Anda di halaman 1dari 9

NASKAH DRAMA CERITA RAKYAT JAWA

“CIUNG WANARA”
Para Penain:
1. Raja Prabu Permana Di Kusuma = Zulkarnain
2. Permaisuri Dewi Naganingrum = Dayang Rika Pebriyanti
3. Permaisuri Dewi Pangrenyep = Arrawati Nto
4. Aria Kebonan = Idy Wahyudi
5. Lengser = Aldi Ivo
6. Istri Lengser = Lufthi Amallikariana
7. Nenek = marsela Francy Olin
8. Penasihat = Reza Kurnia Saputra
9. Ciung Wanara = Jerry Kristiady
10.Hariang Banga = Reza Kurnia Saputra
Narator :

Pada zaman dahulu berdirilah sebuah kerajaan besar di pulau Jawa disebut Kerajaan Galuh, Kerajaan ini
diperintah oleh Raja Prabu Permana Di Kusuma. Prabu Permana mempunyai 2 orang istri. Istri yang pertama
bernama Dewi Nganingrum, sedangkan yang kedua Dewi Pangrenyep.

Baginda sang Permana telah lama memohon kpd Tuhan agar diberi Putera. Tapi telah sekian lama, kedua istrinya
tidaak mengandung. Sekalipun baginda telah memohon dengan tekun, tapi permohonannya belum terkabul
juga.

Setelah memerintah kerajaan dalam waktu yang lama raja memutuskan untuk menjadi seorang petapa karena itu
dia memanggil menteri kesayangannya Aria Kebonan yaitu menteri yang menjadi kepercayaan Baginda di
istana.

Pada suatu hari, datanglah Aria Kebonan ke istana untuk menghadap kepada sang Baginda. Ketika Aria
mengetahui Baginda sedang beristirahat berbaring dikamar tidurnya, ia tidak menjadi menghadap. Hatinya
sangat menyesal tidak dapat langsung menghadap kepada rajanya.

Karena menyangka baginda sedang tidur. Aria kebonan mengeluh.


Adegan 1 :

Aria Kebonan : “hemm! Alangkah senangnya menjadi seorang Raja.Segalanya serba dilayani. Tidak seperti
diriku ini, sekalipun telah bekerja keras tapi tidak bertemu dengan kesenangan. Alangkah
bahagianya jika aku menjadi Raja”.
Narator :
Sang Raja yang mendengar keluhan Aria Kebonan, segera memanggilnya.
Raja Prabu : “kau ingin menjadi Raja, Aria Kebonan”?
Aria Kebonan : “oh Ba..Baginda, ampun Baginda.Hamba kira Baginda sedang beristirahat dikamar.
(segera datang menghadap dan menyembah dihadapan rajanya)”.
Raja Prabu : ” jika benar kau menjadi raja baiklah akau akan memberikan kerajaan ku. Asal kau dapat
menjalankan pemberintahan adil dan jujur. Aku hendak pergi bertapa, Aku menitipkan kedua
permaisuriku. Ingat, kau bersikap bijaksana selaku seorang raja.”
Aria Kebonan : “mohon ampun tuanku atas kesalahan hambamu ini. Tapi jika sekiranya Bagianda percaya dan
bersedia menyerahkan kerajaan Galuh Pakuan ini kepada hamba, baiklah hamba mengikuti
pesan Baginda. “
Raja Prabu : “syukurlah kau bersedia dan merasa sanggup. Mulai saat ini dengan disaksikan oleh si Lengser,
Aku serahkan kerajaanku. Namamu sekarang ku ganti menjadi seorang Brahmana bernama Galuh
Barma Wijaya Kusuma.”
Narator :
Setelah serah terima, Baginda segera bersemedi dan lenyaplah banginda dari hadapan Aria Kebonan dan
Lengser. Aria Kebonan sangat gembira, sekarang ia telah menjadi raja yang kaya. Sedangkan Lengser
kawannya sesama mMenteri sekarang harus menyembah kepadanya.
Aria Kebonan : “Lengser sekarang juga kau harus memukul gong, dan umumkan kepada rakyat, bahwa Raja
Sang Permana Di Kusuma telah berganti menjadi Raja Galuh Barma Wijaya Kusuma.”
Lengser : “Baik Baginda. Perintah Baginda segera saya laksanakan.”
Narator :
Lengser dengan hati agak kesal meninggalkan Rajanya untuk memuku gong. Lengser pun mengumumkan
bahwa rajanya telah berganti. Raden Galuh Barma Wijaya kusuma adalah nama baru raja rakyat Galuh Pakuan.
Raja Galuh Pakuan yang baru merasa dirinya berkuasa dan melupakan pesan-pesan sang Permana Di Kusuma.
Tindaknnya sangat kejam.
Pada suatu hari kedua permaisuri kerajaan menghadap mereka menceritakan tentang mimpi mereka semalam.
Adegan 2
Dewi Naganingrum : “Ampun Baginda. Tadi malam kami berdua bermimpi, mimpi kami berdua ternyata sama.
Kami bermimpi kejatuhan bulan, bulan itu jatuh diatas pangkuan kami menurut
penasehat kerajaan kami berdua akan mendapat putera.”
Aria Kebonan ; “Apa!!!!! (dalam hati berkata: selama ini aku tidak pernah berbuat apa-apa kepada kedua
permaisuri itu). Lengser segera panggil penasehat kerajaan untuk menghadap ku sekarang
juga!”
Lengser : “Baik Baginda Prabu.”
Narator :
Baginda yang hendak mempermalukan penasehat kerajaan telah siap-siap dengan tipu dayanya. Baginda telah
menyuruh kedua permaisuri nya memasang kuali pada perutnya agar tampak seperti sedang mengandung.
Lengser :” Ampuuun Baginda. Ini penasehat kerajaan datang menghadap Baginda.”
Aria Kebonan : “Heyy penasehat! Coba katakana apa benar kedua permaisuri ku mengandung?”
Penasehat : “Benar Tuanku kedua permaisurimu mengandung.”
Aria Kebonan : “Coba katakana laki-laki apa perempuan anak-anakku itu?”
Penasehat : “Menurut penglihatan hambamu yang bodoh ini anak-anakmu ini keduannya laki-laki.”
Narator ;
Alangkah marahnya sang Raja kuali yang diikat pada erut kedua istrinya segera diperlihatkan. Sang penasehat
pun terdiam tanpa kata, rupanya kemarahan Raja tidak sampai disitu, kuali yang diperut kedua permaisuri ia
lemparkan jauh-jauh, di kemudian hari desa tempat jatuhnya kuali itu disebut Desa Kawali.
Aria Kebonan : “Haaaaaaahhhhhh kau benar-benar membuatku kesal, akan ku bunuh kamu!!!”
Narator :
Tiba-tiba Baginda mencabut keris dan menikamnya kepada penasehat kerajaan. Penasehat kerajaan pun
meninggal.
Di Keraton sesuatu yang aneh terjadi apa yang dikatakan penasehat kerajaan ternyata benar, kedua Permaisuri
tersebut hamil. Setelah 9 bulan Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putra yang diberi nama Hariang Banga.
Sedangkan Dewi naganingrum belum melahirkan dan sudah setahun mengandung, anehnya lagi tidak ada tanda-
tanda ingin melahirkan.
Pada suatu hari baginda ketempat naganingrum hendak menjenguk istrinya.
Adegan 3
Aria Kebonan : “Kenapa kau menangis dinda? Apa yang membuatmu menangis hingga seperti ini?”
Dewi Naganingrum : “Hamba sedih baginda sudah satu tahun hamba mengandung tapi anak ini belum lahir
juga sedangkan bayi Pangrenyep bahkan sekarang sudah berusia 3 bulan.”
Aria Kebonan : “Bayi yang kau kandung pasti akan lahir ke dunia, sebaiknya kita banyak-banyak berdoa
Kepada Sang Maha Kuasa. Supaya dipermudah kelahiran bayi yang kau kandung itu.”
(Tiba-tiba secara ajaib janinnya pun berbicara: “Barma Wijaya, engkau telah banyak melupakan banyak
janjimu, semakin banyak dirimu melakukan hal-hal kejam, kekuasaan anda akan menghilang”)
Aria Kebonan : “Hah..hh !!! (Aria terkejut, sedangkan Dewi Naganingrum tidak mengetahui peristiwa
tersebut)
Dewi Naganingrum : ”Baginda ada apa?”
Aria Kebonan : “Tidak ada apa-apa Dinda hanya ada serangga yg merayap bahuku tadi.”
Narator :
Peristiwa aneh tersebut membuat raja sangat terkejut dan ketakutan akan ancaman dari janin tersebut. Akhirnya
raja mencari cara untuk menyingkirkan janin tersebut, dia memanggil Dewi Pangrenyep untuk dapat terlepas dari
bayi Dewi Naganimgrum.

Adegan 4
Dewi pangrenyep : “Ada apa gerangan Baginda memanggil hamba?”
Aria Kebonan : “Pangrenyep, Harian Banga Puteramu akan kujadikan penggantiku kelak.”
Dewi pangrenyep : “Ohh benarkah Banginda? Jika memang benar demikian, hamba sangat senang sekali
Baginda.”
Aria Kebonan :” Tapi ada syaratnya. Jikala Dewi Naganingrum sudah melahirkan puteranya, kau harus
membuang puteranya ke hutan agar dimakan oleh binatang buas. Itu bisa membantu puteramu
dengan mudah menggantiku kelak.”
Dewi pangrenyep : “Ba..ba..baik Baginda. Permintaan baginda akan Saya laksanakan.”

Narator :
Dewi Pangrenyep sangat senang sekali, tanpa menunda waktu dia segera menghampiri dukun beranak untuk
melarang membantu Dewi Naganingrum melahirkan. Semua harus meninggalkan istana apabila Dewi
Naganingrum melahirkan.
Beberapa hari kemudian Dewi Naganingrum menjerit karena sakit perut, ini pertanda dia akan segera melahirkan.
Dewi Naganingrum mencari dukun beranak yg biasa ada di kisaran istana, tapi tak seorang pun yg Ia jumpai.
Semua telah pergi atas perintah dewi pangrenyep yg gila akan kekuasaan.

Adegan 5
Dewi Naganingrum : “Aduuh perutkuu, sakit sekali !!!”
Dewi Pangrenyep : “Oooh naganingrum, kau akan melahirkan. Ayo aku akan membantu persalinanmu.”
Narator :
Dewi pangrenyep segera beraksi.
Naganingrum yg belum tau cara persalinan pun mengikuti apa yg dilakukan dewi pangrenyep. Matanya ditutup
pakai kain, telinga ditutup dengan kapas, dan tangannya di ikat.
Tak berapa lama, Naganingrum melahirkan seorang bayi putera yang molek parasnya. Dengan segera Dewi
Pangrenyep memasukkan bayi tersebut ke kangdaga. Kangdaga itu di beri sebutir telur ayam. Bayi tersebut pun
di buang ke hutan, sedangkan sebagai pengganti bayi tersebut adalah seekor anjing. Sang raja yg mengetahui
hal tersebut , seakan-akan tidak terima bahwa bayi itu ternyata seekor anjing.

Adegan 6
Aria Kebonan : “Ini adalah aib kerajaan, mempermalukan !!! Lengser! Segera bunuh Dewi Naganingrum,
sebelum aib ini menyebar di luar istanaku ini.”
Lengser : “Baik Baginda. Perintah Baginda akan segera saya laksanakan.”
Narator :
Setelah keluar dari istana, Lengser merasa tidak tenang dan bingung. Dia tidak sampai hati membunuh permaisuri
Dewi Naganingrum. Akhirnya dia membawa permaisuri ke gubuk rumahnya, dan dititipkan kepada sang istri.
Lengser : “Ampun Ratu saya diperintahkan baginda untuk membunuh Ratu. Tapi saya tidak sampai hati
melakukan hal keji tersebut. saya ada ide untuk menyelamatkan Ratu, bagaimana kalau ratu tinggal
di gubuk bersama istri saya.
Dewi Naganingrum : “Wahai Lengser. Betapa baiknya hatimu. Terimakasih sudah mau melindungiku dari
kekejaman baginda prabu.”
Lengser : “Sudah mejadi kewajiban hamba untuk melindungi keluarga istana, Ratu.”
Narator :
Sang permaisuri Dewi Naganingrum pun di bawa kerumah keluarga Lengser.
Di rumah tersebut ada istri Lengser yang siap melayani sang permaisuri ketika tinggal di rumah mereka.
Istri Lengser : “Selamat datang dirumah kami ini, Ratu. Semoga Ratu bisa betah tiggal bersama kami.”
Dewi Naganingrum :” Nyi terimakasih untuk sambutan hangat ini. Kalian begitu baik kepada diriku.”
Istri Lengser :” sudah seharusnya Ratu. Katakan apa saja yg ratu perlukan, akan segera saya laksanakan.”
Dewi Naganingrum : “Tidak usah repot-repot Nyi. Saya diberi tempat tinggal bersama kalian sudah sangat
membantu.”
Istri Lengser : “Ratu, anggap saja rumah ini seperti rumah ratu sendiri.”
Narator :
Bayi yg tadi di buang oleh Dewi Pangrenyep di hutan di temukan oleh seorang nenek yg lagi mencari kayu bakar.
Sesuai dengan mimpi Nenek beberapa malam yang lalu, Nenek bermimpi kejatuhan bulan. Menurut kepercayaan
pada masa itu mimpi demikian akan mendapat rezeki. Setelah ia buka kandaga itu ternyata isinya adalah seorang
bayi mungil dan berparas tampan, betapa terkejut sang Nenek.

Adegan 7
Nenek : “Ya Dewa, apakah aku bermimpi menemukan seorang bayi. Siapakah yang tega membuangnya?”
Narator :
Nenek tersebut pun membawa pulang bayi tersebut ke gubuknya yang tidak jauh dari hutan itu. Bayi itu mendapat
perawatan & penuh kasih sayang, tidak heran jika bayi itu tumbuh dengan sehat. Bayi tersebut diberi nama Ciung
wanara. Ciung yang berarti Burung dan Wanara yang berarti Monyet, karena saat Nenek menemukan bayi
tersebut ia membawa seekor burung dan monyet.
Beberapa tahun kemudian Ciung Wanara beranjak dewasa menjadi pemuda yang gagah dan pemberani.
Pada suatu hari, Ciung Wanara mencari kayu bakar bersama Nenek, entah dari manakah gerangan tiba-tiba ciung
wanara meminta seekor ayam adu kepada sang nenek.
Ciung Wanara : “Nek, minta seekor ayam adu ya nek. Aku ingin sekali memeliharannya.”
Nenek : “Apa kau meminta ayam adu? Nenek kan tidak punya ayam. Emm bagaimana ya? Ohh iya nenek ingat
ada sebutir telur yang hanya kita miliki.”
Ciung Wanara : “Telur? Kok telur. Telur buat apa nek?”
Nenek : “Telur ini adalah telur yang ada bersamamu ketika nenek menemukan dirimu di hutan.”
Ciung Wanara : “Haaa? Jadi aku anak temuan? “
Nenek ; “iya Ciung, nenek menemukanmu di bawah pohon besar bersama sebutir telur ini. Untuk menetaskan
telur ini, pergilah kau ke gunung padang, dan mintalah bantuan Nagawiru.”
Ciung Wanara : ”Ohh iya ya nek akan ku laksanakn nasehatmu.”
Narator :
Ciung Wanara sangat senang mendengar petunjuk dari sang Nenek dan segera berangkat ke gunung Padang
mencari Nagawiru. Setelah telur menetas dan menjadi seekor ayam jago, Ciung Wanara senang sekali.
Adegan 8
Ciung Wanara : “Nek sebenarnya siapa Ayah dan Ibuku? “
Nenek : “Emm... (terdiam. Bagaimana ya aku jawab atau tidak pertanyaan anak ini? Tapi bagaimana pun harus
tau asal-usulnya)”
Ciung Wanara : “Nek kok diam saja aku Tanya, siapa Ayah dan Ibuku sebenarnya neek?”
Nenek : “Ciung, Ayahandamu bernama Sang Permana Di Kusuma, Raja Galuh Pakuan. Sedangkan sekarang
yang menjadi Raja bukanlah Ayahmu.”
Ciung Wanara : “Ayahku seorang Raja nek?” ( terkejut)
Nenek : “Betul nak kau adalah seorang keturunan Bangsawan Galuh.”
Ciung Wanara : “Kalau begitu aku ingin ke istana menemui Raja Galuh nek. Nenek aku pamit ya, aku akan
segera kembali menjemput Nenek setelah semua urusanku selesai.”
Nenek : “Baik lah nak hati-hati kau menjaga diri.”
Narator :
Nenek sangat sedih ditinggalkan anak asuhannya yang telah ia rawat dan sayangi selama ini. Setelah menerima
restu dan membawa ayam adunya, Ciung Wanara berangkat menuju Negeri Galuh Pakuan. (terdengar suara rebut-
ribut di istana)

Adegan 9
Pengawal : “Hai anak muda!!! Jangan membuat keributan di depan istana! Nanti kalau Raja mendengar ada
keributan di depan istana, pasti kau akan dibunuhnya!”
Ciung Wanara : “Aku ingin menghadap Baginda! Sampaikan kepada Baginda Aku ingin menghadap Baginda
Prabu.”
Pengawal : “Baiklah akan aku sampaikan kepada Baginda.”
(Pengawal menghadap Baginda)
Pengawal : “Ampun Baginda! Ada seorang pemuda tampan mengacau di depan istana. Dia ingin bertemu
dengan Baginda.”
Aria Kebonan : “Apa? Berani-beraninya pemuda itu mempunya nyali ingin bertemu denganku. Suruh ia datang
menghadapku sekarang!”
Pengawal : “Baik Baginda… “
(Pengawal datang membawa Ciung Wanara menghadap Raja)
Pengawal : “Ampun baginda. Ini pemuda yang membuat keributan di depan istana baginda.”
Ciung Wanara : “Betul Baginda. Saya datang ingin menghadap Baginda .”( sambil menyembah)
Aria Kebonan : “Hai Anak muda ! siapa namamu dan darimana asalmu?”
Ciung Wanara : “Nama hamba Ciung Wanara, Putra dari Nenek Balangantrang dari Desa Geger Sunten.” (
dengan lantang)
Aria Kebonan : “Apa maksudmu datang kemari?”
Ciung Wanara : “Begini, Tuanku. Hamba mempunyai ayam sabung yang aneh, induknya mengandung selama
setahun. Sarangnya sebuah kandaga, lebih anehnya lagi sebelum menetas telur ini pernah
dibuang di hutan.”
Narator :
Baginda teringat pada Naganingrum yang mengandung selama setahun, sedangkan Pangrenyep sudah mengira,
bahwa yang sedang di depannya adalah putra Naganingrum kedatangannya ingin membalas dendam.

Adegan 10
Aria kebonan : “Hemm… jadi kau ingin mengadu ayammu dengan ayamku? Ayam jagoku besar dan tidak
pernah terkalahkan oleh ayam siapapun. Ayamku ku namai si Jelug, ayammu pasti kalah. Ingin
taruhan apa?”
Ciung Wanara ; “Jika ayam hamba yang kalah, hamba bersedia menyerahkan nyawa hamba. Tapi sebaliknya,
jika ayam baginda yang kalah maka hamba mohon diberi separuh kerajaan galuh pakuan.”
Aria Kebonan : ” Baiklah!! Aku setuju atas usulmu.”
Narator :
Karena raja Galuh pakuan merasa yakin, bahwa ayam jagonya akan menang, Baginda segera membawa ayamnya
kehalaman dan diikuti Ciung Wanara. Mulailah kedua ayam jantan itu dilepaskan untuk di adu. Terjadilah
perkelahian yang seru antara kedua ayam tersebut. Ayam milik Baginda ternyata kalah, mati seketika kena patuk
ayam Ciung Wanara.
Aria Kebonan : (Haaah kurang aja ayamku mati di hajar ayam Ciung Wanara. Bagaimana pun aku harus terima
kekalahan ini dan ku penuhi janjiku).”Sesuai dengan perjanjian yang telah di setujui, ku
serahkan separuh wilayah Kerajaan padamu Ciung Wanara di bagian Barat. Sedangkan sebelah
Timur ku serahkan kepada Hariang Banga putraku dan masing-masing dari kalian ku beri gelar
Prabu.”
Narator :
Pada suatu hari Ciung Wanara yang telah membuat penjara besi untuk mengurung orang-orang jahat kemudian
mengundang Prabu Barma Wijaya Kusuma dan Dewi Pangrenyep untuk memeriksa penjara yang baru di bangun.
Ciung Wanara : ”Prabu, Ratu tolong liat ruang penjara ini. Apa sudah sesuai dengan ketentuan? Untuk ruangan
penjara? Silahkan masuk baginda!”
Aria Kebonan : (dengan tanpa curiga) “ Baik akan kami periksa ruangan ini.”
Ciung Wanara :” Hahahaha… bagus..bagusss..bagusss, masuk.. masuklah terus kedalam, Prabu dan Ratu.
Begitu sudah didalam ruangan, akan segera aku kunci.”
Narator :
Setelah selesai melaksanakan rencana dan siasat untuk menghukum Prabu Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep.
Dia kemudian memberitahu orang-orang dikerajaan tentang perbuatan jahat Barma dan Pangrenyep.

Adegan 11
ciung wanara : “Wahai rakyat Galuh Pakuan dengarkan bahwa raja kalian Prabu Barma Wijaya dan Dewi
Pangrenyep yang kejam kini telah meghuni penjara istana.”
Rakyat : “Hore hore hore….. (orang-orang pun bersorak) syukurlah,, pasti negara kita akan menjadi aman
tentram damai dan sejahtera.”
Narator :
Berita tersebut pun terdengar ke istana bagian timur, hariang banga yang mendengar pun terkejut dan sangat kesal
, dia merencanakan ingin melawan ciug wanara dan akan mengadakan pemberontakan.
Hariang Banga : “Hei Ciung!!! Aku akan melawanmu!! Aku tidak rela Ayah dan Bundaku kau siksa dalam
penjara!!! Ayo kita bertanding, sekarang!!! Aku akan menghancurkanmu!!! “
Ciung wanara : “Ayo, aku penuhi tantanganmu.”
Narator :
Tak seorang pun yang mengalah, perkelahian dilakukan terus-menerus siang dan malam. Tiba-tiba datanglah raja
Prabu Permana Di Kusuma didampingi oleh ratu Dewi Naganngrum dan Uwa Batara lengser dan istrinya.
Raja Prabu permana Di Kusuma :” Hariang banga dan ciung wanara !!! Hentikan pertempuran ini. Pamali
berperang melawan saudara sendiri kalian adalah saudara kalian berdua dalah
anak-anakku yang akan memerintah di negeri ini. Ciung wanara di galuh dan
haring banga di timur sungai brebes, negara baru. Dan semoga sungai
inimenjadi batas dan mengubah namanya dari sungai brebes menjadi sungai
pamali untuk mengingetkan kalian erdua bahnwa adalah pamli untuk
memerangi saudaa sendiri. Biarlah dewi pangrenyep dan barma wijaya yang
dahulu adalah aria kebonan dii pejara karena dosa mereka.”
Narator :
Setelah mendengar penjelaasn Ayahandanya Ciung Wanara segera menjemput Nenek Balangantrang. Mereka
semua hidup berbahagia didalam istananya yang kemudian bernama Pakuan Padjajaran. Dan sejak itu pula nama
sungai Pamali dikenal sebagai Cipali (dalam bahasa Sunda) atau Kali Pamali (dalam bahasa Jawa) Pamali yang
artinya tabuh atau dilarang dalam bahasa Jawa dan Sunda.

_TAMAT_

Anda mungkin juga menyukai