Anda di halaman 1dari 2

ASALMULA MADURA

Berbicara masalah Madura, kalau saya ditanya teman, apa sih makna kata "Madura", saya
jawab saja "itu berasal dari kata Madu dan Darah". Hehe.. padahal, sebenarnya tidak
demikian ceritanya. Madura berasal dari bahasa madura juga, yaitu maddu e ra-ara atau
bahasa Indonesianya madu di padang sahara.
apa maksudnya? mari kita simak legendanya. (kayak anak TK saja :-D )

Pada zaman dahulu ada sebuah kerajaan di atas pegunungan Tengger, bernama Kerajaan
Medangkamulan. Pada masa itu, diperintah oleh Prabu Gilingwesi yang sangat dihormati dan
disegani rakyatnya. Raja dibantu oleh perdana menteri yang gagah berani dan cerdik bernama
Patih Pranggulang.
Meskipun Kerajaan Medangkamulan  adil dan makmur, tetapi agak bersedih hati karena
Putrinya yang cantik jelita yang bernama Putri Raden Ayu Tunjungsekar tidak mau bersuami.
Telah banyak lamaran datang dari para putra mahkota kerajaan-kerajaan tetangga, namun
semua itu ditolak oleh  Putri Raden Ayu Tunjungsekar
Pada suat malam Putri Raden Ayu Tunjungsekar tidur amat pulas. Dalam tidurnya ia
bermimpi sedang berjalan-jalan di tengah kebun yang sangat indah. Di kejauhan terdengar
tembang seorang pangeran yang sangat merdu. Ketika ia sedang menikmati keindahan itu,
tiba-tiba bulan purnama muncul di langit yang bersih tanpa awan. Ia sangat terpesona melihat
sinar bulan yang sangat lembut itu.
Bulan itu pun turun. Makain lama makin rendah. Putri Tunjungsekar heran melihat peristiwa
itu setelah dekat, bulan itu masuk ke Putri Tunjngsekar. Pada saat itulah Putri Tunjungsekar
terbangun. Ia terkejut. Ia pun kemudian mencoba untuk mengartikan mimpi itu. Beberapa
bulan setelah mimpi itu Putri Tunjungsekar hamil.Prabu Gilingwersi merasa terpukul dan
amat murka. Ia tidak percaya kalau kehamilan putrinya itu diakibatkan oleh mimpi. Maka
kemudian ia memutuskan untuk menghukum Putri Tunjungsekar.
“ Patih“, kata raja dengan nada sangat marah, “Bawalah Putri Tunjungsekar ke hutan, dan di
sana bunuhlah ia sebagai hukuman atas kesalahannya.”
Patih Pranggulang pun berangkat. Setelah berjalan sehari semalam, sampailah mereka di
hutan yang sangat lebat yang kebetulan dekat dengan laut. Mereka berhenti di tempat 
tersebut.
“ Ki Patih, “ ujar Tunjungsekar,’ Silakan hukuman mati untukku dilaksanakan. Tetapi ingat,
kalau Ki Patih tidak bisa membunuhku, berarti aku memang tidak bersalah.”
“ Baik, Tuan Putri, “ jawab Ki Patih.
Patih Pranggulang menghunus pedangnya.  Dengan cepat ia mengayunkan pedang ke Putri
Tunjungsekar. Akan tetapi, sebelum menyentuh tubuh Putri Tunjungsekar  pedang itu jatuh
ke tanah. Ki Patih memungut pedang itu, kemudian berusaha mengayunkan ke leher Putri
Tunjungsekar, tetapi sebelum menyentuh leher  sang Putri pedangnya malah terpental jauh.
Ki Patih tidak putus asa. Ia mencoba lagi, tetapi tetap gagal. Kali ini bahkan pedangnya
terpental makin jauh.
“Tuan Putri, kiranya benarlah apa yang Tuan putri katakan. Tuan Putri memang tidak
bersalah”,  kata Ki Patih.” Karena itu, sebaiknya Tuan Putri segera  pergi meninggalkan
tempat ini. Hamba akan membuat rakit untuk Tuan Putri. Berakitlah melalui laut ini, hamba
yakin  nanti Tuan Putri akan menemui daratan. Hamba sendiri tidak akan pulang ke kerajaan
tetapi akan bertapa di sini untuk mendoakan agar Tuan Putri selamat,” tambahnya.
Tunjungsekar pun kemudian menaiki rakit yang telah dibuat Ki Patih. Ketika sampai di
tengah laut pada suatu malam, kebetulan waktu itu bulan sedang purnama, perut
Tunjungsekar terasa sangat sakit. Ketika bulan benar-benar di atas Tunjungsekar lahirlah
seorang bayi laki-laki  yang mungil dari perut Tunjungsekar. Bayi itu didekapnya dengan
penuh kasih sayang. Karena lahir di laut, bayi itu diberi nama Raden Sagara. Sagara dalam
bahasa Madura sama dengan segara dalam bahasa Jawa, artinya laut.
Beberapa hari kemudian pada suatu pagi tampaklah di mata Tunjungsekar sebuah pulau. Ia
pun kemudian mendekatinya. Ketika rakit yang dinaikinya sudah menepi di pulau itu,
Tunjngsekar sambil mendekap bayinya turun dari rakit. Tiba- tiba hal aneh terjadi. Ketika
sampai di darat, raden sagara yang baru berumur beberapa hari tiba-tiba melocat ke tanah . Ia
pun kemudian berlari kesana kemari dengan riangnya tubuh raden sagarapun cepat bertambah
besar.
Raden Sagara dan ibunya berjalan terus. Pulau itu sangat sepi, tidak ada manusia lain kecuali
mereka berdua. Mereka kemudian tiba di sebuah tanah yang lapang. Dalam bahasa Madura
tanah lapang disebut ra-ara atau hampir sama dengan ara-ara dalam bahasa Jawa. Di sudut
tanah lapang itu Raden Sagara melihat sebatang pohon. Ia mendekati pohon itu. Di dahan
paling rendah ada sarang lebah yang cukup besar. Ketika Raden Sagara mendekat lebah-
lebah bertebangan menjauh, seolah-olah mempersilahkan Raden Sagara untuk mengambil
madunya. Kemudian Raden Sagara pun dapat menikmati madu bersama ibunya sepuas-
puasnya.
“Karena mereka menemukan madu di tanah lapang yang luas alias padang sahara, tempat itu
kemudian diberi nama Madura, yaitu berasal dari kata maddu e ra – ara, artinya madu di
tanah yang lapang atau madu di padang sahara. Raden Sagara pun kemudian hidup bersama
ibunya, dan kelak kemudian hari ia menjadi raja memerintah Pulau Madura untuk  kali
pertamanya.

Entah benar atau tidak, yang jelas itulah legenda asal usul nama Madura. Setahu saya, tidak
banyak yang tahu hal ini, bahkan termasuk anak anak madura saat ini.Yang justru banyak
diketahui, Madura berasal dari kata madu dan darah yang kemudian diinterpretasikan sebagai
watak orang Madura yang keras meski sebenarnya lembut.

Wallahuwa'lam bisshawab..

Anda mungkin juga menyukai