang kurang

13
e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
g. Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri
h. Tidur terganggu
i. Disertai waham, halusinasi
j. Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu
2.5 Skala Pengukuran Depresi pada Lanjut Usia
Menurut Azizah, Lilik Ma’arifatul. (2016), Depresi dapat mempengaruhi
perilaku dan aktivitas seseorang terhadap lingkungannya. Gejala depresi pada
lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan gejala yang termanifestasi. Jika
dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian
yang terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan memang dirancang
untuk diujikan kepada lansia. Salah satu yang paling mudah digunakan dan
diinterpretasikan di berbagai tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis
adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Alat ini diperkenalkan oleh
Yesavage dkk. pada tahun 1983 dengan indikasi utama pada lanjut usia, dan
memiliki keunggulan mudah digunakan dan tidak memerlukan ketrampilan
khusus dari pengguna. Instrumen GDS ini memiliki sensitivitas 84 % dan
specificity 95 %. Tes reliabilitas alat ini correlates significantly of 0,85. Alat
ini terdiri dari 30 poin pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan depresi pada
lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan
menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memerlukan waktu
sekitar 5-10 menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan alat
psikomotorik dan tidak mencakup hal-hal somatik yang tidak berhubungan
dengan pengukuran mood lainnya. Skor 0 - 10 menunjukkan tidak ada depresi,
nilai 11 – 20 menunjukkan depresi ringan dan skor 21-30 termasuk depresi
sedang/berat yang membutuhkan rujukan guna mendapatkan evaluasi
psikiatrik terhadap depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya merupakan
alat penapisan.

14
Spesifikasi rancangan pernyataan perasaan (mood) depresi seperti tabel
berikut:

Parameter Favorable Unfavorable

Butir Soal
Minat aktifitas 2, 12, 20, 28 27
Perasaan sedih 16, 25 9, 15, 19
Perasaan sepi dan bosan 3, 4
Perasaan tidak berdaya 10, 17, 24
Perasaan bersalah 6, 8, 11, 18, 23 1
Perhatian atau konsentrasi 14, 26, 30 29
Semangat atau harapan terhadap masa depan 13, 22 5, 7, 21
Skoring nilai 1 diberikan pada pernyataan favourable untuk jawaban ”ya”
dan nilai 0 untuk jawaban ”tidak”, sedangkan untuk pernyataan unfavourable,
jawaban ”tidak” diberi nilai 1 dan jawaban ”ya” diberi nilai 0. Assasment
Tool geriatric depression scale (GDS) untuk mengkaji depresi pada lansia
sebagai berikut:

No Peryataan Ya Tidak
1 Apakah bapak/ibu sekarang ini merasa puas dengan
kehidupannya ?
2 Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak kegiatan
atau kesenangan akhir-akhir ini ?
3 Apakah bapak/ibu sering merasa hampa/kosong didalam
hidup ini ?
4 Apakah bapak/ibu sering merasa bosan ?
5 Apakah bapak/ibu merasa mempunyai harapan yang baik
dimasa depan ?
6 Apakah bapak/ibu mempunyai pikiran jelek yang
mengganggu terus menerus ?
7 Apakah bapak/ibu memiliki semangat yang baik setiap
saat ?
8 Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan
terjadi pada anda ?
9 Apakah bapak/ibu merasa bahagia sebagian besar waktu ?
10 Apakah bapak/ibu sering merasa tidak mampu berbuat
apa-apa ?
11 Apakah bapak/ibu sering merasa resah dan gelisah ?
12 Apakah bapak/ibu lebih senang tinggal dirumah daripada
keluar dan mengerjakan sesuatu ?
13 Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa
depan ?
14 Apakah bapak/ibu akhir-akhir ini sering pelupa ?
15 Apakah bapak/ibu piker bahwa hidup bapak/ibu sekarang

15
ini menyenangkan ?
16 Apakah bapak/ibu sering merasa sedih dan putus asa ?
17 Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini ?
18 Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa
lalu ?
19 Apakah bapak/ibu merasa hidup ini menggembirakan ?
20 Apakah sulit bagi bapak/ibu untuk memulai kegiatan
yang baru ?
21 Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat ?
22 Apakah bapak/ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada
harapan ?
23 Apakah bapak/ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik
keadaanya daripada bapak/ibu ?
24 Apakah bapak/ibu sering marah karena hal-hal yang
sepele ?
25 Apakah bapak/ibu sering merasa ingin menangis ?
26 Apakah bapak/ibu sulit berkonsentrasi ?
27 Apakah bapak/ibu merasa senang waktu bangun tidur
dipagi hari ?
28 Apakah bapak/ibu tidak suka berkumpul dipertemuan
social ?
29 Apakah mudah bagi bapak/ibu membuat suatu
keputusan ?
30 Apakah pikiran bapak/ibu masih tetap mudah dalam
memikirkan sesuatu seperti dahulu ?
2.6 Upaya Penanggulangan Depresi pada Lansia
Menurut Azizah, Lilik Ma’arifatul. (2016), Dalam pendekatan pelayanan
kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat perlu ditekankan pendekatan yang
mencakup fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena
pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan
pada lanjut usia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif.
Pendekatan inilah yang dalam bidang kesehatan jiwa (mental health) disebut
pendekatan eclectic holistik, yaitu suatu pendekatan yang tidak tertuju pada
kondisi fisik saja, akan tetapi juga mencakup aspek psychological, psikososial,
spiritual dan lingkungan yang menyertainya. Pendekatan Holistik adalah
pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh. Ada beberapa upaya
penanggulangan depresi dengan eclectic holistic approach, di antaranya:
1. Pendekatan Psikodinamik

16
Fokus pendekatan psikodinamik adalah penanganan terhadap
konflik-konflik yang berhubungan dengan kehilangan dan stress. Upaya
penanganan depresi dengan mengidentifikasi kehilangan dan stress yang
menyebabkan depresi, mengatasi, dan mengembangkan cara-cara
menghadapi kehilangan dan stressor dengan psikoterapi yang bertujuan
untuk memulihkan kepercayaan diri (self confidence) dan memperkuat
ego. pendekatan ini tidak hanya untuk menghilangkan gejala, tetapi juga
untuk mendapatkan perubahan struktur dan karakter kepribadian yang
bertujuan untuk perbaikan kepercayaan pribadi, keintiman, mekanisme
mengatasi stressor, dan kemampuan untuk mengalami berbagai macam
emosi. Pendekatan keagamaan (spiritual) dan budaya sangat dianjurkan
pada lansia. Pemikiran-pemikiran dari ajaran agama apapun mengandung
tuntunan bagaimana dalam kehidupan di dunia ini manusia tidak terbebas
dari rasa cemas, tegang, depresi, dan sebagainya. Demikian pula dapat
ditemukan dalam do’a-do’a yang pada intinya memohon pada Tuhan agar
dalam kehidupan ini manusia diberi ketenangan, kesejahteraan dan
keselamatan baik di dunia dan di akhirat.
2. Pendekatan Perilaku Belajar
Penghargaan atas diri yang kurang akibat dari kurangnya hadiah
dan berlebihnya hukuman atas diri dapat diatasi dengan pendekatan
perilaku belajar. Caranya dengan identifikasi aspek-aspek lingkungan yang
merupakan sumber hadiah dan hukuman. Kemudian diajarkan ketrampilan
dan strategi baru untuk mengatasi, menghindari, atau mengurangi
pengalaman yang menghukum, seperti assertive training, latihan
ketrampilan sosial, latihan relaksasi, dan latihan manajemen waktu. Usaha
berikutnya adalah peningkatan hadiah dalam hidup dengan self-
reinforcement, yang diberikan segera setelah tugas dapat diselesaikan.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian hadiah dan
hukuman, yaitu tugas dan tehnik yang diberikan terperinci dan spesifik
untuk aspek hadiah dan hukuman dari kehidupan tertentu dari individu.
Tehnik ini dapat untuk mengubah tingkah laku supaya meningkatkan
hadiah dan mengurangi hukuman, serta individu harus diajarkan

17
ketrampilan yang diperlukan untuk meningkatkan hadiah dan mengurangi
hukuman.
3. Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah pandangan dan pola
pikir tentang keberhasilan masa lalu dan sekarang dengan cara
mengidentifikasi pemikiran negatif yang mempengaruhi suasana hati dan
tingkah laku, menguji individu untuk menentukan apakah pemikirannya
benar dan menggantikan pikiran yang tidak tepat dengan yang lebih baik.
Dasar dari pendekatan ini adalah kepercayaan (belief) individu yang
terbentuk dari rangkaian verbalisasi diri (self-talk) terhadap
peristiwa/pengalaman yang dialami yang menentukan emosi dan tingkah
laku diri. Upaya pendekatan ini adalah menghilangkan episode depresi dan
mencegah rekuren dengan membantu mengidentifikasi dan uji kognisi
negatif, mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan positif,
serta melatih kembali respon kognitif dan perilaku yang baru dan
penguatan perilaku dan pemikiran yang positif.
4. Pendekatan Humanistik Eksistensial
Tugas utama pendekatan ini adalah membantu individu menyadari
keberadaannya didunia ini dengan memperluas kesadaran diri,
menemukan dirinya kembali dan bertanggungjawab terhadap arah
hidupnya. Dalam pendekatan ini, individu yang harus berusaha membuka
pintu menuju dirinya sendiri, melonggarkan belenggu deterministik yang
menyebabkan terpenjara secara psikologis. Dengan mengeksplorasi
alternatif ini membuat pandangan menjadi real, individu menjadi sadar
siapa dia sebelumnya, sekarang dan lebih mampu menetapkan masa
depan.

5. Pendekatan Farmakologis
Dari berbagai jenis upaya untuk gangguan depresi ini, maka terapi
psikofarmaka (farmakoterapi) dengan obat anti depresan merupakan
pilihan alternatif. Hasil terapi dengan obat anti depresan adalah baik
dengan dikombinasikan dengan upaya psikoterapi.

18
2.7 Asuhan Keperawatan Lansia dengan Depresi
2.7.1 Pengkajian
Menurut Anna, Keliat Budi dkk. (2011) Mengkaji pasien lansia dengan
depresi. Depresi adalah keadaan emosional pada individu yang ditandai
dengan :
1. Sering mengalami gangguan tidur
2. Lelah, lemas, kurang dapat menikmati kehidupan sehari-hari
3. Mudah tersinggung, sedih berkepanjangan
4. Kebersihan diri terabaikan
5. Konsentrasi dan daya ingat menurun
6. Merasa putus asa dan tidak berguna
7. Nafsu makan menurun
8. Timbul ide-ide bunuh diri
Menurut Anna, Keliat Budi dkk. (2011) Untuk melakukan pengkajian
pada lansia dengan depresi, pertama-tama anda harus membina hubungan
saling percaya dengan pasien lansia. Untuk dapat membina hubungan saling
percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Selalu mengucapkan salam kepada pasien (assalamualaikum wr.wb)
2. Perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan anda serta sampaikan
bahwa anda akan merawat pasien
3. Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilannya
4. Jelaskan tujuan anda merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan
5. Jelaskan pula kapan aktivitas yang akan dilaksanakan dan berapa lama
aktivitas tersebut dilaksanakan
Aspek psikososial yang perlu dikaji adalah bagaimana perasaan saat ini,
apakah mengalami kebingungan, kecemasan, atau mempunyai ide untuk
bunuh diri. Data ini dapat dikaji melalui wawancara dengan menggunakan
skala depresi pada lansia (Depresion Geriatric Scale).
Saat mengkaji pasien lansia dengan depresi, anda dapat menggunakan
teknik mengobservasi perilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien
dan keluarganya. Observasi yang anda lakukan terutama untuk mengkaji data
obektif sebagai berikut :

19
1. Penampilan tidak rapi, kusut dan kulit kotor (kebersihan diri kurang)
2. Kontak mata kurang selama interaksi
3. Afek datar, labil dan tidak sesuai
4. Tampak sedih dan murung
5. Tampak lesu dan lemah
6. Komunikasi lambat atau tidak mau berkomunikasi
2.7.2 Diagnosa
Berdasarkan data-data yang ditemukan dalam pengkajian maka
ditetapkan diagnosis keperawatan ketidakberdayaan, resiko bunuh diri,
gangguan pola tidur.
Data yang didapat berdasarkan pengkajian diatas didokumentasikan
pada kartu berobat pasien dipuskesmas. Contoh pendokumentasiannya
adalah sebagai berikut : klien tampak murung, penampilan tidak rapi,
selalu tampak lesu, mengatakan malas, bicara dengan orang lain dang
melakukan kegiatan sehari-hari, mengatakan tidak ada gunanya hidup
karena dirinya tidak berguna. Keluarga mengatakan pasien tidak mampu
melakukan apa-apa.
2.7.3 Intervensi
1. Lansia Depresi dengan Ketidakberdayaan
a. Tindakan keperawatan untuk pasien.
Tujuan tindakan :
a. Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan perawatan dirinya
b. Pasien mampu melakukan kegiatan dalam menyelesaikan
masalahnya
Tindakan keperawatan :
a. Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggung jawab terhadap
perawatan dirinya
a) Beri kesempatan menetapkan tujuan perawatan dirinya.
Contohnya : minta pasien memilih apakah mau mandi, sikat
gigi, atau gunting kuku.
b) Beri kesempatan untuk menetapkan aktivitas perawatan diri
untuk mencapai tujuan. Contoh : jika pasien memilih mandi,

20
bantu pasien untuk menetapkan aktifitas untuk mandi (bawa
sabun, handuk, pakian bersih)
b. Bantu pasien untuk melakukan aktifitas yang telah ditetapkan
c. Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya
d. Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya
e. Sepakati jadwal pelaksanaanya kegiatan tersebut secara teratur
b. Tindakan untuk keluarga
Tujuan :
a. Keluarga mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
pasien
b. Keluarga mampu membantu pasien mengoptimalkan
kemampuannya
Tindakan keperawatan :
a. Diskusikan dengan keluarga tentang kemampuan yang pernah
dimiliki pasien
b. Bersama keluarga memilih kemampuan yang dapat dilakukan
pasien saat ini
c. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan
yang masih dimiliki pasien
d. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan
sesuai kemampuan yang dimiliki
e. Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan
kegiatan sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat
f. Jelaskan pada keluarga tentang obat-obatan antidepresi, anti
psikotik dan anti ansietas dengan :
a) Ajarkan pasien minum obat 5 benar minum obat (benar obat,
pasien, cara, dosis, waktu)
b) jelaskan akibat bila obat tidak dikonsumsi sesuai program
c) jelaskan efek samping obat dan hal-hal untuk menghindari efek
samping obat.
d) Jelaskan cara mendapatkan obat atau berobat
2. Lansia Depresi dengan Resiko Bunuh Diri

21
a. Tindakan untuk pasien
Tujuan :
a) Pasien tidak membahayakan dirinya sendiri
b) Pasien mampu memilih alternative penyelesaian masalah yang
konstruktif
Tindakan keperawatan :
a) Diskusikan dengan pasien tentang ide-ide bunuh diri
b) Buat kontrak dengan pasien untuk tidak melakukan bunuh diri
c) Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab
timbulnya ide bunuh diri
d) Ajarkan beberapa alternative cara penyelesaian masalah yang
konstruktif
e) Bantu pasien memilih cara yang paling tepat untuk menyelesaikan
masalah secara konstruktif
f) Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat
g) Anjurkan pasien mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang ada
dilingkungannya
b. Tindakan untuk keluarga
Tujuan :
a. Keluarga mampu mengidentifikasi tanda-tanda perilaku bunuh diri
pada pasien
b. Keluarga mampu untuk menciptakan lingkungan yang aman untuk
mencegah perilaku bunuh diri
c. Membantu pasien menggunakan cara penyelesaian yang sehat
Tindakan keperawatan :
a. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda tanda perilaku pasien
saat muncul ide bunuh diri
b. Diskusikan dengan keluarga tentang cara mencegah perilaku bunuh
diri pada pasien
a) Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien, singkirkan
semua benda-benda yang berpotensi membahayakan pasien

22
(benda tajam, tali pengikat, ikat pinggang, dan benda-benda
lain yang terbuat dari kaca)
b) Antisipasi penyebab yang dapat membuat pasien bunuh diri
c) Lakukan pengawasan secara terus-menerus
c. Anjurkan keluarga meluangkan waktu lebih banyak bersama lansia
d. Mendiskusikan dengan keluarga cara penyelesaian masalah yang
baik atau positif yang pernah dimiliki pasien
e. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien menggunakan cara-cara
positif atau baik dalam penyelesaian masalah
f. Anjurkan keluarga untuk memberiakan pujian terhadap
penggunaan cara penyelesaian masalah yang positif yang telah
digunakan oleh pasien
2.7.4 Implementasi
1. Ketidakberdayaan
SP Ketidakberdayaan : Pasien
a. Orientasi
“selamat pagi bu, saya suster …. Yang kemarin dating kesini.”
“bagaimana perasaan ibu hari ini? Hari ini kita akan bercakap-
cakap tentang kegiatan ibu, selama 20 menit”
b. Kerja
“kegiatan kebersihan diri apa yang biasa ibu lakukan? Oh, ibu
dapat menggosok gigi dan menggunting kuku. Ibu mau pilih
kegiatan yang mana, yang ingin ibu latih bersama suster. Apakah
ibu mau latihan gosok gigi atau gunting kuku?”
Jika pasien memilih gunting kuku, lanjutkan percakapan
“apa saja bu alat yang perlu dipersiapkan untuk menggunting
kuku?”
“menurut ibu, bagaimana cara-cara menggunting kuku?”
“baik sekali, ibu dapat menyebutkan cara untuk menggunting
kuku dengan benar.”
“ibu mau gunting kuku sendiri atau dibantu oleh suster?”
“coba sekarang ibu menggunting kuku sendiri”

23
“bagus sekali, ibu dapat melakukannya.”
“kapan lagi ibu mau menggunting kuku? Bagaimana kalau ibu
menggunting kuku sekali seminggu?”
“bagaimana kalau jadwal gunting kuku kita masukkan ke dalam
jadwal kegiatan ibu?”
c. Terminasi
“bagaimana perasaan ibu setelah menggunting kuku sendiri?
Coba ibu sebutkan langkah-langkah untuk menggunting kuku.
Sebaiknya lakukan secara rutin memotong kuku sesuai jadwal.
Bu, besok saya akan datang lagi untuk melatih melakukan
perawatan diri yang lain seperti menggosok gigi. Sampai besok
ya bu, selamat pagi!”
SP Ketidakberdayaan : Keluarga
a. Orientasi
“selamat pagi Pak/bu, saya suster …. Saya baru saja sekali
bercakap-cakap dengan orang tua ibu. Bagaimana perkembangan
keadaan orang tua bapak/ibu hari ini? Hari ini kita akan
bercakap-cakap tentang kemampuan yang dapat dilakukan oleh
bapak/ibu saat ini, kita diskusi selama 20 menit.”
b. Kerja
“menurut bapak/ibu apa saja kemampuan atau hal positif yang
dimiliki oleh orang tua bapak/ibu sebelum ini?”
“aktifitas apa yang biasanya dilakukan oleh beliau sebelumnya?”
“menurut bapak/ibu masih adakah dari kegiatan tersebut yang
dapat dilakukan beliau saat ini?”
“menurut bapak/ibu kegiatan apa yang dapat membuat orang tua
bapak/ibu bahagia dan masih dapat dilakukan sampai saat ini?”
“apakah bapak/ibu bersedia melatih beliau untuk melakukan
aktivitas tersebut? Dan jangan lupa untuk selalu memberikan
pujian bila lansia mampu melakukannya. Tadi saya telah melatih
beliau cara menggunting kuku dan telah dimasukkan ke dalam
jadwal aktivitasnya sekali seminggu. Selain itu, coba bapak/ibu

24
anjurkan beliau untuk mengikuti kegiatan dilingkungan
bapak/ibu, missal pengajian dan lain-lain.”
c. Terminasi
“bagaimana perasaan bapak setelah kita diskusi? Dapat bapak
sebutkan kembali apa saja kegiatan yang dapat orang tua
bapak/ibu lakukan? Sebaiknya bapak langsung melatih orang tua
bapak/ibu. Besok saya akan datang kembali untuk menjelaskan
tentang perilaku mencederai yang dialami oleh orang tua
bapak/ibu. Sampai besok dan selamat pagi!”
2. Resiko bunuh diri
SP Resiko bunuh diri : Pasien
a. Orientasi
“selamat pagi pak/bu, saya suster …. Yang kemarin datang
kesini. Bagaimana perasaan dan keadaan bapak/ibu hari ini? Hari
ini kita akan bercakap-cakap tentang perilaku mencederai diri,
selama 20 menit.”
b. Kerja
“pernahkah bapak/ibu berpikir untuk bunuh diri sendiri?”
“apakah yang bapak/ibu rencanakan untuk dikerjakan?”
“apakah bapak/ibu memiliki cara untuk melakukan hal ini?”
“apa yang menyebapkan bapak/ibu berpikir untuk bunuh
diri/melukai diri”
“adakah hal-hal yang menyebabkan ibu tidak nyaman”
“bagus sekali bapak/ibu dapat menceritakan perasaan ibu!”
“menurut bapak/ibu adakah cara lain yang lebih tepat untuk
menyelesaikan masalah bapak/ibu, selain melukai diri?”
Jika iya, tanyakan :
“coba bapak/ibu sebutkan cara tersebut!”
“dapatkah bapak/ibu memilih cara yang tepat untuk
menyelesaikan masalah tersebut”
“bagaimana kalau suster menjelaskan cara penyelesaian masalah
yang lebih tepat yang lain, seperti spiritual, bapak dapat berdo’a

25
dan menyerahkan masalah bapak pada tuhan YME, atau bapak
dapat mengungkapkan masalah yang bapak hadapi dengan orang
yang bapak percaya, selain itu bapak dapat melakukan aktivitas
yang membuat perasaan bapak bahagia dan berguna seperti
melakukan hobi bapak. Bapak juga dapat mengikuti kegiatan
yang ada di masyarakat yang membuat bapak merasa bahagia.
Menurut bapak, kira-kira cara mana yang ingin bapak latih untuk
mengatasi masalah bapak? Bagaimana pak? Sudah ada hal-hal
yang membuat bapak bahagia?”
c. Terminasi
“bagaimana perasaan bapak setelah kita diskusi? Coba bapak
sebutkan kembali cara- cara mengatasi masalah yang baik dan
dapat bapak latih. Mulai saat ini bapak dapat mulai menerapkan
cara-cara tersebut. Besok suster akan datang lagi mendiskusikan
tentang gangguan tidur yang mungkin terjadi pada orang seusia
bapak/ibu. Selamat pagi!”
SP Resiko bunuh diri : Keluarga
a. Orientasi
“selamat pagi pak/bu, saya suster … yang kemarin datang kesini.
Bagaimana keadaan orang tua bapak/ibu …. hari ini kita akan
bercakap-cakap tentang perilaku lansia, selama 20 menit disini
saja”
b. Kerja
“apakah orang tua bapak/ibu pernah mencoba melukai dirinya?
Apakah ia pernah mengancam atau mengatakan akan melakukan
bunuh diri?”
“tanda-tanda apa saja yang bapak/ibu lihat sebelum lansia
mengancam atau melakukan percobaan bunuh diri?”
“apa yang bapak/ibu sudah lakukan untuk menghindari perilaku
bunuh diri pada orang tua bapak/ibu?”
“pak/bu, lingkungan yang aman perlu diciptakan keluarga agar
orang tua tidak melakukan bunuh diri: pertama, bapak/ibu harus

26
menyingkirkan benda-benda yang dapat digunakan oleh orang
tua bapak/ibu untuk bunuh diri sepeti benda tajam, tali pengikat
dan benda yang terbuat dari kaca.”
“selain itu, bapak/ibu sebaiknya memastikan ada yang selalu
mengawasi dan menemani orang tua bapak/ibu dirumah.”
“bapak dan ibu sebaiknya banyak meluangkan waktu dengan
orang tua bapak/ibu agar ia merasa diperhatikan.”
“bapak/ibu sebaiknya mengajarkan cara penyelesaian masalah
yang lain seperti lebih mendekatkan diri pada tuhan, latihan
untuk mengungkapkan perasaan pada orang lain, melakukan
kegiatan yang disukai. Bapak/ibu perlu menyampaikan bahwa
lansia disayang dan dicintai.”
c. Terminasi
“bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita diskusi tentang
perilaku mencederai diri pada lansia? Coba bapak/ibu sebutkan
lagi cara-cara yang dapat ibu lakukan untuk menghindari
perilaku mencederai diri pada orang tua bapak/ibu. Mulai
sekarang bapak/ibu dapat mencoba cara-cara tadi. Besok saya
akan datang lagi untuk mendiskusikan gangguan pola tidur pada
lansia. Sampai besok, selamat pagi!”
2.7.5 Evaluasi
Mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang anda lakukan
dapat dilakukan dengan menilai kemampuan pasien dan keluarga :
1. Evaluasi terhadap masalah ketidakberdayaan.
Kemampuan pasien :
a. Pasien mampu berpartisipasi dalam menentukan perawatan diri
b. Pasien mampu melakukan kegiatan positif dalam menyelesaikan
masalah
Kemampuan keluarga :
a. Keluarga mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
pasien

27
b. Membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki
2. Evaluasi terhadap masalah risiko bunuh diri.
Kemampuan pasien :
a. Pasien mampu mengungkapkan ide bunuh diri
b. Pasien mampu mengenali cara-cara untuk bunuh diri
c. Pasien mampu mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah
yang konstruktif
Kemampuan keluarga :
a. Keluarga mampu mengenali tanda dan gejala awal perilaku bunuh
diri
b. Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang aman untuk
mencegah perilaku bunuh diri
c. Keluarga mampu membantu pasien dalam menerapkan cara-cara
yang positif untuk mengatasi masalah.

28
BAB 3

ASKEP KASUS

Pengkajian dilakukan pada 2 mei 2016. Bapak S (66 tahun) masuk


antasena sejak 1 mei 2016 dengan diagnose medis Congestive Heart Failure
(CHF). Bapak S memiliki riwayat hipertensisejak 10 tahun lalu. Klien terlihat
tegang dan kurang bersemangat ketika dilakukan pengkajian fisik. Pada ssat
pemeriksaan fisik klien dalam keadaan compos mentis GCS 15. Hasil
pemeriksaan TTV menunjukkan hasil tekanan darah klien 100/90 mmHg, nadi
120x/menit, RR 28x/menit dan suhu 38,6oC.

Pada saat dilakukan pengkajian hari berikutnya, klien mulai terbuka pada
perawat. Klien mulai menceritakan perasaannya ketika sakit. Sejak sakit 9 bulan
yang lalu divonis mengalami sakit jantung klien sudah tidak pernah lagi bekerja
karena merasa mudah lelah. Klien mengatakan sekarang hanya menjadi beban
anak dan keluarganya karena menggantungkan seluruh kebutuhan ekonomi pada
anaknya. Klien selalu mengatakan dirumah hanya makan, BAB serta tidak lagi
melakukan hal lain. Klien juga selalu merasa tidak enak pada istrinya yang kini
membantunya dalam melakukan seluruh kegiatan aktivitasnya.

3.1 Pengkajian
Ruang Rawat : Antasena
Tanggal Pengkajian : 2 mei 2016
I. Identitas Klien
Inisial : Tn. S
Umur : 66 tahun
No RM : 34XX
Informan : Klien
II. Alasan masuk rumah sakit
keluarga mengatakan keadaan klien yang akhir-akhir ini mulai
melemah dan tampak lemas badannya teraba panas dan kulit tampak
memerah serta saat klien melakukan aktivitas juga membutuhkan
bantuan orang lain

29
III. Faktor Predisposisi
1. Klien mengatakan tidak pernah mengalami gangguan jiwa
2. Klien mengatakan dikeluarganya juga tidak ada yang mengalami
gangguan jiwa
IV. Fisik
1. TTV : TD : 100/90 mmHg, Nadi : 120x/menit, Suhu : 38,6 oC, RR :
28x/menit
2. Klien mengatakan lelah dan sesak betambah parah jika banyak
bergerak meskipun hanya ke kamar mandi
V. Psikososial
1. Genogram

Keterangan :
= laki-laki
= perempuan
= pasien
= orang yang tinggal serumah
= meninggal dunia
2. Konsep diri
a. Gambaran diri : klien merasa hidupnya sekarang hanya menjadi
beban anak dan keluarganya karena menggantungkan seluruh
kebutuhan ekonomi pada anaknya
b. Identitas diri : klien anak ke 1 dari 2 bersaudara
c. Peran : klien adalah sebagai kepala keluarga didalam rumahnya

30
d. Ideal diri : klien mengharapkan kesembuhan dari penyakitnya
agar tidak lagi menjadi beban bagi kehidupan keluarganya
e. Harga diri : klien merasa sedih karena menjadi beban anak dan
istrinya
Masalah keperawatan : ketidakberdayaan dan keputusasaan
3. Hubungan sosial
a. Orang berarti : Istrinya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat : klien
selalu mengikuti kegiatan kelompok atau masyarakat yang ada
dilingkungan sekitarnya
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : klien tidak
mempunyai hambatan untuk berhubungan dengan orang lain
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : klien mempercayai bahwa adanya tuhan
Yang Maha Esa
b. Kegiatan ibadah : klien selalu melakukan kegiatan agamanya
seperti sholat, berdzikir dan lain-lain
VI. Status mental
1. Penampilan
Klien menggunakan seperti biasanya dan tampak rapi
2. Pembicaraan
Klien dapat berbicara lancar dan jelas dalam berbahasa, dan klien
menjawab pertanyaan sesuai yang ditanyakan dan klien mampu
memulai pembicaraan
3. Aktivitas motorik
Seluruh aktivitas klien dibantu oleh keluarganya
4. Alam perasaan
Klien mengatakan merasa khawatir akan sakitnya memikirkan jika
klien sedang nyeri dada takut menjadi semakin parah.
5. Afek
Klien bila ditanya dapat menjawab meskipun perawat harus
mengulang pertanyaannya

31
6. Interaksi selama wawancara
Klien selama diajak wawancara terlihat penurunan konsentrasi,
karena perawat selalu mengulang pertanyaannya kepada klien
7. Proses pikir dan isi pikir
Pada saat wawancara, klien sangat kooperatif dan memberi respon
yang baik dan tidak ditemukan berpikir waham
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
8. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien baik karena klien masih dapat
membedakan disorientasi waktu, tempat dan orang.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
9. Memori
Memori klien baik, klien masih dapat mengingat kejadian yang lalu
dan kejadian yang sekarang dan dapat menceritakannya kepada
perawat
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
10. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi klien mengalami penurunan, klien juga tampak
banyak melamun, terlihat lebih banyak sedih terutama ketika
menceritakan mengenai sakitnya
Masalah keperawatan : koping individu tidak efektif
VII. Kebutuhan persiapan pulang
1. Makan dan BAB/BAK
Seluruh kegiatan klien selalu dibantu oleh keluarganya
2. Istirahat dan tidur
Klien mengatakan sulit untuk tidur saat dimalam hari
3. Penggunaan obat dan pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan rutin melakukan kontrol ke rumah sakit dalam 6
bulan pertama namun setelah 3 bulan terakhir klien tidak lagi
control ke rumah sakit karena merasa kondisinya sudah lebih baik.
4. Kegiatan diluar rumah

32
Klien merupakan orang yang aktif dalam bekerja dan melakukan
aktivitas dimasyarakat seperti pengajian dan kerja bakti namun
setelah klien sakit sudah tidak pernah mengikuti kegiatan tersebut
VIII. Mekanisme koping
Klien dapat menyelesaikan pembicaraan dengan baik, mampu
menyelesaikan masalah, mampu melakukan teknik relaksasi dan juga
berolahraga
IX. Masalah psikososial dan lingkungan
Klien merupakan orang yang tergolong aktif dalam lingkungannya, ia
selalu mengikuti seluruh kegiatan yang ada seperti pengajian, kerja
bakti dan lain-lain.
X. Pengetahuan
Klien mengerti tentang sakit yang dialaminya saat ini klien hanya bisa
pasrah dengan keadaannya yang sekarang dan klien merasa hanya
menjadi beban bagi keluarganya.
Masalah keperawatan : ketidakberdayaan dan keputusasaan
XI. Aspek medik
Diagnosa medik : Congestive Heart Failure (CHF).
Daftar Masalah Keperawatan
Koping individu tidak efektif
Ketidakberdayaan dan keputusasaan
Analisa Data

Data Masalah Keperawatan


DS : Ketidakberdayaan dan
1. Klien mengatakan merasa sedih keputusasaan
karena menjadi beban anak dan
istrinya ketika sakit
2. Klien juga merasa hanya menjadi
beban anaknya karena semenjak sakit
9 bulan yang lalu klien karena tidak
lagi bekerja hanya tidur makan
sehingga semua biaya hidup
ditanggung oleh anaknya
3. Menurut keterangan keluarga, klien
juga marah jika istrinya tidak
menjaga disampingnya.

33
4. Keluarga mengatakan sejak sakit
klien menjadi pasif, lebih pendiam,
dan lebih banyak melamun jika di
rumah.
DO :
1. Klien juga tidak mau dijaga oleh anak
atau saudaranya
2. Klien terlihat murung, banyak
melamun, ekspresi wajah sedih
3. TTV :
Tekanan Darah : 110/mmHg
Nadi : 120x/menit
Suhu : 38,6oC
RR : 28x/menit
DS : Koping individu tidak
1. Klien mengatakan lelah dan sesak
efektif
bertambah parah jika banyak
bergerak
2. Klien mengatakan seluruh
aktivitasnya dibantu oleh keluarga
DO :
1. TTV :
Tekanan Darah : 110/mmHg
Nadi : 120x/menit
Suhu : 38,6oC
RR : 28x/menit

3.2 Diagnosa

Ketidakberdayaan dan Keputusasaan

Koping Individu Tidak Efektif

34
3.3 Intervensi

DIAGNOSIS PERENCANAAN
Tujuan (Tuk/Tum) Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
KEPERAWATA
N
Ketidakberdayaan TUM: Pasien menunjukkan 1.1 bina hubungan saling Kepercayaan dari pasien
Pasien menunjukkan tanda-tanda percaya percaya dengan merupakan hal yang akan
dan keputusasaan
kepercayaan kepada perawat mengemukakan prinsip memudahkan perawat dalam
kesehatan dengan melalui: komunikasi terapeutik: melakukan pendekatan
kriteria: merasa a.Ekspresi wajah a. mengucapkan salam keperawatan atau intervensi
memiliki harapan, cerah, tersenyum. terapeutik. Sapa pasien selanjutnya terhadap pasien.
mampu melakukan, b.Mau berkenalan. dengan ramah, baik
merasa dapat c.Ada kontak mata. verbal ataupu non
mengendalikan, dan d.Bersedia verbal.
merasakan kulaitas menceritakan b. Perkenalkan diri dengan
hidup yang positif. perasaannya. sopan.
Bersedia c. Tanyakan nama lengkap
TUK 1: mengungkapkan pasien dan nama
Pasien dapat masalah. panggilan yang disukai
membina hubungan pasien.
saling percaya. d. Jelaskan tujuan
pertemuan.
e. Membuat kontrak topik,
waktu, dan tempat setiap
kali bertemu pasien.
f. Beri perhatian kepada
pasien dan perhatian

35
kebutuhan dasar pasien.
TUK 2: Kriteria Evaluasi: 2.1 Dengarkan Intervensi penuh harapan
Membantu pasien Pasien dapat pengungkapan (hopefull intervention) ini
mengidentifikasi dan mengidentifikasi dan perasaan pasien secara memberikan izin kepada pasien
mengungkapkan mengekspresikan aktif, perlakukan untuk berbicara dan
tentang segala perasaan yang pasien secara aktif, mengeksplorasi hidupnya
perasaan berhubungan dengan perlakukan pasien (Kylmadalam Carpenito-
ketidakberdayaan perasaan sebagai individu, dan Moyet,2009).
dan keputusasaan. ketidakberdayaan terima perasaanya.
dan 2.2 Dorong pasien untuk Keputusasaan dapat menuntun
keputusasaannya. mengungkapkan manusia pada penemuan diri
bagaimana harapan (self-discovery).
tersebut tidak pasti dan
bagian dimana harapan
tersebut telah
mengecewakan pasien.
2.3 Membantu pasien
dalam mengenali
bahwa aspek
keputusasaan dan
ketidakberdayaan
TUK 3: Kriteria Evaluasi: 3.1 Bantu pasien untuk Faktor-faktor tersebut dapat
Menilai dan Pasien menyebutkan mengidentifikasi digunakan untuk
memobilisasi sumber aspek positif yang faktor-faktor maupun mengidentifikasi hal-hal yang
daya internal pasien dimiliki pasien dan situasi yang dapat berpotensi dapat dikendalikan
atau mengidentifikasi tindakan yang mempengaruhi pada dan dapat digunakan sebagai
tindakan yang berada berada dalam ketidakberdayaan sumber kekuatan bagi pasien.
dalam kendali pasien kendali pasien (misalnya: pekerjaan, orang-orang yang sakit parah.

36
aktivitas hiburan,
tanggung jawab peran,
hubungan antar
pribadi).
3.2 Menekankan kekuatan
dan bukan kelemahan.
3.3 Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
sumber harapan
(misalnya, hubungan,
iman, hal-hal yang
harus dilakukan)
3.4 Dorong pasien untuk
mengenali alasan hidup
untuk menumbuhkan
harapan
TUK 4: Kriteria Evaluasi: 4.1 Bantu pasien Mendorong pasien untuk
Mengidentifikasi Pasien dapat mengidentifikasi mengungkapkan rasa yang
tindakan yang berada menyebutkan situasi kehidupan yang berhubungan dengan
diluar kendali pasien. tindakan yang tidak dapat ia ketidakmampuan sebagai upaya
berada di luar kendalikan mengatasi masalah yang tidak
kendalinya. 4.2 Diskusikan dan ajarkan dapat terselesaikan.
cara melakukan
manipulasi untuk
mengendalikan
keadaan yang sulit
dikendalikan
TUK 5: Kriteria evaluasi: 5.1 Menghormati pasien Motivasi sangat penting untuk

37
Membantu pasien Pasien dapat sebagai pembuat memulihkan pasien dari
dengan pemecahan menunjukkan keputusan yang keputusasaan. Pasien harus
masalah (problem inisiatif, pengarahan kompeten menentukan tujuan, bahkan jika
solving) dan diri sendiri, otonomi 5.2 Membantu pasien dia memiliki harapan rendah
pembuatan dalam pengambilan dalam mengidentifikasi untuk mencapainya. Perawat
keputusan (decision- keputusan, serta masalah yang tidak adalah katalisator yang
making). strategi pemecahan dapat dia hadapi. mendorong pasien untuk
masalah yang mengambil langkah pertama
efektif. untuk mengidentifikasi tujuan.
Kemudian, pasien harus
menciptakan tujuan lain.
TUK 6: Kriteria Evaluasi: 6.1 Bantu pasien dengan Orang biasanya dapat
Membantu pasien Pasien dapat menetapkan tujuan mengatasi sebagian dari
untuk mempelajari mengatasi jangka pendek dan kehidupan yang mereka anggap
kemampuan koping ketidakberdayaan jangka panjang yang tidak berdaya jika mereka
yang efektif. dan keputusasaannya realistis dan dapat menyadari bahwa ada faktor-
dengan koping yang dicapai faktor lain dalam kehidupan
adaptif. 6.2 Ajarkan pentingnya yang berharga. Oleh karena itu,
berbagi dalam berbagi keputusasaan bisa menimbukan
keprihatinan penemuan alternatif yang
6.3 Ajarkan nila-nilai memberi makna dan tujuan
menghadapi masalah hidup. Hal ini penting untuk
6.4 Dorong citra mental mencegah keputusasaan.
untuk mempromosikan
proses berpikir positif
TUK 7: Kriteria Evaluasi: 7.1 Libatkan keluarga Harapan berhubungan dengan
Menilai dan Pasien dapat dalam orang penting bantuan orang lain karena
memobilisasi sumber memanfaatkan lainnya dalam rencana pasien percaya bahwa sumber

38
daya eksternal sumber daya perawatan daya eksternal mungkin
pasien. eksternal atau sistem 7.2 Dorong pasien untuk mendukung ketika sumber daya
pendukung yang menghabiskan waktu dan kekuatan internalnya
ada. atau pikiran dengan tampaknya tidak cukup untuk
orang yang mengatasinya (misalnya
dicintainyadalam keluarga atau orang penting
hubungan sehat lainnya seringkali merupakan
7.3 Ajarkan peran anggota sumber harapan)
keluarga dalam
mempertahankan
harapan melalui
hubungan yang positif
dan suportif
7.4 Memberdayakan
pasien yang memiliki
penyakit kronis dengan
menanamkan harapan
melalui
penyempurnaan system
pendukung

39
3.4 Catatan Perkembangan

Diagnosa Implementasi Evaluasi


Ketidakberdayaa SP 1 : S : klien menjawab salam,
n dan Membina hubungan saling dan menjawab nama
keputusasaan percaya dengan lengkap dan alamatnya
1. Mengucapkan salam, O : Klien mau berinteraksi
sapa dengan ramah, kepada perawat
baik verbal maupun A : SP 1 tercapai
non verbal P : lanjutkan SP 2, adakan
2. Perkenalkan diri kontrak waktu
dengan sopan pertemuan berikutnya.
3. Tanyakan nama
lengkap pasien dan
nama panggilan pasien
4. Jelaskan tujuan
pertemuan
SP 2 : S : klien mau duduk
Membantu pasien berdekatan dengan
mengungkapkan tentang perawat
segala perasaan O : klien mampu
ketidakberdayaan dan mengungkapkan
keputusasaan perasaannya kepada
1. Membantu pasien perawat dan klien
untuk mengidentifikasi mampu berbicara
dan mengenali aspek dengan perawat dan
ketidakberdayaan dan menerima dengan baik
keputusasaan A : SP 2 tercapai
2. Bantu pasien untuk P : lanjutkan SP 3, adakan
memahami bahwa dia kontrak waktu
dapat mengatasi aspek pertemuan berikutnya
ketidakberdayaan dan
keputusasaan
SP 3 : S : klien mengatakan sudah
Menilai dan memobilisasi berusaha menerapkan
sumber daya internal berpikir secara positif
pasien atau dan menerima hikmah
mengidentifikasi yang dari sakitnya dan seperti
berada dalam kendali halnya klien lebih
pasien banyak beristirahat
diwaktu senjanya
O : klien kelihatan mampu
dan keadaanya sudah
lega perasaannya
A : SP 3 tercapai
P : lanjutkan SP keluarga

40
BAB 4

PEMBAHASAN JURNAL

Judul jurnal : Tindak lanjut jangka panjang dari respons klinis dan darah serebral
regional perubahan aliran pada pasien depresi yang diobati dengan
ECT
Tahun terbit : 2014

Pengarang : Ake Berggren, Lars Gustafson, Peter Hoglund, Aki Johanson

Hasil :

Depresi adalah penyebab utama kecacatan di seluruh dunia dan


terapi electroconvulsive (ECT) adalah terapi yang paling manjur. Kami
menyelidiki respon klinis dan aliran darah otak regional perubahan depresi
pada pasien yang diobati dengan (ECT) dalam studi longitudinal berulang.
Terapi electroconvulsive (ECT), selain farmakologis pengobatan
dan psikoterapi, alternatif penting dalam pengobatan gangguan afektif
utama. Argumen yang kuat untuk ECT adalah negara yang melankolis
dengan risiko bunuh diri, depresi pingsan dan depresi tidak menanggapi
terapi obat dan delirious mania. Namun, beberapa pasien memiliki respons
yang buruk atau aksi pendek ke ECT. Beberapa faktor mempengaruhi
respons klinis. Mungkin ada perbedaan di antara keduanya respon
pengobatan seperti yang diperkirakan oleh pasien dan oleh profesional,
karena sudut pandang yang berbeda.
Titik awal ditetapkan serendah mungkin dan bertambah satu
langkah ketika lebih dari 4 diperlukan untuk mendapatkan yang memadai
penyitaan. Perawatan diberikan 2-3 kali seminggu pada awalnya. Ketika
keputusan untuk memberikan ECT dibuat medica- yang paling tidak vital
tions dihentikan (biasanya tiga hari atau lebih di muka).
Pada pasien yang menilai peningkatan setelah kursus ECT
pertama, respon klinis pada depresi yang dilaporkan dan diamati adalah
sekitar 60% sementara pada pasien dengan kadar tidak ada perbaikan
sekitar 30% respons klinis. Dalam penyelidikan berikut ini kelompok

41
respons mencapai pengurangan depresi 82% dan non-kelompok responden
64% terbaik, dengan linear tetap yang signifikan perbedaan antara
kelompok pada depresi yang dilaporkan. Sana mungkin ada beberapa
faktor atau kombinasi dari ini di belakang yang lebih miskin respon klinis
pada pasien dengan peringkat tidak ada perbaikan dalam seri ECT awal.

42
BAB 5

PENUTUP

5.3 Kesimpulan
Depresi adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan sedih yang
berkepanjangan, proses pikir melambat disertai penurunan motivasi dan
perilaku lamban yang terkesan malas (trias depresi).
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat
perlu ditekankan pendekatan yang mencakup fisik, psikologis, spiritual dan
sosial. karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang
pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu pelayanan
yang komprehensif. Beberapa pendekatannya, yaitu pendekatan psikodinamik,
perilaku belajar, kognitif, humanistik eksistensial, farmakologis
5.4 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami
materi yang telah di susun, dan dapat menginterpretasikan di dalam
melakukan tindakan keperawatan dalam praktik.

43
Daftar Pustaka

Anna, Keliat Budi dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN
(Basic Course). Jakarta : EGC
Azizah, Lilik Ma’arifatul dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa
Teori dan Aplikasi Praktik Klinis. Yogyakarta : Indomedia Pustaka
Berggren, Ake dan Lars Gustafson, dkk. 2014. A long-term follow-up of clinical
response and regional cerebral blood flow changes in depressed patients
treated with ECT http : //dx.doi.org/10.1016/j.jad.2014.06.005 Diakses
pada 25 Oktober 2019 jam 19.20 WIB

Kemkes RI WHO. 2016. PERAN KELUARGA DUKUNG KESEHATAN JIWA


MASYARAKAT
https://www.kemkes.go.id/article/print/16100700005/peran-keluarga-
dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat.html Diakses pada 27 Oktober 2019
jam 09.30
Mentari, puji. 2016. Asuhan Keperawatan Klien Ketidakberdayaan dengan Gagal
Jantung.
httpswww.google.comurlsa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&
ved=2ahUKEwjj0bK77LvlAhVKcCsKHe5RAfgQFjABegQIBRAC&u
rl=http%3A%2F%2Flib.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F2017-
2%2F20434739-PR-Puji%2520Mentari.pdf&usg=AOvVaw3f_LHt
Diakses pada 27 Oktober 2019 jam 13.51 WIB
Sutejo. 2017. Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Jiwa:
Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Yosep, Iyus dan Titin Sutini. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa Dan Advance
Health Nursing. Bandung: PT Refika Aditama

44
Pertanyaan

(Luthfiyyah Megadewi Fatihah 1130017036)


1. Apakah ada perbedaan antara depresi pada lansia dengan remaja ?

(Nisa Wahyu Dika M.S 1130017010)


2. Bagaimana cara mengukur secara rinci orang yang mengalami depresi
menggunakan Geriatric Depretion Scale (GDS) ?

(Rizki Fitriana 113001009)


3. Kapan penggunaan upaya pendekatan psikodinamik, perilaku belajar,
kognitif, humanistic eksistensial, farmakologis itu dilakukan ?

45

Anda mungkin juga menyukai