Anda di halaman 1dari 4

PIWULANG 6

BASA JAWA KELAS V

“TRESNO SUSASTRA JAWA”

DUMADINE KUTHA BANYUWANGI

Ada sebuah keraton yang rajanya bernama Prabu Menak Prakosa punya anak laki-laki bernama
Raden Banterang. Raden Banterang sayangnya punya watak brangasan (kasar, mudah marah) dan
mudah memberi hukuman berat kepada rakyatnya bila tidak menuruti perintahnya.

Suatu hari Raden Banterang mbebedhag (berburu) di tengah hutan. Di situ ada sungai yang
sedang banjir. Ketika Raden Banterang sampai di pinggir sungai, ia melihat perempuan yang cantik
sedang memetik bunga. Perempuan cantik itu bernama Putri Surati, Putri Surati itu sebenarnya adalah
anak perempuan dari Raa Klungkung yang kala itu pernah diserang Prabu Menak Prakosa hingga wafat
(raja meninggal). Oleh Raden Banterang, Putri Surati lalu diboyong (dibawa) ke istana (keraton) dan
diambil sebagai istri.

Rakyat dari Raden Banterang sangat senang, karena sekarang memiliki ratu yang cantik sekali
dan baik wataknya. Dengan kebaikan hati dari Putri Surati itu, sedikit demi sedikit bisa menghilangkan
sifat Raden Banterang yang suka marah.

Di suatu hari, ketika Putri Surati berjalan-jalan di luar istana. Bertemulah ia dengan kakak laki-
lakinya yang dikira sudah meninggal. Kakak laki-laki dari Putri Surati ini ingin membalas (dendam)
kepada Raden Banterang karena Prabu Menak Prakosa telah membuat ayahnya wafat, yaitu Raja
Klungkung. Tetapi, Putri Surati tidak mau membantu. Putri Surati tetap setia kepada suaminya.

Kakak laki-laki dari Putri Surati lalu menemui Raden Banterang mengatakan bahwa Putri Surati
akan membunuh Raden Banterang. Buktinya di bawah kasur (tempat tidur) Putri Surati terdapat keris
pusaka dari Kraton Klungkung. Raden Banterang lalu menilik (mengecek, melihat untuk memastikan) di
bawah kasur, nyatalah di situ ada keris pusaka yang dimaksud.

Raden Banterang sangat marah dan menuduh Putri Surati tidak bisa membalas budi. Putri Surati
lalu bersumpah kalau dia sungguh-sungguh tidak memiliki niat jahat untuk akan membunuh Raden
Banterang. Tetapi, Raden Banterang sudah terlanjur marah. Karena perkataan Putri Surati sudah tidak
lagi dipercaya oleh suaminya, Putri Surati lalu masuk (mencemplungkan diri) ke sungai. Sebelum masuk
ke dalam sungai, Putri Surati berkata kepada suaminya. Ketika setelah masuk ke sungai nanti kalau air
sungainya menjadi wangi itu artinya Putri Surati tidak bersalah, tapi, kalau air sungainya berbau tidak
enak (badheg) itu artinya Putri Surati salah.

Ternyata setelah Putri Surati masuk sungai, air sungai itu berbau wangi. Melihat (mengetahui)
keadaan itu Raden Banterang merasa sangat menyesal, tapi semua itu sudah terlanjur terjadi. Oleh
karena itu, mulai hari itu tempat itu diberi nama BANYUWANGI. Hingga sekarang terkenal jadi Kota
Banyuwangi.
DUMADINE KUTHA SEMARANG

Kala itu, Kesultanan Demak dipimpin oleh Pangeran Made Pandan. Pangeran Made Pandan
punya anak laki-laki yang bernama Pangeran Pandan Arang. Suatu hari, Pangeran Made Pandan dan
anaknya serta para pengikutnya berkelana ke arah barat. Sampailah di suatu hutan yang gung liwang-
liwung (sangat sepi, sepi banget), Pangeran Made Pandan beristirahat, lalu membuka hutan itu untuk
dipakai bertanam dan dibuat rumah tinggal. Sayangnya belum sampai merasakan hasil tanamnya,
Pangeran Made Pandan lalu wafat. Sebelum meninggal ia berpesan, “Anakku laki-laki, Pandan Arang,
olahlah (kelolalah) tempat ini dengan sungguh-sungguh. Jangan sekali-sekali meninggalkan tempat ini,
karena nantinya akan menjadi tempat yang ramai!”

Pangeran Pandan Arang selalu mengingat pesan dari ayahnya dan melaksanakannya. Tempat itu
dirawat dan dijaga dengan baik. Dia sangat rajin memelihara dan mengolah tempat itu sehingga menjadi
tempat yang subur. Memang benar, lama kelamaan tempati itu menjadi ramai, hijau sangat (ijo royo-
royo), dan makmur. Tanaman apa saja yang ditanam bisa hidup di tanah itu. Karena suburnya daerah itu
maka orang banyak berdatangan dan ingin menjadi murid atau pengikut dari Pangeran Pandan Arang.

Suatu hari, Pangeran Pandan Arang dan pengikutnya melihat kejadian yang aneh. Di tanah yang
sudah subur itu banyak tunas pohon asem, tapi walaupun banyak, pohon asem itu tumbuh berjauh-
jauhan atau jarang-jarang (berjarak-jarak jauh). Melihat keadaan yang seperti itu, Pangeran Pandan
Arang lalu berkata kepada pengikutnya, “Saudara-saudaraku, coba lihatah kejadian yang aneh ini. Di
tanah ini tiba-tiba banyak tunas pohon asem, tetapi, bertumbuhnya itu jarang-jarang, berjauh-jauhan
antara pohon satu dengan pohon lainnya.”

“Iya, Raden, memang ini mewujudkan kejadian yang tidak lazim (tidak biasa). Lalu bagaimana,
Raden>”

“Begini, tanah di sini kan tanah yang subur, seharusnya pohon asem ini bertumbuhnya tidak berjauhan,
tapi berdekatan. Tapi kenyataannya memang bertumbuhnya berjauhan, maka semuanya saja jadilah
saksi hari ini. Mulai sekarang tempat ini saya beri nama SEMARANG, yaitu dari kata asem yang
tumbuhnya jarang-jarang.

Iya, sejak hari itu hingga sekarang tempat itu terkenal jadi Kota Semarang. Pangeran Pandan
Arang menjadi pemimpin di daerah Semarang dengan gelar Raden Pandan Arang I.
DUMADINE RAWA PENING

Diceritakan di Desa Banarawa, punya adat mengadakan memetri desa (pesta desa) setiap tahun,
yaitu mengadakan slametan (selamatan atau doa-doa supaya hidup orang-orang desa tersebut selamat).
Untuk memetri desa itu ada persyaratannya, yaitu menggunakan daging hewan. Warga Desa Banarawa
lalu semua menuju hutan untuk berburu hewan. Anehnya, hampir seharian mereka mencari tidak ada
yang bertemu hewan satupun. Ki Juru Mathokan, pemimpin atau lurah Desa Banarawa mengajak orang-
orang itu beristirahat dulu.

Orang-orang itu lalu beristirahat beberapa saat. Ketika beristirahat itu salah satu warga ada yang
menduduki pohon yang sudah roboh. Senjatanya yang berupa pisau besar lalu ditancapkan ke pohon
yang sudah tombong itu,… tapi, seketika itu orang itu menjadi terkejut karenga di pohon yang
ditancapkannya senjata itu keluarlah air yang berwarna merah. Lalu dia berteriak-teriak, temannya lalu
mendatanginya. Ternyata air merah itu berasal dari darah ular. Ular lalu dibunuh, dagingnya dibawa
pulang untuk slametan memetri desa.

Ketika sedang slametan, ada bocah bajang. Bocah bajang itu sebenarnya adalah perwujudan
atau jelmaan ular yang tadi dibunuh itu bernama Baru Klinthing.

Si bocah bajang lalu mendatangi rumah ke rumah, minta daging slemattan. Tapi tidak ada yang
memberi. Ki Juru Mathokan malah tega mengusir bocah bajang itu supaya pergi jauh.

Bocah bajang itu terus berjalan hingga sampailah ia di rumah Mbok randa Lebak yang hidupnya
kesusahan. Walaupun demikian, Mbok randa Lebak baik hatinya. Dia senang menolong orang, siapapun
itu. Jadi ketika bocah bajang itu datang, diterimalah ia dengan baik. Bocah bajang itu diberi makan.
Setelah makan, bocah bajang itu lalu berpamitan.

“Mbok, sungguh saya minta pamit. Saya berterima kasih sekali sudah ditolong. Saya punya
permintaan sedikit. Nanti akan ada banjir bandang. Oleh karena itu, Mbok siapkan lesung. Nanti simbok
naik ke lesung. Semoga selalu diberi keselamatan, ya, Mbok,” pesan dari Baru Klinthing.

Baru Klinting lalu pergi ke rumah Ki Juru Mathokan. Di sana dia mengadakan sayembara. Baru
Klinthing menancapkan sebatang lidi (sada) di halaman dan menantang orang-orang di situ untuk
mencabutnya, siapapun yang dapat mencabut lidi yang ditancapkan itu. Anak-anak mencoba mencabut
lidi itu, tapi tidak ada yang mampu. Lalu orang-orang tua berdatangan dan mencoba mencabut lidi itu
juga tidak ada yang mampu.

Karena tidak ada yang kuat mencabutnya, Baru Klinthing lalu mencabut lidi tersebut. Lidipun
tercabutlah. Seketika itu juga, bekas lubang yang ditancapi lidi tadi keluar airnya. Air yang keluar dari
situ menjadi besar lalu jadi banjir bandang. Orang-orang Banarawa semua tenggelam. Mbok randa
teringat pesan dari Baru Klinthing supaya naik lesung, dan selamatlah ia. Banarawa menjadi rawa yang
sangat luas lalu dikenal dengan nama Rawa Pening, yang berada di Kota Ambarawa.
PIWULANG BUDI PEKERTI (NILAI-NILAI LUHUR) yang dapat dipelajari dari cerita “Dumadine Kutha
Banyuwangi” (halaman 68, Buku Paket Basa Jawa)

a. Punya sifat mudah marah itu tidak baik.


b. Punya sifat pendendam itu tidak baik.
c. Setialah terhadap janjimu.
d. Jangan senang berkata hal yang tidak sebenarnya.
e. Sebelum bertindak pikirkanlah dulu baik-baik.

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN KETIKA MENYUNTING TEKS (nintingi= nliti kanthi premati
ringkesan):

a. Tembung-tembunge (kata-katanya)
b. Tata ukarane (tata kalimatnya)
c. Ejaane (ejaannya)
d. Ragam basane (ragam bahasanya)

Anda mungkin juga menyukai