Anda di halaman 1dari 16

Nama : ALFAN WIJAYA

Kelas : VII.4 a
SMP 1 Mekakau ilir

Cerita Rakyat
”Legenda Keong Mas”

Dahulu kala, ada seorang raja yang sangat arif dan bijaksana. Raja memiliki
dua putri.
Putri pertama bernama Candra Kirana, dan adiknya bernama Dewi Galuh. Dua
putri itu sangat cantik, tetapi memiliki watak yang berbeda. Candra Kirana sangat
baik dan tidak sombong sehingga ia sangat dicintai oleh rakyatnya. Sebaliknya,
Dew Galuh jahat dan angkuh. Ia sering kali menghina rakyatnya sehingga rakyat
tak menyukai Dewi Galuh. Suatu hari, Raja memanggil Candra Kirana. Raja ingin
agar Candra Kirana segera menikah dengan Pangeran lnu Kertapatih. Candra
Kirana sangat senang. Ia menerima lamaran Pangeran lnu Kertapatih.Tetapi, Dewi
Galuh juga menyukai Pangeran lnu Kertapatih. Ia ingin Pangeran lnu Kertapatih
menjadi suaminya. Dewi Galuh lantas pergi ke rumah penyihir. Ia meminta agar
penyihir itu menyihir Candra Kirana menjadi sebuah keong.
Saat sedang asyik main di pantai, Candra Kirana ditemui oleh penyihir.
Penyihir itu langsung menyihir Candra Kirana menjadi seekor keong emas.
Sungguh sedih hati Candra Kirana."Sihir itu hanya akan hilang jika kau
menemukan cinta sejatimu,"seru penyihir.Sementara itu, di sebuah desa, seorang
nenek sedang mencari ikan. Saat ia mengambil jaringnya, ia menemukan seekor
keong emas. Karena keong itu terlihat sangat cantik, nenek itu pun membawanya
pulang. Keesokan harinya, si nenek kembali mencari ikan. Ia selalu bekerja dari
pagi hingga sore, namun
kadang-kadang tak mendapatkan uang. Kasihan sekali si nenek.
Saat si Nenek pergi bekerja, keong emas berubah menjadi Candra Kirana. Untuk
membalas budi sang nenek, Candra Kirana pun membersihkan rumah nenek itu. Ia
juga memasak makanan yang enak untuk si Nenek.
Saat pulang, alangkah terkejutnya si Nenek. Ia mendapati banyak makanan di meja
makannya."Siapakah yang melakukan ini semua?" ucap si Nenek.
Hari-hari berlalu. Setiap hari, sepulang bekerja, si Nenek selalu mendapati
rumahnya sudah bersih dan ada banyak makanan di meja makannya. Ia ingin tahu,
siapa yang melakukan itu semua. Maka pada suatu hari, ia pura-pura pergi bekerja.
Ia mengintip di balik jendela. Si Nenek melihat keong emas miliknya berubah
menjadi seorang gadis cantik. Si Nenek pun langsung masuk ke rumahnya. Candra
Kirana kaget, tetapi akhirnya ia menceritakan semuanya kepada si Nenek.
Sementara itu, Pangeran lnu Kertapatih ikut mencari Candra Kirana. Ia
mencari sampai ke
pelosok desa. Saat sedang kelelahan, ia hendak meminta minum kepada salah satu
warga. Ia mendatangi salah satu rumah warga. Dan di sana, olala... Pangeran lnu
Kertapatih mendapati Candra Kirana. Seketika kutukan nenek sihir itu pun sirna.
Akhirnya Pangeran lnu Kertapatih membawa Candra Kirana kembali ke istana. Si
Nenek yang menolongnya pun dibawa serta. Kemudian, nenek sihir yang menyihir
Candra Kirana, serta Dewi Galuh dihukum oleh Raja.
Candra Kirana dan Pangeran Inu Kertapatih pun menikah. Mereka hidup bahagia
selamanya.
Cerita Rakyat
Cindelaras
Ada sebuah kerajaan yang amat makmur di Pulau Jawa Kerajaan itu dipimpin oleh
Raja Putra.Raja Putra memiliki seorang permaisuri yang sangat cantik, Ia juga
memiliki selir yang cantik pula. Tetapi, sang selir tak suka kepada permaisuri.
Selir itu ingin menjadi permaisuri seutuhnya.Selir itu berpura-pura sakit. Ia
bersekongkol dengan tabib istana. Selir mengatakan bahwa dirinya diracun oleh
permaisuri. Mendengar au, Raja sangat marah. Lantas ia mengusir permaisun yang
tengah hamil. Permaisuri itu diasingkan ke dalam hutan. Beberapa bulan
kemudian, Permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki. Ia memberi nama
anaknya itu Cindelaras. Seiring waktu berjalan, Cindelaras tumbuh menjadi
remaja. Ia suka bermain-main di hutan. Dan saat sedang bermain, Cindelaras
menemukan telur yang dibawaoleh elang. Ternyata itu adalah telur ayam.
Telur itu menetas, lalu muncul seekor anak ayam. Cindelaras merawat anak ayam
itu dengan penuh kasih sayang hingga anak ayam itu tumbuh menjadi ayam jago
yang gagah. Wah, suara ayam Cindelaras tak seperti suara ayam kebanyakan. Ia
memilikt suara yang aneh.
"Kukuruyuk! Akulah ayam jago. Tuanku bernama Cindelaras, dan ayahnya adalah
Raden Putra,"kokok ayamnya.
Cindelaras sangat senang. Hingga suatu hari, ada lomba mengadu ayam. Dari
banyaknya ayam yang mengikuti pertandingan, ayam Cindelaraslah yang menjadi
pemenang. Kabar tentang kehebatan ayam milik Cindelaras itu pun terdengar
sampai ke telinga Raja. Raja lalu mengundang Cindelaras. Ia ingin mengadu
ayamnya dengan ayam Cindelaras. Namun,Cindelaras meminta syarat. Jika
menang, ia meminta separuh kerajaan menjadi miliknya. Raja
pun menyetujuinya. Ia yakin menang, sebab selama ini belum pernah ada ayam
yang bisa menandingi kekuatan ayam miliknya.
Olala... semua tak sesuai harapan Raja. Ayam Cindelaras-lah yang akhirnya
memenangkan pertandingan. Raja lalu menanyakan asal-usul Cindelaras. Tetapi,
ayamnyalah yang menjawab.“Kukuruyuk! Akulah ayam jago. Tuanku bernama
Cindelaras, dan ayahnya adalah Raden
Putra,"kokok ayamnya. "Benarkah kau anakku?" tanya Raja.
Patih lalu menjelaskan yang sesungguhnya kepada Raja. Rupanya selama ini Raja
telah keliru.Selirlah yang telah melakukan kejahatan. Maka Raja kemudian
menghukum selir dan
mengasingkannya ke hutan. Sementara itu, Cindelaras dan ibunya diboyong
kembali ke istana.
Mereka pun hidup bahagia selamanya
Cerita Rakyat
“Asal Mula Gunung Arjuna”

Dalam cerita pewayangan, Arjuna adalah salah seorang dari lima anak Prabu
Pandu. Ia mempunyai keahlian berperang dan kesaktian yang lebih tinggi
daripada saudara-saudaranya. Kesaktiannya ia
dapatkan sebagai anugerah dari para dewa, karena ia rajin bertapa.
Suatu saat, Arjuna pergi bersemedi dengan harapan agar pora dewa menambah
kesaktiannya. Di lereng sebuah gunung di wilayah Batu, Malang, ia memulai
persemedian tersebut. Arjuna duduk di puncak sebuah batu yang cukup tinggi.
Karena khusyuk bersemedi, tubuh Arjuna menjadi bersinar dan memancarkan
kekuatan. Kekuatan itu membuat puncak gunung semakin menjulang menembus
langit dan mengguncang khayangan.
Para dewa di negeri khayangan merasa terganggu. Lalu, mereka mengufus
Batara Narada turun ke bumi untuk meminta Arjuna menghentikan
semedinya."Arjuna! Mohon hentikanlah semedimu, karena akan merusak negeri
khayangan!" kata Batara Narada ketika berhasil menemui Arjuna.
Arjuna tidak bergeming. Ia tetap melanjutkan semedinya. Jika ia sampai
terganggu oleh teguran Batara Narada, ia khawatir para dewa tidak akan
menambahkan kesaktiannya. Setelah Batara Narada gagal, para dewa negeri
khayangan menurunkan beberapa bidadari cantik untuk menggoda Arjuna.
Namun, Arjuna tetap saja tidak terganggu.
Setelah itu, diturunkanlah roh jahat untuk menakut-nakuti Arjuna. Namun,
mereka tetap saja tidak berhasil.
Akhirnya, para dewa negeri khayangan mengutus Batara Narada untuk kembali ke
bumi menemui Batara Semar yang selama ini mengasuh kelima Pandawa,termasuk
Arjuna. Ia yakin Arjuna mau mendengarkan Semar.
Batara Semar tidak menjalankan tugasnya sendirian. Ia meminta bantuan Batara
Togog. Lalu, mereka berdua bersemedi untuk menambah kesaktian. Dengan
kesaktian itu, mereka mengubah tubuh mereka menjadi besar. Kedua Batara ini
berdiri di sisi-sisi gunung tempat Arjuna bersemedi. Dengan kesaktian yang luar
biasa, mereka memotong bagian atas gunung tersebut dan melemparkannya ke
arah tenggara, sehingga terdengarlah bunyi dentuman yang sangat dahsyat.
"Bunyi apa itu?" tanya Arjuna dengan sangat terkejut.
Batara Semar dan Batara Togog menghampirinya.
"Kami barus saja memotong puncak gunung ini," jawab Batara Semar.
"Bunyinya membuyarkan semediku, Guru. Dewa pastinya tidak akan
menambahkan kesaktianku," kata Arjuna
"Pertapaanmu itu sangat meresahkan negeri khayangan. Kekuatannya dapat
menimbulkan kerusakan. Kesaktian seperti apa lagi yang kau inginkan? Kau
sudah sangat sakti. Seharusnya kau semakin rendah diri, bukan justru
menimbulkan kerusakan," nasihat Batara Semar.
Arjuna tertegun. Ia menyadari kesalahannya. Ucapan Batara Semar menggugah
hatinya."Terimakasih, Guru," ujar Arjuna. Ia pun menghentikan pertapaannya.
Oleh penduduk setempat, gunung tempat Arjuna bersemedi itu dinamakan
Gunung Arjuna.
Cerita Rakyat
Asal-Usul Banyuwangi

Dahulu kala, ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja Banterang. Ia
memerintah dengan adil dan bijaksana. Suatu saat, Raja Banterang pergi berburu
dengan beberapa pengawalnya. Tiba-tiba, ia melihat seekor kijang melesat
melewatinya di dalam hutan. Raja Banterang mengejar kijang tersebut, sehingga
terpisah dari para pengawalnya.
Di pinggir sebuah sungai, Raja berhenti. Ia sangat heran betapa cepatnya kijang itu
lari. Tiba-tiba, seorang gadis cantik menghampirinya.
"Siapakah kau? Apakah kau penunggu hutan ini?" tanya Raja Banterang.
"Namaku Surati, Paduka. Ayahku adalah raja dari Kerajaan Klungkung. Aku
berada di sini karena melarikan diri dari kejaran musuh. Ayahku telah gugur dalam
peperangan mempertahankan kerajaan,"
kata gadis itu. Raja Baterang merasa iba. Ia pun memboyong gadis itu ke istana.
Tidak lama kemudian, mereka menikah. Suatu hari, ketika Raja Banterang sedang
pergi berburu, seorang laki-laki berpakaian compangcamping
mendatangi Surati. Laki-laki itu adalah kakak kandung Surati yang bernama
Rupaksa. "Surati, tahukah kau bahwa suamimu adalah orang yang membunuh
ayah kita? Kita harus bekerja sama untuk membalas dendam," kata Rupaksa.
Surati menolak keinginan kakaknya, "Tidak Kak. Aku berutang budi kepada Raja
Banterang. Ia telah
menyelamatkanku. Aku tidak mau membantumu untuk membunuhnya."
Rupaksa terus memaksa adiknya, tetapi Surati tetap tidak mau melakukannya.
Laki-laki itu sangat marah kepada adiknya. Sebelum pergi meninggalkan adiknya,
ia melepaskan ikat kepalanya dan memberikannya kepada Surati.
"Simpanlah ini sebagai cinderamata dariku. Letakkanlah di bawah tempat
tidurmu," kata Rupaksa. Raja Banterang yang sedang berburu di dalam hutan tidak
mengetahui kejadian tersebut. Di dalam
hutan, ia bertemu dengan seorang laki-laki berpakaian compang-camping yang
berjalan
menghampirinya. "Tuanku Raja Banterang. Paduka saat ini dalam bahaya. Ada
yang sedang berencana membunuh Paduka, yaitu istri paduka dan orang
suruhannya."
Raja Banterang sangat terkejut, "Apa buktinya kalau istriku mengkhianatiku?"
Sekarang kembalilah Paduka ke istana. Carilah sebuah ikat kepala yang letaknya
di bawah ranjang istri
Paduka. Itu adalah milik laki-laki suruhan istri Paduka yang diminta untuk
membunuh Paduka." Semula, Raja Banterang tidak mempercayai apa yang baru
saja didengarnya. Sesampainya di istana, ia mencari-cari ikat kepala yang
dikatakan orang tersebut.
Ternyata benar, ia menemukan sehelai ikat kepala di bawah tempat tidur Surati.
Raja Banterang marah bukan main kepada istrinya.
"Ternyata benar kata laki-laki itu! Kau sedang berencana untuk membunuhku! Ini
buktinya!" kata Raja Baterang pada istrinya.
"Kanda, aku tidak mengerti apa maksudmu?"
Raja Baterang menceritakan bagaimana seorang laki-laki berpakaian kumal dan
compang-camping menemuinya di hutan. Surati mengatakan bahwa itu adalah
kakaknya yang bernama Rupaksa. Ia menceritakan apa yang diinginkan Rupaksa
kepada suaminya. Namun, Raja Banterang tidak memercayainya. "Kanda, aku
tidak pernah berniat berkhianat. Aku rela berkorban apa pun untuk
keselamatanmu. Tolong percaya kepadaku!" ujar Surat'.
Raja Banterang sudah tersulut emosinya. Ia tetap tak memercayai istrinya. Surati
berlari ke tepi air terjun dan Raja Banterang mengikutinya.
"Kanda, di bawah jurang ini mengalir sungai. Aku akan menyeburkan diri ke air
terjun itu. Jika air sungai menjadi jernih dan berbau wangi, berarti aku tidak
bersalah! Namun, jika air sungai ini berubah menjadi keruh dan berbau busuk,
berarti aku bersalah!"
Surati lalu menyeburkan diri ke dalam air terjun itu. Tak lama kemudian air sungai
terlihat jernih dan mengeluarkan bau yang sangat harum. Melihat hal itu Raja
Banterang segera menyadari bahwa istrinya tidak bersalah.
"Maafkan aku istriku. Ternyata kau tidak bersalah," kata Raja Banterang. Namun,
ia tidak pernah menemukan istrinya. Surati menghilang secara tiba-tiba. Ia sangat
menyesal. Namun, penyesalannya tidak berarti lagi. Sejak saat itu, tempat tersebut
disebut dengan Banyuwangi. Dalam bahasa Jawa, "banyu" berarti "air" dan
"wangi" berarti harum.
Cerita Rakyat
Asal Usul Kota Surabaya

Lambang kota Surabaya adalah ikan hiu dan buaya. Mengapa kedua hewan itu
begitu istimewa bagi masyarakat Jawa Timur? Inilah ceritanya.
Dahulu kala, sering terjadi perkelahian antara buaya dan ikan sura (hiu) di lautan.
Perkelahian mereka dipicu oleh perebutan mangsa. Kedua hewan ini sama kuat
dan tangguh. Meskipun berkelahi berkalikali, tak ada satu pun yang menang
ataupun kalah. Oleh karena itu, mereka mencoba mencari kesepakatan. "Hai,
Buaya. Aku bosan berkelahi terus seperti ini," kata ikan sura "Aku juga!" sahut
buaya. "Kita buat kesepakafan saja. Bagi daerah kekuasaan kita menjadi dua. Aku
berkuasa sepenuhnya terhadap mangsa-mangsa di air. Sementara itu, kau
sepenuhnya menguasai mangsa di darat. Batas air dan darat adalah daerah yang
dicapai oleh air laut ketika pasang," kata ikan sura. "Baiklah, aku setuju!" jawab
buaya.
Sejak ifu, keduanya sepakat menghormati wilayah masing-masing, sehingga tidak
ada perkelahian. Namun, suatu hari, ikan sura menyalahi kesepakatan itu. Diam-
diam, ia mencari mangsa di sungai. Ketika mengetahui kecurangan ikan sura,
buaya sangat marah.
"Hai, Sura! kau telah melanggar kesepakatan yang telah kita buat bersama. Sungai
adalah daerah
kekuasaanku!" teriak buaya dengan marah.
"Apa yang telah aku langgar? Aku kan berburu mangsa yang ada di air!" jawab
ikan sura.
"Namun, sungai letaknya di darat, berarti sungai adalah daerah kekuasaanku!
Daerahmu adalah
perairan laut!" kata buaya. Keduanya lalu bersitegang dan terjadilah perkelahian.
Mereka saling menggigit satu sama lain.
Perairan sekitarnya menjadi merah karena darah yang berasal dari luka-luka kedua
hewan buas ini. Ikan sura berhasil menggigit pangkal ekor buaya sebelah kanan
sehingga ekor buaya menjadi bengkok ke kiri. Pertarungan ikan sura dan buaya ini
menjadi inspirasi terciptanya nama kota Surabaya. Ada juga pendapat lain bahwa
nama Surabaya berasal dart kata "sura" yang artinya selamat, dan kata "baya" yang
artinya bahaya. Jadi, jika digabungkan bisa berarti selamat dari bahaya.

Cerita Rakyat
”Legenda Alue Naga”
Suatu hari Sultan Meurah mendapat khabar tentang keresahan rakyatnya di suatu
tempat, lalu beliau mengunjungi tempat tersebut yaitu sebuah desa di pinggiran
Kuta Raja untuk mengetahui lebih lanjut keluhan rakyatnya.
"Tuanku banyak ternak kami raib saat berada di bukit Lamyong," keluh seorang
peternak. "Terkadang bukit itu menyebabkan gempa bumi sehingga sering terjadi
longsor dan membahayakan orang yang kebetulan lewat dibawahnya," tambah
yang lainnya. "Sejak kapan kejadian itu?" Tanya Sultan Meurah. "Sudah lama
Tuanku, menjelang Ayahanda Tuanku mangkat," jelas yang lain.
Sesampai di istana Sultan memanggil sahabatnya Renggali, adik dari Raja Linge
Mude. "Dari dulu aku heran dengan bukit di Lamnyong itu," kata Sultan Meurah.
"Mengapa ada bukit memanjang disana padahal disekitarnya rawa-rawa yang
selalu berair," sambung Sultan Meurah. "Menurut cerita orang tua, bukit itu tiba-
tiba muncul pada suatu malam," jelas Renggali, "abang hamba, Raja Linge Mude,
curiga akan bukit itu saat pertama sekali ke Kuta Raja, seolah-olah bukit itu
mamanggilnya," tambahnya. "Cobalah engkau cari tahu ada apa sebenarnya
dengan bukit itu!" Perintah Sultan.
Maka berangkatlah Renggali menuju bukit itu, dia menelusuri setiap jengkal dan
sisi bukit tersebut, mulai dari pinggir laut di utara sampai ke kesisi selatan, "bukit
yang aneh, "bisik Renggali dalam hati. Kemudian dia mendaki bagian yg lebih
tinggi dan berdiri di atasnya, tiba-tiba dari bagian di bawah kakinya mengalir air
yang hangat. Renggali kaget dan melompat kebawah sambil berguling. "Maafkan
hamba putra Raja Linge!" Tiba-tiba bukit yang tadi di pinjaknya bersuara.
Renggali kaget dan segera bersiap-siap, "siapa engkau?" Teriaknya. Air yg
mengalir semakin banyak dari bukit itu membasahi kakinya, "hamba naga sahabat
ayahmu," terdengar jawaban dari bukit itu dikuti suara gemuruh.
Renggali sangat kaget dan di perhatikan dengan seksama bukit itu yang berbentuk
kepala ular raksasa walaupun di penuhi semak belukar dan pepohonan.
"Engkaukah itu? Lalu di mana ayahku? Tanya Renggali. Air yang mengalir
semakin banyak dan menggenangi kaki Renggali. "Panggilah Sultan Alam, hamba
akan buat pengakuan!" Isak bukit tersebut. Maka buru-buru Renggali pergi dari
tempat aneh tersebut. Sampai di istana hari sudah gelap, Renggali menceritakan
kejadian aneh tersebut kepada Sultan.
"Itukah Naga Hijau yang menghilang bersama ayahmu?" Tanya Sultan Meurah
penasaran. "Mengapa dia ingin menemui ayahku, apakah dia belum tahu Sultan
sudah mangkat?" tambah Sultan Meurah. Maka berangkatlah mereka berdua ke
bukit itu, sesampai disana tiba-tiba bukit itu bergemuruh. "Mengapa Sultan Alam
tidak datang?" Suara dari bukit. "Beliau sudah lama mangkat, sudah lama sekali,
mengapa keadaanmu seperti ini Naga Hijau? Kami mengira engkau telah kembali
ke negeri mu, lalu dimana Raja Linge?" Tanya Sultan Meurah. Bukit itu
begemuruh keras sehingga membuat ketakutan orang-orang tinggal dekat bukit itu.
"Hukumlah hamba Sultan Meurah," pinta bukit itu. "Hamba sudah berkhianat,
hamba pantas dihukum," lanjutnya. "Hamba sudah mencuri dan menghabiskan
kerbau putih hadiah dari Tuan Tapa untuk Sultan Alam yang diamanahkan kepada
kami dan hamba sudah membunuh Raja Linge," jelasnya. Tubuh Renggali
bergetar mendengar penjelasan Naga Hijau, "bagaimana bisa kamu membunuh
sahabatmu sendiri?" Tanya Renggali.
"Awalnya hamba diperintah oleh Sultan Alam untuk mengantar hadiah berupa
pedang kepada sahabat-sahabatnya, semua sudah sampai hingga tinggal 2 bilah
pedang untuk Raja Linge dan Tuan Tapa, maka hamba mengunjungi Raja Linge
terlebih dahulu, beliau juga berniat ke tempat Tuan Tapa untuk mengambil obat
istrinya, sesampai di sana Tuan Tapa menitipkan 6 ekor kerbau putih untuk Sultan
Alam, kerbaunya besar dan gemuk.
Karena ada amanah dari Tuan Tapa maka Raja Linge memutuskan ikut
mengantarkan ke Kuta Raja, karena itu kami kembali ke Linge untuk mengantar
obat istrinya. Namun di sepanjang jalan hamba tergiur ingin menyantap daging
kerbau putih tersebut maka hamba mencuri 2 ekor kerbau tersebut dan hamba
menyantapnya, Raja Linge panik dan mencari pencurinya lalu hamba memfitnah
Kule si raja harimau sebagai pencurinya, lalu Raja Linge membunuhnya.
Dalam perjalanan dari Linge ke Kuta Raja kami beristirahat di tepi sungai
Peusangan dan terbit lagi selera hamba untuk melahap kerbau yang lezat itu, lalu
hamba mencuri 2 ekor lagi, Raja Linge marah besar lalu hamba memfitnah Buya si
raja buaya sebagai pencurinya maka dibunuhlah buaya itu. Saat akan masuk Kuta
Raja, Raja Linge membersihkan diri dan bersalin pakaian ditepi sungai, lalu
hamba mencuri 2 ekor kerbau dan menyantapnya tetapi kali ini Raja Linge
mengetahuinya lalu kami bertengkar dan berkelahi, Raja Linge memiliki
kesempatan membunuh hamba tetapi dia tidak melakukannya sehingga hamba lah
yang membunuhnya," cerita naga sambil berurai air mata.
"Maafkanlah hamba, hukumlah hamba!" terdengar isak tangis sang naga. Mengapa
engkau terjebak disini?" Tanya Sultan Meurah. "Raja Linge menusukkan
pedangnya ke bagian tubuh hamba sehingga lumpuhlah tubuh hamba kemudian
terjatuh dan menindihnya, sebuah pukulan Raja Linge ke tanah membuat tanah
terbelah dan hamba tertimbun di sini bersamanya," jelas sang naga.
"Hamba menerima keadaan ini, biarlah hamba mati dan terkubur bersama sahabat
hamba," pinta Naga Hijau. "Berilah dia hukuman Renggali, engkau dan abangmu
lebih berhak menghukumnya," kata Sultan Meurah. "Ayah hamba tidak ingin
membunuhnya, apalagi hamba, hamba akan membebaskannya," jawab Renggali.
"Tidak! Hamba ingin di hukum sesuai dengan perbuatan hamba," pinta Naga
Hijau. "Kalau begitu bebaskanlah dia!" Perintah Sultan Meurah.
Maka berjalanlah mereka berdua mengelilingi tubuh naga untuk mencari pedang
milik Raja Linge, setelah menemukannya, Renggali menarik dengan kuat dan
terlepaslah pedang tersebut namun Naga Hijau tetap tidak mau bergerak.
"Hukumlah hamba Sultan Meurah!" Pinta Naga Hijau. "Sudah cukup hukuman
yang kamu terima dari Raja Linge, putranya sudah membebaskanmu, pergilah ke
negerimu!" Perintah Sultan Meurah.
Sambil menangis naga tersebut menggeser tubuhnya dan perlahan menuju laut.
Maka terbentuklah sebuah alur atau sungai kecil akibat pergerakan naga tersebut.
Maka di kemudian hari daerah di pinggiran Kuta Raja itu disebut Alue Naga,
disana terdapat sebuah sungai kecil yang disekitarnya di penuhi rawa-rawa yang
selalu tergenang dari air mata penyesalan seekor naga yang telah mengkhianati
sahabatnya.

Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup seorang petani. Ia seorang petani yang
rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi
kebutuhannya dari hasil kerjanya yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya
sudah cukup untuk menikah, tetapi ia tetap memilih hidup sendirian. Di suatu pagi
hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai. “Mudah-mudahan hari ini
aku mendapat ikan yang besar,” gumam petani tersebut dalam hati. Beberapa saat
setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyang-goyang. Ia segera menarik
kailnya. Petani itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar.
Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu berwarna kuning emas
kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang
menakjubkan. “Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan bersedia menemanimu
jika kau tidak jadi memakanku.” Petani tersebut terkejut mendengar suara dari
ikan itu. Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh ke tanah.
Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah wujud menjadi seorang gadis yang
cantik jelita. “Bermimpikah aku?,” gumam petani.
“Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi
padamu karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata,” kata gadis itu.
“Namaku Puteri, aku tidak keberatan untuk menjadi istrimu,” kata gadis itu seolah
mendesak. Petani itupun mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri.
Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh
menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka
akan terjadi petaka dahsyat.
Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita
bersama petani tersebut. “Dia mungkin bidadari yang turun dari langit,” gumam
mereka. Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia
terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya
dengan tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa
kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan
sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani. “Aku tahu
Petani itu pasti memelihara makhluk halus! ” kata seseorang kepada temannya.
Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa
tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.
Setahun kemudian, kebahagiaan Petan dan istri bertambah, karena istri Petani
melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka
tidak membuat mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat
dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan
yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan
yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimakannya sendiri.
Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu
pekerjaan orang tua, ia selalu menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani
agar bersabar atas ulah anak mereka. “Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun
dia itu anak kita!” kata Petani kepada istrinya. “Syukurlah, kanda berpikiran
seperti itu. Kanda memang seorang suami dan ayah yang baik,” puji Puteri kepada
suaminya.
Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu.
Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke
sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya.
Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia
langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola. Petani
menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya. “Anak tidak tau diuntung ! Tak
tahu diri ! Dasar anak ikan !,” umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata
pantangan itu.
Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya
hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba
menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa
sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga
membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu
akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di

Cerita Rakyat
”Timun Emas”
suaminya. Sudah lama sekali mereka mendambakan hadirnya seorang anak.
Akan tetapi, hingga setua itu, Mbok Sirni dan suaminya belum juga dikaruniai
anak. Mereka lalu berdoa agar segera dapat menimang anak.
Ketika itu, seorang raksasa mendengar doa tersebut. Ia pun mendatangi mereka.
“Hai, apakah kalian benar-benar ingin memiliki seorang anak? Jika kalian
menginginkannya,
aku akan bantu. Tapi, ada satu syarat yang harus kalian penuhi. Jika
anak kalian sudah berumur enam tahun, kalian harus memberikan anak itu kembali
kepadaku untuk aku makan!” ucap Si Raksasa dengan suaranya yang besar.
Karena keinginan yang sangat mendalam untuk mendapatkan seorang
anak, pasangan itu akhirnya menyetujui persyaratan Si Raksasa. Setelah itu, Si
Raksasa memberikan biji timun untuk ditanam dan dirawat sampai berbuah.
“Untuk apa Si Raksasa itu memberikan biji timun ini, ya Pak? Apa ini bisa
membuat kita memiliki seorang anak?” tanya Mbok Sirni pada suaminya.
“Aku juga tidak mengerti. Lebih baik, kita ikuti saja petunjuk Si Raksasa itu,”
jawab suami Mbok Sirni.
Kemudian, mereka mengikuti petunjuk Si Raksasa. Biji timun yang diberikan
oleh Si Raksasa ditanam dan dirawatnya dengan baik. Setelah dua minggu,
tanaman timun sudah mulai berbuah. Di antara buah timun yang ada, terdapat
satu buah timun yang ukurannya sangat besar dan berwarna keemasan.
Ketika buah yang paling besar itu semakin besar dan tampak masak, Mbok
Sirni dan suaminya memetik timun tersebut. Mereka membelah timun itu dengan
hati-hati. Betapa kagetnya pasangan itu melihat seorang bayi perempuan
yang mungil dan lucu ada di dalam buah tersebut. Mereka sangat bahagia dan
bersyukur karena penantian untuk mendapatkan seorang anak akhirnya terwujud.
Bayi kecil itu diberi nama Timun Emas.
Mbok Sirni dan suaminya sangat bahagia melihat Timun Emas tumbuh sehat
menjadi gadis yang cantik. Mereka sangat menyayangi Timun Emas. Suatu hari,
sang Raksasa datang menagih janji Mbok Sirni dan suaminya untuk menyerahkan
kembali anak mereka. Mbok Sirni dan suaminya tidak rela kehilangan anaknya.
Mereka pun berusaha mengulur janjinya agar Si Raksasa datang dua tahun lagi.
“Maaf, Tuan Raksasa! Bukan kami hendak mengingkari janji, tapi Timun
Emas masih sangat kecil dan tidak enak untuk dimakan. Tunggulah dua tahun
lagi, ia akan semakin besar dan enak untuk dimakan,” Mbok Sirni beralasan.
Si Raksasa itu pun mengikuti keinginan Mbok Sirni. Ia berkata, “Kau benar.
Semakin besar Timun Emas, semakin enak untuk dimakan. Ha... ha... ha....”
Hari demi hari berlalu, waktu yang dijanjikan semakin dekat. Mbok Sirni dan
suaminya
semakin tidak rela melepas Timun Emas. Mereka gelisah jika suatu hari Si
Raksasa akan datang kembali untuk mengambil anak kesayangannya. Suatu
malam,
Mbok Sirni bermimpi. Dalam mimpi itu ia harus menemui pertapa di Gunung
Gundul
agar anaknya selamat. Ia pun memberitahukan mimpinya itu kepada suaminya.
“Coba kita cari saja pertapa itu di Gunung Gundul, Bu. Siapa tahu ini adalah
petunjuk dari Dewata,” ucap suaminya.
Mereka pun berangkat ke Gunung Gundul. Benar saja, di sana ada seorang
pertapa yang sangat sakti. Pertapa itu memberi Mbok Sirni dan suaminya empat
bungkusan kecil yang berisi biji timun, jarum, garam, dan terasi sebagai
penangkal.
Setibanya mereka di rumah, Mbok Sirni memanggil Timun Emas. Mbok Sirni
dan suaminya memberikan empat bungkusan kecil itu kepada Timun Emas sambil
memberikan nasihat dan menyuruh Timun Emas untuk berdoa.
“Anakku, jika suatu hari Si Raksasa datang dan hendak menangkapmu, larilah
engkau sekencang mungkin. Jangan lupa kau taburkan isi dari empat kantong
ini satu per satu untuk melindungimu dari kejaran raksasa,” nasihat Mbok
Sirni dan suaminya.
Hari yang dijanjikan datang juga. Si Raksasa datang menemui mereka. Ia menagih
janji kepada Mbok Sirni dan suaminya untuk menyerahkan Timun Emas. Ketika
itu, mereka sudah menyuruh Timun Emas pergi keluar lewat pintu belakang.
“Hai, Petani! Mana anakmu? Aku sudah tidak sabar untuk memakannya.
Serahkan dia padaku!” perintah Si Raksasa.
“Maaf, Tuan Raksasa. Timun Emas sedang pergi bermain. Biar istriku pergi
mencarinya,” dalih suami Mbok Sirni. Si Raksasa curiga, lalu ia menyadari
bahwa dirinya telah ditipu oleh pasangan petani itu. Ia pun marah. Ladang dan
rumah milik kedua petani itu dihancurkan. Ia pun segera mencari Timun Emas.
Ketika Si Raksasa itu sedang kalap, ia melihat sosok gadis yang sedang
berlari di kejauhan. Ternyata gadis itu adalah Timun Emas. Meskipun Timun
Emas sudah berlari sangat jauh, tapi tetap saja sang Raksasa dengan tubuh
dan langkahnya yang besar dapat dengan mudah mengejar Timun Emas.
Ketika Si Raksasa mulai mendekat, Timun Emas mengeluarkan penangkal
yang diberikan orang tuanya. Pertama, ia mengeluarkan biji timun dan
menebarkannya
di depan Si Raksasa. Biji-biji timun itu berubah menjadi ladang timun
yang lebat buahnya. Melihat hal itu, raksasa berhenti mengejar Timun Emas. Ia
asyik memakan buah timun di ladang itu. Namun ketika menyadari incarannya
sudah mulai pergi jauh, ia kembali mengejar. Bahkan, kekuatannya bertambah
setelah memakan banyak timun dari ladang tersebut.
Timun Emas terus berlari. Tapi, tetap saja dapat dikejar. Kali ini Timun Emas
mengeluarkan penangkalnya yang kedua, yaitu jarum. Ditebarkanlah jarum itu
di jalan yang telah ia lewati. Hal yang ajaib pun terjadi lagi. Jarum-jarum itu
berubah menjadi pohon-pohon bambu yang sangat tinggi dan tajam. Si Raksasa
kesulitan mengejar Timun Emas. Kakinya terluka tertusuk bambu-bambu
yang tajam. Meskipun demikian, Si Raksasa berusaha mengejar Timun Emas.
Ia masih membayangkan lezatnya daging Timun Emas untuk dimakan.
Meskipun Timun Emas tidak berhenti berlari, Si Raksasa selalu dapat
mengejarnya
walaupun dengan kaki terluka. Tangan Si Raksasa yang sangat besar
sudah hampir menggapai Timun Emas. Akhirnya, Timun Emas mengeluarkan
penangkalnya yang ketiga, yaitu garam. Garam tersebut ditaburkan di sepanjang
jalan yang telah ia lewati. Keajaiban terjadi lagi. Garam ditaburkan berubah
menjadi lautan luas. Si Raksasa pun harus berenang untuk mengejar Timun
Emas. Dengan susah payah, Si Raksasa pun tiba di tepian. Ia mulai kelelahan.
Napasnya terengah-engah. Tapi, ia tetap berusaha mengejar Timun Emas.

Sekarang, hanya tersisa satu penangkal lagi, yaitu terasi. Terasi itu ditaburkan
Timun Emas di jalan yang telah dilaluinya. Kini, jalanan itu berubah menjadi
lautan lumpur hitam. Si Raksasa yang sudah kehabisan tenaga akhirnya terjebak
di lumpur hitam itu. Dengan tenaga yang tersisa, Si Raksasa berusaha
keluar dari lumpur tersebut. Semakin banyak ia bergerak, semakin ia terisap
masuk ke dalam lumpur hitam yang ternyata adalah lumpur hidup. Akhirnya,
Si Raksasa itu mati tenggelam. Timun Emas pun kembali ke rumahnya. Kedua
orang tuanya sangat bahagia melihat Timun Emas datang dengan selamat. Kini,
Timun Emas dan orang tuanya hidup dengan tenang dan bahagia.
Cerita Rakyat
”SIMAMAN DAN SI BEKU”
Pada zaman dahulu, semua hewan dapat berbicara seperti manusia. Di
sebuah hutan, hiduplah seekor kerbau betina tua yang akan melahirkan. Berkat
kehendak Dewata, si Kerbau melahirkan bayi manusia kembar. Kedua anaknya
itu diberi nama Si Manan dan Si Beku.
Semakin lama kedua anak si Kerbau bertambah besar. Kini kedua anak itu
sudah berumur belasan tahun. Pada suatu hari, mereka kedatangan si Macan. Si
Macan hendak menagih janji kepada si Kerbau. Si Manan dan Si Beku tahu bahwa
si Macan hendak memangsa ibunya. Untuk itu, mereka membohongi si Macan.
“Ibuku sedang ke telaga,” kata Si Manan dan Si Beku bersamaan. Si Macan
pun pergi ke telaga, tetapi ternyata si Kerbau tidak ada di sana.
Berhari-hari si Kerbau bersembunyi, tetapi si Macan tetap mencarinya. Suatu
ketika, si Macan menemukan persembunyian si Kerbau. Tanpa banyak bicara, si
Macan langsung menerkam si Kerbau. Matilah si Kerbau seketika.
Pada saat yang bersamaan, Si Manan dan Si Beku hendak pergi ke tempat
persembunyian ibunya. Di tengah jalan, mereka bertemu dengan si Macan yang
sedang membawa paha kerbau. Mereka tahu bahwa paha itu paha ibunya.
Mereka sangat ketakutan dan lari meninggalkan hutan.
Akhirnya, Si Manan dan Si Beku tiba di sebuah sungai besar. Mereka terhalang
oleh sungai itu. Namun, tidak jauh dari situ ada seorang nenek yang hendak
mengambil air. Si Manan meminjam guci milik nenek itu. Dengan guci itu,
mereka
berenang ke seberang sungai. Sampai di seberang, hari sudah gelap. Karena sejak
pagi belum makan, kini keduanya merasakan lapar. Untuk menghilangkan rasa
laparnya, mereka duduk di bawah pohon besar dan memukuli pohon itu kuat-kuat.
Tak jauh dari tempat itu, ada sebuah pondok. Di pondok itu hidup seorang
kakek tua. Kakek itu heran sekali sebab malam-malam seperti ini ada orang
membelah kayu. la segera berjalan ke arah suara kayu yang dipukuli itu. Dari
kejauhan, kakek itu melihat ada dua orang sedang memukuli kayu. Setelah
dekat, ia bertanya, “Hai, Anak muda. Mengapa malam-malam begini engkau
memukuli kayu? Ayo, singgahlah ke rumahku.”
Si Manan dan Si Beku setuju, lalu mengikuti kakek itu. Sesampainya di
pondok, Si Manan menceritakan siapa dirinya. Malam itu keduanya menginap
di rumah Kakek.
Pagi-pagi ketika fajar menyingsing, Si Manan dan Si Beku berpamitan hendak
melanjutkan perjalanan. Kakek itu memberikan bekal kepada mereka berupa
pedang gerantang kepada Si Manan dan rotan sejengkal kepada Si Beku.
“Pedang ini akan menyerang musuh tanpa diayunkan dan rotan sejengkal
bila dilemparkan kepada musuh akan memanjang. Kemudian, rotan sejengkal
akan mengikat musuh sehingga musuh itu tak bisa bergerak lagi,” kata Kakek
menjelaskan manfaat dari kedua benda itu.
Setelah menerima pedang gerantang dan rotan sejengkal, mereka segera
meninggalkan pondok untuk melanjutkan perjalanan.
Sudah jauh mereka meninggalkan pondok. Kini mereka sampai di pinggir
pantai. Mereka terus menyusuri pantai. Suatu ketika, dari kejauhan mereka
melihat sebuah rumah di tepi pantai. Mereka semakin mempercepat langkahnya.
Ternyata rumah itu sepi sekali. Berkali-kali Si Manan mengetuk pintu, tetapi tak
ada yang menyahut. Si Beku mencoba lewat pintu belakang. Ternyata pintunya
terbuka, tetapi rumah itu kosong tanpa ada orang yang menempati. Mereka
masuk ke dalam. Betapa kaget mereka karena di dalam bilik itu ada seorang
pemuda yang terikat seluruh tubuhnya. Cepat-cepat Si Manan dan Si Beku
melepaskannya. Pemuda itu kelihatan lemah dan bicaranya kurang jelas. Itu
menandakan bahwa pemuda itu sudah beberapa hari disekap. Lalu, Si Manan
bertanya, “Siapakah Saudara? Mengapa Saudara diikat di sini?”
“Saya putra raja di kerajaan ini. Saya disekap oleh naga kepala tujuh dan pada
malam bulan purnama nanti saya akan dijadikan makanannya,” kata pemuda itu.

Cerita Rakyat
”BAWANG MERAH DAN BAWANG PUTIH”
awang Putih adalah gadis yang sudah tak punya ibu dan bapak. Ia hidup bersama
ibu tirinya yang juga punya anak seusia dengannya. Ia selalu di bebani pekerjaan
yang
berat-berat ,misalnya mengambil air dari sumber yang jaraknya cukup jauh dari
rumah.
Sementara saudara tirinya yaitu Bawang Merah tidak pernah di suruh
bekerja membantu ibunya.Bawang Putih juga diperintah mencari ranting-ranting
kayu bakar untuk menanak nasi dan memasak. Namun gadis ini tak pernah
mengeluh.
Ia jalani hidup ini dengan tabah, walau kadang ia juga merasa diperlakukan
tidak adil oleh ibu tirinya. Seperti memberi makan ayam harus dia yang
melakukan, padahal itu pekerjaan mudah dan bawang merah pasti bisa
melakukanya.
Ia juga yang harus menyapu dan menimbun sampah di belakang rumah.
Karna sering bergerak tanpa disadari tubuh Bawang Putih semakin sintal padat dan
sehat. Kecantikanya tidaklah berkurang karna kesibukanya mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan rumah.
Sementara bawang merah dibiarkan begitu saja. Apabila ada kesalahan
sedikit saja ia selalu dimarahi habis-habisan oleh ibu tirinya.
‘’Ingat jangan ulangi lagi kesalahanmu,dasar gadis bodoh..! jelek..!’’ bentak
ibu tirinya suatu hari.
Bawang merah setiap hari hanya besolek.ia berusaha berdandan sebaik-
baiknya. Namun diam-diam ia harus mengakui bahwa Bawang Putih ternyata jauh
lebih cantik dari pada dirinya. Padahal bawang putih tidak pernah bersolek secara
berlebihan seperti Bawang Merah.
Seperti biasa setiap hari Bawang Putih diperintah mencuci pakaiyan-
pakaiyan kotor yang jumlahnya cukup banyak. Karna kebaikan dan ketulusan
hatinya.Ada seekor ikan emas yang baik membantunya.Begitu pakaian dicelupkan
ke dalam air seketika itu juga pakaian itu menjadi bersih dengan sendirinya.
Melihat pekerjaan yang berat dapat di selesaikan dalam waktu singkat, si
ibu tiri menjadi curiga. Suatu ketika bawang merah disuruhmengamati dari jauh
siapa yang membantu Bawang Putih.
‘’Oh, ternyata dia dibantu oleh ikan ajaib ?‘’ gumam Bawang Merah.
’’hem,aku ada akal untuk....’’
Bawang Merah lalu menangkap ikan itu tanpa sepengetahuan bawang
putih .Lalu ikan itu dibawah pulang,dimasak dan mereka makan habis dagingnya.
Hanya duri dan kepala yang disisahkan oleh ibu dan anak yang dengki itu.
Mereka memberikan sisa ikan itu agar dimakan Bawang Putih. Tapi Bawang Putih
tidak mau memakannya.Ia mengubur kepala dan duri ikan itu dihalaman depan
rumahnya. Tak berapa lama tumbuh tanaman bunga yang indah.
Pada suatu hari ada Pangeran Kerajaan yang melintas di tempat itu.
Pangeran sangat tertarik atas keindahan bunga yang sedang mekar dihalaman
rumah Bawang Putih.
Pangeran turun dari kudanya dan bertanya siapakah yang menanam bunga
itu. Bawang Merah mengaku yang menanamnya.Tapi Pangeran itu
menggelengkan kepalanya.Sebab ia sudah tau siapa sesungguhnya yang menanam
bunga itu.
‘’kau telah makan ikan jelmaan diriku,tubuh kalian akan mengeluarkan
sisik seperti ikan.
’’baru saja pangeran berkata demikian ibu dan anak yang jahat itu menjerit karna
tubuhnya jadi bersisik,
merekalari karna malu. Sementara Bawang Putih di boyong keistana untuk
dijadikan istri Pangeran.

Anda mungkin juga menyukai