Pada suatu masa di zaman dahulu hiduplah seorang anak yang sakti yang
dengan kesaktian tersebut membuat seorang penyihir jahat menjadi iri
kepadanya.
karena merasa tersaingi, penyihir jahat itu dengan teganya melakukan
sihir kepada anak itu, efek dari sihir itu membuat badan anak tersebut
badannya penuh luka dengan bau yang sangat menyengat dan akhirnya
tidak ada seorang pun yang mau mendekat kepadanya.
Suatu hari anak sakti ini mendapatkan mimpi, bahwa sebenarnya ada
seseorang wanita yang bisa mengobati penyakitnya tersebut. Lalu anak itu
pergi mendatangi setiap kampung untuk mencari perempuan tersebut.
Tapi karena luka dan baunya yang keluar sangat mengganggu anak ini
senantiasa di usir oleh masyarakat. mereka merasa jijik dan mengusirnya
dengan kejam.
Tiba pada suatu waktu ada pesta, dan anak ini dapat masuk dalam pesta
tersebut, tapi beberapa orang mengusir dan mencaci maki. kemudian
diseret keluar, ketika diseret ia berpesan kepada orang yang ada di pesta
tersebut.
“Dengan menancapkan satu lidi di atas tanah dan hanya dirinya yang
dapat mencabutnya”
Anak tersebut melakukan hal itu karena merasa kesal atas perlakuan
mereka kepadanya. beberapa orang mengabaikan perkataan anak tersebut
tapi mereka juga penasaran dengan ucapannya dan mencoba mencabut lidi
itu, namun tidak seorang pun yang dapat mencabutnya.
Hingga tanpa orang sadari anak itu mencabut lidi tersebut dan keluarlah
air dan menjadi mata air, semakin lama air yang keluar semakin deras
hingga menenggelamkan daerah itu, hingga menjadi telaga yang di beri
nama rawa pening.
Tidak ada satu orang pun yang selamat kecuali wanita yang telah
menolongnya, serta memberikan rumah dan merawatnya.
Singa dan Pemuda Baik
Di sebuah desa, hidup seorang bocah lelaki yang riang dengan ayahnya.
Ayah anak laki-laki itu memberi tahu dia bahwa dia sudah cukup umur
untuk mengawasi domba ketika mereka merumput di ladang.
Setiap hari, ia harus membawa domba-domba itu ke ladang berumput dan
mengawasinya saat mereka merumput. Namun, bocah itu tidak bahagia
dan tidak ingin membawa domba ke ladang.
Dia ingin berlari dan bermain, tidak menonton domba yang membosankan
merumput di lapangan. Jadi, dia memutuskan untuk bersenang-senang.
Dia berteriak, “Serigala! Serigala!” sampai seluruh desa datang berlari
membawa batu untuk mengusir serigala sebelum bisa memakan domba
mana pun.
Ketika penduduk desa melihat bahwa tidak ada serigala, mereka
bergumam tentang bagaimana bocah itu membuang waktu mereka.
Keesokan harinya, bocah itu berteriak sekali lagi, “Serigala! Serigala!” dan,
sekali lagi, penduduk desa bergegas ke sana untuk mengusir serigala.
Bocah itu menertawakan ketakutan yang disebabkannya. Kali ini,
penduduk desa pergi dengan marah.
Hari ketiga, ketika anak lelaki itu naik ke bukit kecil, tiba-tiba dia melihat
serigala menyerang domba-dombanya.
Dia berteriak sekeras yang dia bisa, “Serigala! Serigala! Serigala! ”, Tetapi
tidak ada satu pun penduduk desa yang datang untuk membantunya.
Penduduk desa berpikir bahwa dia mencoba membodohi mereka lagi dan
tidak datang untuk menyelamatkannya atau domba-dombanya. Bocah itu
kehilangan banyak domba pada hari itu, semua karena kejahilan dan
sifatnya yang suka berbohong.
Bos yang Berwibawa