Anda di halaman 1dari 6

Kumpulan Cerita Rakyat Jawa Timur :

Legenda Rangga Gading


Dahulu kala, hiduplah seorang pemuda bernama Rangga Gading. Ia sangat sakti, namun
sayangnya sering menyalah gunakan kesaktiannya dengan melakukan perampokan dan
pencurian. Rangga Gading adalah pencuri yang lihai, ia tak pernah tertangkap. Hal tersebut adalah
karena ia memiliki kesaktian yaitu bisa mengubah dirinya menjadi apapun yang diinginkan. Ia bisa
menjelma menjadi binatang, pohon, batu, atau air.

Suatu ketika, Rangga Gading mencuri kerbau lima ekor. Pencurian itu sengaja dilakukan pada
siang hari untuk pamer kesaktian. Ketika warga kampung mengetahui kerbau-kerbau mereka
dicuri, mereka pun beramai-ramai memburu pencurinya. Rangga Gading tertawa melihat ulah para
penduduk, dan muncul ide di kepalanya untuk mengerjai mereka. Dengan kesaktiannya, Rangg
Gading mengubah kaki-kaki kerbau menjadi terbalik, sehingga jejak telapak kaki hewan-hewan itu
berlawanan arah. Warga yang mengikuti jejak itu tertipu, mereka justru semakin menjauh dari para
kerbau.

Warga yang putus asa kemudian memutuskan menangkap Rangga Gading di pasar. Mereka
beranggapan, Rangga Gading pasti akan menjual kerbau itu di sana. Tetapi dasar Rangga Gading
tak mau kalah, ia mengubah tanduk kerbau yang tadinya melengkung ke atas menjadi ke bawah.
Kulit kerbau yang tadinya hitam diubah menjadi putih. Dengan demikian, selamatlah ia dari kejaran
massa yang hendak menangkapnya.

Pada suatu hari, Rangga Gading mendengar sebuah kabar mengenai tanah keramat di desa

Karangmunggal. Konon tanah itu mengandung emas sehingga lahan tersebut dijaga ketat oleh
pengawal negara dan para tetua kampung agar tidak diganggu. Kabar itu membuat Rangga
Gading justru menjadi tergiur ingin memilikinya. Ia segera naik ke atas pohon kelapa. Setelah
sampai di atas, dilepasnya selembah pelepah kelapa dan dengan ilmunya, pelepah tersebut bisa
terbang melayang membawanya menuju desa Karangmunggal.

Sampai di desa Karangmunggal, Rangga Gading mengubah dirinya menjadi seekor kucing agar
tidak diketahui oleh pengawal negara dan tetua-tetua kampung. Tentu saja para pengawal tertipu.
Kucing jelmaan Rangga Gading itu tenang-tenang saja mengeruki tanah yang mengandung emas
itu. Kemudian dimasukkan semua emas ke dalam karung yang dibawanya. Setelah karungnya
terisi penuh, Rangga Gading segera terbang kembali menggunakan pelepah yang sama, menuju
ke kampung tempat persembunyiannya.

Sebelum tiba di tempat persembunyiannya, Rangga Gading berhenti sebentar untuk beristirahat.
Di tempat yang sepi, ia membuka hasil curiannya, lalu ia mengambil segenggam emas dan tertawa
terbahak-bahak. Ia merasa menang dan mulai menjadi congkak. Pemuda itu kemudian
menggantung karung emasnya di dahan pohon, lalu membuka pakaian untuk mandi di telaga
dekat tempat istirahatnya.

Rangga Gading tak tahu bahwa gerak geriknya diperhatikan oleh seorang kakek sakti. Sang kakek
sakti segera tahu apa yang telah diperbuat Rangga Gading, dan sangat menyayangkan jika
kesaktian pemuda itu digunakan untuk hal-hal yang tidak baik. Ia pun bertekad mengubah pemuda
tersebut agar menjadi lebih baik.

Ketika Rangga Gading selesai mandi, betapa terkejutnya ia melihat sang iakek sakti berdiri di tepi
telaga. Wajahnya bercahaya dan menggunakan sorban serta jubah putih menandakan seorang
yang tinggi ilmunya.

Sambil tersenyum orang tua itu berkata, "Apa yang kau lakukan Rangga Gading? Mengapa kau
mencuri dan melakukan perbuatan tercela?"

"Siapa kau, orang tua? Bagaimana kau tahu namaku dan mengapa kau bertanya seperti itu
padaku? Tak tahukah kau bahwa aku ini sakti?" Rangga Gading mulai menyombongkan diri.

"Aku tahu engkau sakti, anak muda. Justru karena itulah aku bertanya."

"Pergilah kakek tua, jangan ganggu aku atau aku akan... sebelum menyelesaikan kalimatnya, tiba-
tiba Rangga Gading jatuh terkulai ke tanah. Tubuhnya terasa lemas tak bertenaga. Tahulah ia
bahwa kakek sakti itu yang membuatnya begitu.

"Ampun, kakek.... ampun!" Rangga Gading berkata memelas. "Baiklah, aku akan bertobat dan
menjadi muridmu, tapi tolong hentikan ini. Badanku terasa lemas dan sakit sekali."

"Baiklah, aku memegang janjimu." sang kakek itu pun menghentikan mantranya. Tubuh Rangga
Gading pun kembali seperti sedia kala. Dengan patuh pemuda itu kemudian mengikuti kakek sakti
sampai ke peguruan. Peguruan tersebut milik sang kakek sakti, di sanalah Rangga Gading belajar
bagaimana menggunakan ilmu dan kesaktiannya untuk hal-hal baik.

Pemuda itu belajar dengan sangat tekun. Ilmunya bertambah tinggi, namun sifatnya tetap rendah
hati. Ia berhenti mencuri dan merampok, dan lebih banyak membantu orang-orang di sekitarnya.
Kakek sakti sangat senang dengan perubahan tersebut, dan meminta Rangga Gading untuk
memimpin perguruan sekiranya nanti ia telah tiada. Rangga Gading pun menerima tanggung
jawab itu.

Saat sang kakek sakti wafat, Rangga Gading pun memimpin peguruan. Murid-muridnya semakin
banyak, dan perguruan tersebut semakin terkenal di mana-mana. Nama Rangga Gading pun
dikenal sebagai orang sakti yang baik hati.

Pesan Moral dari Kumpulan Cerita Rakyat Jawa Timur : Legenda Rangga Gading adalah
jangan takut berubah menjadi orang baik. Bahkan jika kita perna berbuat kesalahan, asalkan
bersungguh-sungguh, kita bisa memperbaikinya dengan terus berbuat baik.
Dongeng dari Jawa Timur - Cerita Rakyat
Cindelaras

Cerita Rakyat Cindelaras Permaisuri Diusir Raden Putra

Raden Putra yang merupakan raja dari Kerajaan Jenggala memiliki dua istri. Istri pertama adalah
permaisuri, dan istri yang satunya lagi adalah selir. Beliau sangat menyayangi kedua istrinya dan
berusaha untuk bersikap adil pada mereka berdua. Sang selir memiliki sifat iri hati dan dengki. Ia
merasa Raden Putra lebih memperhatikan dan menyayangi permaisuri dibandingkan dengan
dirinya. "Apa kekuranganku? Aku lebih cantik darinya, bahkan aku juga lebih pintar" katanya dalam
hati. "Hmm, aku akan menyingkirkannya. Aku tak mau Raden Putra mencintai perempuan lain.
Sudah sepatutnya akulah yang menjadi permaisuri!" pikirnya lagi. Untuk mewujudkan niat jahatnya
tersbut selir memanggil tabib istana. Mereka lalu merencanakan sesuatu untuk mencelakai
permaisuri.

Keesokan harinya, selir berteriak-teriak "Aduuhh... aduuhh... perutku... sakit sekali." Raden Putra
bergegas mendatanginya. "Ada apa istriku? Mengapa kau kesakitan?" Raden Putra sangat cemas
melihat kondisi istri keduanya. "Hamba tak tahu Paduka, aduhh... sakit sekali," keluh selir sambil
memegang perutnya. Tabib istana pun dipanggil untuk memeriksa selir. "Apa yang terjadi pada
istriku? Cepat katakan!" perintah Raden Putra.

"Ampun Paduka, selir keracunan. Tubuhnya dimasuki racun yang tak berasa dan tak berbau.
Racun ini biasanya dicampur dalam minuman. Jika terlambat, nyawa selir bisa melayang," jawab
tabib sambil memberikan ramuan obat pada selir. Tentu saja semua itu hanya sandiwara. Selir tak
benar-benar sakit, dan tabib hanya pura-pura memberi ramuan obat.

Raden Putra heran," Minuman? Apa yang kau minum terakhir kali?" Selidik Raden Putra.

ayam jago cindelaras tumbuh menjadi ayam jago yang kuat seperti rajawali

Selir pura-pura menangis, "Ampun Paduka, tadi Permaisuri menyuguhkan teh pada hamba. Untuk
menghormatinya, hamba meminumnya," jawab selir sesenggukan. Raden Putra terkesiap. Walau
kaget karena tidak menyangka, Raden Putra termakan fitnah dari Selirnya.

"Permaisuri meracuni selir? Mengapa?" Dengan menahan amarah, Raden Putra menyuruh Patih
untuk memanggil Permaisuri.

"Paduka, semua itu bohong. Hamba bahkan belum bertemu dengan Selir hari ini," kata Permaisuri
membela diri. Namun Raden Putra tak percaya. Ia lalu memerintahkan Patih untuk membuang
Permaisuri ke hutan. "Tega sekali kau meracuni selirku. Aku selalu berlaku adil pada kalian berdua.
Namun mengapa kau begitu keji terhadap Selir. Aku tak ingin lagi melihatmu untuk selama-
Iamanya," kata Raden Putra. "Tapi..." kata permaisuri hendak berkata sesuatu. Namun Raden
Putra telah pergi meninggalkannya. Permaisuri hendak mengatakan bahwa ia sedang
mengandung.

Ditemani Patih, Permaisuri pun berjalan menuju hutan. Ia sedih sekali karena Raden Putra tidak
mau mendengar penjelasannya. Patih berusaha menghibur. " Suatu saat kebenaran akan
terungkap. Tuanku Permaisuri jangan takut, Tuhan tidak pernah tidur." Patih lalu membantu
Permaisuri membangun rumah sederhana. Di sanalah Permaisuri tinggal dan melahirkan anaknya
yang diberi nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi pemuda yang gagah rupawan. Karena
tinggal di hutan, Cindelaras akrab bergaul dengan para hewan. Para hewan pun menyayangi
Cindelaras, mereka setiap hari membawakan buah-buahan untuk Cindelaras dan ibunya.

Suatu hari burung rajawali menghadiahinya sebutir telur ayam. Cindelaras sangat senang. Setelah
beberapa minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam. "Lucu sekali", kata Cindelaras
senang. Lama-ke lamaan, anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang besar dan
kuat. Bungi kokoknya juga istimewa dan aneh. Begini bunyinya. "Kukuruyukk... tuanku Cindelaras,
wajahnya tampan rupawan, rumahnya di hutan rimba, ayahnya Raden Putra." Sepertinya, ayam
Cindelaras ini bukan ayam sembarangan. Ayam ini memiliki cakar dan paruh yang tajam seperti
Rajawali. Selain itu ayam Cindelaras sangat tangkas, kuat dan gesit.

Karena penasaran, Cindelaras bertanya pada ibunya, "Benarkah Raden Putra ayahku?"
Permaisuri akhirnya menceritakan hal yang sebenarnya. Mendengar cerita ibunya, Cindelaras
bertekad untuk menemui Raden Putra dan mengungkapkan kebenaran. "Ibu, aku akan menemui
Ayahanda. Aku tak ingin apa-apa dari Beliau. Aku hanya ingin Beliau tahu bahwa aku adalah anak
kandungnya," pamit Cindelaras. Dengan berat hati, Permaisuri mengizinkan Cindelaras pergi
ditemani oleh ayam jantan kesayangannya.

Di perjalanan, sekelompok orang mengajak Cindelaras untuk menyabung ayamnya. Ayam jantan
Cindelaras menang dengan mudah. Dalam waktu singkat, ayamnya mampu menaklukkan musuh-
musuhnya. Semua orang kagum dengan kekuatan dan ketangkasan ayam Cindelaras. Mereka
ingin membeli Ayam itu. Tentu saja Cindelaras tidak mau. Kehebatan Ayam jantan Cindelaras
tersiar ke seluruh negeri, dan sampai ke telinga Raden Putra. Karena penasaran, Raden Putra
mengundang Cindelaras ke istana. Beliau ingin mengadu ayamnya dengan Ayam Cindelaras.
Raden Putra yakin, ayam-ayamnya tak kalah hebat.

Saat melihat Cindelaras, Raden Putra terkesima. Ia merasa seperti pernah mengenal wajah itu.
Sebenarnya wajah Cindelaras sangat gagah dan rupawan perpaduan dari ketampanan Raden
Putra dan kecantikan Permaisuri." Cindelaras, aku ingin mengadu ayammu dengan ayam-
ayamku," kata Raden Putra.

"Hamba tak berani menolak jika memang itu keinginan Paduka," kata Cindelaras dengan sopan.
"Jika ayammu menang, akan kuberikan separuh kerajaanku ini padamu," tantang Raden Putra.
Cindelaras menjawab "Hamba tak memiliki apa-apa. Jika Ayam hamba kalah, hamba akan
mengabdikan hidup hamba pada Paduka." Raden Putra setuju dan pertarungan pun dimulai.

Pertarungan berjalan seru. Ayam Raden Putra gigih melawan, namun akhirnya tetap kalah.
Penasaran, Raden Putra mengeluarkan lagi ayam-ayamnya yang lain, tapi tetap saja kalah. "Aku
akui ayammu memang hebat. Aku akan menepati janjiku padamu." Tiba-tiba, ayam jantan
Cindelaras berkokok. "Kukuruyuukk... tuanku Cindelaras, wajahnya tampan rupawan, rumahnya di
hutan rimba, ayahnya Raden Putra." Semua yang hadir di situ terkejut.

"Siapakah dirimu sebenarnya? Mengapa ayam ini berkata bahwa kau adalah putraku?" tanya
Raden Putra kemudian. "Ampun Paduka. Nama hamba adalah Cindelaras. Ibu hamba dulunya
adalah permaisuri yang paduka usir. Ibu hamba telah menceritakan semuanya pada hamba,
termasuk selir yang telah memfitnah Ibu."

Raden Putra diam tak bisa berkata-kata. "Benarkah ia mengandung saat itu? Alangkah kejamnya
aku, pasti hidupnya sangat menderita." katanya dalam hati.
Tiba-tiba Patih berkata, "Waktu itu memang Permaisuri sedang mengandung. Hamba bahkan
membantu ketika Beliau melahirkan."

"Mengapa ia tak memberitahuku?" gumam Raden Putra. "Beliau hendak mengatakannya, tapi
Paduka sudah terlanjur marah dan tidak mau mendengar apapun penjelasan dari Permaisuri.
Bahkan Si Paduka mengusir beliau tanpa mendengar penjelasannya. Sebenarnya Beliau tak
pernah meracuni selir. Semuanya adalah fitnah," jawab Patih.

"Ya Tuhan... betapa besar kesalahanku," sesal Raden Putra.

"Cindelaras, maukah kau memaafkan kesalahan ayahmu ini?" tanya Raden Putra. "Tentu, Ayah.
Siapa pun bisa berbuat salah, yang penting sekarang kebenaran sudah terkuak," jawab
Cindelaras. Raden Putra memeluk Cindelaras erat. Berkat Ayam jago Cindelaras, Permaisuri dan
Cindelaras dapat berkumpul lagi dengan Raden Putra. Mereka akhirnga hidup berbahagia.

Bagaimana dengan selir? Permaisuri mengampuninya. Selir pun menyesali perbuatannya dan
sadar bahwa sebenarnya Permaisuri adalah orang yang baik hati. Sebagai permohonan maaf, selir
mengabdikan hidupnya untuk melayani Permaisuri.

Pesan moral dari Cerita Rakyat Cindelaras – Dongeng dari Jawa Timur untukmu adalah
jangan pernah iri pada orang Iain. Apa yang kau miliki sekarang itulah yang terbaik untukmu.
Berusahalah untuk mencapai hasil yang lebih baik. Disamping itu jauhilah segala bentuk
perjudian, karena akan merugikanmu cepat atau lambat.

Anda mungkin juga menyukai