Anda di halaman 1dari 10

Cerita Hewan Fabel Singkat: Lebah dan Semut

Dahulu pada zaman Nabi Sulaiman, hidup banyak sekali lebah. Salah satu di antaranya adalah

Dodo. Dodo adalah anak lebah yang telah ditinggal mati ibunya. Waktu itu ibunya meninggal

digigit kalajengking. Kini ia hidup sebatang kara. Oleh karena itulah ia memutuskan untuk hidup

mengembara. Hingga akhirnya ia tiba di gurun pasir yang luas. Di tengah gurun itu Dodo merasa

haus dan lapar.

“Aku harus segera mencari makan dan air, tapi aku harus mencari di mana?” pikir Dodo. Tetapi

Dodo tidak mau menyerah. Ia bersikeras mencari makanan dan air. Setelah cukup lama terbang,

dari kejauhan Dodo melihat air dan makanan. Namun setelah mendekat, ternyata yang dilihatnya

hanyalah hamparan pasir yang luas. Maka dengan kekecewaan, Dodo kembali terbang

menyelusuri gurun. Tidak berapa lama kemudian ia bertemu dengan seekor semut yang sedang

kesusahan membawa telurnya. Dodo pun mendekati semut itu.

“Hai, semut. Siapakah namamu?”

“Namaku Didi. Namamu siapa?”

“Aku Dodo. Kamu mau jadi sahabatku?” Didi mengangguk senang.

“Baguslah! Kalau begitu mari kita mencari air dan makanan bersama?” Didi kembali

mengangguk.

Mereka bergegas pergi untuk mencari makanan. Setelah cukup lama menyusuri gurun, mereka

menemukan sebuah mata air yang berair bersih dan segar. Di samping mata air itu terdapat

sebatang pohon kurma yang berbuah lebat dan sangat manis. Didi dan Dodo sangat gembira.

Mereka segera minum dan makan sepuasnya.


Setelah mereka benar-benar kenyang, mereka segera mencari tempat tinggal. Dua hari kemudian

mereka menemukan tempat tinggal yang menurut mereka tepat. Yaitu di sebuah padang rumput

yang luas. Mereka tidak akan kekurangan makanan karena di tepi padang rumput itu terdapat

banyak pohon buah-buahan dan sebuah mata air yang sangat bersih. Didi dan Dodo hidup

dengan rukun. Semakin hari persahabatan mereka semakin erat. Mereka pun hidup dengan aman,

tenteram dan bahagia.


Cerita Hewan Fabel Singkat: Si Monyet Yang Nakal

Di sebuah hutan, tinggallah seekor monyet yang sangat nakal dan suka membuat kerusuhan. Dia

bernama Moli. Suatu hari Moli sedang berebut makanan dengan monyet lainnya. Padahal

makanan itu bukan milik Moli, tetapi ia tetap berniat untuk mendapatkannya.

“Hai, Moli. Jangan kau merebut makananku. Kenapa kau suka mengambil milik orang lain?”

“Biar saja, memangnyatidak boleh.terserah saya, dong!” akhirnya monyet pemilik makanan itu

mengalah kemudian monyet itu pulang dan menceritakan sikap Moli kepada warga di hutan.

Monyet itu juga menasehati warga hutan agar tidak berteman dengan Moli dan menjauhi Moli

yang nakal.

Sejak saat itu Moli merasa kesepian karena tidak ada satu hewan pun yang mau berteman

dengannya. Beberapa hari kemudian Moli bergegas pergi meninggalkan hutan. Ia berharap dapat

memperoleh teman di daerah lain. Sepanjang jalan Moli sangat murung. Hingga akhirnya ia

bertemu dengan seekor burung. Burung itu sangat heran meilat kemurungan Moli.

“Hai, teman. Mengapa wajahmu sangat murung?” sapa burung itu.

“Saya pergi dari huta. Karena semua hewan di huta selalu menganggapku jahil dan suka menang

sendiri!” jawab Moli.

“Tidak uash sedih, saya bisa membantumu.” Burung pun menasehati Moli agar tidak mengulangi

kesalahannyadan menghindari sifat nakalnya. Tetapi Moli tidak memperdulikan nasehat burung.

Moli justru merasa tersinggung, kemudian ia segera pergi meninggalkan tempat itu.

Sewaktu Moli melanjutkan perjalanan, ia bertemu dengan monyrt yang pernah diganggunya.

Tetapi Moli enggan meminta maaf, ia malah membuat keributan lagi dengan monyet itu. Mereka
pun saling adu mulut hingga akhirnya terjadi pertengkaran antara mereka. Di tengah

pertengkaran yang kemudian berlanjut pada perkelahian, Moli jatu terpeleset ke jurang yang

sangat dalam. Mulai saat itu tidak terdengar lagi kabar Moli, si monyet yang nakal.sepeninggal

Moli, suasana dalam hutan terasa aman tenteram dan damai.


Cerita Hewan Fabel Singkat: Kecerdikan Menumbuhkan Kebaikan

Di sebuah gurun pasir, hiduplah ular dan tikus pasir. Sebenarnya ular sangat ingin memangsa

tikus. Sedangkan tikus berusaha mencari akal agar ular tidak lagi berniat memangsanya. Saat itu

ular sangat lapar, padahal ia sedang tidak mempunyai sedikit pun makanan. Sedangkan tikus

yang berada tidak jauh dari ular sedang asyik melahap makanannya. Ular merasa tidak senang

melihat kelakuan tikus.

“Dengarkan ucapanku, wahai, tikus yang angkuh! Aku pasti akan mendapatkan tubuhmu yang

mungil dan lezat itu!” teriak ular mengancam tikus.

“Hei, Ular. Berusaha dan bekerjalah. Jangan hanya berani mengancam. Kalau hanya

mengancam, seekor semut pun bisa!” ular sangat marah mendengar ejekan tikus. Ia lalu kembali

ke sarangnya dengan perut yang lapar. Sedangkan tikus masih lahap dengan makanannya.

Waktu terus berjalan, tetapi ular tidak juga menemukan makanan. Ia juga enggan untuk keluar

dari sarangnya. Sementara itu tikus sudah lelap dalam sarangnya. Ular yang masih dalam

keadaan lapar segera mengandap-endap mendekati sarang tikus meski ia masih sangat kesal

terhadap tikus. Dan kini ular telah berada di sisi tikus yang sedang tidur pulas.

“Hei, Tikus. Aku sudah berada di sebelahmu dan siap untuk menyantapmu!” kata ular

mengagetkan tikus. Tikus segera terbangun dari tidurnya. Sambil berpura-pura menguap, ia

mulai memutar otak agar bisa lolos dari cengkraman ular.

“Tunggu dulu Ular, sahabatku. Kalau kau ingin memakanku, kau harus berpikir dulu. Kita hanya

berdua di sini, tidak ada hewan lain. Jika kau memakanku maka kau akan sendiri. Kau tidak akan

mempunyai teman yang dapat kauajak mencari makan. Kalau begitu kau tidak akan makan dan
akhirnya kau akan mati!” sejenak ular terdiam. Ia mencoba merenungkan nasehat tikus.

“Jadi kita tidak bisa hidup sendiri?”

“Tentu. Bukankah kita bisa berteman dan tentunya kita dapat mencari makan bersama. Bukankah

itu lebih menyenangkan daripada nantinya setelah kau memakanku kau hanya akan hidup

sendiri.” Ular mengangguk tanda mengerti.

“Baiklah kalau begitu maafkan aku!” Tikus pun memaafkan ular. Mereka tersenyum bahagia,

kemudian beranjak mencari makanan bersama-sama.

(Nurngaini Solihati, Teater Asba SMP Negeri 23 Purworejo, 2007)


Cerita Hewan Fabel Singkat: Pertolongan Membawa Bahagia

Di sebuah tembok rumah yang indah, terdapat beberapa ekor cicak yang sedang melata. Salah

satunya adalah cicak buruk rupa yang nasibnya selalu malang. Ia selalu diejek oleh teman-

temannya.

Suatu hari, ia merambat pada sebuah dinding sambil merenung. Berbagai bayangan dan impian

menyatu dalam pikirannya.

“Kenapa nasibku begitu malang? Kenapa semua teman-temanku selalu membenciku? Akankah

aku bahagia seperti hewan lain?” kata cicak. Tiba-tiba datang seekor nyamuk, sahabat cicak.

“Kenapa kau murung, wahai cicak?” tanya nyamuk khawatir

“Nyamuk sahabatku, kenapa aku merasa selalu malang?”

“Cicak, sebenarnya kau diciptakan penuh kelebihan. Kau dapat merambat di dinding tanpa jatuh.

Kau dapat mengecoh lawanmu dengan memutus ekormu saat kau ada dalam bahaya. Mengapa

kau masih saja bersedih?”

“Aku tidak disukai teman-temanku karena aku berwajah buruk!”

“Tenanglah, teman! Semuanya pasti akan berakhir, asalkan kau sabar.” Nyamuk terus menghibur

hati cicak.

“Terima kasih kau telah membuatku kembali bersemangat.” Nyamuk hanya tersenyum.

Kemudian pergi meninggalkan cicak.

Cicak pulang dengan hati yang tenang. Dalam hati ia berjanji untuk tidak menyakiti nyamuk,

apalagi memakannya. Di tengah jalan, ia melihat rombongan teman-temannya yang sedang


mencari makanan, yaitu nyamuk. Cicak berusaha mencegah. Ia takut kalau nyamuk sahabatnya

akan menjadi mangsa teman-temannya. Namun, teman-teman cicak justru marah ketika

mendengar larangan cicak. Cicak pun menggunakan berbagai cara untuk mencegah teman-

temannya.

“Nyamuk-nyamuk itu juga berhak hidup seperti kita. Jadi kita tidak berhak merampas kehidupan

yang diberikan Tuhan pada nyamuk nyamuk itu. Bukankah kita bisa mencari makanan yang lain,

yang tidak merugikan makhluk lain?” mendengar itu, cicak-cicak sadar kalau selama ini mereka

telah berbuat salah. Mereka segera meminta maaf pada cicak. Dan mereka berjanji tidak akan

menyakiti, bahkan memakan nyamuk lagi. Cicak merasa puas. Ia bisa menyadarkan teman-

temannya, juga melindungi nyamu, sahabatnya. Hari ini cicak sangat senang, karena hari ini ia

dapat berguna bagi makhluk lain.

(Ponimah, Teater Asba SMP Negeri 23 Purworejo, 2006)


Cerita Hewan Fabel Singkat: Katak dan Siput

Di sebuah sungai terdapat sekelompok katak yang sedang berenang. Salah satunya bernama

Kungkong. Kungkong mempunyai sifat baik hati. Suatu haru Kungkong bertemu dengan Pori,

siput yang hendak menyeberangi sungai. Padahal air sungai sedang meluap.Kungkong pun

berniat memberi bantuan.

“Hai Pori, apakah kau membutuhkan bantuanku?”

“O…aku tidak membutuhkan bantuanmu!”jawab Pori.

“Maaf jika kau merasa tersinggung, Pori.”

“Tidak, aku tidak tersinggung. Aku hanya akan membuktika kalau aku bukan hewan lemah yang

setiap saat perlu kau tolong!” jawab Pori sinis.

Dengan berjalan pelan-pelan, Pori mulai menunjukkan kehebatannya pada Kungkong. Namun

tanpa disangka, tubuh pori terseret arus sungai yang cukup besar. Pori berteriak minta tolong

“Tolong, tolong aku!” Kungkong yang telah pergi meninggalkan Pori mendengar teriakan Pori.

Sejenak ia terdiam sambil berusaha menangkap suara minta tolong yang datang dari arah sungai.

Kungkong berniat menolong, kemudian ia pun berlari menuju sungai.

Namun rupanya di tepi sungai sudah banyak hewan, termasuk teman-temannya. Kungkong pun

mengajak teman-temannya untuk menyelamatkan Pori.

“Untuk apa kita menyelamatkan Pori yang sombong dan tidak tahu terima kasih itu?” jawab

teman-temannya.
Dengan tekad yang bulat, kungkong menyelam dalam sungai seorang diri. Ia berusaha mencari

Pori yang ternyata ada di dekat bebatuan. Kungkong segera membawanya ke darat.

Setelah sadar dari pingsannya, Pori mengucapkan banyak terima kasih pada kungkong. Ia juga

meminta maaf atas perbuatannya. Pori juga merasa malu karena telah menghina maksud baik

Kungkong. Kungkong juga meminta maaf kata-katanya telah menyakiti hati Pori. Mereka

tersenyum bahagia. Mulai saat itu Kungkong dan Pori menjadi sahabat yang sangat erat.

(Rr. Tiyas Nurhayati, Teater Asba SMP Negeri 23 Purworejo, 2006)

Anda mungkin juga menyukai