RAFFI ILHAM
KELAS : VII C
Pada suatu hari, ada seekor tikus kecil yang sedang asik mencari makan.
Saking asiknya, dia tak sadar bahwa dia sudah berjalan terlalu jauh dari
rumahnya hingga masuk ke dalam hutan yang cukup lebat. Sadar akan hal
itu, si Tikus pun segera bergegas mencari jalan untuk pulang, tapi nasibnya
sungguh malang, dia malah tersesat lebih jauh lagi ke dalam hutan. Lama
dia mencari jalan untuk bisa pulang kerumahnya, tapi tikus itu belum juga
mendapat jalan dan ahirnya kelelahan.
Tak terasa, waktu sudah hampir gelap. Tikus itu masih terus berusaha
mencari jalan pulang. Tapi sepertinya hari ini nasibnya benar-benar buruk,
ketika tengah kebingungan mencari jalan untuk bisa pulang, dirinya malah
tak sengaja masuk di sarang seeekor singan yang tengah tidur pulas.
Ranting yang tak sengaja diinjaknya membuat singa yang sedang tidur itu
terbangun dan segera mencengkeram tikus itu dengan kuku-kuku tajamnya.
“ Hai mahluk kecil.. berani benar kau mengganggu tidur ku. Jika sudah
bangaun begini, harus ada yang bisa ku makan. Maka kau akan menjadi
makan malam ku. Grrrr…”. Kata singa menggeram.
Mendengar singa yang tengah marah, si tikus malang itu menjadi sangat
ketakutan. Dia pun memberanikan diri untuk angkat bicara” ma’af singa
yang perkasa.. aku tak sengaja. Aku tersesat di hutan ini ketika sedang
mencari makan. Aku sudah beruaha mencari jalan untuk keluar dari hutan,
tapi malah tak sengaja aku malah masuk ke dalam sarang mu. Ma’af kan
aku.. kasihanilah anak-isteriku yang sedang menunggu ku di rumah. Aku
janji, jika kau melepaskan aku, maka suatu saat aku akan membalas
kebaikan mu”. Kata tikus memelas.
Tiga bulan sudah berlalu setelah kejadian itu, pada suatu pagi.. si tikus
mencari makan seperti biasa. Kini dia hanya berkeliling di sekitar perbatasan
hutan saja, karena takut jika kembali tersesat seperti dulu. Ketika si tikus
tengah asik mencari makan, lamat-lamat dia mendengar suara erangan.
Suaranya sudah sangat lemah. Dia pun mencari dari mana arah suara itu.
Betapa kagetnya dia ketika melihat singa yang dulu pernah di temuinya
tengah tak berdaya terjebak dalam jaring yang di pasang oleh pemburu.
Tikus pun mendekatinya dan bertanya tentang perihal kejadian yang
menimpa singa.
Ternyata, sudah tiga hari lamnya singa terjebak di situ. Dia sudah berusaha
meronta dan berusaha keluar dari jerat jaring itu, tapi sia-sia. Ahirnya dia
terkulai lemas karena kehabisan tenaga dan kelaparan. Mendengar kisah
singa itu, si tikus menjadi iba. Lalu dia pun ingat pada janjinya dahulu,
bahwa kelak dia akan membantu singa sebagai balas budi. Maka dia pun
berkata pada singa “ Hai singa yang perkasa.. dahulu kau meragukan janji ku
yang akan menolong mu karena ukuran tubuh ku yang kecil, Tapi kali ini
mahluk kecil ini akan menunjukan bahwa dia bisa menepati janji meski
ukuranya tak seberapa”. Mendengar perkataan si tikus, singa sedikit kaget.
Ternyata mahluk kecil itu masih ingat dengan janjinya dan bukan di buat alas
an hanya sekedar untuk melarikan diri. Maka dalam hatinya, singa mengakui
sifat yang di milikioleh si tikus.
Tikus itu lalu dengan segera menghampiri singa, dan menggigit tiap tali yang
menjerat tubuh sang singan hingga semua tali itu putus. Ahirnya
setelahbeberapa waktu, semua tali itu dapat di putuskan dan sang singa
ahirnya bebas. Lalu singa menghampiri tikus dan berkata” Terimakasih kau
telah menolong ku. Kini aku mengakui keberanian dan kemampuan mu.
Kemampuan tak di ukur dari bentuknya, tapi lebih dari apa yang mampu
mereka lakukan. Maka mulai saat ini, aku mengangkat mu menjadi sahabat.
Dan kelak jika kau butuh pertolongan ku, maka aku akan dating untuk
membantu mu”. Kata singan kemudian kembali ke dalam lebatnya hutan.
Sementara si tikus segera kembali ke rumahnya. Hatinya merasa senang
karena kini dia mendapat teman baru serta sudah mampu menepati jani
yang pernah dia buat dulu.
NAMA : DIMAR REYSANDI
KELAS : VII C
Di sebuah tepi hutan yang lebat, tinggalah sekelompok koloni semut. Mereka
bekerja keras siang dan malam dengan rajin dan tanpa kenal lelah. Saling
menolong dan bergantian satu sama lain, itu semua mereka lakukan demi
kesejahteraan kelompok mereka. Di tepi hutan itu juga tingal berbagai
serangga lainya. Mereka juga bekerja dengan giat sebagai mana pekerjaan
masing-masing.
Dia sangat yakin akan kemampuanya, dan yakin akan berhasil. Sehingga
pekerjaanya sehari-hari hanya berhayal dan mencoba menulis lirik-lirik lagu
dan music dengan biolanya. Tentu saja karena dia bercita-cita menjadi
seekor belalang pemusik yang terkenal. Tapi terkadang, keyakinan yang dia
miliki tak di imbangi dengan bakat yang cukup dan tak mau menerima
masukan dari orang lain. Dia merasa tak ada orang lain yang lebih tau akan
music atau masa depanya, sehingga dia tak pernah mau menerima nasehat
dari orang lain.
Waktupun terus berlalu dan musim terus berganti. Tak terasa musim gugur
telah hamper usai dan mendekati musim dingin. Para semut dan binatang
lain tengah giat bekerja keras untuk menyiapkan makanan sebagai
persiapan di musim dingin. Tak terkecuali para semut. Para semut memang
terkenal serangga yang paling rajin. Meski pekerjaan mereka hanya sebagai
pengangku barang, mereka sangat giat bekerja dan selalu saling tolong
menolong. Sedangkan si Kiko belalang masih saja asik dengan biolanya
tanpa satu lagupun yang dapat dia ciptakan.
“Hai Kiko belalang, apakah kau tidak bekerja untuk persiapan di musim
dingin?’. Tanya seekor semut pada suatu hari.
“Apa yang kau tahu? Kau itu tak sepintar aku. Aku ini adalah serangga yang
memiliki bakat dan di takdirkan sebagai musisi besar. Tak seperti semut
seperti mu yang di takdirkan sebagai kuli dan orang kecil. Dasar tak
berguna.. hahaha”. Kata Kiko belalang dengan sombongnya.
“Tapi tanpa persiapan, kau akan kesulitan menghadapi musim dingin. Musim
dingin sebentar lagi dating. Jika kau kurang persiapan, kau bisa kelaparan
dfan bias mati. Aku hanya mencoba untuk menasehati mu kawan”. Kata
semut itu dengan sabar.
“Jangan kau panggil aku dengan sebutan kawan, karena aku tak sudi
berkawan dengan kasta rendah seperti mu. Dan calon orang besar seperti
ku, juga tak butuh nasehat dari semut seperti mu. Sekarang pergi kau..!! Kau
mengganggu konsentrasi ku dalam menciptakan lagu”. Dengan nada kasar si
Kiko belalang mengusir semut yang baik hati itu.
Semut itupun kemudian meninggalkan si Kiko belalang dengan hati yang
sangat kecewa. Nasehat baiknya sama sekali tak di anggap. Malah di caci
dan di hina dengan semena-mena. Hingga semut itupun merasa sakit hati.
Ahirnya musim dingin tiba. Para serangga dan hewan-hewan lain tengah
berhenti dari pekerjaanya dan tinggal di rumah mereka dengan nyaman.
Dengan perbekalan yang cukup, mereka tak hawatir lagi dalam melalui
musim dingin yang cukup panjang. Tapi nasib sebaliknya di alami oleh si
belalang. Dia kelaparan dan mengemis makanan dari satu tempat ke tempat
lain untuk bertahan hidup. Dia juga tak memiliki tempat tinggal sehingga dia
harus tidur di sembarang tempat dan melawan hawa dingin yang menusuk
tulang.
Hingga pada suatu hari, sampailah dia di rumah si semut yang dulu dia hina
dan dia ejek.
“Hai semut sahabat ku, aku kelaparan. Maukah kau berbagi sedikit makanan
untuk ku?”. Kata si belalang memelas.
“Ma’af, aku tak punya sahabat seorang pengemis seperti mu. Makanan ku
hanya cukup untuk keluarga ku sendiri. Memang makanan mu di mana kok
sampai kau mengemis?”. Tanya si semut. Sebenarnya dia mengenali
belalang itu. Tapin karena rasa sakit hatinya, dia acuh dan pura-pura tak
mengenalnya.
“Ma’af sahabat ku.. selama musim dingin dan musim gugur, aku sibuk
menulis lagu. Sehingga aku tak sempat mencari bekal makanan”. Jawab si
Kiko belalang.
“Apa kau sudah bias menulis lagu mu?”. Tanya si semut lagi.
“Aku sudah menghasilkan sebuah lagu..”. jawab si belalang dengan
tersenyum dan sedikit bangga.
“Nah, kalau begitu.. waktunya sekarang kamu memainkan lagu ciptaan mu
dan menari-nari dengan riang. Semoga saja lagu itu bisa membuat mu
kenyang”. Kata si semut sambil menutup pintu rumahnya.
Si Kiko belalang hanya dapat berdiri tertegun di depan pintu. Dia menyesal
dengan segala perbuatan dan sifat buruknya di masa lalu. Dia sangat
menyesal dulu dia sangat angkuh, sombong, dan suka merendahkan orang
lain. Kini giliran baginya untuk di rendahkan oleh orang yang dulu pernah dia
hina. Tapi dia sadar, penyesalan kemudian tiada berguna. Dan mulai saat itu,
si Kiko belalang belajar banyak hal. Dan dia berjanji akan berusaha menjadi
lebih baik dan memperbaiki sifat-sifat buruknya.
Alkisah, buaya dan kancil tinggal di wilayah yang sama. Sudah lama buaya mengincar
kancil untuk di jadikan santapannya. Namun, kancil selalu bisa menghindari kejarannya.
Ia adalah hewan yang banyak akal sehingga buaya selalu kesulitan untuk
menangkapnya.
Meski selalu lolos dari kejaran buaya, namun lama-lama kancil merasa khawatir juga.
Karena itu, ia pindah rumah ke daerah lain untuk menjauhi buaya. Ia tinggal dibawah
sebuah pohon besar di hilir sungai. Awalnya buaya merasa bingung karena tidak
melihat kancil di tempat biasanya. Maka ia pun mencarinya ke sana-kemari, bertanya
kepada para hewan yang ditemuinya.
"Oh, kancil pindah ke pohon di dekat hilir sungai," kata burung kecil yang ditanya oleh
buaya. Tentu saja buaya senang mendengar informasi itu. Segera saja ia pergi ke
tempat yang dimaksud oleh si burung. Ia sudah tidak sabar lagi untuk memburu si
kancil. Ia benar-benar merasa penasaran, ingin menikmati daging kancil yang sudah
lama ia idam-idamkan. Setelah berhasil menemukan tempatnya, buaya pun pindah ke
sana juga. Namun, kancil masih belum mengetahuinya.
"Oh, jadi biasanya batu ini berbicara?" batin Buaya yang sedang berdiam diri di batu itu.
"Kalau begitu aku harus pura-pura menjawabnya supaya kancil tidak curiga."
"Halo juga, kancil," jawab buaya.
Kancil terkikik dalam hati melihat kebodohan buaya. Lantas ia berkata, "Jadi kau ada di
situ ya, Buaya? Tak kusangka, kau mengejarku sampai ke sini."
Dan sesaat setelah buaya membuka mulutnya, kancil segera melompat ke atas kepala
buaya, lalu melompati batu batu lainnya dengan lincah, dan setelah tiba di tepi sungai
segera memanjat pohon besar tempat tinggalnya.
Lagi-lagi selamatlah kancil dari kejaran buaya. Itu semua berkat kecerdasannya yang
jauh melampaui buaya. Sementara buaya terpaksa gigit jari karena lagi-lagi gagal
menangkap kancil yang sudah lama diincarnya.
Sore itu kancil asyik jalan-jalan dalam hutan dan menikmati hembusan angin sepoi-sepoi
yang bertiup membelai badannya yang diselimuti bulu lebat dan licin.
Tujuannya sih ingin mengunjungi sahabat-sahabatnya yang sudah cukup lama tidak
bertemu dengannya, Angsa dan Bangau.
Tetapi sampai di kolam di mana para sahabatnya tinggal keadaan sekeliling kolam begitu
sepi dan lenggang. Kancil celengak-celenguk mencari kedua sahabatnya tetapi aneh,
tidak ditemukannya padahal biasanya kolam itu begitu ramai oleh celoteh sahabat-
sahabatnya berserta kaum kerabatnya.
Dengan hati sarat oleh pertanyaan, kancil menyelusuri pinggiran kolam. dia merasakan
ada sesuatu yang tidak beres dan dia harus mencari tahu apakah itu. Di sudut Kolam yang
agak kepinggir semak-semak tampak kedua sahabatnya Angsa dan Bangau tengah
bengong bersama kerabatnya dan terlihat mereka dilandah sedih. Wajah mereka murung
dan tidak memiliki semangat seperti hari-hari biasanya.
"Heheeh.. lagi apaan nih.. tumben pada bengong.."tanya kancil dan mendekati sahabat-
sahabatnya itu. "Kami terancam kelaparan nih Cil.."sahut Bangau sambil mematuk-
matukkan paruhnya ke dalam air kolam.
"Lhooo kan ikan di sini banyak.. tuuh lihat" kata Kancil sambil menunjuk beberapa ikan
kecil yang terlihat dari permukaan kolam, berenang dengan cepat ketika melihat
bayangan kancil.
"Iyaa.. tetapi ikannya kecil-kecil dan tidak cukup untuk kami semua"sahut salah satu
Angsa dan melompat ke dalam air..tetapi kemudian kepinggir kembali. "Oh ikan yang
besar sudah pada habis. Kalian sih barangkali serakah jadi semua ikan dihabiskan dalam
waktu sehari"tuding Kancil sambil senyum-senyum.
"Bukan begitu Cil. kalau kami sih selalu menjaga kelestarian dan hanya memakan ikan-
ikan itu secukupnya. tetapi sekarang ikan-ikan besar itu bukan untuk kami lagi. kami
tidak diperbolehkan mengambilnya.."cerita Bangau dengan sedih dan diikuti oleh
anggukan-anggukan sekawanan Bangau lainnya dan sekawanan Angsa-angsa yang hidup
di sekeliling kolam itu. "Siapa yang ngelarang begitu?"Kancil jadi pingin tahu.
"Beruang. Pertama dia datang, keadaan baik-baik saja tetapi ketika dia tahu ikan-ikan di
sini banyak dan besar-besar, dia mulai serakah dan menginginkan semua ikan-ikan itu.
kami dilarang untuk memakannya dan jika ketahuan dia yang akan memakan
kami.."Lanjut Bangau. Hemn.. kancil mengangguk-angguk..
"Beruang itu kalau menangkap ikan langsung masuk ke dalam kolam. Kapan dia
biasanya dia datang" tanya Kancil "Ya langsung masuk ke dalam kolam. dia datang
biasanya ketika malam menjelang"sahut Angsa sambil menoleh ke kerabatannya yang
terlihat sangat menderita karena kelaparan.
"Okey dah. Kalau begitu kita minta bantuan Pak Kepiting dan pasukannya" kata Kancil
bersemangat.
Lalu dia kemukakan idenya. Kancil akan meminta tolong agar Pak Kepiting dan Pasukan
memenuhi air kolam dan pada saat beruang datang mengambil ikan, kepiting dan
pasukan mengigiti kakinya. Pak Beruang akan kesakitan dan keluar dari kolam, bisa jadi
dia tidak akan pernah datang lagi ke kolam itu.
"nanti dia bisa menghindar" Bangau agak ragu dengan ide Kancil
"Kan waktunya menjelang malam, berarti matahari sudah tenggelam keadaan gelap, tentu
dia tidak tahu hal itu"kata Kancil dengan senyum-senyum khasnya.
Dan semua setuju. Pak Kepitingpun tidak keberatan membantu. Begitulah rencanapun
dilaksanakan. Beruang mendapatkan ganjaran yang setimpal. Kaki-kakinya pada lecet
dan luka karena gigitan pak Kepiting dan pasukan.
Di sebuah desa ada sebuah perternakan kerbau peternakan kerbau itu luas meskipun
hanya beberapa kerbau saja yang menjadi ternaknya kerbau itu sering digunakan oleh
para petani untuk membajak sawahnya karena tubuh mereka kuat dan kekar tenaganya
mampu membawa dan menarik alat pembajak sawah yang sangat berat dan hasil
bajakanya pun sangat baik.
Suatu pagi yang sangat cerah di desa itu matahari memberikan cahayanya menyinari
pedesaan itu hingga membuat suasana menjadi hangat. dua ekor kerbau berjalan
dengan membawa alat bajak di punggungnya kerbau-kerbau itu digiring oleh seorang
petani untuk membajak sawahnya saat kerbau-kerbau itu sampai di sawah, petani itu
mulai merakit alat bajaknya dengan penuh ketelitian. setelah selesai merakit alat
pembajaknya petani mulai menaruh alat bajanya itu di pundak ke dua kerbau tersebut.
Setelah selesai kerbau itu turun ke sawah dan petani segera menaiki alat pembajak itu
sambil memegang pecut petani itu memberi tanda kepada kerbau untuk segera
bergerak, mereka mulai membajak sawah itu dengan pelan. Hal tersebut ternyata
diperhatikan oleh dua ekor burung gagak mereka bertengger di atas pohon sambil
berbincang-bincang kedua burung gagak itu sangat kagum dengan kekuatan yang
dimiliki oleh kedua kerbau tersebut mereka tidak terlihat lelah menarik alat pembajak
yang di naiki oleh seorang petani. “Hei kau lihat itu, para kerbau dengan gagahnya
menarik alat bajak itu tanpa merasa sedikit lelah”. Salah satu burung gagak berkata,
“Ya aku lihat kedua kerbau melakukannya dengan sangat baik, tapi akupun memiliki
kemampuan seperti mereka” kata burung gagak “Hahha, kau berpikir mampu menarik
alat pembajak itu sendiri?”. Tanya salah satu burung gagak sambil tertawa “Jangan
meledekku seperti itu akan aku buktikan bahwa akupun mampu melakukannya bukan
hanya ke dua kerbau itu saja, tenaga ku cukup untuk melakukan apa yang dilakukan
oleh kerbau itu” celoteh sang gagak “baiklah coba kau buktikan aku hanya bisa
membawa satu buah jagung kesarang tidak pernah berpikir mampu melakukan apa
yang dilakukan oleh ke dua kerbau itu sekarang”. kata sang gagak dengan penuh
sadar.
Tidak lama kemudian ke dua kerbau dan petani itu melnyelesaikan pekerjaannya petani
itu turun dari alat pembajaknya mulai melepaskan alat itu dari pundak ke dua kerbau itu,
lalu dia meletakan alat pembajaknya di pinggir sawah. Lalu salah satu gagak itu terbang
mendekati dan bertengger pada alat pembajak itu, dia mencengkram alat pembajak
dengan sekuat tenaga dan mengibaskan sayapnya namun alat itu tidak bergerak sama
sekali dia mencoba lagi namun hasilnya tetap sama alat itu sama sekali tidak bergerak.
Lalu salah satu gagak lainnya mendekati gagak yang mencoba menggerakan alat
pembajak “Aku perhatikan alat ini sama sekali tidak bergerak, kini kau melihat
kesombongan membuatmu lupa diri”.