Anda di halaman 1dari 7

Nama : Zhurmi Pramazwari

Kelas : X MIPA 4

Kumpulan Cerita Rakyat Jawa Timur : Legenda Rangga


Gading
Dahulu kala, hiduplah seorang pemuda bernama Rangga Gading. Ia sangat sakti,
namun sayangnya sering menyalah gunakan kesaktiannya dengan melakukan perampokan dan
pencurian. Rangga Gading adalah pencuri yang lihai, ia tak pernah tertangkap. Hal tersebut
adalah karena ia memiliki kesaktian yaitu bisa mengubah dirinya menjadi apapun yang
diinginkan. Ia bisa menjelma menjadi binatang, pohon, batu, atau air.

Suatu ketika, Rangga Gading mencuri kerbau lima ekor. Pencurian itu sengaja
dilakukan pada siang hari untuk pamer kesaktian. Ketika warga kampung mengetahui kerbau-
kerbau mereka dicuri, mereka pun beramai-ramai memburu pencurinya. Rangga Gading
tertawa melihat ulah para penduduk, dan muncul ide di kepalanya untuk mengerjai mereka.
Dengan kesaktiannya, Rangg Gading mengubah kaki-kaki kerbau menjadi terbalik, sehingga
jejak telapak kaki hewan-hewan itu berlawanan arah. Warga yang mengikuti jejak itu
tertipu, mereka justru semakin menjauh dari para kerbau.

Warga yang putus asa kemudian memutuskan menangkap Rangga Gading di pasar.
Mereka beranggapan, Rangga Gading pasti akan menjual kerbau itu di sana. Tetapi dasar
Rangga Gading tak mau kalah, ia mengubah tanduk kerbau yang tadinya melengkung ke atas
menjadi ke bawah. Kulit kerbau yang tadinya hitam diubah menjadi putih. Dengan demikian,
selamatlah ia dari kejaran massa yang hendak menangkapnya.

Pada suatu hari, Rangga Gading mendengar sebuah kabar mengenai tanah keramat di
desa Karangmunggal. Konon tanah itu mengandung emas sehingga lahan tersebut dijaga
ketat oleh pengawal negara dan para tetua kampung agar tidak diganggu. Kabar itu
membuat Rangga Gading justru menjadi tergiur ingin memilikinya. Ia segera naik ke atas
pohon kelapa. Setelah sampai di atas, dilepasnya selembah pelepah kelapa dan dengan
ilmunya, pelepah tersebut bisa terbang melayang membawanya menuju desa Karangmunggal.

Sampai di desa Karangmunggal, Rangga Gading mengubah dirinya menjadi seekor


kucing agar tidak diketahui oleh pengawal negara dan tetua-tetua kampung. Tentu saja para
pengawal tertipu. Kucing jelmaan Rangga Gading itu tenang-tenang saja mengeruki tanah
yang mengandung emas itu. Kemudian dimasukkan semua emas ke dalam karung yang
dibawanya. Setelah karungnya terisi penuh, Rangga Gading segera terbang kembali
menggunakan pelepah yang sama, menuju ke kampung tempat persembunyiannya.

Sebelum tiba di tempat persembunyiannya, Rangga Gading berhenti sebentar untuk


beristirahat. Di tempat yang sepi, ia membuka hasil curiannya, lalu ia mengambil segenggam
emas dan tertawa terbahak-bahak. Ia merasa menang dan mulai menjadi congkak. Pemuda
itu kemudian menggantung karung emasnya di dahan pohon, lalu membuka pakaian untuk
mandi di telaga dekat tempat istirahatnya.

Rangga Gading tak tahu bahwa gerak geriknya diperhatikan oleh seorang kakek sakti.
Sang kakek sakti segera tahu apa yang telah diperbuat Rangga Gading, dan sangat
menyayangkan jika kesaktian pemuda itu digunakan untuk hal-hal yang tidak baik. Ia pun
bertekad mengubah pemuda tersebut agar menjadi lebih baik.

Ketika Rangga Gading selesai mandi, betapa terkejutnya ia melihat sang iakek sakti
berdiri di tepi telaga. Wajahnya bercahaya dan menggunakan sorban serta jubah putih
menandakan seorang yang tinggi ilmunya.

Sambil tersenyum orang tua itu berkata, “Apa yang kau lakukan Rangga Gading?
Mengapa kau mencuri dan melakukan perbuatan tercela?”

“Siapa kau, orang tua? Bagaimana kau tahu namaku dan mengapa kau bertanya
seperti itu padaku? Tak tahukah kau bahwa aku ini sakti?” Rangga Gading mulai
menyombongkan diri.

“Aku tahu engkau sakti, anak muda. Justru karena itulah aku bertanya.”

“Pergilah kakek tua, jangan ganggu aku atau aku akan… sebelum menyelesaikan
kalimatnya, tiba-tiba Rangga Gading jatuh terkulai ke tanah. Tubuhnya terasa lemas tak
bertenaga. Tahulah ia bahwa kakek sakti itu yang membuatnya begitu.

“Ampun, kakek…. ampun!” Rangga Gading berkata memelas. “Baiklah, aku akan
bertobat dan menjadi muridmu, tapi tolong hentikan ini. Badanku terasa lemas dan sakit
sekali.”

“Baiklah, aku memegang janjimu.” sang kakek itu pun menghentikan mantranya. Tubuh
Rangga Gading pun kembali seperti sedia kala. Dengan patuh pemuda itu kemudian mengikuti
kakek sakti sampai ke peguruan. Peguruan tersebut milik sang kakek sakti, di sanalah
Rangga Gading belajar bagaimana menggunakan ilmu dan kesaktiannya untuk hal-hal baik.
Pemuda itu belajar dengan sangat tekun. Ilmunya bertambah tinggi, namun sifatnya
tetap rendah hati. Ia berhenti mencuri dan merampok, dan lebih banyak membantu orang-
orang di sekitarnya. Kakek sakti sangat senang dengan perubahan tersebut, dan meminta
Rangga Gading untuk memimpin perguruan sekiranya nanti ia telah tiada. Rangga Gading pun
menerima tanggung jawab itu.

Saat sang kakek sakti wafat, Rangga Gading pun memimpin peguruan. Murid-
muridnya semakin banyak, dan perguruan tersebut semakin terkenal di mana-mana. Nama
Rangga Gading pun dikenal sebagai orang sakti yang baik hati.

Pesan Moral dari Kumpulan Cerita Rakyat Jawa Timur : Legenda Rangga Gading
adalah jangan takut berubah menjadi orang baik. Bahkan jika kita perna berbuat kesalahan,
asalkan bersungguh-sungguh, kita bisa memperbaikinya dengan terus berbuat baik.

1. Pengertian cerita rakyat

Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam
masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur
budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-
masing bangsa. Pada umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang suatu kejadian di suatu
tempat atau asal muasal suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat
umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia maupun dewa.

2. Ciri-ciri Cerita rakyat

- Disampaikan turun-temurun.

- Tidak diketahui siapa yang pertama kali membuatnya

- Kaya nilai-nilai luhur

- Bersifat tradisional

- Memiliki banyak versi dan variasi

- Mempunyai bentuk – bentuk klise dalam susunan atau cara pengungkapkannya.

- Bersifat anonim, artinya nama pengarang tidak ada.

- Berkembang dari mulut ke mulut.

- Cerita rakyat disampaikan secara lisan.


Geugasi Geugasa
Zaman dahulu kala ada sebuah kampung yang sangat aman dan damai di daerah Aceh.
Di sana tidak pernah terjadi pencurian maupun perampokan. Masyarakatnya pun tidak
pernah saling bertengkar. Kalau ada masalah, mereka langsung menyelesaikannya secara
musyawarah sehingga suasana di sana hidup penuh rukun dan saling tolong menolong.

Di kampung itu, hiduplah seorang ibu dengan anaknya yang masih berusia sepuluh
tahun. Si ibu dan anak itu sehari-harinya mencari kayu bakar di hutan yang kemudian kayu
itu dijual ke pasar. Dari hasil itu, mereka bisa membeli kebutuhan sehari-hari.

Suatu hari, kampung yang aman itu dikejutkan oleh hilangnya kerbau Mak Yah.
Semua masyarakat mencarinya, tapi tak seorang pun yang menemukannya. Kerbau itu hilang
bagaikan ditelan rimba. Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya sehingga membuat
masyarakat bertanya-tanya siapa yang mencuri kerbau itu. Keesokan harinya, tiga ekor
kambing Bang Ma�e ikut hilang di tempat pengembalaannya. Di sana yang tinggal hanyalah
tulang belulang dan percikan darah di mana-mana. Kejadian ini membuat warga semakin
penasaran. Dalam hati mereka bertanya, �Sebenarnya siapa yang telah merusak kedamaian
di kampung ini?�

Hari-hari berikutnya, makin banyak warga yang kehilangan binatang ternaknya.


Bahkan, salah satu anak Wak Minah juga telah hilang ketika dia bermain hingga membuat
wak itu terus menangis sepanjang hari. Masyarakat menebak bahwa yang memakan ternak
mereka dan mencuri anak Wak Minah adalah geugasi (raksasa) yang tinggal di hutan sana.
Karena tapak-tapak yang tertinggal di daerah itu sangatlah besar.

Masyarakat di kampung itu pun mulai resah. Ketakutan mulai melanda di hati mereka.
Mereka pun tidak berani lagi keluar rumah. Ahmad yang tidak tahan dengan keadaan itu
memberanikan diri untuk mencari sang pembuat onar.

Keesokan harinya, dia berpamitan kepada ibunya untuk pergi ke hutan, tetapi sang
ibu melarangnya. �Jangan Ahmad, nanti kamu dimakan geugasi,� ucap ibunya gusar.

�Tidak Bu, aku akan menjaga diriku baik-baik. Ibu berdoa saja agar aku selamat.�

Akhirnya ibunya hanya bisa mengangguk pasrah menerima permintaan Ahmad,


anaknya yang keras kepala. Kemudian pergilah Ahmad ke hutan seorang diri. Dia hanya
membawa bekal makanan dan satu pisau yang diselip di pinggangnya. Ahmad terus berjalan
hingga dia sendiri tidak tahu lagi sudah sejauh mana dia berjalan. Keringat mulai membasahi
tubuhnya, dia pun beristirahat sebentar di bawah pohon. Dari kejauhan, tampaklah sebuah
rumah panggung dan semangat Ahmad muncul kembali. Dia menuju rumah itu.

Rumah panggung itu tidak begitu besar dan juga tidak terlalu kecil. Ahmad
mengetuk-ngetuk pintu rumah itu, tapi tidak ada sahutan. Dia pun masuk. Di dalam rumah
itu terdapat bermacam kepala binatang dan tulang-belulang yang dijadikan sebagai
pajangan. Berbagai jenis tombak dan parang terletak di sudut rumah itu begitu juga dengan
barang-barang lainnya.

�Tolong� tolong�..�

Ahmad terkejut mendengar suara rintihan minta tolong yang tiba-tiba itu. Dia pun
mencari sumber suara itu dan menemukannnya di salah satu kamar di rumah itu. Ternyata
itu adalah suara anak perempuan Wak Minah yang hilang. Anak itu meringkuk di sudut
sambil menangis tersedu-sedu. Tahulah Ahmad sekarang kalau itu adalah rumah geugasi
yang dia cari. Dia pun menenangkan anak wak Minah dan berjanji akan memulangkannya pada
ibunya.

Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara orang yang berjalan dengan begitu keras.
Rasa-rasanya bumi bergoyang ketika tapak-tapak itu menghantam tanah. �Itu pastilah
geugasi,� pikir Ahmad. Dia pun memikirkan ide agar mereka selamat.

Geugasi yang baru saja mencari makanan akhirnya tiba di halaman rumahnya. Lalu dia
berhenti dan hidungnya naik-turun berkali-kali. �Aku mencium bau manusia�.� ucapnya
dengan begitu keras. Tiba-tiba terdengar suara-suara tapak yang begitu keras di dalam
rumah. Kening geugasi itu berkerut.

�Siapa di dalam?� tanyanya penasaran.

�Geugasa,� jawab Ahmad dengan suara yang keras sambil meloncat-loncat di lantai.

Geugasi berpikir bahwa geugasa itu juga sejenis raksasa. Dia pun bertanya lagi,
�Coba kulihat gigimu!�

Ahmad melempar buah pinang. Si geugasi terkejut melihat gigi geugasa lebih besar
dari giginya. Dia pun melanjutkan pertanyaannya, �Coba kulihat kumismu!�

Ahmad mengambil satu gumpalan bulu ijuk yang lebat dan melemparnya keluar. Si
geugasi lagi-lagi terkejut melihat kumis geugasa yang begitu lebat itu. Dia memegang
kumisnya yang hanya setengah dari gumpalan kumis si geugasa itu. Dia pun bertanya lagi,
�Coba kulihat tahimu!�
Ahmad pun melempar buah kelapa yang besar dan tua. Si gugasi sangat terkejut
melihat tahi geugasa yang begitu besar itu. Dia berpikir, kalau gigi dan tahinya sebesar itu
dan kumisnya selebat itu, bagaimanakah besarnya geugasa itu. �Oh, pastilah dia amat
sangat besar�. Pastilah aku mati kalau berhadapan dengannya,� ucap geugasi pada dirinya
sendiri.

�Aku sangaat lapaarrr�. apakah ada makanan disini?� ucap Ahmad dengan suara
yang dikeras-keraskan.

Mendengar itu, badan geugasi langsung gemetar, keringat dingin mulai keluar, dan
mukanya menjadi tegang. Jelas sekali dia ketakutan. �Aaarrrgghhhhh�� kenapa tidak ada
apa-apa di sini? Lebih baik aku keluar saja. Pasti ada makanan di sana.�

Tubuh geugasi makin bergetar hebat karena mendengar ucapan geugasa. Tanpa
menunggu waktu lagi, dia berbalik arah hendak melarikan diri, tapi Ahmad dengan cekatan
mengambil tombak dan melemparnya ke arah geugasi. Tombak itu menancap mulus di
punggung geugasi hingga tembus ke perutnya. Dia mengerang begitu keras. Ahmad pun
mengambil tombak satu lagi dan melemparnya lagi hingga menancap di kepala geugasi yang
berambut lebat dan panjang. Geugasi itu pun tersungkur di tanah. Dia mati.

Ahmad dan anak wak Minah turun dan melihat geugasi yang sudah tak bernyawa itu.
Lalu mereka pulang dan setiba di sana mereka mengabarkan pada seluruh warga di kampung
bahwa mereka telah membunuh geugasi. Semua orang sangat senang, apalagi Wak Minah dan
ibu si Ahmad karena melihat anaknya kembali dengan selamat. Akhirnya kampung itu
kembali aman dan damai.

1. Pengertian cerita rakyat

Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam
masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur
budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-
masing bangsa. Pada umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang suatu kejadian di suatu
tempat atau asal muasal suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat
umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia maupun dewa.

2. Ciri-ciri Cerita rakyat

- Disampaikan turun-temurun.

- Tidak diketahui siapa yang pertama kali membuatnya


- Kaya nilai-nilai luhur

- Bersifat tradisional

- Memiliki banyak versi dan variasi

- Mempunyai bentuk – bentuk klise dalam susunan atau cara pengungkapkannya.

- Bersifat anonim, artinya nama pengarang tidak ada.

- Berkembang dari mulut ke mulut.

- Cerita rakyat disampaikan secara lisan.

Anda mungkin juga menyukai