Anda di halaman 1dari 16

NASKAH DRAMA

KIDUNG HARSAWIJAYA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sumber dan Media Pembelajaran Sejarah

Dosen Pengampu
Andi Suryadi. S.Pd., M.Pd.
Atno. S.Pd., M.Pd.

Oleh:
Ketua : Rifki Adi Setyawan
Penulis Skirp : Nika Angguni
Sutradara : Agus Supriyadi
Penata Musik : Siti Munawaroh
Penata Rias : Veronica Delmarina;
dan seluruh rekan-rekan 3A (Rombel sore)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2019
PENOKOHAN

Narator : Maryatul Kibtyah


Raden Wijaya : Didan
Jayakatwang : Rifki Adi Setyawan
Arya Wiraraja : Agus Supriyadi
Ardaraja : Zeky Nurizal
Ranggalawe : Sulistyo Dayu R
Kebo Anabrang : Siti Munawaroh
Lembu Sora : Eva Ahyani
Nambi : Nurlina M
Tribuwana : Yasmin Nuril S
Dyah Gayatri : Nika Angguni
Dayang 1 : Triana Novita S
Dayang 2 : Maya Khoiriyah
Dayang 3 : Dea Ainunisa
Prajurit 1 : Wahyu Utomo Aji
Prajurit 2 : Diah Ayu P
Prajurit 3 : Ayu Vita S
Iki Mese : Veronica Delmarina
Prajurit Cina 1 : Sri Ratna Janur Indah
Prajurit Cina 2 : Zahra Fitri Ainiyah
Prajurit Cina 3 : Regina Nurul Permata
Tetua : Septi Yani
PROLOG
Gelang-gelang berhasil meluluhlantakan singasari
Kutaraja berhasil dikuasai
Kertanegara terbunuh mati
Jayakatwang kembali mendirikan kediri
Raden wijaya melarikan diri
Bersama pasukan kecilnya menyelamatkan diri
Sampai ke terung masih saja lari
Tak sanggup melangkahkan kaki
Kemudian ia bersemedi, menyepi meminta petunjung shang hyang widi

Raden wijaya : “Terus lari.. ayo jangan sampai kita tertangkap oleh pasukan gelang-gelang”
Kebo Anabrang: “Raden, kita sudah sampai kadipaten, terus apakah kita akan terus lari?”
Ranggalawe : “Betul Raden.. sebaiknya kita istirahat terlebih dahulu, ini sudah jauh dari
Kutaraja, pasukan gelang-gelangpun tidak akan bisa menemukan kita”
Raden Wijaya : “Kita istirahat disini, bagi pasukan menjadi dua, secara bergantian berjaga
dan beristirahat”
Kebo anabrang, Lembu sora, & Nambi : “Baik raden”
Ranggalawe : “nambi ayo ikut aku, kita cari ikan di sungai, dan kamu kebo anabrang dan
lembu sora, carilah ranting kering untuk membuat perapian”
Kebo Anabrang lembusora,& Nambi : “Baik kakang”
Malampun datang namun kecemasan Raden wijaya tak kunjung hilang
Bertapa ia Dibawah pohon yang rindang meminta petunjuk dari sang hyang
Remang-remang Suara datang
Terkejut ia lantas tersadar
Semakin teguh untuk berjuang
Merebut tahta meraih kemenangan
Raden wijaya : “Terimakasih dewata atas petunjuk yang engkau berikan, besok aku akan
menghadap paman Arya Wiraraja, untuk meminta bantuan” (para arya
menemui raden wijaya, salam, dan duduk melingkar dihadapannya)
Raden wijaya :”Wahai pengikut setiaku, apakah kalian akan tetap setia bersamaku untuk
berjuang merebut kembali tahtaku?”
Nambi : ”Sendiko dawuh raden, hamba akan setia kepada raden”
Lembusora : “kesetiaan hamba, akan selalu tertuju pada mu, raden”
Kebo Anabrang: ”Begitupun dengan hamba. Akan hamba rebut kembali tahta yang
seharusnya milik raden“
Ranggalawe : ”Raden, meskipun kepala hamba terpenggal, semua itu merupakan wujud
bakti dan kesetiaan hamba kepada raden”
Raden wijaya : ”Aku percaya akan kesetiaan kalian. Besok kita ke Sumenep untuk menemui
paman Arya Wiraraja, persipakan segalanya”
Nambi, Lembu, Kebo anabrag, Ranggalawe : ”Laksanakan raden”
Malam semakin larut
Mereka terlelap meski suasana hati sedang carut marut
Sampai akhirnya pagi menjelang
Mereka terbangun tuk lanjutkan perjalanan
Perjalanan menuju sumenep
Untuk mencari pencerahan
Dari sang ahli taktik peperangan
Arya Wiraraja
Tribuwana :” Kanda, bangunlah, hari sudah pagi. Mari kita bersiap, untuk melanjutkan
perjalanan ini”
Raden Wijaya :” baiklah adinda”
Tribuwana :” Apakah kakanda sudah memikirkan secara matang, untuk merebut kembali
tahta Singaasari?”
Raden Wijaya :”Sudah adinda. Kakanda sudah fikirkan bersama dengan para arya”
Tribuwana :”Baiklah, jika itu memang sudah menjadi kehendak kakanda. Adinda hanya
bisa mendoakan, semoga apa yang dicita-citakan kakanda, bisa terwujud”
Raden Wijaya :”Terimakasih atas doamu, adinda”
Tribuwana :” sama-sama kakanda. Semoga Dewata memberkati setiap langkah kakanda”
Ranggalawe :” Raden, semuanya sudah siap. Mari kita lanjutkan perjalanan menuju
Sumenep”
Raden wijaya :” Sebelum melanjutkan perjalanan, baiknya hilangkan jejak kita disini, agar
tidak diketahui oleh pasukan Gelang-gelang”
Nambi :”Akan hamba bereskan bersama Kebo Anabrang secepatnya raden” (pergi
untuk membereskan )
Ranggalawe :”Raden, baiknya kita berangkat melalui hutan atau jalan setapak biasa?”
Raden Wijaya : ”Kita menyusuri hutan, agar tidak diketahui oleh musuh. kemudian
menyebrangi lautan menuju Sumenep”
Tribuwana :”Kakanda, apakah tidak berbahaya jika melewati hutan?”
Raden Wijaya :” Tidak usah kau takut Adinda. Disini ada kakanda dan para arya untuk
menjaga dan melindungi adinda”
Kebo Anabrang:” Raden, semua sudah beres, hamba pastikan tidak menimbulkan kecurigaan
pasukan Gelang-gelang”
Nambi :”Mari raden. Biarkan hamba yang didepan mengawal perjalanan ini”
Perjalanan panjang mereka tempuh
Hutan belantara mereka telusuri dengan teguh
Tanpa mengeluh
Dengan semangat penuh
Hingga akhirnya sampailah mereka di sumenep

PART 1

Narrator: Sanggrama Wijaya dalam perjalanan menemui Adipati Arya Wiraraja di Sumenep
dan meminta pertolongannya, sesampaimya disana ia disambut baik oleh Arya Wiraraja.

Arya wiraraja : “Selamat datang di Sumenep anada pangeran, silahkan istirahat terlebih
dahulu.” (tangan sang arya menunjuk ke tempat peristirahatan)
Raden wijaya : “Terima kasih paman. Aku terpaksa menyebrangi laut dan menuju Sumenep
untuk memohon perlindungan dan bantuan mu paman”
Arya Wiraraja : “Ananda Pangeran, Sumenep adalah wilayah kekuasaan Singasari. Sumenep
tentu akan menyambut dengan tangan terbuka jika Ananda Pangeran datang
kesini. Maafkan pula jika hamba tidak dapat menyambut Ananda Pangeran
dengan sambutan yang layak yang diperuntukan bagi pangeran. Hamba masih
merasakan kesedihan karena wafatnya Yang Mulia Gusti Prabu Kertanegara,
dan juga runtuhnya pemerintahan Singasari.”
Raden Wijaya : “Terimakasih paman, Sumenep adalah satu satunya wilayah yang setia
terhadap Singasari”
Arya wiraraja : “Ananda pangeran, kini apa yang hendak paduka lakukan?”
Raden wijaya : “Entahlah paman, saya sudah kehabisan akal untuk menghadapi pasukan
gelang-gelang, pasukan pun saya sudah tidak punya paman (ekspresi putus
asa)”
Arya wiraraja : “mohon maaf pangeran, kalau menurut hamba, akan lebih baik kalau
pangeran mencoba untuk bersekutu sementara dengan Jayakatwang”.
Raden wijaya : “APA MAKSUD PAMAN?? SAYA TIDAK AKAN SUDI BERSEKUTU
DENGAN ORANG YANG MENGHANCURKAN SINGASARI” (nada
marah dan membentak)
Arya wiraraja : (berusaha menenangkan raden wijaya) “maksud hamba, pangeran berusaha
mengulur waktu, dengan cara bersandiwara menyerah kepada Jayakatwang,
karena hamba memiliki satu siasat, untuk mengembalikan tahta kepada
pangeran”
Raden wijaya : (berfikir) “apa siasat paman?”
Arya wiraraja : “Begini pangeran, siasat hamba, selama pangeran beserta para arya
bersandiwara, kita menyiapkan siasat sembari menungu kedatangan pasukan
Mongolia yang sejatinya akan menyerang Singasari, setelah pasukan
Mongolia datang kita manfaatkan pasukan itu untuk menyerang
Jayakatwang”.
Raden wijaya : (pose berfikir) “lalu apa yang kita lakukan dengan pasukan Mongolia
paman?”
Arta wiraraja : (tersenyum) “untuk pasukan mongol serahkan pada hamba pangeran, hamba
akan fikirkan siasat untuk mengusir mereka”
Raden wijaya : “baiklah kalau begitu paman, namun bagaimana cara saya mendekati
Jayakatwang? sedangkan paman tahu sendiri saya saat ini sedang diburu oleh
pasukannya.” (bingung)
Arya wiraraja : “untuk persoalan Jayakatwang serahkan pada hamba pangeran, lebih baik
sekarang pangeran beserta rombongan istirahat terlebih dahulu”
Raden wijaya : “baiklah paman”

Narrator: Setelah membuat siasat, Raden Wijaya dan rombongan pun beristirahat di
kediaman Arya Wiraraja. Selanjutnya Arya Wiraraja mengirimkan surat kepada Jayakatwang
dan membujuknya untuk menerima Raden Wijaya. Arya Wiraraja mengatakan bahwa jika
menerima Raden Wijaya disisinya, maka pemerintahan Kediri dapat lebih sempurna dengan
berbagai keuntungan yang didapatnya.
Penjaga : (berlari menuju singahsana dan berlutut di depan Jayakatwang) “ampun
Yang Mulia Gusti Prabu, hamba mendapatkan surat dari prabu Arya Wiraraja”
Jayakatwang : (menerima surat dan membacanya) “Nampaknya Wijaya telah sadar dan
bergabung denganku, dengan adanya Wijaya, kerajaan Kediri akan semakin
bertambah kuat. Bagaimana menurutmu Ardaraja?”
Ardaraja : “Ampun Ayahanda Prabu, Wijaya adalah ksatria yang hebat. Hamba setuju
dengan gusti prabu.”
Jayakatwang : “Bagus, segera adakan upacara penyambutan untuk kedatangan Wijaya.”
Semuanya : “baik Yang Mulia”

Narrator: Jayakatwang pun membalas surat dari Arya Wiraraja dan menyetujui usulan
darinya. Sementara di kedaton Arya Wiraraja, nampak sang Adipati beserta Sanggrama
Wijaya tengah menyusun siasat untuk kembali merebut tahta
Arya Wiraraja : (menutup surat dari Jayakatwang) “Nampaknya, Jayakatwang setuju
pangeran”
Raden Wijaya : (tersenyum) “bagus paman, dengan siasat ini kita nanti pasti dapat merebut
kembali kekuasaan yang telah direbut oleh keparat Jayakatwang. Langkah
selanjutnya bagaimana paman?”
Arya Wiraraja : “Jadi begini pangeran, setelah nanti pangeran berhasil mendapatkan hati
Jayakatwang di Kediri, pangeran mintalah wilayah hutan Tarik kepadanya
dengan alasan untuk memenuhi kegemaran berburu Jayakatwang”
Raden Wijaya : “Hutan Tarik?”
Arya Wiraraja : “Ya Pangeran, hutan Tarik terletak di tepi Kali Brantas, didalamnya terdapat
hewan buruan yang melimpah ruah jumlahnya”
Raden Wijaya : “Baiklah paman, akan saya usahakan bila tiba masanya”

PART 2
Narrator: Setelah mendapat masukan dari Arya Wiraraja, Raden Wijaya beserta pasukannya
beranjak menuju Kerajaan Kediri. Tujuan mereka menemui Raja Jayakatwang adalah untuk
melancarkan siasat yang telah diberikan oleh Arya Wiraraja.
(Jayakatwang, Ardaraja, dll, sedang duduk di singgasana KEDIRI, lalu datanglah
rombongan Raden Wijaya duduk bersimpuh di depan Jayakatwang)
Raden Wijaya : (duduk bersimpuh dihadapan raja dan menunduk) “Yang Mulia Gusti Prabu,
hamba beserta para pengikut hamba datang berserah diri ke hadapan paduka.
Kami menyerahkan ketaklukan dan ketundukan kami, hidup dan mati kami
kepada paduka”
Jayakatwang : “Berdirilah Wijaya. (wijaya berdiri perlahan). Anakku, akhirnya kau
menyadari apa yang sudah seharusnya kau lakukan. Sudah lama aku
menantikan kedatanganmu”.
Raden Wijaya : “Terimakasih paduka, hamba merasa terhormat bisa menjadi bagian kerajaan
Kediri”
Ardaraja : (sedang duduk disamping baginda dan bertanya pada Raden Wijaya)
“Bagaimana kabarmu kakang? Sudah lama saya tidak melihatmu?”
(tersenyum sinis)
Raden Wijaya : (tersenyum) “kabarku baik-baik saja, terimakasih sudah mengkhawatrikan
aku” (sambil menatap Ardaraja)
Jayakatwang : “Wijaya anakku, telah lama kau berpisah dengan istrimu. Karena kau sudah
bergabung denganku di Kadiri, aku mempunyai hadiah untukmu kali ini”
Raden Wijaya : “Apa itu paduka?”
Jayakatwang : “Dayang, Panggilkan Dyah Gayatri kemari”
Dayang 1 : “Baik Yang Mulia Gusti Prabu”
(masuklah Dyah Gayatri ke aula kerajaan Kadiri)
Dyah Gatyatri : “ampun Yang Mulia Gusti Prabu, ada apa paduka memanggil hamba
kemari?”
Jayakatwang : “Gayatri, sudah lama kau berpisah dengan suamimu, Wijaya. Kali ini kau ku
izinkan untuk kembali kepadanya”
Dyah Gayatri : “Terimakasih Gusti Prabu, atas kebaikan gusti prabu mempertemukan hamba
dengan kanda Wijaya. Kalau begitu izinkan hamba untuk menemuinya”
Jayakawtang : “Silahkan anakku”
Raden Wiaya : “Dinda, sudah lama kita tidak berjumpa. Bagaimana keadaanmu?
Dyah Gayatri : “Keadaan dinda baik-baik saja kanda, apalagi setelah berjumpa dengan
kanda sekarang”
Raden Wijaya : “Syukurlah kalau begitu, meskipun sudah lama kita tak berjumpa, namun
wajah cantikmu tetap selalu terbayang dibenak kanda”
Dyah Gayatri : (tersipu malu) “Terimakasih kanda”
Tribuwana : “bagaimana kabarmu dinda?”
Dyah Gayatri : “kabarku baik yunda, bagaimana dengan yunda?”
Tribuwana : “yunda begitu baik dinda, silahkan duduk adikku”
Jayakawang : (berdiri dan teriak lantang) “wahai segenap prajurit Kediri! Mulai hari ini
Sanggrama Wijaya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Kediri. Ia akan
berjuang mempertahankan kemuliaan dan keagungan Kediri bersama-sama!!”
(pandangan ke arah wijaya dan berujar pelan) “Wijaya, ucapkan janjimu di
hadapan segenap prajurit Kediri Anakku”
Raden Wijaya : “Saksikan wahai segenap prajurit Kediri!, aku, Sanggrama Wijaya akan
menghancurkan siapapun juga yang hendak mendorong kewibawaan Yang
Mulia Gusti Prabu Jayakatwang dan keagungan Kediri!!”
Prajurit : “hidup Kadiri!!, Hidup Gusti Prabu Jayakatwang!!”
Narrator: Setelah beberapa tahun hidup menjadi bagian dari kerajaan Kediri, Raden Wijaya
mulai menjalankan siasat yang sudah direncanakannya sedari awal. Raden Wijaya pergi
menemui sang Raja dan bertemulah mereka di singgasana Raja Jayakatwang.
( Jayakatwang bersama ardaraja sedang berbincang di Kerajaan, datanglah Raden Wijaya
dan duduk disampingnya).
Raden Wijaya : “Yang mulia Gusti Prabu (sembah), menurut hamba, suangguh telah terlalu
lama Paduka mengurus kerajaan untuk mengagungkan Kediri, hingga belum
sempat kiranya Paduka melepaskan ketegangan dan mengumbar
kegembiaraan melalui kegemaran Paduka untuk berburu”
Jayakatwang : “Begitulah anaku, telah gatal sesungguhnya kedua tanganku ini untuk
memburu hewan-hewan liar”
Raden Wijaya : “Melepas ketegangan dengan cara berburu itu sangat perlu Gusti Prabu.
Hamba dengar, di Hutan Tarik terdapat hewan-hewan buruan yang luar biasa
banyak jumlahnya. Jika Gusti Prabu berkenan, izinkan hamba untuk
mempersiapkan Tarik menjadi tempat berburu bagi Paduka. Ampuni
kelancangan hamba yang berani menyarankan untuk Yang Mulia Gusti Prabu”
Jayakatwang : “hutan tarik?” (Jayakatwang menunjukan ekspresi berfikir) “Bagaimana
menurutmu Ardaraja?”
Ardaraja : “Ampun Ayahanda Prabu, Menurut hamba gagasan yang diberikan kakang
wijaya merupakan gagasan yang baik bagi ayahanda prabu”.
Jayakatwang : (mengangguk, dan mulai berbicara pada Raden Wijaya) silahkan kau
kembangkan wilayah Tarik untukku”
Raden Wijaya : “terimakasih baginda. Hamba akan jadikan hutan Tarik sebagai hutan
kegemaran baginda Raja, kalau begitu hamba pamit undur diri baginda”
Jayakatwang : “baiklah”

Part 3
Narrator: Setelah mendapat restu dari Jayakatwang, Akhirnya Raden Wijaya berserta
Ranggalawe, Nambi, Lembusora, Kebo Anabrag dan pasukannya pergi ke wilayah hutan
Tarik untuk memeriksa kondisi hutan tersebut. (mereka duduk melingkar)
Raden Wijaya : “Kakang Lawe, menurutmu bagaimana mengenai hutan Tarik ini?”
Ranggalawe : “Ampun gusti prabu, menurut hamba hutan ini sudah bagus, belum terjamah
oleh siapapun, dan bisa kita memanfaatkan untuk membuka lahan baru”
Raden Wijaya : (mengangguk) menurut kalian bagaimana?
Nambi : “Ampun gusti prabu, menurut hamba, dilihat dari rimbunnya pepohonan,
tanah dihutan ini tergolong subur. Bagaimana jika di wilayah ini kita jadikan
perkampung baru?”
Lembusora : “Ampun gusti, Hamba setuju, tempat yang subur sangat mendukung untuk
kehidupan masyarakat disini.”
Ranggalawe : “menurut hamba, untuk pembukaan lahannya lebih baik kita bagi menjadi
dua bagian, bagian depan kita biarkan manjadi hutan perburuan untuk
mengelabui Jayakatwang, dan bagian belakang kita siapkan lahan untuk
mendirikan perkampungan”
Keboanabrang: “Kakang Lawe, jika seperti itu apakah nantinya tidak dicurigai oleh
Jayakatwang?”
Ranggalawe : “Lahan bagian depan yang dijadikan hutan perburuan kita biarkan kondisi
bagian itu tetap perawan, dan bagian belakang kita bangun kedaton dan lahan
perkampungan”
Raden Wijaya : (menggangguk) “Kakang Lawe ide mu itu bagus, dan kemungkinan kita
menggunakan itu agar Jayakatwang tidak mencium siasat yang telah kita
rencanakan”
Serentak : “Baik gusti prabu”

Narrator : Kemudian, Hutan Tarik pemberian Prabu Jayakatwang kepada Raden Wijaya
mulai di olah dan dilakukan proses pembukaan lahan. Ketika Raden Wijaya dan para
patihnya sedang memantau proses pembukaan lahan hutan Tarik, disebrang rombongan,
nampak 2 orang prajurit yang kelelahan saat melakukan pembukaan lahan. (Dua orang
prajurit terserbut menyender ke sebuah pohon)
Prajurit 2 : (mengusap perut) “duh laper nih, mana persediaan makan sudah habis”
Prajurit 3 : “kita senasib deh, nih aku ada buah hasil dari pohon yang sudah ditebang
tadi”
Prajurit 2 : (memakan, dan memuntahkannya sambal terbatuk batuk)
Prajurit 3 : (panik) “Kenapa?” (sambil menepuk2 bahu prajurit 1)
(Rombongan Raden Wijaya mendekat ke depan para prajurit tersebut)
Raden Wijaya : “Ada apa dengan kalian?”
Prajurit 3 : “Ampun baginda, tadi kami kelaparan lalu memutuskan untuk memakan
buah dari pohon Maja ini, kami kira bisa mengurangi rasa lapar tapi ternyata
rasanya sangat pahit”
Raden Wijaya: “Mana buah itu?” (mengulurkan tangan dan mengambil buah itu) (membolak
balik sambil merenung) “Buah maja rasanya pahit, maja yang pahit
(bergumam). Karena tempat ini banyak terdapat pohon maja yang rasanya
pahit maka daerah ini akan ku namakan MAJAPAHIT”
Narrator : Raden Wijaya beserta yang lainnya telah berhasil membuka hutan Tarik
menjadi perkampungan Majapahit, masyarakat sekitar perkampungan tersebut mulai
berdatangan dan bermukim disana. Kedaton Majapahit sudah dibangun dengan megah dan
diresmikan dengan Raden Wijaya sebagai pemimpinnya. Arya Wiraraja, para patih, tetua,
ksatria dan penduduk desa mengiringi Raden Wijaya ke singgasana barunya. Mereka
terkagum-kagum melihat kemegahan kedaton Majapahit yang baru selesai dibangun itu.
(Raden Wijaya berdiri di hadapan rakyatnya)
Raden Wijaya : “silahkan duduk saudara-saudaraku, paman Wiraraja silahkan duduk
disebelah saya”
Semuanya : (sembah hormat dan duduk)
Arya Wiraraja : “(menatap kagum) istanamu benar-benar indah raden”
Raden Wijaya : “Semua ini berkat pengikut-pengikut setia saya paman, dan berkat bantuan
paman yang tidak akan pernah saya lupakan”
(Selesai, semuanya keluar kecuali Raden Wijaya, Ranggalawe, dan para patih)
Narrator : Di lain waktu Raden Wijaya, Ranggalawe, Kebo Anabrang, Lembusora dan
Nambi mulai membicarakan bagaimana Majapahit kedepannya. Mereka
kembali memikirkan tujuan awal untuk merebut tahta kekuasaan dari tangan
Jayakatwang.
Raden Wijaya : “Kakang Lawe, bagaimana dengan kekuatan pasukan kita? apa sudah cukup
untuk menyerang pasukan Kediri?”
Ranggalawe : “Ampun gusti prabu, sepertinya pasukan kita masih belum cukup untuk bisa
mengalahkan Kediri. Sebaiknya kita ikuti saja saran dari Paman Wiraraja,
untuk memanfaatkan pasukan Mongol yang akan kembali ke Jawadwipa
berniat menyerang Prabu Kertanegara”
Raden Wijaya : “Kapan pasukan Mongol tiba disini?”
Keboanabrang : “Menurut kabar, tak lama lagi gusti prabu”
Ranggalawe : “Usul gusti prabu, bagaimana jika kita melatih bela diri dan ilmu kanoragan
kepada para penduduk untuk dijadikan sebagai prajurit? Dengan begitu,
kekuatan prajurit Majapahit akan semakin bertambah. Jika gusti prabu setuju,
hamba beserta para patih yang akan bertanggung jawab secara langsung
melaksanakannya”
Raden Wijaya : (berfikir) “usulmu diterima, laksanakanlah”
All : (hormat) “Baik gusti prabu”

Narrator : Setelah beberapa bulan kemudian, sangrama Wijaya medapat kabar bahwa
Jayakatwang akan mendatangi hutan Tarik untuk melihat perkembangan
wilayah yang dikelola Raden Wijaya.
(di aula majapahit, raden wijaya dan orang kepercayaannya berkumpul untuk membahas hal
tersebut)
Raden Wijaya : “Bagaimana menurut kalian?”
Ranggalawe : “Ampun gusti prabu, menurut hamba kita lepaskan hewan-hewan buas
dibagian depan, agar Jayakatwang terkecoh dan tidak mengetahui bahwa
adanya Kotaraja di dalam hutan ini”
Nambi : “Benar sekali gusti prabu, sebaiknya memang seperti apa yang dikatakan
kakang lawe”
Raden Wijaya : “Baiklah, segera persiapkan siasat kita”
All : “Laksanakan Gusti Prabu”
Narrator : kemudian datanglah Jayakatwang beserta patih dan prajuritnya ke wilayah
Hutan Tarik untuk melihat bagaimana hasil olahan hutan dari sanggrama wijaya untuknya.
Jayakatwang : (setelah melihat-lihat) “Benar katamu Wijaya, hutan ini masih perawan dan
asri”
Raden Wijaya : “saya berusaha memberikan yang terbaik untuk raja”
Jayakatwang : “anaku tidak salah diiriku menerimamu di pemerintahanku kau berhasil
membuat hutan ini menjadi tempat kesukaanku,”
Raden wijaya : “ terima kasih paduka “
Jayakatwang : “ baiklah aku akan kembali kekota raja “
Raden wijaya : “ baiklah paduka”

Narrator : Selang beberapa lama Arya Wiraraja datang untuk menemui Raden Wijaya
Raden Wijaya : “selamat datang paman di Kotaraja Majapahit”
Arya Wiraraja : “terima kasih sambutannya raden, langsung ke permasalahannya raden. Saya
mendengar bahwa pasukan mongol sudah mendekati wilayah Tuban menuju
Jawadwipa”
Raden Wijaya : “lantas bagaimana paman?”
Arya Wiraraja : “kalau menurut hamba, paduka persiapkan pasukan untuk menghadapi
Jayakatwang. Ini hari dimana kekuasaan akan jatuh ke tangan yang tepat, dan
hari dimana darah yang tumpah harus di balas dengan darah lainnya”
Raden Wijaya : “baiklah paman, lantas bagaimana dengan pasukan mongol?”
Arya Wiraraja : “untuk pasukan mongol, serahkan pada saya raden. Saya akan
menghubungan raden dengan pasukan mongol. Dengan adanya pasukan
mongol kita bisa menjegal pasukan Jayakatwang”
Raden Wijaya : “Baiklah paman”

Narrator : setelah pertemuan arya wiraraja dengan raden wijaya, beberapa bulan
kemudian pasukan mongol tiba di wilayah Kediri. Arya Wiraraja pun
menemui panglima mereka yaitu Iki-Mese dan arya wiraraja mengabarkan
kepada raden wijaya bahwa pasukan mongol sudah tiba di jawa.
Iki mese : “jadi ini singasari”
Prajurit Cina1 : “benar paduka, ini adalah wilayah singasari”
Prajurit Cina2 : “paduka ada rombongan yang datang”
Iki mese : “siapa mereka prajurit”
Prajurit Cina 2 : “mereka mengaku dari majapahit paduka mereka ingin bertemu dengan
paduka
Iki mese : “suruh mereka kemari”
Prajurit Cina2 : “laksanakan paduka”
Arya wiraraja : “selamat datang paduka di Jawadwipa”
Iki mese : “terima kasih anda ini siapa?”
Arya wiraraja : “hamba dan raden ini berasal dari majapahit kedatangan hamba kemari ingin
mengabarkan kepada paduka bahwa Singasari telah takluk oleh kerajaan
Kediri”
Iki mese : “apakah benar yang kalian katakan?”
Raden Wijaya : “benar paduka”
Iki mese : (berfikr)
Arya wiraraja : “ampun paduka dari pada paduka kembali menghadap mongol tidak
membawa hasil lebih baik paduka menyerang jayakatwang kami siap
membantu paduka dan kami siap untuk tunduk kepada kekaisaran mongol”
Iki mese : ( berfikir sejenak) “baiklah kita akan menyerang jayakatwang segera susun
siasat perang”.
Narator : akhirnya pasukan mongol dan pasukan raden wijaya bersama-sama
menyerang pasukan Kadiri. Mereka menggempur Kadiri dari berbagai sudut
kota. Terlihat pasukan Kadiri mulai melemah karena banyaknya pasukan yang
dibawa oleh Raden Wijaya dan Iki Mese. Terlihat pula Ranggalawe sedang
mengejar Ardaraja yang hendak kabur menyelamatkan diri
Ranggalawe : “Pengecut!, Mau kemana kau Ardaraja?”
Ardaraja : “bukan urusanmu, Lawe”
Ranggalawe : “Tikus kecil sepertimu kini menjadi urusanku, mari bertarung secara ksatria”

Ranggalawe menyerang Ardaraja membabi buta, amarah dendam dan nafsu untuk membunuh
karena pengkhianatan Ardaraja terhadap Singasari dahulu kini hampir terselesaikan.
Terjadilah pertarungan sengit antara keduanya diantara pasukan lain yang sedang saling
serang. Ranggalawe berhasil menusuk bagian perut Ardaraja dengan kerisnya. Dengan
keadaan rimpuh dan tenaga yang tersisa Ardaraja berusaha kabur, namun berhasil dikejar
oleh Ranggalawe dan sekali lagi tusukan kerisnya berhasil menebas Ardaraja di medan
tempur. Kini tersisa Jayakawtang dan Raden Wijaya di tengah-tengah wilayah perang.
Mereka berhadapan, saling menatap sengit dan kental akan aura saling membunuh.

Jayakatwang : “dasar licik kau wijaya”


Raden wijaya : “maaf paman tetapi hutang darah harus dibayar dengan hutang darah, hutang
nyawa harus dibayar dengan nyawa”
Jayakawang : “bocah ingusan sepertimu mau mengalahkan Jayakatwang, bermimplah”
Raden Wijaya : “mari kita buktikan saja paman”

Pertarungan sengit antara Raden Wijaya dan Jayakatwangpun tak terelakan. Serangan demi
serangan masing-masing dikerahkan, namun pertahanan Jayakatwang mulai melemah.
Jayakatwang pun mati dengan keris raden wijaya menancap diperutnya dia mati
meningggalkan tahta kerajaanya, dengan matinya jayakatwang maka raden wijaya menjadi
pemegang kekuasaan di jawa.

Narrator : setelah terjadi pertempuran yang sangat dahsyat raden wijaya dan pasukan
mongolpun berpesta, Raden Wijaya pun menjalankan siasat yang telah disusun
oleh Arya Wiraraja. Mereka menyediakan minuman keras paling paling
memabukan yang ada didaerah Majapahit, namun prajutitnya dilarang untuk
meminum minuman tersebut. Ketika para tentara Mongol mabuk mereka tiba-
tiba diserang oleh pasukan Majapahit. Dengan keadaan yang setengah sadar
pasukan Mongol berusaha menyerang semampunya namun tetap tidak dapat
mengalahkan pasukan Majapahit. Akhirnya pasukan Mongolpun kocar- kacir
kembali kekapal mereka dan meninggalkan Jawadwipa. Dengan perginya
pasukan mongol maka kekuasaan atas kerajaanpun jatuh ke tangan Raden
Wijaya,

Hari itu, dimana semua orang berkumpul dan bersaksi diaula Kerajaan Majapahit. Perjuangan
mereka merebut kembali tahta kepada tangan yang seharunya, kini terbayar lunas. Dengan
suasana khidmat, terlihat tetua yang merapalkan doa dan kalimat diacara sakral penobatan
Raden Wijaya.

Tetua : “Sanggrama Wijaya, detik ini kau resmi menjadi Raja Pertama Kerajaan Majapahit,
dan merupakan bagian dari Dewa yang memberkati Majapahit”.

Mahkota sebagai lambang keagungan seorang raja disematkan perlahan. Senyum suka cita
yang menyaksikan keluar tak tertahankan. Bunga-bunga bertaburan menyambut peresmian
raja pertama mereka. Dengan gagah dan berwibawa Sanggrama Wijaya menduduki
singgasana barunya. Riuh tepuk tangan dan kalimat saling bersautanpun tak terlupakan
“Hidup MAJAPAHIT!!!”
-SEKIAN-

Anda mungkin juga menyukai