Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur Propinsi Jawa Timur terdapat
sebuah kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan
bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah bernama
Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu. "Pagi
hari ini aku akan berburu ke hutan. Siapkan alat berburu," kata Raden
Banterang kepada para abdinya. Setelah peralatan berburu siap, Raden
Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat ke hutan. Ketika
Raden Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di
depannya. Ia segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia
terpisah dengan para pengiringnya.
peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai tolong untuk
membunuh Tuan," jelasnya. Setelah mengucapkan kata-kata itu, lelaki
berpakaian compang-camping itu hilang secara misterius. Terkejutlah
Raden Banterang mendengar laporan lelaki misterius itu.
hutan.
"Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini sebagai bukti! Kau
merencanakan mau membunuhku dengan minta tolong kepada pemilik
ikat kepala ini!" tuduh Raden Banterang kepada istrinya. "Begitukah
balasanmu padaku?" tandas Raden Banterang.
"Kakanda! Jika air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti
Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti
Adinda bersalah!" seru Surati
Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau nan harum merebak di
sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan
suara gemetar. "Istriku tidak berdosa! Air kali ini harum baunya!" Betapa
menyesalnya Raden Banterang. la meratapi kematian istrinya, dan
menyesali kebodohannya. Namun sudah
terlambat.
Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut
Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama
Banyuwangi kemudian menjadi nama kota Banyuwangi.
Moral: Jangan mudah terhasut oleh ucapan orang, karena sesal kemudian
tidak akan merubah hal yang telah terjadi.