berjalan
santai,
sedang
siput
segera
"Ya,"jawab Fox. "Tapi mereka mungkin tidak pernah mendengar berita itu. Selain
itu, saya mempunyai tugas yang sangat penting yang hampir saja saya
lupakan."
Ayam jantan itu tersenyum sambil membenamkan kepalanya kembali ke bawah
bulu sayapnya dan tidur, karena ia telah berhasil memperdaya musuhnya yang
sangat licik.
Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng ayam jantan yang
cerdik dan rubah yang licik ini adalah
Janganlah kita menipu orang lain, jadilah cerdik tetapi tidak licik.
hingga
sang
Bangau
menjadi
sangat
kecewa
karena
telah
dipermainkan.
Sang Bangau yang lapar dan merasa tidak senang, tetap berusaha untuk
tenang. Lalu kemudian sang Bangau balas mengundang sang Rubah
untuk makan siang keesokan hari di rumahnya.
Keesokan hari, tepat pada saat makan siang, sang Rubah tiba di rumah
sang Bangau yang menyediakan ikan yang sangat lezat sebagai menunya,
tetapi ikan tersebut di sajikan dalam sebuah guci tinggi yang mempunyai
mulut guci yang sempit. Sang Bangau dengan gampang memakan ikan
tersebut dengan paruhnya yang panjang sedangkan sang Rubah hanya
bisa menjilati pinggiran guci sambil mencium lezatnya makanan yang
tersaji. Saat sang Rubah menjadi marah, dengan tenangnya sang Bangau
tetangga-tetangga
dan
teman-teman
untuk
membantu
kita
memanennya."
Anak-anak
burung
Lark
yang
masih
muda
dan
kebetulan
mendengar
saat
para
pemanen
datang.
Ketika
induk
burung
datang
"Janganlah
mengatakan
takut
akan
anak-anakku,"
memanggil
kata
sang
tetangga
Induk
dan
Burung.
"Jika
petani
teman-temannya
untuk
datangnya bantuan dari teman-teman kita. Besok kita harus memulai pekerjaan
kita, tanpa bantuan orang lain."
Ketika burung Lark muda memberi tahu induknya tentang segala sesuatu yang
mereka dengar dari sang Petani, Induknya berkata:
Kalau begitu, kita harus meninggalkan sarang ini secepatnya. Saat seorang
manusia mengambil keputusan untuk mengerjakan pekerjaannya sendiri tanpa
tergantung pada orang lain, yakinlah bahwa mereka tidak akan menunda
pekerjaannya lagi."
Sore itu juga, semua anak-anak burung mengepak-ngepakkan sayapnya dan
mencoba untuk terbang, dan saat matahari terbit pada keesokan harinya, Petani
dan anak-anaknya mulai bekerja memotong dan memanen gandum yang telah
matang. Di ladang gandum tersebut, mereka menemukan sebuah sarang burung
Lark yang telah kosong dan ditinggalkan oleh penghuninya.
Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng burung lark yang
berasarang di ladang gandum ini adalah
Bekerja sendiri dan tidak bergantung pada bantuan orang lain, akan
terasa senangnya menikmati hasil dari usaha sendiri.
terima kasih! Lihat saja saya! Dulunya saat saya memberikan mereka susu,
mereka memberikan saya makanan yang enak, tetapi saat saya tidak lagi bisa
memberikan susu, saya dipaksa menarik gerobak dan bajak, dan tidak lagi
mendapatkan makanan lezat!"
Petapa yang sedih lalu bertanya kepada sebuah jalan.
"Tuan," kata sang Jalan, "betapa bodohnya engkau mengharapkan hal-hal yang
tidak mungkin! Lihatlah saya, sangat berguna ke semua orang, kaya, miskin,
besar, kecil, tetapi mereka tidak memberikan saya apa-apa selain debu dan
kotoran!"
Akhirnya petapa ini berbalik untuk kembali dan di tengah jalan dia bertemu
dengan seekor anjing hutan yang bertanya, "Ada masalah apa tuan Petapa?
Anda terlihat sangat sedih seperti ikan kehilangan air!"
Petapa lalu menceritakan segala hal yang terjadi. "Sungguh membingungkan!"
kata sang Anjing Hutan, maukah anda mengulang cerita anda kembali, karena
segalanya campur aduk?"
Lalu Petapa mengulangi ceritanya kembali, dan sang Anjing Hutan masih
menggeleng-gelengkan kepalanya tidak mengerti.
"Sangat aneh," katanya, "tetapi mari kita ke tempat kejadian, mungkin saya bisa
memberikan penilaian."
Berdua mereka menuju ke tempat kejadian di mana saat itu sang Harimau
sudah menunggu.
"Kamu pergi terlalu lama!" teriak sang Harimau, "tapi sekarang saya akhirnya
bisa memulai makan siangku."
Petapa menjadi ketakutan dan memohon.
"Tunggu sebentar, tuanku!" kata sang Petapa, "saya harus menjelaskan sesuatu
ke Anjing Hutan ini tentang kejadian tadi."
Sang Harimau setuju dan ikut mendengarkan penjelasan Petapa ke Anjing
Hutan.
"Oh, bodohnya saya!" teriak Anjing Hutan, "Jadi sang Petapa di dalam kandang,
dan sang Harimau kebetulan lewat...."
"Puuuh!" potong sang Harimau, "bodohnya kamu! Saya yang berada dalam
kandang"
"Tentu saja!" kata Anjing Hutan, berpura-pura gemetar ketakutan; "Ya! Saya
berada dalam kandang - tidak - duh, bodohnya saya? Coba saya lihat lagi Harimau ada di dalam Petapa, dan sebuah kandang kebetulan berjalan lewat tidak - sepertinya tidak begitu! duh, saya tidak akan pernah bisa mengerti!"
"Kamu bisa mengerti!" jawab sang Harimau sambil marah karena kebodohan
Anjing Hutan.
"Saya yang berada dalam kandang - apakah kamu mengerti?" tanya Harimau.
"Bagaimana anda bisa berada dalam kandang, tuan Harimau?" tanya Anjing
Hutan kembali.
"Bagaimana? cara biasa saja tentunya!" jawab Harimau.
"Kepalaku mulai pusing!, Jangan marah tuanku, tetapi yang anda maksud cara
biasa itu bagaimana?" tanya Anjing Hutan.
Harimau menjadi kehilangan kesabaran dan melompat masuk ke dalam
kandang, lalu berteriak, "Cara begini! Apakah kamu mengerti sekarang?"
"Mengerti dengan jelas!" jawab Anjing Hutan sambil tersenyum dan menutup
pintu kandang rapat-rapat, "menurut saya, sebaiknya anda tetap berada di
dalam kandang itu!"
Sang Petapa saat itu berterima kasih sekali kepada Anjing Hutan atas bantuan
dan kecerdikannya.
Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng harimau, petapa dan
anjing hutan yang cerdik ini adalah
Gunakanlah kecerdikanmu untuk membantu orang lain.
Ketika putri termuda yang cantik ini pulang kerumah, dimana saat itu
ibunya memarahinya karena menganggap putri termuda tersebut terlalu
lama kembali dari mengambil air.
"Saya minta maaf, mama," kata putri termuda, "karena saya terlambat
pulang."
Saat mengucapkan kata itu, dari mulutnya keluarlah dua buah bunga, dua
buah mutiara dan dua buah permata.
"Apa yang saya lihat itu?" kata ibunya dengan sangat terkejut, "Saya
melihat mutiara dan permata keluar dari mulutmu! Bagaimana hal ini bisa
terjadi, anakku?"
Untuk pertama kalinya ibunya memanggilnya dengan sebutan 'anakku'.
Putri termuda kemudian menceritakan semua kejadian yang dialami
secara terus terang, dan dari mulutnya juga berturut-turut keluarlah
permata yang tidak terhitung jumlahnya.
"Sungguh mengagumkan," kata ibunya, "Saya harus mengirim anakku
yang satu lagi kesana." Dia lalu memanggil putri tertua dan berkata
"Kemarilah, lihat apa yang keluar dari mulut adikmu ketika dia berbicara.
Apakah kamu tidak ingin memiliki hal yang dimiliki adikmu? Kamu harus
segera berangkat ke mata air tersebut dan apabila kamu menemui wanita
tua yang meminta kamu untuk mengambilkan air minum, ambilkanlah
untuknya dengan cara yang sangat sopan."
"Adik termuda pasti sangat senang melihat saya mengambil air dari mata
air yang jauh," katanya dengan cemberut.
"Kamu harus pergi, sekarang juga!" kata ibunya lagi.
Akhirnya putri tertua berangkat juga sambil mengomel di perjalanan,
sambil membawa kendi terbaik yang terbuat dari perak.
Tidak lama kemudian dia tiba di mata air tersebut, kemudian dia melihat
seorang wanita yang berpakaian sangat mewah keluar dari dalam hutan,
mendekatinya, dan memintanya untuk mengambilkan air minum. Wanita
ini sebenarnya adalah peri yang bertemu dengan adiknya, tetapi kali ini
peri tersebut menyamar menjadi seorang putri bangsawan.
"Apakah saya datang kesini," kata putri tertua dengan sangat sombong,
"hanya untuk memberikan kamu air? dan kamu pikir saya membawa
kendi perak ini untuk kamu? Kalau kamu memang mau minum, kamu
boleh meminumnya jika kamu merasa pantas."
"Kamu keterlaluan dan berlaku tidak sopan," jawab sang Peri, "Baiklah,
mulai sekarang, karena kamu sangat tidak sopan dan sombong, saya
akan memberikan kamu hadiah, dari setiap kata yang kamu ucapkan, dari
mulutmu akan keluar seekor ular atau seekor katak."
Saat dia pulang, ibunya yang melihat kedatangannya dengan gembira
menyambutnya dan bertanya:
"Bagaimana, anakku?"
"Bagaimana apanya, ma?" putri tertua menjawab dengan cara yang tidak
sopan, dan dari mulutnya keluarlah dua ekor ular berbisa dan dua ekor
katak.
"Oh! ampun," kata ibunya; "apa yang saya lihat ini? Oh! pastilah adik mu
yang sengaja telah merencanakan kejadian ini,
tapi dia akan
duaaaa..
tigaaaa..
begitu seterusnya sambil terus meloncat dari punggung buaya yang satu
ke buaya lainnya. Hingga akhirnya si Kancil sampai di seberang sungai.
Dan di dalam Hatinya tertawa, Mudah sekali ternyata.
Begitu sampai di seberang sungai, Kancil berkata pada buaya, Hai
buaya-buaya bodoh, sebetulnya tidak ada daging segar yang akan aku
bagikan. Tidakkah kau lihat bahwa aku tidak membawa sepotong daging
pun? Sebenarnya aku hanya ingin menyeberangi sungai ini, dan aku
butuh jembatan untuk lewat. Kalau begitu saya ucapkan terima kasih
pada kalian, dan mohon maaf kalau aku mengerjai kalian, kata si Kancil.
Haaaa!.huaaaaaahh sialan Kancil nakal, ternyata kita cuma
dibohongi. Awas kau kancil ya.. kalau ketemu lagi saya makan kamu,
kata buaya-buaya itu geram.
Si Kancil segera berlari menghilang di balik pepohonan dan menuju kebun
Pak Tani untuk mencari ketimun makanan kesukaannya.
Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng kurakura dan sepasang itik ini adalah
Rasa ingin tahu yang bodoh dan kesombongan dapat menyebabkan
kesialan.