Anda di halaman 1dari 4

Naskah Drama Putri Mandalika (Nyale)

ADEGAN I

Narator

Pada zaman dahulu di pantai selatan Pulau Lombok terdapat sebuah kerajaan yang bernama Tonjang Beru. Negeri
Tonjang Beru ini diperintah oleh raja yang terkenal akan kearifan dan kebijaksanaannya. Raja itu bernama raja
Tonjang Beru dengan permaisurinya Dewi Seranting. Mereka mempunyai seorang putri yang amat elok parasnya
serta sangat anggun dan jelita, yang bernama Putri Mandalika. Di samping anggun dan cantik ia terkenal ramah
dan sopan. Semua orang tahu tentang keindahan dan kebaikan Putri Mandalika, bahkan orang-orang dari kerajaan
lain di sekitar pulau.

Disuatu malam terjadi perbincangan antara raja Tonjang Beru dan permainsuri Dewi Seranting mengenai putri
tunggalnya, Mandalika.

R Tojang Beru         : “Permainsuri ku, mengapa engkau di luar sana? Ini sudah larut, mari masuklah.”

P Dewi Seranting     : “Iya kakanda,”

R. Tojang Beru         : (Melihat wajah permainsuri Dewi Seranting) “Tunggu dulu permaisuri, kakanda perhatikan
mengapa wajah permaisuri seperti itu? ”

P. Dewi Seranting     : “Adinda lagi memikirkan sesuatu kanda.Adinda berfikir, sudah saatnya bagi Mandalika
memiliki pendamping hidup,”

R. Tojang Beru         : “Ya benaar permaisuri, kakanda juga berfikir begitu. Mungkin jika kakanda membuka
lamaran pinangan untuk putri cantik kita akan banyak yang menginginkanya,”

P. Dewi Seranting     : “Adinda setuju kakanda. Tentu saja banyak. Siapa yang tak kenal dengan putri cantik kita,
dari ujung timur sampai ujung barat pulau Lombok banyak lelaki yang menginkanya”

R. Tojang Beru         : “Iya adinda, mari kita masuk,”

P. Dewi Seranting     : “Mari kakanda,”

Narator:

Keesokan harinya, putri Mandalika yang sedang menari di ruang utama kerajaan dikejutkan oleh datangnya para
pangeran yang membagi habis bumi Sasak (Lombok) untuk melamar putri Mandalika. Masing – masing dari
kerajaan Johor, Lipur, dan kerajaan lainnya. Namun sayangnya Putri Mandalika menolak semua lamaran tersebut

Dua pangeran amat murka menerima kenyataan itu. Mereka adalah Pangeran Datu Teruna dari kerajaan Johor dan
Pangeran Maliawang dari kerajaan Lipur. Mereka pun memutuskan untuk menemui Tonjang Beru untuk kembai
membahas tentang lamaran. bila lamaran itu ditolaknya,maka hubungan antar kerajaan yang telah dibina akan
hancur. Arya Bawal dan Arya Bumbang berangkat meuju Kerjaan Tonjang Beru. Mereka tiba di Kerjaan Tojang
Beru bersam-sama lalu langsung menghadap sang raja.

R. Tojang Beru         : “Apa maksud kedatangan kalian ke sini?”

P. maliawang                 : “Kamu saja duluan ,” (Sambil berbisik ke datu taruna)

P. Datu Taruna          : “Tidak, tidak. Aku takut, kamu saja kan kamu yang duluan tiba di sini”

P. Maliawang                : “Kamu yang duluan sampai di sini, bukan aku. Kamu yang duluan!”

P.Datu Taruna          : “Aku tidak mau, kamu duluan!”

R. Tojang Beru         : “Mengapa kalian bertengkar dihadapan ku! Ayo cepat jawab, jangan bermain-main dengan
ku,”

P.Datu Taruna                : “Ehm, hamba ke sini dari Kerajaan Johor untuk melamar putri anda tuan, putri
Mandalika”

R. Tojang Beru         : “Hum, begitu rupanya. Terus kau apa? (sambil menujuk maliawang)

P. Maliawang          : “Sama seperti dia tuan,


R. Tojang Beru         : “Oh yaya, tapi putri saya tak ingin menerima siapapun. Dia menolak seluruh lamaran yang
datang,”

P. Datu Taruna                : “Kalau putri Mandalika menolak lamaran ini, maka tak segan-segan Kerajaan Johor
akan menghancurkan Kerjaan Tojaung Beru!”

P.maliawang          : “Ya, Kerajaan Lipur pun akan mengahancurkan Kerjaan Tojang Beru sampai rata dengan
tanah, jika menolak lamaran ini!”

R. Tojang Beru         : “Tapi anakku tidak akan bisa memilih salah satu diantara kalain,”

P.Datu Taruna : “kami akan melakukan perang adu kekuatan ,”

P.maliawang        : “Ya, Siapa yang menang itulah yang berhak medapatkan putri Mandalika,”

(Putri Mandalika yang dari tadi mendengar pembicaraan merka pun berjalan menuju para utusaan panggeran)

Putri Mandalika        : “aku tau aku memang lancing,tetapi aku tidak bisa menerima salah satu dari kalian

P.Datu Taruna          : “Baiklah kalau begitu, tetapi kita liat saja nanti putri,”

ADEGAN III

Setting: Lapangan, pagi hari

Narator:

Keesokn harinya, dua panggeran dari kerajaan Johor dan kerajaan Lipur bertemu untuk adu kekuatan. Rakyat pun
berdatangan untuk menyaksikan pertandingan. Mereka adu kekuatan dengan Presean, yaitu pertarungan 2 lelaki
sasak bersenjatakan tongkat rotan (penjalin) serta berperisai (ende) kulit kerbau tebal dan keras.

Pangeran Datu Terun: “Hai kau Maliawang ! sudah kau siapkan mental untuk melawan ku hah?

Pangeran Maliawang: “Tak perlu aku siapkan mental untuk melawan semut seperti kau!”

Pangeran Datu Teruna: “Sini kau kalau berani, serang aku!”

Pangeran Maliawang: “Oh, rupanya kau menantang ku? Berani juga kau,” Sang wasit pun memberikan aba-aba
untuk memulai pertandingan. Dan pertandingan pun mulai.

(BERTANDING)

Setelah sekian lama bertanding pangeran Datu Teruna dan pangeran Maliawang, ternyata tak ada yang menang.
Rakyat yang mendukung dua kerajaan ini pun ikut berkelahi, menimbulkan kekacauan di daerah Tojang Beru.

ADEGAN IV

Setting: Kamar Putri Mandalika, siang hari

Sudah beberapa haari yang lalu putri mengurung diri dikamar. Tampaknya dia memikirkan sesuatu yang menjadi
beban yang berat dikepalanya. Seperti biasa dayang-dayang pribadinya menuju kamarnya untuk mengantarkan
makan siang.

Dayang Tuna dan Dayang Tebuik : “Putri, bolehkah kami masuk?” (Sambil mengetok pintuu putri)

Putri Mandalika        : “Silahkan masuklah,”

(Dyang-dayang pun masuk dan langsung mendekati puri)

Dayang Tuna             : “Ini makan siangnya putri,”

Dayang Tebuik          : “Dan ini minumnya putri,”

Putri Mandalika        : “Terimakasih, tapi saya tak nafsu makan,”

Dayang Tuna             : “Mengapa putri?  Sudah beberapa hari ini putri tak makan hanya meminum air ini saja,”
Putri Mandalika        : “Tidak ada, saya hanya memikirkan tentang kesejahteraan rakyat saja,”

Dayang Tuna             : “Apakah gara-gara itu putri tak nafsu makan? Janganlah di fikirkan putri, nanti putri akan
sakit,”

Dayang Tabuik         : “Iya, kalau putri sakit rakyat akan sedih, lihatlah badan putri terlihat kurus tak seperti
biasa,”

Putri Mandalika        : “Saya merasa senang memiliki dayang seperti kalian, kalian sunggu perhatian,”

Dayang Tebuik          : “Oh ya putri, Apakah putri telah mendengar bahwa di negeri ini akan terjadi malapetaka
besar,”

Putri Mandalika        : “Malapetaka besar?”

Dayang Tuna             : “Ya putri, seluruh pangeran yang pernah datang melamarmu akan mengadakan perang.
Mereka bersepakat, siapa yang menang dalam perang itu, dialah yang akan menjadi suamimu,”

Putri Mandalika        : “Saya sudah mendengar berita itu,”

Dayang Tuna             : “Kami khawatir itu akan terjadi putri,”

Putri Mandalika        : “Tenang itu tidak akan terjadi.”

Ddayang Tebuik       : “Baiklah, kami percaya kepada putri, putri pasti bisa mengurusnya,’’

(P. Dewi Seranting pun masuk dan mendekati putrinya)

P. Dewi Seranting     : “Anakku?”

Putri Mandalika        : “Iya Ibunda?”

P. Dewi Seranting     : “Bisa kah kalian keluar dari sini?”

Dayang Tuna dan Ddayang Tebuik: “Iya bagginda ratu,” (Sambil memberikan penghormatan)

Putri Mandalika        : “Ada apa ibunda?”

P. Dewi Seranting     : “Kau sudah mendengar tentang peperangan itu kan?

Putri Mandalika        : “Iya ibunda,”

P. Dewi Seranting     : “Lalu apa yang akan kau lakukan?

Putri Mandalika        : “Maafkan Putri, Ibunda! Ini semua salah Putri, karena telah menolak semua lamaran
mereka. Jika Ibunda berkenan, izinkanlah Putri yang menyelesaikan masalah ini,”

P. Dewi Seranting     : Ibunda pikir putri tahu hal terbaik untuk ini, dan yang terbaik untuk putri! ”

(Sambil memeluk Putrri Mandalika)

ADEGAN VI

Setting: Pantai Seger Kuta, subuh

Dalam semadi, sang putri mendapat wangsit agar mengundang semua pangeran dalam pertemuan pada tanggal 20
bulan 10 (bulan Sasak), bertempat di Pantai Seger Kuta, Lombok Tengah. Semua pangeran yang diundang harus
disertai oleh seluruh rakyatnya masing-masing. Mereka harus datang ke tempat itu sebelum matahari memancarkan
sinarnya di ufuk Timur.

Hari yang ditunggu telah tiba, pantai Seger Kuta berubah menjadi snagat ramai dengan kedatangan para rakyat.
Tak berapa lama, sang Putri yang sudah tersohor kecantikannya itu pun tiba di tempat dengan diusung
menggunakan usungan yang berlapiskan emas. Seluruh undangan serentak memberi hormat kepada sang Putri
yang didampingi oleh Ayahanda dan Ibundanya serta sejumlah pengawal kerajaan. Suasana yang tadinya hiruk-
pikuk berubah menjadi tenang.
Putri Mandalika        : “Aku tidak akan memilih siapapun,”

R. Tonjang Beru       : “Mengapa seperti itu putriku?”

Putri Mandalika        : “Wahai, Ayahanda dan Ibunda serta semua pangeran maafkan aku, kuharap kalian bisa
menjadi pemimpin yang bijak, tanpa harus menaklukkan satu sama lainnya. Maafkan aku rakyat negeri Tojang
Beru bila aku pergi meninggalkan kalian saat ini.

P. Dewi Seranting     : “Apa maksud mu putriku?”

Putri Mandalika        : “Diriku telah ditakdirkan menjadi Nyale yang dapat kalain nikmati bersama, aku akan
hadir setiap tahunnya, karena aku bukan untuk satu pangeran semata, aku adalah untuk kalian semua, aku adalah
untuk rakyatku, untuk negeriku…”

(Tiba-tiba Putri Mandalika menceburkan diri ke dalam laut dan langsung ditelan gelombang. Bersamaan dengan itu
pula, angin bertiup kencang, kilat dan petir pun menggelegar. Suasana di pantai itu menjadi kacau-balau. Suara
teriakan terdengar di mana-mana. Sesekali terdengar suara pekikan minta tolong. Namun, suasana itu berlangsung
tidak lama)

R. Tojang Beru         : “Mandalika-mandalika, dimana kamu putri ku?”

P. Dewi Seranting     : “Anakku? Mengapa kau pergi meninggalkan ibumu ini?”

Rakyat                                    : “Lihatlah binatang ini cacing laut, indah sekali. Warnanya pun cantik,”

(Para rakyat pun mengambil cacing laut tersebut)

PROLOG

Itulah kisah Bau Nyale.Penangkapan Nyale menjadi tradisi turun – temurun di pulau Lombok. Pada saat acara Bau
Nyale yang dilangsungkan pada masa sekarang ini, mereka sejak sore hari mereka yang akan menangkap Nyale
berkumpul di pantai mengisi acara dengan peresean, membuat kemah dan mengisi acara malam dengan berbagai
kesenian tradisional seperti Betandak (berbalas pantun), Bejambik (pemberian cendera mata kepada kekasih), serta
Belancaran (pesiar dengan perahu). Dan tak ketinggalan pula, digelar drama kolosal Putri Mandalika di pantai
Seger.

Anda mungkin juga menyukai