Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur Propinsi Jawa Timur terdapat
sebuah kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana.
Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah bernama Raden Banterang.
Kegemaran Raden Banterang adalah berburu. “Pagi hari ini aku akan berburu ke
hutan. Siapkan alat berburu,” kata Raden Banterang kepada para abdinya. Setelah
peralatan berburu siap, Raden Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat
ke hutan. Ketika Raden Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang
melintas di depannya. Ia segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan.
Ia terpisah dengan para pengiringnya.
1
jawaban adiknya. Namun, ia sempat memberikan sebuah kenangan berupa ikat
kepala kepada Surati. “Ikat kepala ini harus kau simpan di bawah tempat
tidurmu,” pesan Rupaksa.
2
tidak cair bahkan menganggap istrinya berbohong.. “Kakanda ! Jika air sungai ini
menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika
tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda bersalah!” seru Surati. Raden
Banterang menganggap ucapan istrinya itu mengada-ada. Maka, Raden Banterang
segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati
melompat ke tengah sungai lalu menghilang.
Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau nan harum merebak di
sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara
gemetar. “Istriku tidak berdosa! Air kali ini harum baunya!” Betapa menyesalnya
Raden Banterang. Ia meratapi kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya.
Namun sudah terlambat.
Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut
Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi
kemudian menjadi nama kota Banyuwangi.