Anda di halaman 1dari 24

Cerita Dongeng: Si Kura-Kura yang Sombong

Ada seekor kura-kura yang sombong dan merasa dirinya


lebih pantas terbang dibandingkan berenang di perairan.
Ia jengkel karena memiliki tempurung keras yang
membuat tubuhnya terasa berat.
Ia pun kesal melihat kawan-kawannya sudah berpuas diri
dengan berenang. Saat melihat burung yang bebas
terbang di langit, kejengkelannya kian bertambah.
Suatu hari, kura-kura ini memaksa seekor angsa untuk
membantunya terbang. Si angsa setuju. Ia mengusulkan
agar si kura-kura berpegangan pada sebatang kayu
yang akan diangkatnya.
Karena tangan kura-kura agak lemah, ia menggunakan
mulutnya yang lebih kuat. Ia pun akhirnya bisa terbang
dan merasa bangga.
Melihat teman-temannya yang tengah berenang, ia ingin
menyombongkan diri. Ia lupa bahwa mulutnya harus
terus dipakai untuk menggigit kayu. Ia pun terjatuh
dengan keras. Beruntung, ia selamat berkat tempurung
yang pernah dibencinya.
Cerita dongeng: Burung Hantu dan Belalang

Di suatu hari, ada sebuah pohon tua yang di dalamnya


hidup burung hantu pemarah dan juga galak. Apalagi jika
ada yang mengganggu tidurnya di siang hari. Dan saat
malam hari, mereka bangun dengan suaranya sambil
mencari serangga, katak, tikus, dan juga kumbang untuk
dimakan.
Pada sore hari di musim panas, burung hantu tidur lelap
di lubang pohon. Namun, tiba-tiba ada belalang yang
sedang bernyanyi. Burung hantu terganggu akan hal itu
dan meminta belalang untuk pergi dari sana.
“Hei, pergi dari sisi kau belalang! Apa kamu tak punya
sopan santun mengganggu tidur orang yang sudah tua?”
Namun, belalang menjawab hal itu dengan nada kasar
bahwa ia juga memiliki hak atas pohon tersebut. Bahkan,
ia bernyanyi dengan suara yang lebih keras. Burung
hantu menyadari bahwa berdebat pun tidak akan ada
gunanya. Sementara siang hari matanya masih rabun
sehingga ia tidak bisa memberi hukuman kepada
belalang tersebut.
Akhirnya, burung hantu berfikir mengenai cara untuk
menghukum sang belalang. Ia pun menengokkan
kepalanya ke lubang pohon dan berkata dengan sangat
ramah.
“Hai belalang, jika aku terus bangun aku pasti
mendengar kamu bernyanyi. Tahu tidak, ada memiliki
anggur di sini. Jika kau mau, kesinilah. Dengan
memakan anggur ini, suaramu akan seperti Apollo
karena ini kiriman dari Olympus”.
Akhirnya, sang belalang terbawa hanyut oleh rayuan dan
pujian burung hantu. Akhirnya ia melompat ke sarang
tersebut dan karena burung hantu sudah langsung bisa
melihat belalang dengan matanya, maka belalang
langsung diterkam serta dimakan oleh burung hantu.
Pohon Kehidupan

Hiduplah seorang pria tua yang memiliki empat orang


anak. Ia ingin anak-anaknya tidak menjadi manusia yang
terlalu cepat menghakimi sesuatu. Untuk itu, ia
mengirimkan mereka untuk melihat pohon pir yang
berada jauh dari rumah mereka.
Masing-masing anak diminta pergi di musim berbeda,
yakni musim dingin, semi, panas, dan gugur. Saat
keempatnya kembali, sang ayah bertanya tentang apa
yang mereka lihat.
Anak pertama mengatakan pohon itu terlihat jelek,
gundul, dan bengkok terkena angin. Sebaliknya, anak
kedua mengatakan pohon itu dipenuhi tunas dan terlihat
menjanjikan. Lalu, anak ketiga mengatakan kalau pohon
tersebut dipenuhi bunga-bunga yang wangi. Terakhir,
anak keempat mengatakan kalau si pohon memiliki
banyak buah yang terlihat nikmat.
Sang ayah menjelaskan kalau semua yang mereka lihat
itu benar. Masing-masing dari mereka hanya melihat
pohon itu dalam satu musim saja. Ia lalu berujar, kalau
mereka tidak boleh menilai pohon, apalagi manusia,
hanya dari satu sisi saja.
Kancil dan Buaya

Suatu hari, ada seekor kancil sedang duduk bersantai di


bawah pohon. Ia ingin menghabiskan waktu siangnya
dengan menikmati suasana hujan yang asri dan sejuk.
Beberapa waktu kemudian, perutnya keroncongan. Ya,
kancil yang konon katanya cerdik itu lapar. Ia sedang
berpikir untuk mendapatkan mentimun yang letaknya
berada di seberang sungai. Tiba-tiba terdengar suara
kecipak keras dari dalam sungai. Ternyata itu adalah
buaya.
Kancil yang cerdik itu pun punya ide jitu untuk
menghilangkan rasa laparnya. Ia bangkit dari duduknya
dan berjalan cepat ke arah sungai untuk menghampiri
buaya. “selamat siang buaya, apakah kau sudah
makan?” Tanya kancil berpura-pura. Namun buaya itu
tetap diam, nampaknya ia tertidur pulas sehingga tidak
menjawab pertanyaan kancil. Si kancil pun mendekat.
Kini jaraknya dengan buaya hanya satu meter saja “hai
bbaya, aku punya banyak daging segar. Apakah kau
sudah makan siang?” Tanya kancil dengan suara yang
dikeraskan. Buaya itu tiba-tiba mengibaskan ekornya di
air, ia bangun dari tidurnya. “ada apa? Kau mengganggu
tidurku saja” jawab buaya agak kesal. “sudah kubilang,
aku punya banyak daging segar. Tapi aku malas untuk
memakannya. Kau tahu bukan kalau aku tidak suka
daging? Jadi aku berniat memberikan daging segar itu
untukmu dan teman-temanmu” jawab kancil polos.
“benarkah itu? Aku dan beberapa temanku memang
belum makan siang.
Hari ini ikan-ikan entah pergi kemana, sehingga kami tak
punya cukup makanan” jawab buaya kegirangan.
“kebetulan sekali, kau tidak perlu khawatir akan
kelaparan buaya. Selama kau punya teman yang baik
sepertiku. Benarkan? Hehehe” ujar kancil sembari
memperlihatkan deretan gigi runcingnya. “terimaksih
kancil, ternyata hatimu begitu mulia. Sangat berbeda
dengan apa yang dikatakan oleh teman-teman di luar
sana. Mereka bilang kalau kau licik dan suka
memanfaatkan keluguan temanmu untuk memenuhi
segala ambisimu” jawab buaya yang polos tanpa ragu-
ragu. Mendengar itu, kancil sebenarnya agak kesal.
Namun, ia harus tetap terlihat baik demi mendapatkan
mentimun yang banyak di seberang sungai “aku tidak
mungkin sejahat itu. Biarlah. Mereka hanya belum
mengenalku saja, sebab selama ini sikapku terlalu cuek
dan tidak peduli dengan omong kosong seperti itu.
Sekarang, panggilah teman-temanmu” ujar kancil. Buaya
itu pun tersenyum lega, akhirnya ada jatah makan siang
hari ini. “teman-teman, keluarlah. Kita punya jatah makan
siang daging segar yang sangat menggoda. Kalian
sangat lapar bukan?” Pekik buaya dengan suara yang
sengaja dikeraskan agar teman-temannya cepat keluar.
Tak lama kemudian, 8 ekor buaya yang lain pun keluar
secara bersamaan. Melihat kedatangan buaya itu, kancil
berkata “ayo berbaris yang rapi. Aku punya banyak
daging segar untuk kalian”. Mendengar itu, 9 ekor buaya
itu pun berbaris rapi di sungai. “baiklah, aku akan
menghitung jumlah kalian, agar daging yang aku bagikan
bisa merata dan adil” tipu kancil.
Kancil pun meloncat-loncat girang melewati 9 ekor buaya
sembari berkata ‘satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tuju,
delapan, dan sembilan” hingga akhirnya ia sampai di
seberang sungai. 9 buaya itu berkata “mana daging
segar untuk makan siang kami?”. Kancil terbahak-bahak
lalu berkata “betapa bodohnya kalian, bukankah aku tak
membawa sepotong pun daging segar di tangan? Itu
artinya aku tak punya daging segar untuk jatah makan
siang kalian. Enak saja, mana bisa kalian makan tanpa
ada usaha?”. 9 ekor buaya itu pun merasa tertipu, salah
satu diantara mereka berkata “akan ku balas semua
perbuatanmu”. Kancil pun pergi sembari berkata
“terimakasih buaya bodoh, aku pamit pergi untuk
mencari mentimun yang banyak. Aku lapar sekali”.
Kancil dan Harimau

Pada Suatu Hari, Seekor Tikus Yang Sedang Asik


Bermain Di Tengah Hutan. Tikus Berkeliling Sambil
Bernyanyi Dengan Riang. Namun, Karena Keasikkan
Bermain, Ia Tidak Sadar Sudar Berjalan Terlalu Jauh
Dari Rumahnya.
Akhirnya, Tikus Menyadari, Ia Bermain Sangat Jauh Dari
Rumahnya. Tikus Pun Langsung Memutuskan Untuk
Pulang Kerumah. Namun, Karena Masuk Hutan Terlalu
Jauh, Ia Pun Tersesat.
Namun, Ketika Tikus Mencari Jalan Pulang. Bukannya Ia
Menemukan Jalan. Malah Kesasar D Sarang Harimau
Yang Sedang Tidur. Tikus Sangat Ketakutan Melihat
Harimau Yang Tertidur Lelap. Ia Langsung Memutuskan
Untuk Mencari Jalan Keluar. Namun, Karena Takut Dan
Panik Ia Malah Lari Naik Ke Atas Hidung Si Harimau.
Harimau Terbangun Dan Sangat Marah, Karena Waktu
Istirahatnya Di Ganggu. Karena Sangat Marah , Harimau
Itu Menangkap Tikus Malang Tersebut Dan
Mencengkram Dengan Kukunya Yang Tajam.
Pada Saat Bersamaan, Kancil Sedang Asik Minum Di
Sebuah Sungai Yang Letaknya Tidak Jauh Dari Tempat
Si Tikus. Kancil Mendengar Suara Teriakan Ketakutan.
Ia Langsung Mencari Di Mana Suara Itu, Ia Sangat
Terkejut, Melihat Seekor Tikus Yang Siap Akan Di
Mangsa Seekor Harimau Yang Sangat Besar. Kancil Pun
Merasa Sangat Takut Melihat Harimau Yang Sangat
Besar. Namun, Hatinya Ingin Sekali Membantu Si Tikus.
Akhirnya, Kancil Pun Memberanikan Diri Mendekati
Mereka.
Kancil Menghampiri Tikus Dan Harimau. Tikus Sangat
Senang Melihat Kancil Datang, Ia Sangat Berharap
Kancil Dapat Menolongnya. Kancil Datang Dengan Gaya
Yang Sangat Bijak. Namun, Ia Pura-Pura Tidak Tahu
Apa Yang Sedang Terjadi. Kancil Langsung Menyapa Ke
Dua Hewan Tersebut.
‘’ Sedang Apa Kalian? Sepertinya Sedang Bermain, Apa
Boleh Aku Ikut Bermain Bersama?’’ Tanya Si Kancil.
Melihat Kancil, Harimau Sangat Terkejut.
‘’ Haha, Berani Sekali Kau Datang Ke Sini? Kebetulan
Perutku Sangat Lapar.” Kata Si Harimau Dengan Sangat
Tegas.
‘’ Haha, Kenapa Aku Harus Takut Hei Kau Harimau. Aku
Takut Padamu? Hahaa, Aku Bisa Mengalahkan Semua
Hewan Di Sini. Akulah Raja Di Hutan Ini.’’ Jawab Si
Kancil.
Harimau Sangat Terkejut Mendengar Apa Yang Di
Katakana Si Kancil. Namun, Ia Merasa Penasaran .
‘’ Apa Benar Yang Kau Katakan?’’ Tanya Harimau.
‘’ Kau Tidak Percaya Padaku? Jika Kau Masih Tidak
Percaya, Kau Bisa Menyakan Langsung Pada
Penasehatku.’’ Jawab Kancil Lagi.
‘’ Penasehat? Haha, Dimana Aku Bisa Menemui
Penasehatmu Itu.?’’ Tanya Harimau Yang Mulai
Penasaran.
‘’ Hei Harimau, Kau Pura-Pura Tidak Tahu Siapa
Penasehatku? Yang Sekarang Kau Cengkaram Itu, Dia
Adalah Penasehat Kepercayaan Ku, Disini Ia Sangat Di
Segani. Jika Sampai Terjadi Apa-Apa Dengan Dia, Aku
Tidak Akan Memaapkanmu Harimau!’’ Jawab Kancil
Dengan Sok Tegas.
Harimau Mulai Terpengaruh Dengan Cerita Si Kancil.
Harimau Adalah Penghuni Baru Di Hutan Ini, Jadi Ia
Memang Tidak Tahu Tentang Semua Hal Di Hutan Ini.
Termasuk Siapa Raja Hutanya.
‘’ Hei Tikus, Apa Benar Yang Dikatan Si Kancil? Dia Raja
Di Hutan Ini?’’ Tanya Harimau Kepada Tikus.
Tikus Menyadari Bahwa Si Kancil Berbohong Untuk
Menolongnya, Ia Pun Mengikuti Alur Cerita Yang Di Buat
Si Kancil.
‘’ Iya Benar, Kancil Adalah Raja Di Hutan Ini. Dan Aku
Adalah Penasehat Kepercayaan Sang Raja Hutan. Di
Hutan Ini Kancil Sangat Di Takuti Dan Di Hormati Oleh
Semua Hewan. Jika Kau Masih Tidak Percaya. Kau Bisa
Langsung Tanyakan Pada Hewan-Hewan Lain.’’ Jawab
Si Tikus.
Mendengar Jawaban Dari Tikus, Ia Mulai Merasa Takut.
Namun, Ia Tidak Menunjukkan Rasa Takutnya, Karena
Harimau Adalah Hewan Yang Harus Di Takuti, Ia Tidak
Mau Di Kalahkan Oleh Hewan Kecil Seperti Kancil.
‘’ Haha, Aku Tidak Percaya Dengan Omong Kosong
Kalian Berdua! Mana Buktinya Jika Apa Yang Kalian
Katakan Benar.’’ Tanya Harimau.
Kancil Pun Merasa Bingung, Bagaimana Ia Bisa Ia
Membuktikan Kebohongannya. Namun, Karena
Kecerdikannya. Ia Berusaha Tetap Tenang Di Hadapan
Harimau, Meskipun Sebenarnya Ia Merasa Takut.
‘’ Kau Masih Tidak Percaya? Bukti? Baiklah, Beberapa
Hari Yang Yang. Aku Sudah Mengalahkan Harimau
Besar Sepertimu. Harimau Itu Bersikap Sangat Kurang
Ajar, Aku Masih Menyimpan Kepalanya Di Pinggir
Sungai, Karena Untuk Peringatan Bagi Hewan-Hewan
Lain Agar Tidak Bersikap Kurang Ajar Di Hutan Ini. Jika
Mau Bukti, Aku Akan Menunjukannya Langsung. Namun,
Setelah Aku Tunjukan, Kau Tidak Boleh Menyesal.” Kata
Si Kancil.
Harimau Merasa Ketakutan. Namun, Ia Memaksakan Diri
Untuk Tidak Menunjukannya Rasa Takutnya.
‘’ Baiklah, Di Mana Kau Akan Menunjukkan Harimau
Malang Itu. Namun, Jika Kau Menipuku, Kalian Berdua
Akan Menjadi Makan Siangku.!’’ Kata Harimau.
Mendengar Gertakan Si Harimau, Tikus Sangat
Ketakutan. Namun, Ia Percaya Akan Kecerdikan Si
Kancil, Si Kancil Pun Mengedipkan Mata Pada Tikus.
Kancil Langsung Membawa Harimau Ke Tepi Sungai Di
Dalam Hutan. Mereka Menuju Sumur Di Pinggir Sungai.
Sumur Itu Sangat Gelap Dan Dalam. Namun, Karena
Pantulan Cahaya Matahari Yang Membuat Air Yang
Bening Itu Berkilau Seperti Cermin.
‘’ Kita Sudah Sampai Di Sumur Yang Aku Maksud.
Sekarang Kau Bisa Membuktikan Sendiri, Kau Lihat
Sendiri Pada Sumur Tersebut.’’ Kata Si Kancil.
Harimau Merasa Sangat Penasaran. Namun, Hatinya
Sangat Takut, Ia Pun Memberanikan Diri Untuk Melihat
Ke Dalam Sumur. Karena Ketakutan Ia Hanya Mengintip
Saja. Tapi, Ia Sangat Terkejut Ketika Membuka Mata
Dan Melihat Kepala Harimau Itu Benar-Benar Ada.
Ternyata, Apa Yang Di Katakana Kancil Benar. Ia
Memang Benar-Benar Raja Hutan. Karena Ketakutan, Ia
Langsung Melarikan Diri. Ia Langsung Berlari Dengan
Cepat, Karena Takut Di Makan Kancil.
Melihat, Harimau Berlari Begitu Cepat. Kancil Dan Tikus
Tertawa Dengan Puas, Mereka Berhasil Mengelabui
Harimau Yang Sombong Itu.
Sebenarnya, Di Dalam Sumur Itu Tidak Ada Siapapun
Selain Air Yang Sangat Bening Seperti Kaca. Karena
Kebodohan Harimau, Ia Tidak Menyadari Bahwa Kepala
Harimau Yang Ada Di Sumur Tersebut Adalah
Bayangannya Sendiri. Lagi Lagi Kancil Berhasil Menipu
Untuk Menyelamatkan Tikus Temannya.
Si Belang, Si Botak dan Si Buta

Terdapat tiga sosok dari Bani Israil, yakni si belang, si


botak dan si buta. Suatu hari, Allah hendak menguji
mereka bertiga. Dia pun mengutus Malaikat kepada si
belang. Akhirnya sang Malaikat bertanya “Apa yang amat
engkau inginkan dalam hidup?”
“Penyakitku disembuhkan dan aku akhirnya memiliki kulit
indah supaya tidak ada lagi orang yang jijik saat
melihatku” Jawab si belang.
Akhirnya Malaikat tersebut mengusap si belang dan
cacatnya tersebut langsung hilang, bercahaya dan
bersih. Kemudian, Malaikat tersebut kembali bertanya,
“Jenis binatang apa yang paling bisa menyenangkan
hatimu?” Si belang pun menjawab “Unta”.
Kemudian Malaikatpun memberikan seekor unta hamil
dan berdo’a “Semoga Allah memebrkati atas apa yang
kau punya”. Sesudah itu, Malaikat pun mendatangi si
botak dan menyakan pertanyaan yang sama, “Apa yang
paling engkau inginkan?”. Si botak pun menjawab,
“Rambut yang indah”.
Kemudian, sang Malaikat mengusap kepala si botak dan
secara tiba-tiba kepalanya tumbuh rambut yang amat
indah. Kemudian Malaikat kembali bertanya, “Binatang
apa yang amat menarik hatimu?”. Ia menjawab “Sapi”.
Akhirnya, Malaikat tersebut memberikan seekor sambil
hamil dan berkata “Semoga Allah memberkahi harta
yang engkau miliki”. Dan terakhir, sang Malaikat
mendatangi si buta dan bertanya,”Apa yang paling
engkau inginkan?”. Si buta pun menjawab, “Aku ingin
bisa melihat kembali supaya bisa menyaksikan orang-
orang”.
Sang Malaikat akhirnya mengusap matanya dan secara
langsung ia bisa melihat kembali. Malaikat melanjutkan,
“Binatang apa yang bisa membuatmu senang?”. Si buta
pun menjawab, “Kambing”. Malaikatpun memberikan
kambing hamil dan mengucap salam perpisahan kepada
si buta.
Seiring berjalannya waktu, binatang yang mereka miliki
berkembang dan beranak pinak dengan sangat cepat
juga sehat. Anaknya pun juga sangat banyak. Kemudian,
Malaikat kembali mendatangi mereka untuk menguji di
dalam bentuk berbeda sesuai dengan perintah Allah.
Malaikat mendatangi si belang dan berkata, “Aku adalah
orang yang malang. Aku kehabisan bekal perjalannya.
Dan tidak ada satupun orang yang menolongku selain
engkau dan Allah. Maka tolong aku”.
Si belang pun menjawab, “Urusanku amat banyak dan
aku tidak bisa memberimu apa-apa”.
Malaikatpun menimpal “Nampaknya aku mengenalmu.
Engkau adalah orang yang dulunya memiliki penyakit
belang sehingga orang menjadi jijik kepadamu. Engkau
dulunya adalah orang miskin yang ditolong oleh Allah”
“Bukan, aku bukan orang miskin, aku mewarisi harta
yang dimiliki oleh nenek moyangku” tegas si Belang.
Malaikatpun menjawab, “Apabila engkau berkata dusta,
maka Allah tentu akan membuatmu kembali lagi
sebagaimana dahulu”. Lalu Malaikatpun mendatangi si
botak dan memohon bantuan sebagaimana yang ia
lakukan kepada si belang. Namun, si botak memberi
jawaban yang serupa dan Malaikat juga memberikan
pernyataan yang sama.
Sesudah itu, Malaikat mendatangi orang terakhir, yaitu si
buta. Ia menyampaikan pertolongan seupa. Dan buta
menjawab dengan sangat tulus, “Sesungguhnya aku
dulu adalah seorang yang buta. Kemudian Allah
mengembalikan penglihatanku lagi. Maka ambilah apa
yang engkau sukai dan tinggalkan apa yang engkau
tidak suka. Karena semua ini hanyalah titipan dari Allah”
Akhirnya, sang Malaikatpun tersenyum dan berkata “Aku
adalah Malaikat yang hendak mengujim. Allah sangat
senang kepadamu dan sangat murka kepada kedua
temanmu”
Bocah Penggembala dan Serigala

cerita
dongeng pengembala domba dan srigala

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang anak


penggembala di suatu desa. Setiap hari ia bertugas
menggembalakan domba-domba milik tuannya di dekat
hutan.
Karena terus melakukan kegiatan yang sama, ia merasa
bosan. Suatu hari, terbesit di pikirannya untuk mengerjai
orang-orang desa sebagai hiburan. Ia pun berlari menuju
desa sambil berteriak ketakutan, “Ada serigala! Ada
serigala!”
Sesuai dugaannya, masyarakat setempat berlari menuju
tepi hutan untuk mengusir serigala tersebut. Tapi
sesampainya di sana, tak ada serigala sama sekali.
Yang ada malah sosok si anak pengembala yang tertawa
terbahak-bahak. Sadarlah mereka kalau sudah tertipu.
Beberapa hari kemudian, anak itu kembali berteriak-
teriak minta pertolongan. Lagi-lagi penduduk desa berlari
ke tepi hutan. Namun mereka ternyata tertipu untuk
kedua kalinya. Mereka pun pulang dengan bersungut-
sungut.
Suatu hari menjelang sore, tiba-tiba saja serigala
sungguhan muncul dari dalam hutan. Si anak pun
berteriak ketakutan minta bantuan. Namun kali ini,
penduduk desa tak mau percaya padanya.
Serigala itu pun dengan leluasa membunuh dan
menyantap domba-domba yang ada di sana. Sementara
anak itu hanya bisa melihat dari kejauhan dan bingung
memikirkan apa yang harus ia katakan pada sang tuan.
Si Badak, Si Cacing Dan Si Kodok

Sudah berbulan-bulan lamanya musim kemarau panjang


datang. sementara itu hujan belum menampakan tanda-
tanda akan turun. Siapapun pasti akan tersiksa. terutama
warga rawa. Lompatan Kodi Kodok jadi tak selincah
biasanya. Cica si Cacing juga setengah mati menggali
tanah. semua lesu, dan yang nampak paoing tersiksa
adalah Bidi si Badak! karena kulitnya yang tebal harus
direndam didalam air agar suhu tubuhnya tidak
kepanasan.
Meskipun begitu, mereka tidak ada yang mengeluh.
Karena semua sama-sama memahami, yang lain pasti
sama tersiksanya. Sebagai pimpinan di rawa, Bidi Badak
mengkhawatirkan nasib teman-temannya. Makanya, Bidi
Badak mulai gelisah mencari kolam baru.
Tanpa sepengetahuan warga rawa lain, ia mennyusuri
piinggiran hutan yang jauh dari rawa.
“Hai, kalian tahu dimana Bidi? Hari ini jadwalku makan
kutu sekaligus membersihkan kulitnya.
”Tanya gelatik kepada Cica Cacing dan Kodi Kodok yang
kebetulan tinggal tidak jauh dari kolam Bidi.
“Kwookkk! Aku tidak tahu,” Jawab Kodi Kodok.“Dari
subuh Bidi sudah tidak ada di kolam”
“Hah? Dari subuh? Kira kira kemana ya?”
“Entahlah, tapi kalo di perhatikan, Belakangan ini di
nampak gelisah.”
Jawab Cica Cacing. “Mungkin karen air rawa mulai
menyusut. Sampai setengah lututnya Bidi pun tidak!”
“Wah jangan-jangan dia mencari rawa baru dan
meninggalkan kita!”
“Ishhh.. Bidi itu pemimpin yang bertanggung jawab, tahu!
Dia tidak mungkin meninggalkan kita begitu saja.”
“Bidiiiii!!!! Kamu dimana sih?” Semua warga rawa mulai
sibuk mencarinya.
Menjelang malam Bidi baru nampak lagi di kolamnya.
Langsung saja seluruh teman-temanya menanyakan.
“Maaf sudah membuat kalian semua kawatir, tadi aku
mencari rawa yang lebih banyak airnya,” jawab Bidi.
“Kwookkk..kamu ga akan meninggalkan kamin ketempat
barukan, Bidi?”Tnya Kodo Kodok kawatir.
“Tidak Kok, justru aku akan mencari rawa yang banyak
airnya untuk kita semua.Tapi rasanya,tidak ada rawa
yang lebih nyaman dari tempat kita.
“Cippp..Cippp..betul itu! Duh, kami kira kamu akan
meninggalkan kami…”
“Ya ampun, aku tuh justru mengkhawatirkan kalian!
Sudah lama rasanya aku tidak mmelihat Kodi melompat
dan berenang riang, Cica Cacing juga tampak
kepayahan menggali tanah.Ya kan ?”
“Ah, kau baik sekali sudah memikirkan kami.Tapi, kami
juga yakin kulitmu juga butuh air, kan?‟ tanya temanya
yang lain.
Bidi hanya tersenyum lebar, memperlihatkan gigi-gigi
gendutnya.
“Kemarau kali ini memang parah banget, kawan-
kawan..”Tiba-tiba Gala Gajah muncul dari balik semak-
semak. “Harusnya pertengahan bulan ini hujan sudah
turun”
“Eh, bagai mana kalo kita tambah saja air rawa ini?” Usul
Bidi spon-tan. “Tadi sewaktu jalan-jalan, aku sempat
melewati air sungai di kaki bukit. Di sana, air masih
mengalir meskipun tidak sederas biasanya.”
“Boleh juga idemu! Tapi, bagaimana cara membawa
airnya, ya?” Caca Cacing membayangkan jaraknya. “Eh,
Gala … belalaimukan panjang tuh. Bisa menyimpanair.
“Waduh, tapi kalau hanya Gala yang bawa air, kapan
penuhnya?” ujar Kodi Kodok.
“Ya nggak dong! Kita kan mesti gotong royong!” kata
Cica Cacing lagi.
“Tapi, badanku kecil, mana bisa bawa air banyak-
banyak?” tanya Kodi lagi.
“Kita kerumah pak Beyu saja! Berang-berang yang
tukang kayu itu!.
Dia kan suka menyimpan perkakas bekas! Siapa tahu
dia punya panci, ember, atau apapun yang bisa
menyimpan air.” pekik Joli Gelatik tiba-tiba.Teman-
temanya pun setuju.
Dari rumah Pak Beyu, mereka di bekali beberapa panci
bekas yang sudah di tambal, dan ember yang cukup
besar untuk menampung air. Wah, Pak Beyu memeng
pintar memperbaiki peralatan.
Rombongan warga rawa pun berbondong-bondong
menuju kesungai di kaki bukit. Joli dan beberapa
temanya menciduki air ke ember dengan dedaunan.
perlahan tapi pasti, ember dan panci mulai penuh air.
Gala menyedot air sebanyak mungki, kemmudian dia
memikul panci yang di penuhi dengan air. Ember di
punggung Bidi perlahan mulai penuh. Beberapa kali
mereka bersama-sama bolak-balik mengangkut air
antara sungai dan rawa hingga air cukup untuk beberapa
waktu kedepan.
Setelah seharian penuh mengisi rawa, Bidi dan teman-
temanya beristirahat dan menikmati hasil kerja sama
mereka. Kodi melampat dan berenang sangat riang. Cica
mulai menggali tanah dengan lebih mudah. Bidi
berendam dengan santai sementara Joli bisa berkicau
dengan riang karena bisa memakan kutu dikulit Bidi
denagan tenang.
Semuanya bersuka cita, masalah air rawa bisa di tangani
bersama dan kemarau bisa di lalui warga rawa dengan
ceria.
Kerbau dan Sapi

ilustrasi cerita dongeng sapi dan kerbau

Pada suatu masa, ada kerbau dan sapi yang bersahabat.


Sapi berkulit hitam kecoklatan sementara kerbau berkulit
putih. Pada suatu hari, datanglah pendatang baru di
sebuah padang rumput, ia adalah banteng yang memiliki
tanduk runcing. Ia terlihat sangat gagah dan membuat
rapi betina kagum terhadapnya.
Kabar adanya banteng gagah tersebut tersebar dengan
sangat cepat. Ia pun menjadi primadona. Sapi jantan
yang warnanya hitam kecoklatan tak begitu peduli.
Namun, si karbau justru merasa iri dan cemburu kepada
banteng tersebut.
Ia berkata, “Apa sih hebatnya dia? Aku juga mempunyai
tanduk yang besar dan runcing. Badan juga gagah.
Cuma hanya berbeda warna kulit saja. Seandainya
kulitku hitam aku pasti lebih gagah dibandingkan banteng
itu”.
Ia pun memiliki ide untuk mengubah warna kulitnya. Ia
pun mendatangi sapi yang tengah berendam di sungai.
Ia pun merayu sapi agar ia mau bertukar kulit. Namun,
sapi tetap enggan karena ia bersyukur dengan nikmat
Tuhan.
Kerbau tetap saja membujuk sapi dan memohon atas
nama persahabatan. Sapi pun akhirnya kasihan dan
bersedia tukar warna kulit. Namun, sapi memberi syarat
bahwa sesudah bertukar, kerbau harus bersyukur
dengan apa yang dimiliki. Tanpa berfikir panjang, kerbau
akhirnya menyanggupi.
Akhirnya mereka bertukar kulit, namun ternyata kulit si
sapi terlalu kecil dan sempit untuk kerbau yang besar.
Sehingga pakainnya terasa sesak. Sementara kulit
kerbau yang dipakai oleh sapi kebesaran. Lantaran
merasa kurang nyaman dengan kulitnya tersebut, kerbau
kembali mengajak sapi bertukar. Namun, sapi tidak mau.
Akhirnya, kerbau merengek kepada sapi minta bertukar
kulit dimanapun mereka bertemu. Namun, tetap saja sapi
tidak mau bertukar. Akhirnya, sang kerbau menyesal
karena sudah tidak mensyukuri apa yang ia dapatkan
dari Tuhannya. Padahal itu adalah yang terbaik
untuknya.

Anda mungkin juga menyukai