Tokoh :
Naskah Drama :
Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur Provinsi Jawa Timur terdapat sebuah kerajaan besar
yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra
kesayangan yang gagah bernama Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu.
Raja : “Sudah hampir setiap pagi nak kamu berburu,, akan berburu apalagi..???”
Setelah mendapatkan izin dari Ayahandanya, lalu Raden Banterang memanggil Aria dan Topa untuk
mempersiapkan peralatan berburu
Raden Banterang : “Pagi hari ini aku akan berburu ke hutan. Siapkan alat berburu,”
Setelah peralatan berburu siap, Raden Banterang disertai dua pengiringnya tersebut berangkat ke
hutan. Ketika Raden Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di depannya. Ia
segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan.
Aria : “Ayoo kita cari,, keselamatan Raden sangat terancam jika berada di hutan seperti ini
sendirian “
Raden Banterang menerobos semak belukar dan pepohonan hutan. Namun, binatang buruan itu
tidak ditemukan. Akhirnya Ia terpisah dengan para pengiringnya. Lalu Ia tiba di sebuah sungai yang
sangat bening airnya.
Raden Banterang : “Kemana seekor kijang tadi?”“Akan ku cari terus sampai dapat,”“ Huh,, tapi
akau sangat lelah,,“ waah kebetulan,, itu di depan ada sungai,,”“Hem, segar
nian air sungai ini” (Raden Banterang meminum air sungai)Raden Banterang
minum air sungai itu, sampai merasa hilang dahaganya. Setelah itu, ia
meninggalkan sungai. Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba
dikejutkan kedatangan seorang gadis cantik jelita.”
Raden Banterang : “Ha? Seorang gadis cantik jelita? Benarkah ia seorang manusia? Jangan-
jangan setan penunggu hutan,” ( bergumam)“ Siapakah gerangan gadis
itu..??? ”
Karena penasaran, akhirnya Raden Banterang memberanikan diri untuk mendekati gadis itu.
Kemudian dia bertanya kepada gadis itu
Surati : “Nama saya Surati berasal dari kerajaan Klungkung. Saya berada di tempat ini
karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya telah gugur dalam
mempertahankan mahkota kerajaan,”
Mendengar ucapan gadis itu, Raden Banterang terkejut bukan kepalang. Melihat penderitaan putri
Raja Klungkung itu, Raden Banterang segera menolong dan mengajaknya pulang ke istana.
Raden Banterang : “ Sungguh malang nasibmu” “Aku tidak tega meninggalkanmu disini sendiri”
“Maukah kau ikut denganku,, pulang ke istanaku”
Surati : “ Sungguh baik hatimu,, aku mau ikut denganmu”(Jawab surati sambil
tersenyum)
Akhirnya Raden Banterang membawa Surati pulang ke Istana. Sebelum sampai ke Istana, Raden
Banterang bertemu dengan Aria dan Topa.
Aria : “waah,, benar itu Raden Banterang” “ Tapi,, dia dengan siapa itu Pa..??”
Raden Banterang : “ Kalian pasti bertanya-tanya kan siapa gadis yang ku ajak ini..??”
Aria : “ Hari pun sudah mulai gelap,, pasti Ayahanda Raden sangat mengkhawatirkan
Raden”
Akhirnya mereka semua pulang ke Istana. Sesampainya disana Raden Banterang memperkenalkan
Surati kepada Ayahandanya dan Raden Banterang juga menceritakan pertemuannya dengan Surati.
Raden Banterang : “ Iya,, maaf ayah,, tadi Ananda mengejar seekor kijang hingga masuk Jauh ke
hutan “
Raja : “ Ya sudah,, tidak apa-apa,, yang penting kau pulang dengan selamat” “Hmm,,
siapa gadis yang kau bawa itu..??”
Raden Banterang : “ Namanya Surati,, Ayah..” “Tadi kami bertemu di Hutan,, Ananda merasa
kasihan dan tidak tega jika harus meninggalkan dia sendirian di hutan,, jadi
Ananda ajak kesini,, bolehkan dia tinggal disini ayah ..???” (dengan wajah
memelas)
Akhirnya Ayahandanya mengizinkan Surati tinggal di Istananya. Setelah beberapa lama tinggal di
Istana, Raden Banterang semakin dekat dengan Surati. Akhirnya tak beberapa lama kemudian
mereka menikah dan membangun keluarga bahagia. Pada suatu hari, Surati berjalan-jalan sendirian
ke luar istana. Lalu ia dipanggil oleh seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping. Setelah
mengamati wajah lelaki itu, ia baru sadar bahwa yang berada di depannya adalah kakak kandungnya
bernama Rupaksa.
Rupaksa : “ Surati,, kakak datang kemari untuk mengajakmu membalas dendam, karena Raden
Banterang telah membunuh Ayahanda kita”
Surati : “ Tidak Kak,, tidak mungkin aku membantumu,, Aku sudah menikah dengan Raden
Banterang. Aku telah berhutang budi padanya “
Rupaksa marah mendengar jawaban adiknya yang seperti itu. Namun, dengan pikiran liciknya ia
sempat memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala kepada Surati
Rupaksa : “ Baiklah,, jika kau terus saja tidak mau membantuku “ “ Ini,, kuberikan ikat kepala ini
padamu“ “Ikat kepala ini harus kau simpan di bawah tempat tidurmu”
Rupaksa pun pergi meninggalkan Surati. Pertemuan Surati dengan kakak kandungnya tidak
diketahui oleh Raden Banterang, dikarenakan Raden Banterang sedang berburu di hutan. Tatkala
Raden Banterang berada di tengah hutan, tiba-tiba pandangan matanya dikejutkan oleh kedatangan
seorang lelaki berpakaian compang-camping.
Rupaksa : “Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang
diletakkan di bawah tempat tidurnya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai
tolong untuk membunuh Tuan,”
Setelah mengucapkan kata-kata itu, lelaki berpakaian compang-camping itu hilang secara misterius.
Terkejutlah Raden Banterang mendengar laporan lelaki misterius itu. Ia pun segera pulang ke istana.
Setelah tiba di istana, Raden Banterang langsung menuju ke tempat tidur istrinya. Dicarinya ikat
kepala yang telah diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping yang telah menemui di
hutan.
Raden Banterang : “Haa..!! Benar kata lelaki itu..!! Ikat kepala ini sebagai bukti.!!”“Kau
merencanakan mau membunuhku dengan minta tolong kepada pemilik ikat
kepala ini,, iya kan …!!!”( tuduh Raden Banterang kepada istrinya )“Begitukah
balasanmu padaku haa..?” ( tandas Raden Banterang )
Surati : ”Jangan asal tuduh. Adinda sama sekali tidak bermaksud membunuh Kakanda,
apalagi minta tolong kepada seorang lelaki..!!”
Raden Banterang : “ Aku tidak percaya… jelas sudah bukti ini..!! “( Raden Banterang murka )
Raden Banterang tetap pada pendiriannya, bahwa istrinya yang pernah ditolong itu akan
membahayakan hidupnya. Sebelum nyawanya terancam, Raden Banterang lebih dahulu ingin
mencelakakan istrinya. Raden Banterang berniat menenggelamkan istrinya di sebuah sungai. Setelah
tiba di sungai, Raden Banterang menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki compang-
camping ketika berburu di hutan. Sang istri pun menceritakan tentang pertemuan dengan seorang
lelaki berpakaian compang-camping seperti yang dijelaskan suaminya
Surati : “Lelaki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat
kepala kepada Adinda,”
Surati : “Kakanda suamiku.!! Bukalah hati dan perasaan Kakanda.!! Adinda rela mati
demi keselamatan Kakanda. Tetapi berilah kesempatan kepada Adinda untuk
menceritakan perihal pertemuan Adinda dengan kakak kandung Adinda
bernama Rupaksa,”
Surati : “Kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda.!! Adinda dimintai bantuan,
tetapi Adinda tolak.!!”
Surati : “ Baiklah Kakanda, jika Kakanda tetap tidak mempercayaiku” “Kakanda.!! Jika
air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak
bersalah.!! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda bersalah.!!”
( seru Surati )
Raden Banterang menganggap ucapan istrinya itu mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera
menghunus keris yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke tengah
sungai lalu menghilang. Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau nan harum merebak di
sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar.
Raden Banterang : “Istriku tidak berdosa.!! Air kali ini harum baunya.!!”( sangat sedih dan
menyesal )
Betapa menyesalnya Raden Banterang. Ia meratapi kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya.
Namun sudah terlambat. Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut
Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian menjadi nama
kota Banyuwangi