Anda di halaman 1dari 25

DONGENG KANCIL DAN TIKUS |

DONGENG ANAK DUNIA


Di hutan hiduplah dua ekor kancil. Mereka bernama Kanca dan Manggut.
Kedua ekor kancil itu bersaudara. Manggut adalah kakak dari Kanca.
Sebaliknya, Kanca adalah adik dari Manggut. Walaupun mereka
bersaudara, tetapi sifat mereka sangatlah berbeda. Kanca rajin dan baik
hati. Sedangkan Manggut pemalas dan suka menjahili teman-temannya.
Pada suatu hari Manggut kelaparan. Tetapi Manggut malas mencari
makan. Akhirnya Manggut mencuri makanan Kanca. Waktu Kanca
menanyai kepada Manggut di mana makanannya, Manggut menjawab
dicuri tikus.
"Ah, mana mungkin dimakan tikus!" kata Kanca.
"Iya betul kok! Masa sama kakaknya tidak percaya!" jawab Manggut
berbohong.
Mulanya Kanca tidak percaya dengan omongan Manggut. Tetapi setelah
Manggut mengatakannya berkali-kali akhirnya Kanca percaya juga. Kanca
memanggil tikus ke rumahnya.
"Tikus, apakah kamu mencuri makananku?" tanya Kanca pada tikus.
"Ha? Mencuri? Berpikir saja aku belum pernah!" jawab tikus.
"Ah, si tikus! Kamu ini membela diri saja! Sudah, Kanca! Dia pasti
berbohong," kata Manggut.
"Ya, sudahlah! Tikus, sebagai gantinya ambilkan makanan di seberang
sungai sana. Tadi aku juga mengambil makanan dari sana!" kata Kanca
mengakhiri percakapan.
Tikus berjalan ke tepi sungai. Ia menaiki perahu kecil untuk menuju
seberang sungai. Sebenarnya tikus tahu kalau Manggut yang mencuri
makanan.
Sementara itu, di bagian sungai yang lain, Manggut cepat-cepat
menyeberangi sungai. Ia hendak memasang perangkap tikus agar tikus
terperangkap.

Ketika tikus hampir mendekati seberang sungai, tikus melihat perangkap.


Tikus yakin kalau perangkap itu dipasang oleh Manggut. Tiba-tiba tikus
mendapat ide. Tikus berpura-pura tenggelam dalam sungai.
"Aaa...Manggut, tolong aku...!" teriak tikus.
Mendengar itu Manggut segera menolong tikus. Tikus meminta Manggut
mengantarkannya ke seberang sungai. Manggut tidak bisa berbuat apaapa. Ia mengantarkan tikus ke seberang sungai.
Sesampai di seberang sungai tikus meminta Manggut menemani tikus
mengambil makanan. Karena Manggut tidak hati-hati, kakinya
terperangkap dalam perangkap tikus. Manggut menyesali perbuatan
buruknya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

DONGENG si KANCIL DAN SIPUT | DONGENG ANAK DUNIA


Suatu hari angin berhembus semilir-semilir membuat penghuni hutan
mengantuk. Begitu juga dengan si kancil. Untuk mengusir rasa kantuknya
si kancil berjalan-jalan di hutan sambil membusungkan dadanya.
Sambil berjalan si kancil berkata, "Siapa yang tak kenal kancil. Si pintar,
si cerdik dan si pemberani. Setiap masalah pasti selesai olehku."
Ketika sampai di sungai, si kancil segera minum untuk menghilangkan
rasa hausnya. Air yang begitu jernih membuat si kancil dapat berkaca. Si
kancil berkata-kata sendirian.
"Buaya, gajah, harimau semuanya binatang bodoh, jika berhadapan
denganku mereka dapat aku perdaya."
Si kancil tidak tahu kalau ia daritadi sedang diperhatikan oleh seekor siput
yang sedang duduk di bongkahan batu yang besar.
Si siput berkata, "Hei kancil, kau asyik sekali berbicara sendirian. Ada
apa? Kamu sedang bergembira?"
Kancil mencari-cari sumber suara itu. Akhirnya si kancil menemukan letak
si siput.
"Rupanya sudah lama kau memperhatikanku ya? Siput yang kecil dan
imut-imut. Eh bukan! Kamu memang kecil tapi tidak imut-imut,
melainkan jelek bagai kotoran ayam," ujar si kancil.
Siput terkejut mendengar ucapan si kancil yang telah menghina dan
membuatnya jengkel.
Lalu siput pun berkata, "hai kancil! kamu memang cerdik dan pemberani
karena itu aku menantangmu lomba adu cepat."
Akhirnya mereka setuju perlombaan dilakukan minggu depan. Setelah si
kancil pergi, siput segera memanggil dan mengumpulkan temantemannya.
Si siput meminta tolong teman-temannya agar waktu perlombaan nanti
semuanya harus berada di jalur lomba.
"Jangan lupa, kalian bersembunyi di balik bongkahan batu, dan salah satu
harus segera muncul jika si kancil memanggil, dengan begitu kita selalu
berada di depan si kancil," kata siput.

Hari yang dinanti tiba. Si kancil datang dengan sombongnya, merasa ia


pasti akan sangat mudah memenangkan perlombaan ini. Siput
mempersilahkan kancil untuk berlari duluan dan memanggilnya untuk
memastikan sudah sampai mana ia sampai.
Perlombaan dimulai. Kancil
menyelam ke dalam air.

berjalan

santai,

sedang

siput

segera

Setelah beberapa langkah, si kancil memanggil siput. Tiba-tiba siput


muncul di depan kancil sambil berseru, "hai kancil! aku sudah sampai
sini."
Si kancil terheran-heran, segera ia mempercepat langkahnya. Kemudian
ia memanggil si siput lagi. Ternyata siput juga sudah berada di depannya.
Akhirnya si kancil berlari tetapi ia panggil si siput, ia selalu muncul di
depan kancil. Keringatnya bercucuran, kakinya terasa lemas dan nafasnya
tersengal-sengal.
Ketika hampir finish, ia memanggil siput, tetapi tidak ada jawaban. Si
kancil berpikir siput sudah tertinggal jauh dan ia akan menjadi pemenang
perlombaan.
Si kancil berhenti berlari, ia berjalan santai sambil beristirahat. Dengan
senyum sinis kancil berkata," kancil memang tiada duanya."
Si kancil dikagetkan ketika ia mendengar suara siput yang sudah duduk di
atas batu besar.
"Oh kasihan sekali kau kancil. Kelihatannya sangat lelah, capai ya
berlari?" ejek siput.
Tidak mungkin! Bagaimana kamu bisa lebih dulu sampai, padahal aku
berlari sangat kencang," seru si kancil.
"Sudahlah akui saja kekalahanmu," ujar siput.
Si kancil masih heran dan tak percaya kalau ia dikalahkan oleh binatang
yang lebih kecil darinya. Si kancil menundukkan kepala dan mengakui
kekalahannya.
"Sudahlah tidak usah sedih, aku tidak minta hadiah kok. Aku hanya ingin
kamu ingat satu hal, janganlah sombong dengan kepandaian dan
kecerdikanmu. Semua binatang mempunyai kelebihan dan kekurangan
masing-masing, jadi jangan suka menghina dan menyepelekan mereka,"
ujar siput.

Siput segera menyelam ke dalam sungai. Tinggalah si kancil dengan rasa


menyesal dan malu.

Dongeng Ayam Jantan yang Cerdik dan Rubah yang


Licik (Aesop
Dongeng ayam jantan yang cerdik dan rubah yang licik - Suatu senja saat
matahari mulai tenggelam, seekor ayam jantan terbang ke dahan pohon
untuk bertengger. Sebelum dia beristirahat dengan santai, dia
mengepakkan sayapnya tiga kali dan berkokok dengan keras. Saat dia
akan meletakkan kepalanya di bawah sayap-nya, mata nya menangkap
sesuatu yang berwarna merah dan sekilas hidung yang panjang dari
seekor rubah.
"Sudahkah kamu mendengar berita yang bagus?" teriak sang Rubah dengan
cara yang sangat menyenangkan dan bersemangat.
"Kabar apa?" tanya sang Ayam Jantan dengan tenang. Tapi dia merasa sedikit
aneh dan sedikit gugup, karena sebenarnya sang Ayam takut kepada sang
Rubah.
"Keluargamu dan keluarga saya dan semua hewan lainnya telah sepakat untuk
melupakan perbedaan mereka dan hidup dalam perdamaian dan persahabatan
mulai dari sekarang sampai selamanya. Cobalah pikirkan berita bagus ini! Aku
menjadi tidak sabar untuk memeluk kamu! Turunlah ke sini, teman, dan mari
kita rayakan dengan gembira."
"Bagus sekali!" kata sang Ayam Jantan. "Saya sangat senang mendengar berita
ini." Tapi sang Ayam berbicara sambil menjinjitkan kakinya seolah-olah melihat
dan menantikan kedatangan sesuatu dari kejauhan.
"Apa yang kau lihat?"tanya sang Rubah sedikit cemas.
"Saya melihat sepasang Anjing datang kemari. Mereka pasti telah mendengar
kabar baik ini dan -"
Tapi sang Rubah tidak menunggu lebih lama lagi untuk mendengar perkataan
sang Ayam dan mulai berlari menjauh.
"Tunggu," teriak sang Ayam Jantan tersebut. "Mengapa engkau lari? sekarang
anjing adalah teman-teman kamu juga!"

"Ya,"jawab Fox. "Tapi mereka mungkin tidak pernah mendengar berita itu. Selain
itu, saya mempunyai tugas yang sangat penting yang hampir saja saya
lupakan."
Ayam jantan itu tersenyum sambil membenamkan kepalanya kembali ke bawah
bulu sayapnya dan tidur, karena ia telah berhasil memperdaya musuhnya yang
sangat licik.
Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng ayam jantan yang
cerdik dan rubah yang licik ini adalah
Janganlah kita menipu orang lain, jadilah cerdik tetapi tidak licik.

Dongeng Bangau dan Rubah Makan


Bersama (Aesop)
Dongeng bangan dan rubah makan bersama- Suatu hari seekor rubah
memikirkan rencana untuk mempermaikan temannya - seekor burung
bangau yang penampilannya selalu membuat sang Rubah tertawa.
"Kamu harus datang dan menikmati makan siang bersamaku hari ini,"
kata sang Rubah kepada sang Bangau, sambil tersenyum-senyum karena
memikirkan gurauan yang akan diperbuat olehnya. Sang Bangau dengan
senang menerima undangan dari sang Rubah dan datang pada siang hari
itu.
Untuk makan siang, sang Rubah menyiapkan sup yang disajikan pada
piring yang sangat ceper dan hampir datar, sehingga sang Bangau tidak
bisa menikmati sup tersebut, hanya ujung paruhnya saja yang bisa
menyentuh air sup. Tak setetes sup yang bisa di minumnya, sedangkan
sang Rubah menjilati sup tersebut dengan gampangnya sambil tertawatawa

hingga

sang

Bangau

menjadi

sangat

kecewa

karena

telah

dipermainkan.
Sang Bangau yang lapar dan merasa tidak senang, tetap berusaha untuk
tenang. Lalu kemudian sang Bangau balas mengundang sang Rubah
untuk makan siang keesokan hari di rumahnya.
Keesokan hari, tepat pada saat makan siang, sang Rubah tiba di rumah
sang Bangau yang menyediakan ikan yang sangat lezat sebagai menunya,
tetapi ikan tersebut di sajikan dalam sebuah guci tinggi yang mempunyai
mulut guci yang sempit. Sang Bangau dengan gampang memakan ikan
tersebut dengan paruhnya yang panjang sedangkan sang Rubah hanya
bisa menjilati pinggiran guci sambil mencium lezatnya makanan yang
tersaji. Saat sang Rubah menjadi marah, dengan tenangnya sang Bangau

berkata: "Jangan mempermainkan orang karena kamu sendiri pasti tidak


suka untuk dipermainkan".
Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng bangau dan
rubah makan bersama ini adalah
Janganlah mempermainkan orang lain karena kita juga tidak suka
jika dipermainkan orang lain.

Dongeng Burung Lark yang Bersarang di Ladang Gandum (Aesop)

Dongeng burung lark yang bersarang di ladang gandum - Seekor burung


Lark (burung jenis ini tidak membangun sarangnya di pohon, tetapi di
permukaan tanah) membangun sarangnya di permukaan tanah pada
suatu ladang gandum. Seiring dengan berjalannya waktu, gandum ini
tumbuh makin tinggi, begitu pula dengan anak-anak burung Lark yang
tumbuh makin kuat. Suatu hari, ketika biji-biji gandum yang terlihat
kuning keemasan terayun-ayun saat tertiup angin, sang Petani dan
anaknya datang ke ladang tersebut.
"Gandum ini telah siap untuk kita panen," kata sang Petani. "Kita harus
memanggil

tetangga-tetangga

dan

teman-teman

untuk

membantu

kita

memanennya."
Anak-anak

burung

Lark

yang

masih

muda

dan

kebetulan

mendengar

pembicaraan tersebut menjadi takut, karena mereka mengerti bahwa hidup


mereka berada dalam keadaan bahaya apabila mereka tidak pindah dari
sarangnya

saat

para

pemanen

datang.

Ketika

induk

burung

datang

membawakan mereka makanan, mereka langsung menceritakan apa yang telah


mereka dengarkan.

"Janganlah
mengatakan

takut
akan

anak-anakku,"
memanggil

kata

sang

tetangga

Induk
dan

Burung.

"Jika

petani

teman-temannya

untuk

membantunya mengerjakan pekerjaannya, gandum-gandum ini tidak akan


dipanen dalam waktu dekat.
Beberapa hari kemudian, gandum-gandum di ladang menjadi sangat matang,
dan disaat angin bertiup menggoyangkan batangnya, beberapa butir biji gandum
jatuh bertaburan di atas kepala burung Lark yang masih muda.
"Jika gandum ini tidak kita panen dalam waktu dekat," kata sang Petani, "kita
akan kehilangan setengah dari hasil panen. Kita tidak dapat menunggu

datangnya bantuan dari teman-teman kita. Besok kita harus memulai pekerjaan
kita, tanpa bantuan orang lain."
Ketika burung Lark muda memberi tahu induknya tentang segala sesuatu yang
mereka dengar dari sang Petani, Induknya berkata:
Kalau begitu, kita harus meninggalkan sarang ini secepatnya. Saat seorang
manusia mengambil keputusan untuk mengerjakan pekerjaannya sendiri tanpa
tergantung pada orang lain, yakinlah bahwa mereka tidak akan menunda
pekerjaannya lagi."
Sore itu juga, semua anak-anak burung mengepak-ngepakkan sayapnya dan
mencoba untuk terbang, dan saat matahari terbit pada keesokan harinya, Petani
dan anak-anaknya mulai bekerja memotong dan memanen gandum yang telah
matang. Di ladang gandum tersebut, mereka menemukan sebuah sarang burung
Lark yang telah kosong dan ditinggalkan oleh penghuninya.
Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng burung lark yang
berasarang di ladang gandum ini adalah
Bekerja sendiri dan tidak bergantung pada bantuan orang lain, akan
terasa senangnya menikmati hasil dari usaha sendiri.

Dongeng Harimau, Petapa, dan Anjing Hutan yang cerdik


(Joseph Jacobs)
Dongeng harimau, petapa dan anjing hutan yang cerdik - Suatu masa,
seekor harimau terperangkap dalam satu perangkap kandang. Harimau
tersebut mencoba dengan sia-sia untuk lolos dari tiang-tiang besi
kandang dan berguling-guling dalam keadaan marah dan sedih ketika
gagal lepas dari perangkap.
Kebetulan saat itu lewatlah seorang petapa. "Lepaskan saya dari kurungan ini,
oh petapa yang saleh!" teriak sang Harimau.
"Tidak, temanku," balas Petapa secara halus, "Kamu mungkin akan memangsa
saya jika saya melakukannya."
"Tidak akan!" sumpah sang Harimau; "sebaliknya, Saya akan sangat berterima
kasih sekali dan akan menjadi budakmu!"
Setelah sang Harimau menangis dan mengeluh sambil menggerutu, hati petapa
menjadi lunak dan akhirnya membuka pintu kandang. Melompatlah sang
Harimau keluar, menerjang petapa yang sial, lalu berteriak, "Betapa bodohnya
kamu! Tak ada yang bisa menghalangi saya untuk memangsa kamu sekarang,
apalagi saya sangat lapar sekali!"
Dengan ketakutan sang Petapa memohon agar dibiarkan hidup; akhirnya sang
Petapa berjanji akan bertanya kepada tiga mahluk tentang keadilan dan Petapa
itu juga berjanji akan memenuhi keputusan yang diberikan oleh tiga mahluk
tersebut.
Jadilah Petapa itu bertanya kepada sebuah pohon yang besar tentang hal
keadilan, dan sang Pohon menjawab dengan dingin, "Apa yang kamu keluhkan?
Saya memberikan keteduhan dan tempat bernaung bagi semua yang lewat, dan
mereka membalas ku dengan mematahkan cabang-cabangku untuk dimakankan
ke ternak mereka? Jangan cengeng, bertindaklah seperti laki-laki!"
Kemudian petapa dengan hati sedih, melihat seekor sapi yang menarik gerobak
dan bertanya tentang keadilan, "Kamu sangat bodoh karena mengharapkan

terima kasih! Lihat saja saya! Dulunya saat saya memberikan mereka susu,
mereka memberikan saya makanan yang enak, tetapi saat saya tidak lagi bisa
memberikan susu, saya dipaksa menarik gerobak dan bajak, dan tidak lagi
mendapatkan makanan lezat!"
Petapa yang sedih lalu bertanya kepada sebuah jalan.
"Tuan," kata sang Jalan, "betapa bodohnya engkau mengharapkan hal-hal yang
tidak mungkin! Lihatlah saya, sangat berguna ke semua orang, kaya, miskin,
besar, kecil, tetapi mereka tidak memberikan saya apa-apa selain debu dan
kotoran!"
Akhirnya petapa ini berbalik untuk kembali dan di tengah jalan dia bertemu
dengan seekor anjing hutan yang bertanya, "Ada masalah apa tuan Petapa?
Anda terlihat sangat sedih seperti ikan kehilangan air!"
Petapa lalu menceritakan segala hal yang terjadi. "Sungguh membingungkan!"
kata sang Anjing Hutan, maukah anda mengulang cerita anda kembali, karena
segalanya campur aduk?"
Lalu Petapa mengulangi ceritanya kembali, dan sang Anjing Hutan masih
menggeleng-gelengkan kepalanya tidak mengerti.
"Sangat aneh," katanya, "tetapi mari kita ke tempat kejadian, mungkin saya bisa
memberikan penilaian."
Berdua mereka menuju ke tempat kejadian di mana saat itu sang Harimau
sudah menunggu.
"Kamu pergi terlalu lama!" teriak sang Harimau, "tapi sekarang saya akhirnya
bisa memulai makan siangku."
Petapa menjadi ketakutan dan memohon.
"Tunggu sebentar, tuanku!" kata sang Petapa, "saya harus menjelaskan sesuatu
ke Anjing Hutan ini tentang kejadian tadi."
Sang Harimau setuju dan ikut mendengarkan penjelasan Petapa ke Anjing
Hutan.
"Oh, bodohnya saya!" teriak Anjing Hutan, "Jadi sang Petapa di dalam kandang,
dan sang Harimau kebetulan lewat...."

"Puuuh!" potong sang Harimau, "bodohnya kamu! Saya yang berada dalam
kandang"
"Tentu saja!" kata Anjing Hutan, berpura-pura gemetar ketakutan; "Ya! Saya
berada dalam kandang - tidak - duh, bodohnya saya? Coba saya lihat lagi Harimau ada di dalam Petapa, dan sebuah kandang kebetulan berjalan lewat tidak - sepertinya tidak begitu! duh, saya tidak akan pernah bisa mengerti!"
"Kamu bisa mengerti!" jawab sang Harimau sambil marah karena kebodohan
Anjing Hutan.
"Saya yang berada dalam kandang - apakah kamu mengerti?" tanya Harimau.
"Bagaimana anda bisa berada dalam kandang, tuan Harimau?" tanya Anjing
Hutan kembali.
"Bagaimana? cara biasa saja tentunya!" jawab Harimau.
"Kepalaku mulai pusing!, Jangan marah tuanku, tetapi yang anda maksud cara
biasa itu bagaimana?" tanya Anjing Hutan.
Harimau menjadi kehilangan kesabaran dan melompat masuk ke dalam
kandang, lalu berteriak, "Cara begini! Apakah kamu mengerti sekarang?"
"Mengerti dengan jelas!" jawab Anjing Hutan sambil tersenyum dan menutup
pintu kandang rapat-rapat, "menurut saya, sebaiknya anda tetap berada di
dalam kandang itu!"
Sang Petapa saat itu berterima kasih sekali kepada Anjing Hutan atas bantuan
dan kecerdikannya.
Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng harimau, petapa dan
anjing hutan yang cerdik ini adalah
Gunakanlah kecerdikanmu untuk membantu orang lain.

Dongeng Ikan Emas Ajaib


Pada zaman dahulu kala, di sebuah pulau bernama Buyan, tinggalah sepasang kakek
dan nenek yang sangat miskin. Mata pencaharian si kakek adalah mencari ikan di laut.
Meski hampir setiap hari kakek pergi menjala ikan, namun hasil yang didapat hanya
cukup untuk makan sehari-hari saja. Suatu hari ketika si kakek sedang menjala ikan,
tiba-tiba jalanya terasa sangat berat. Seperti ada ikan raksasa yang terperangkap di
dalamnya.
Ah, pasti ikan yang sangat besar, pikir si kakek.
Dengan sekuat tenaga si kakek menarik jalanya. Namun ternyata tidak ada apapun
kecuali seekor ikan kecil yang tersangkut di jalanya. Rupanya ikan kecil itu bukan ikan
biasa, badannya berkilau seperti emas dan bisa berbicara seperti layaknya manusia.
Kakek, tolong lepaskan aku. Aku akan mengabulkan semua permintaanmu! kata si
ikan
emas.
Si kakek berpikir sejenak, lalu katanya, aku tidak memerlukan apapun darimu, tapi aku
akan melepaskanmu. Pergilah!.
Kakek melepaskan ikan emas itu kembali ke laut, lalu dia pun kembali pulang.
Sesampainya di rumah, nenek menanyakan hasil tangkapan kakek.
Hari ini aku hanya mendapatkan satu ekor ikan emas, dan itupun sudah aku lepas
kembali, kata kakek, aku yakin kalau itu adalah ikan ajaib, karena dia bisa berbicara.
Katanya
dia
akan
memberiku
imbalan
jika
aku
mau
melepaskannya.
Lalu
apa
yang
kau
minta,
tanya
nenek.
Tidak
ada,
kata
kakek.
Oh, alangkah bodohnya! seru nenek. Setidaknya kau bisa meminta roti untuk kita
makan. Pergilah dan minta padanya! Maka dengan segan kakek kembali ke tepi pantai
dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!
Tiba-tiba si ikan emas muncul di permukaan laut. Apa yang kau inginkan, kek?
katanya.
Istriku marah padaku, berikan aku roti untuk makan malam, maka dia akan
memaafkanku!
pinta
si
kakek.
Pulanglah! Aku telah mengirimkan roti yang banyak ke rumahmu. kata si ikan.
Maka pulanglah si kakek. Setibanya di rumah, didapatinya meja makan telah penuh
dengan
roti.
Tapi
istrinya
masih
tampak
marah
padanya,
katanya:
Kita telah punya banyak roti, tapi wastafel kita rusak, aku tidak bisa mencuci piring.
Pergilah kembali ke laut, dan mintalah ikan ajaib memberikan kita wastafel yang baru!
kata
nenek.
Terpaksa si kakek kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...

Kabulkan keinginan kami!


ups!
ikan
emas
muncul,
Apa
lagi
yang
kau
inginkan,
kek?
Nenek menyuruhku memintamu agar memberikan kami wastafel yang baru, pinta
kakek.
Baiklah, kata ikan. Kau boleh memiliki wastafel baru juga.
Si kakek pun kembali pulang. Belum lagi menginjak halaman, si nenek sudah
menghadangnya. Pergilah lagi! Mintalah pada si ikan emas untuk membuatkan kita
sebuah rumah baru. Kta tidak bisa tinggal di sini terus, rumah ini sudah hampir roboh.
Maka si kakek pun kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!
Dalam sekejap ikan emas itu muncul di hadapan si kakek, apa yang kau inginkan lagi,
kakek?
Buatkanlah kami rumah baru! pinta kakek, istriku sangat marah, dia tidak ingin
tinggal di rumah kami yang lama karena rumah itu sudah hampir roboh.
Tenanglah kek! Pulanglah! Keinginanmu sudah kukabulkan.
Kakek pun pulang. Sesampainya di rumah, dilihatnya bahwa rumahnya telah menjadi
baru. Rumah yang indah dan terbuat dari kayu yang kuat. Dan di depan pintu rumah itu,
nenek sedang menunggunya dengan wajah yang tampak jauh lebih marah dari
sebelumnya.
Dasar kakek bodoh! Jangan kira aku akan merasa puas hanya dengan membuatkanku
rumah baru ini. Pergilah kembali, dan mintalah pada ikan emas itu bahwa aku tidak mau
menjadi istri nelayan. Aku ingin menjadi nyonya bangsawan. Sehingga orang lain akan
menuruti
keinginanku
dan
menghormatiku!
Untuk kesekian kalinya, si kakek kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!
Dalam sekejap ikan emas itu muncul di hadapan si kakek, apa yang kau inginkan lagi,
kakek?
Istriku tidak bisa membuatku tenang. Dia bahkan semakin marah. Katanya dia sudah
lelah menjadi istri nelayan dan ingin menjadi nyonya bangsawan pinta kakek
Baiklah. Pulanglah! Keinginanmu sudah dikabulkan! kata ikan emas.
Alangkah terkejutnya si kakek ketika kembali ternyata kini rumahnya telah berubah
menjadi sebuah rumah yang megah. Terbuat dari batu yang kuat, tiga lantai tingginya,
dengan banyak sekali pelayan di dalamnya. Si kakek melihat istrinya sedang duduk di
sebuah kursi tinggi sibuk memberi perintah kepada para pelayan.
halo
istriku,
sapa
si
kakek.
Betapa tidak sopannya, kata si nenek. Berani sekali kau mengaku sebagai suamiku.
Pelayan! Bawa dia ke gudang dan beri dia 40 cambukan!
Segera saja beberapa pelayan menyeret si kakek ke gudang dan mencambuknya sampai
si kakek hampir tidak bisa berdiri. Hari berikutnya istrinya memerintahkan kakek untuk
bekerja sebagai tukang kebun. Tugasnya adalah menyapu halaman dan merawat kebun.
Dasar perempuan jahat! pikir si kakek. Aku sudah memberikan dia keberuntungan
tapi dia bahkan tidak mau mengakuiku sebagai suaminya.
Lama kelamaan si nenek bosan menjadi nyonya bangsawan, maka dia kembali
memanggil si kakek: Hai lelaki tua, pergilah kembali kepada ikan emasmu dan katakan
ini padanya: aku tidak mau lagi menjadi nyonya bangsawan, aku mau menjadi ratu.
Maka kembalilah si kakek ke tepi laut dan berseru
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...

Kabulkan keinginan kami!


Dalam sekejap ikan emas itu muncul di hadapan si kakek, apa yang kau inginkan lagi,
kakek?
Istriku semakin keterlaluan. Dia tidak ingin lagi menjadi nyonya bangsawan, tapi ingin
menjadi
ratu.
Baiklah. Pulanglah! Keinginanmu sudah dikabulkan! kata ikan emas.
Sesampainya kakek di tempat dulu rumahnya berdiri, kini tampak olehnya sebuah istana
beratap emas dengan para penjaga berlalu lalang. Istrinya yang kini berpakainan
layaknya seorang ratu berdiri di balkon dikelilingi para jendral dan gubernur. Dan begitu
dia mengangkat tangannya, drum akan berbunyi diiringi musik dan para tentara akan
bersorak sorai.
Setelah sekian lama, si nenek kembali bosan menjadi seorang ratu. Maka dia
memerintahkan para jendral untuk menemukan si kakek dan membawanya ke
hadapannya. Seluruh istana sibuk mencari si kakek. Akhirnya mereka menemukan kakek
di kebun dan membawanya menghadap ratu.
Dengar lelaki tua! Kau harus pergi menemui ikan emasmu! Katakan padanya bahwa aku
tidak mau lagi menjadi ratu. Aku mau menjadi dewi laut sehingga semua laut dan ikanikan
di
seluruh
dunia
menuruti
perintahku.
Kakek terkejut mendengar permintaan istrinya, dia mencoba menolaknya. Tapi apa daya
nyawanya adalah taruhannya, maka dia terpaksa kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!
Kali ini si ikan emas tidak muncul di hadapannya. Kakek mencoba memanggil lagi,
namun si ikan emas tetap tidak mau muncul di hadapannya. Dia mencoba memanggil
untuk ketiga kalinya. Tiba-tiba laut mulai bergolak dan bergemuruh. Dan ketika mulai
mereda muncullah si ikan emas, apa yang kau inginkan lagi, kakek?
Istriku benar-benar telah menjadi gila, kata kakek. Dia tidak mau lagi menjadi ratu
tapi ingin menjadi dewi laut yang bisa mengatur lautan dan memerintah semua ikan.
Si ikan emas terdiam dan tanpa mengatakan apapun dia kembali menghilang ke dalam
laut. Si kakek pun terpaksa kembali pulang. Dia hampir tidak percaya pada
penglihatannya ketika menyadari bahwa istana yang megah dan semua isinya telah
hilang. Kini di tempat itu, berdiri sebuah gubuk reot yang dulu ditinggalinya. Dan di
dalamnya duduklah si nenek dengan pakaiannya yang compang-camping. Mereka
kembali hidup seperti dulu. Kakek kembali melaut. Namun seberapa kerasnya pun kakek
bekerja, hasil yang didapat hanya cukup untuk makan sehari-hari saja.

Dongeng Katak dan Permata (Charles


Perrault)
Dongeng katak dan permata - Pada suatu masa, ada seorang wanita yang
telah menjanda dan memiliki dua orang putri. Putri tertua memiliki wajah
dan perangai yang sangat mirip dengan ibunya sehingga orang sering
berkata bahwa siapapun yang melihat putri tertua tersebut, sama dengan
melihat ibunya. Mereka berdua mempunyai sifat jelek yang sama, sangat
sombong dan tidak pernah menghargai orang lain.
Putri yang termuda, merupakan gambaran dari ayahnya yang telah
meninggal, sama-sama memiliki sifat baik hati, senang membantu orang
dan sangat sopan. Banyak yang menganggap bahwa putri termuda adalah
wanita yang tercantik yang pernah mereka lihat.
Karena kecenderungan orang untuk menyukai hal yang sama dengan diri
mereka, ibunya menjadi sangat sayang kepada putri yang tertua,
sedangkan putri yang termuda diperlakukan dengan buruk, putri termuda
sering disuruhnya bekerja tanpa henti dan tidak boleh bersama mereka
makan di meja makan. Dia hanya diperbolehkan makan di ruang dapur
sendiri saja.
Putri yang termuda sering dipaksa dua kali sehari untuk mengambil air
dari sumur yang letaknya sangat jauh dari rumah mereka. Suatu hari
ketika putri yang termuda berada di mata air ini, datanglah seorang
wanita tua yang kelihatan sangat miskin, yang memintanya untuk
mengambilkan dirinya air minum.
"Oh! ya, dengan senang hati," kata gadis cantik ini yang dengan segera
mengambil kendinya, mengambil air dari tempat yang paling jernih di
mata air tersebut, dan memberikan kepada wanita itu, sambil membantu
memegang kendinya agar wanita tua itu dapat minum dengan mudah.
Setelah minum, wanita tersebut berkata kepada putri termuda:
"Kamu sangat cantik, sangat baik budi dan sangat sopan, saya tidak bisa
tidak memberikan kamu hadiah." Ternyata wanita tua tersebut adalah
seorang peri yang menyamar menjadi wanita tua yang miskin untuk
melihat seberapa jauh kebaikan hati dan kesopanan putri termuda. "Saya
akan memberikan kamu sebuah hadiah," lanjut sang Peri, "Mulai saat ini,
dari setiap kata yang kamu ucapkan, dari mulutmu akan keluar sebuah
bunga atau sebuah batu berharga."

Ketika putri termuda yang cantik ini pulang kerumah, dimana saat itu
ibunya memarahinya karena menganggap putri termuda tersebut terlalu
lama kembali dari mengambil air.
"Saya minta maaf, mama," kata putri termuda, "karena saya terlambat
pulang."
Saat mengucapkan kata itu, dari mulutnya keluarlah dua buah bunga, dua
buah mutiara dan dua buah permata.
"Apa yang saya lihat itu?" kata ibunya dengan sangat terkejut, "Saya
melihat mutiara dan permata keluar dari mulutmu! Bagaimana hal ini bisa
terjadi, anakku?"
Untuk pertama kalinya ibunya memanggilnya dengan sebutan 'anakku'.
Putri termuda kemudian menceritakan semua kejadian yang dialami
secara terus terang, dan dari mulutnya juga berturut-turut keluarlah
permata yang tidak terhitung jumlahnya.
"Sungguh mengagumkan," kata ibunya, "Saya harus mengirim anakku
yang satu lagi kesana." Dia lalu memanggil putri tertua dan berkata
"Kemarilah, lihat apa yang keluar dari mulut adikmu ketika dia berbicara.
Apakah kamu tidak ingin memiliki hal yang dimiliki adikmu? Kamu harus
segera berangkat ke mata air tersebut dan apabila kamu menemui wanita
tua yang meminta kamu untuk mengambilkan air minum, ambilkanlah
untuknya dengan cara yang sangat sopan."
"Adik termuda pasti sangat senang melihat saya mengambil air dari mata
air yang jauh," katanya dengan cemberut.
"Kamu harus pergi, sekarang juga!" kata ibunya lagi.
Akhirnya putri tertua berangkat juga sambil mengomel di perjalanan,
sambil membawa kendi terbaik yang terbuat dari perak.
Tidak lama kemudian dia tiba di mata air tersebut, kemudian dia melihat
seorang wanita yang berpakaian sangat mewah keluar dari dalam hutan,
mendekatinya, dan memintanya untuk mengambilkan air minum. Wanita
ini sebenarnya adalah peri yang bertemu dengan adiknya, tetapi kali ini
peri tersebut menyamar menjadi seorang putri bangsawan.
"Apakah saya datang kesini," kata putri tertua dengan sangat sombong,
"hanya untuk memberikan kamu air? dan kamu pikir saya membawa
kendi perak ini untuk kamu? Kalau kamu memang mau minum, kamu
boleh meminumnya jika kamu merasa pantas."
"Kamu keterlaluan dan berlaku tidak sopan," jawab sang Peri, "Baiklah,
mulai sekarang, karena kamu sangat tidak sopan dan sombong, saya
akan memberikan kamu hadiah, dari setiap kata yang kamu ucapkan, dari
mulutmu akan keluar seekor ular atau seekor katak."
Saat dia pulang, ibunya yang melihat kedatangannya dengan gembira
menyambutnya dan bertanya:
"Bagaimana, anakku?"
"Bagaimana apanya, ma?" putri tertua menjawab dengan cara yang tidak
sopan, dan dari mulutnya keluarlah dua ekor ular berbisa dan dua ekor
katak.
"Oh! ampun," kata ibunya; "apa yang saya lihat ini? Oh! pastilah adik mu
yang sengaja telah merencanakan kejadian ini,
tapi dia akan

mendapatkan hukumannya"; dan dengan segera dia berlari mendekati


putri termudanya dan memukulnya. Putri termuda kemudian lari menjauh
darinya dan bersembunyi di dalam hutan yang tidak jauh dari rumahnya
agar tidak mendapat pukulan lagi.
Seorang anak Raja, yang baru kembali dari berburu di hutan, secara
kebetulan bertemu dengan putri termuda yang sedang menangis. Anak
Raja tersebut kagum akan kecantikan putri termuda kemudian bertanya
mengapa putri tersebut sendirian di dalam hutan dan menangis terisakisak.
"Tuanku, ibu saya telah mengusir saya dari rumah."
Saat itu, anak Raja melihat lima atau enam mutiara dan permata keluar
dari mulut putri termuda, dia menjadi penasaran dan meminta putri
termuda menceritakan mengapa dari mulutnya keluar permata saat
berkata sesuatu. Putri termuda kemudian menceritakan semua kisahnya,
dan anak Raja tersebut menjadi bertambah kagum akan kebaikan hati
dan kesopanan tutur kata putri termuda. Anak Raja menjadi jatuh hati
pada putri termuda dan beranggapan bahwa putri termuda sangat pantas
menjadi istrinya. Anak Raja akhirnya mengajukan lamaran dan menikahi
putri termuda.
Sedangkan putri tertua, membuat dirinya sendiri begitu dibenci oleh
ibunya sendiri karena kelakuannya yang sangat buruk dan di usir keluar
dari rumah. Putri tertua akhirnya menjadi terlantar karena tidak memiliki
rumah lagi, dia lalu masuk ke dalam hutan dan mulai saat itu, orang tidak
pernah mendengar kabar tentangnya lagi.
Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng katak dan
permata ini adalah
Jangan bertengkar dan berselisih dengan saudara kita,
bersikaplah yang sopan dengan siapapun, keluarga, saudara,
teman dan lainnya.

Dongeng Si Hitam dan Putih

Di negeri kambing, kambing-kambing putih hidup dengan damai.


Sayangnya kambing putih hanya mau bergaul dengan sesama kambing
putih. Di negeri itu, hiduplah satu keluarga kambing hitam. Bagi kambingkambing putih, keluarga kambing hitam adalah pembawa sial. Menurut
mereka, dimana ada kambing hitam, di situ akan terjadi masalah.
Keluarga kambing hitam memiliki seekor anak kambing hitam. Namanya
si kecil Hitam. Setiap sore, si kecil hitam hanya bisa memandangi anakanak kambing putih yang asyik bermain. Ia tidak diijinkan ikut bermain
bersama.
Si
kecil
hitam
menjadi
sedih.
"Mengapa
buluku
berwarna
hitam?"keluhnya.
Si kecil hitam lalu berniat mengubah bulunya menjadi putih. Ia
menceburkan dirinya ke dalam ember cat putih. Dalam sekejap, bulubulunya pun berwarna putih.
"Mbeeeekkkk!" soraknya kegirangan. Ia menghampiri anak-anak kambing
putih dan bermain bersama mereka. Ia merasa sangat senang.
Saat sedang bermain, tiba-tiba langit menjadi gelap. Hujan deras pun
turun. Akibatnya, cat putih di tubuh si kecil hitam menjadi luntur.
Kambing-kambing putih berteriak kesal melihatnya.
"Pantas hujan turun! Pasti gara-gara kambing hitam bermain bersama
kita. Dia memang pembawa masalah!"
Si kecil hitam sedih sekali. Ia berlari pulang dan bertanya pada ibunya.
"Apa betul, kambing hitam memang pembawa masalah?"
"Tentu saja tidak, Nak. Kambing-kambing putih menjauhi kita hanya
karena kita berbeda. Tapi jangan khawatir. Ibu yakin, suatu saat mereka
akan menyadari kalau pendapat itu salah..."

Suatu hari, si kecil hitam menonton anak-anak kambing putih yang


sedang bermain. Tiba-tiba dia melihat seekor serigala mendekati
kambing-kambing putih. Para kambing putih lari kocar-kacir. Seekor
kambing putih tertangkap.
Tanpa rasa takut, si kecil hitam berlari mendekat. Ia mengambil buahbuah busuk yang berserakan di tanah dan melempari si serigala.
"Auuuu!" seru serigala sambil melindungi tubuhnya.
Si kecil hitam segera bersembunyi di antara semak-semak. Bulunya yang
berwarna hitam membuat ia mudah bersembunyi. Serigala tidak
melihatnya. Si kecil hitam terus melempari si serigala dengan buah
busuk, lalu buru-buru bersembunyi lagi. Serigala akhirnya melarikan diri.
Anak kambing putih tadi selamat.
Para kambing putih sangat berterima kasih pada si kecil hitam. Mereka
mengagumi keberaniannya. Sejak saat itu, kambing putih dan kambing
hitam hidup dengan damai tanpa membeda-bedakan warna bulu.

Si Kancil dan Buaya


Suatu hari Si Kancil, binatang yang katanya cerdik itu, sedang berjalanjalan di pinggir hutan. Dia hanya ingin mencari udara segar dan melihat
matahari yang cerah bersinar. Di dalam hutan terlalu gelap karena pohonpohon
sangat
lebat.
Si Kancil ingin berjemur di bawah terik matahari. Di sana ada sungai
besar yang airnya dalam sekali. Setelah sekian lama berjemur, Si Kancil
merasa ada yang berbunyi di perutnya.
kruuukkruuuuukkruuuuuk.
Wah, rupanya Si Kancil sudah lapar. Si Kancil membayangkan betapa
nikmatnya kalau ada makanan kesukaannya yaitu ketimun. Namun kebun
ketimun ada di seberang sungai, bagaimana cara menyeberanginya ya? Si
Kancil
berfikir
sejenak.
Tiba-tiba Si Kancil melompat kegirangan, dan berteriak: Buaya.buaya.
ayo keluaaaaar.. Aku punya makanan untukmu!! seperti itulah si
Kancil berteriak kepada buaya-buaya yang banyak tinggal di sungai yang
dalam itu.
Sekali lagi Kancil berteriak, Buayabuaya ayo keluar mau daging
segar tidaaaak?
Tak lama kemudian, seekor buaya muncul dari dalam air, Bruaaar siapa
yang teriak siang-siang begini.. mengganggu tidurku saja. Hei Kancil,
diam kau.. kalau tidak aku makan nanti kamu. Kata buaya kedua yang
muncul bersamaan.
Wah. bagus kalian mau keluar, mana buaya yang lain? kata si Kancil
kemudian. Kalau cuma dua ekor masih sisa banyak nanti makanannya
ini. Ayo keluar semuaaa! si Kancil berteriak lagi.
Ada apa Kancil sebenarnya, ayo cepat katakan, kata buaya.
Begini buaya, maaf kalau aku mengganggu tidurmu, tapi aku akan bagibagi daging segar buat buaya-buaya di sungai ini, makanya kalian harus
keluar semua untuk menghabiskan daging-daging segar ini.

Mendengar bahwa mereka akan dibagikan daging segar, buaya-buaya itu


segera
memanggil
teman-temannya
untuk
keluar
semua.
Hei, teman-teman semua, ada makanan gratis nih! Ayo kita
keluaaaar.! pemimpin dari buaya itu berteriak memberikan komando.
Tak berapa lama, bermunculanlah buaya-buaya dari dalam air.
Nah, sekarang aku harus menghitung dulu ada berapa buaya yang
datang, ayo kalian para buaya segera baris berjajar hingga ke tepi sungai
di sebelah sana, Nanti aku akan menghitung satu persatu.
Lalu tanpa berpikir panjang, buaya-buaya itu segera mengambil posisi,
berbaris berjajar dari tepi sungai satu ke tepi sungai lainnya, sehingga
membentuk seperti jembatan.
Oke, sekarang aku akan mulai menghitung, kata si Kancil yang segera
melompat
ke
punggung
buaya
pertama,
sambil
berteriak,
Satuuu..

duaaaa..

tigaaaa..

begitu seterusnya sambil terus meloncat dari punggung buaya yang satu
ke buaya lainnya. Hingga akhirnya si Kancil sampai di seberang sungai.
Dan di dalam Hatinya tertawa, Mudah sekali ternyata.
Begitu sampai di seberang sungai, Kancil berkata pada buaya, Hai
buaya-buaya bodoh, sebetulnya tidak ada daging segar yang akan aku
bagikan. Tidakkah kau lihat bahwa aku tidak membawa sepotong daging
pun? Sebenarnya aku hanya ingin menyeberangi sungai ini, dan aku
butuh jembatan untuk lewat. Kalau begitu saya ucapkan terima kasih
pada kalian, dan mohon maaf kalau aku mengerjai kalian, kata si Kancil.
Haaaa!.huaaaaaahh sialan Kancil nakal, ternyata kita cuma
dibohongi. Awas kau kancil ya.. kalau ketemu lagi saya makan kamu,
kata buaya-buaya itu geram.
Si Kancil segera berlari menghilang di balik pepohonan dan menuju kebun
Pak Tani untuk mencari ketimun makanan kesukaannya.

Kura-kura dan Sepasang Itik (Aesop)


Dongeng kura-kura dan sepasang itik - Seekor kura-kura, yang kamu
tahu selalu membawa rumahnya di belakang punggungnya, dikatakan
tidak pernah dapat meninggalkan rumahnya, biar bagaimana keras kurakura itu berusaha. Ada yang mengatakan bahwa dewa Jupiter telah
menghukum kura-kura karena kura-kura tersebut sangat malas dan lebih
senang tinggal di rumah dan tidak pergi ke pesta pernikahan dewa
Jupiter, walaupun dewa Jupiter telah mengundangnya secara khusus.
Setelah bertahun-tahun, si kura-kura mulai berharap agar suatu saat dia
bisa menghadiri pesta pernikahan. Ketika dia melihat burung-burung yang
beterbangan dengan gembira di atas langit dan bagaimana kelinci dan
tupai dan segala macam binatang dengan gesit berlari, dia merasa sangat
ingin menjadi gesit seperti binatang lain. Si kura-kura merasa sangat
sedih dan tidak puas. Dia ingin melihat dunia juga, tetapi dia memiliki
rumah pada punggungnya dan kakinya terlalu kecil sehingga harus
terseret-seret ketika berjalan.
Suatu hari dia bertemu dengan sepasang itik dan menceritakan semua
masalahnya.
"Kami dapat menolongmu untuk melihat dunia," kata itik tersebut.
"Berpeganglah pada kayu ini dengan gigimu dan kami akan membawamu
jauh ke atas langit dimana kamu bisa melihat seluruh daratan di
bawahmu. Tetapi kamu harus diam dan tidak berbicara atau kamu akan
sangat menyesal."
Kura-kura tersebut sangat senang hatinya. Dia cepat-cepat memegang
kayu tersebut erat-erat dengan giginya, sepasang itik tadi masing-masing
menahan kedua ujung kayu itu dengan mulutnya, dan terbang naik ke
atas awan.
Saat itu seekor burung gagak terbang melintasinya. Dia sangat kagum
dengan apa yang dilihatnya dan berkata:
"Kamu pastilah Raja dari kura-kura!"
"Pasti saja......" kura-kura mulai berkata.
Tetapi begitu dia membuka mulutnya untuk mengucapkan kata-kata
tersebut, dia kehilangan pegangan pada kayu tersebut dan jatuh turun ke
bawah, dimana dia akhirnya terbanting ke atas batu-batuan yang ada di
tanah.

Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng kurakura dan sepasang itik ini adalah
Rasa ingin tahu yang bodoh dan kesombongan dapat menyebabkan
kesialan.

Dongeng Kucing, Ayam Jantan dan Tikus


Muda (Aesop) | DONGENG ANAK DUNIA
Dongeng Kucing, ayam jantan dan tikus muda - Seekor tikus muda yang
belum pernah keluar dari sarangnya, merasa sangat gembira saat dia
pertama kali keluar untuk melihat dunia luar. Dan ini adalah pengalaman
yang diceritakan ke ibunya saat bertualang.
"Saya berjalan-jalan dengan santai, dan saat saya tiba di sudut halaman
sebelah, saya melihat dua makhluk yang sangat aneh. Yang satu
kelihatan anggun dan baik hati, sedang yang lainnya adalah makhluk
yang paling menakutkan yang pernah ibunda bayangkan. Ibunda harus
melihatnya."
"Di atas kepala dan di depan lehernya tergantung selembar daging yang
berwarna merah. Dia berjalan tak henti-hentinya, mencakar-cakar tanah
dengan jari kakinya, memukul-mukulkan lengannya dengan keras di
samping tubuhnya. Saat dia melihat saya, dia membuka mulutnya yang
runcing seolah-olah akan menelan saya, dan makhluk itu berteriak keras
dan tajam sehingga saya hampir mati ketakutan."
Dapatkah kamu menebak apa yang dilihat dan yang dijelaskan oleh tikus
muda kepada ibunya? Tidak lain adalah ayam jantan dan ayam jantan
tersebut adalah ayam yang pertama dilihat oleh sang Tikus Muda.
"Seandainya bukan karena makhluk yang mengerikan itu," lanjut sang
Tikus Muda, "Saya pasti telah berkenalan dengan makhluk cantik yang
terlihat begitu baik dan lembut. Dia memiliki bulu yang tebal, wajah yang
tenang, dan tindak tanduk yang sopan, dan matanya juga terang dan
bersinar. Saat dia melihat saya, dia mengibaskan ekornya yang cantik
sambil tersenyum.
"Saya yakin saat itu dia mendatangi saya untuk berbicara ketika makhluk
mengerikan yang tadinya saya jelaskan ke ibunda, berteriak dengan keras
hingga saya terpaksa lari ketakutan."
"Anakku," kata sang Ibu, "makhluk yang kelihatan halus yang kamu lihat
itu, adalah kucing. Dibalik penampilannya yang baik, dia menyimpan niat
jahat terhadap kita. Makhluk lainnya yang kamu liat, tidak lain adalah
sejenis burung yang tidak akan pernah menyakiti kita, sedangkan kucing
akan langsung memangsa kita. Bersyukurlah anakku, kamu selamat dari

bahaya, dan selama hidupmu, janganlah pernah menilai sesuatu dari


penampilannya."
Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng kucing,
ayam jantan dan tikus muda ini adalah
Jangan menilai seseorang dari penampilan luarnya saja.

Anda mungkin juga menyukai