Ada seekor kura-kura yang sombong dan merasa dirinya
lebih pantas terbang dibandingkan berenang di perairan. Ia jengkel karena memiliki tempurung keras yang membuat tubuhnya terasa berat. Ia pun kesal melihat kawan-kawannya sudah berpuas diri dengan berenang. Saat melihat burung yang bebas terbang di langit, kejengkelannya kian bertambah. Suatu hari, kura-kura ini memaksa seekor angsa untuk membantunya terbang. Si angsa setuju. Ia mengusulkan agar si kura-kura berpegangan pada sebatang kayu yang akan diangkatnya. Karena tangan kura-kura agak lemah, ia menggunakan mulutnya yang lebih kuat. Ia pun akhirnya bisa terbang dan merasa bangga. Melihat teman-temannya yang tengah berenang, ia ingin menyombongkan diri. Ia lupa bahwa mulutnya harus terus dipakai untuk menggigit kayu. Ia pun terjatuh dengan keras. Beruntung, ia selamat berkat tempurung yang pernah dibencinya. Cerita dongeng: Burung Hantu dan Belalang
Di suatu hari, ada sebuah pohon tua yang di dalamnya
hidup burung hantu pemarah dan juga galak. Apalagi jika ada yang mengganggu tidurnya di siang hari. Dan saat malam hari, mereka bangun dengan suaranya sambil mencari serangga, katak, tikus, dan juga kumbang untuk dimakan. Pada sore hari di musim panas, burung hantu tidur lelap di lubang pohon. Namun, tiba-tiba ada belalang yang sedang bernyanyi. Burung hantu terganggu akan hal itu dan meminta belalang untuk pergi dari sana. “Hei, pergi dari sisi kau belalang! Apa kamu tak punya sopan santun mengganggu tidur orang yang sudah tua?” Namun, belalang menjawab hal itu dengan nada kasar bahwa ia juga memiliki hak atas pohon tersebut. Bahkan, ia bernyanyi dengan suara yang lebih keras. Burung hantu menyadari bahwa berdebat pun tidak akan ada gunanya. Sementara siang hari matanya masih rabun sehingga ia tidak bisa memberi hukuman kepada belalang tersebut. Akhirnya, burung hantu berfikir mengenai cara untuk menghukum sang belalang. Ia pun menengokkan kepalanya ke lubang pohon dan berkata dengan sangat ramah. “Hai belalang, jika aku terus bangun aku pasti mendengar kamu bernyanyi. Tahu tidak, ada memiliki anggur di sini. Jika kau mau, kesinilah. Dengan memakan anggur ini, suaramu akan seperti Apollo karena ini kiriman dari Olympus”. Akhirnya, sang belalang terbawa hanyut oleh rayuan dan pujian burung hantu. Akhirnya ia melompat ke sarang tersebut dan karena burung hantu sudah langsung bisa melihat belalang dengan matanya, maka belalang langsung diterkam serta dimakan oleh burung hantu. Pohon Kehidupan
Hiduplah seorang pria tua yang memiliki empat orang
anak. Ia ingin anak-anaknya tidak menjadi manusia yang terlalu cepat menghakimi sesuatu. Untuk itu, ia mengirimkan mereka untuk melihat pohon pir yang berada jauh dari rumah mereka. Masing-masing anak diminta pergi di musim berbeda, yakni musim dingin, semi, panas, dan gugur. Saat keempatnya kembali, sang ayah bertanya tentang apa yang mereka lihat. Anak pertama mengatakan pohon itu terlihat jelek, gundul, dan bengkok terkena angin. Sebaliknya, anak kedua mengatakan pohon itu dipenuhi tunas dan terlihat menjanjikan. Lalu, anak ketiga mengatakan kalau pohon tersebut dipenuhi bunga-bunga yang wangi. Terakhir, anak keempat mengatakan kalau si pohon memiliki banyak buah yang terlihat nikmat. Sang ayah menjelaskan kalau semua yang mereka lihat itu benar. Masing-masing dari mereka hanya melihat pohon itu dalam satu musim saja. Ia lalu berujar, kalau mereka tidak boleh menilai pohon, apalagi manusia, hanya dari satu sisi saja. Kancil dan Buaya
Suatu hari, ada seekor kancil sedang duduk bersantai di
bawah pohon. Ia ingin menghabiskan waktu siangnya dengan menikmati suasana hujan yang asri dan sejuk. Beberapa waktu kemudian, perutnya keroncongan. Ya, kancil yang konon katanya cerdik itu lapar. Ia sedang berpikir untuk mendapatkan mentimun yang letaknya berada di seberang sungai. Tiba-tiba terdengar suara kecipak keras dari dalam sungai. Ternyata itu adalah buaya. Kancil yang cerdik itu pun punya ide jitu untuk menghilangkan rasa laparnya. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan cepat ke arah sungai untuk menghampiri buaya. “selamat siang buaya, apakah kau sudah makan?” Tanya kancil berpura-pura. Namun buaya itu tetap diam, nampaknya ia tertidur pulas sehingga tidak menjawab pertanyaan kancil. Si kancil pun mendekat. Kini jaraknya dengan buaya hanya satu meter saja “hai bbaya, aku punya banyak daging segar. Apakah kau sudah makan siang?” Tanya kancil dengan suara yang dikeraskan. Buaya itu tiba-tiba mengibaskan ekornya di air, ia bangun dari tidurnya. “ada apa? Kau mengganggu tidurku saja” jawab buaya agak kesal. “sudah kubilang, aku punya banyak daging segar. Tapi aku malas untuk memakannya. Kau tahu bukan kalau aku tidak suka daging? Jadi aku berniat memberikan daging segar itu untukmu dan teman-temanmu” jawab kancil polos. “benarkah itu? Aku dan beberapa temanku memang belum makan siang. Hari ini ikan-ikan entah pergi kemana, sehingga kami tak punya cukup makanan” jawab buaya kegirangan. “kebetulan sekali, kau tidak perlu khawatir akan kelaparan buaya. Selama kau punya teman yang baik sepertiku. Benarkan? Hehehe” ujar kancil sembari memperlihatkan deretan gigi runcingnya. “terimaksih kancil, ternyata hatimu begitu mulia. Sangat berbeda dengan apa yang dikatakan oleh teman-teman di luar sana. Mereka bilang kalau kau licik dan suka memanfaatkan keluguan temanmu untuk memenuhi segala ambisimu” jawab buaya yang polos tanpa ragu- ragu. Mendengar itu, kancil sebenarnya agak kesal. Namun, ia harus tetap terlihat baik demi mendapatkan mentimun yang banyak di seberang sungai “aku tidak mungkin sejahat itu. Biarlah. Mereka hanya belum mengenalku saja, sebab selama ini sikapku terlalu cuek dan tidak peduli dengan omong kosong seperti itu. Sekarang, panggilah teman-temanmu” ujar kancil. Buaya itu pun tersenyum lega, akhirnya ada jatah makan siang hari ini. “teman-teman, keluarlah. Kita punya jatah makan siang daging segar yang sangat menggoda. Kalian sangat lapar bukan?” Pekik buaya dengan suara yang sengaja dikeraskan agar teman-temannya cepat keluar. Tak lama kemudian, 8 ekor buaya yang lain pun keluar secara bersamaan. Melihat kedatangan buaya itu, kancil berkata “ayo berbaris yang rapi. Aku punya banyak daging segar untuk kalian”. Mendengar itu, 9 ekor buaya itu pun berbaris rapi di sungai. “baiklah, aku akan menghitung jumlah kalian, agar daging yang aku bagikan bisa merata dan adil” tipu kancil. Kancil pun meloncat-loncat girang melewati 9 ekor buaya sembari berkata ‘satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tuju, delapan, dan sembilan” hingga akhirnya ia sampai di seberang sungai. 9 buaya itu berkata “mana daging segar untuk makan siang kami?”. Kancil terbahak-bahak lalu berkata “betapa bodohnya kalian, bukankah aku tak membawa sepotong pun daging segar di tangan? Itu artinya aku tak punya daging segar untuk jatah makan siang kalian. Enak saja, mana bisa kalian makan tanpa ada usaha?”. 9 ekor buaya itu pun merasa tertipu, salah satu diantara mereka berkata “akan ku balas semua perbuatanmu”. Kancil pun pergi sembari berkata “terimakasih buaya bodoh, aku pamit pergi untuk mencari mentimun yang banyak. Aku lapar sekali”. Kancil dan Harimau
Pada Suatu Hari, Seekor Tikus Yang Sedang Asik
Bermain Di Tengah Hutan. Tikus Berkeliling Sambil Bernyanyi Dengan Riang. Namun, Karena Keasikkan Bermain, Ia Tidak Sadar Sudar Berjalan Terlalu Jauh Dari Rumahnya. Akhirnya, Tikus Menyadari, Ia Bermain Sangat Jauh Dari Rumahnya. Tikus Pun Langsung Memutuskan Untuk Pulang Kerumah. Namun, Karena Masuk Hutan Terlalu Jauh, Ia Pun Tersesat. Namun, Ketika Tikus Mencari Jalan Pulang. Bukannya Ia Menemukan Jalan. Malah Kesasar D Sarang Harimau Yang Sedang Tidur. Tikus Sangat Ketakutan Melihat Harimau Yang Tertidur Lelap. Ia Langsung Memutuskan Untuk Mencari Jalan Keluar. Namun, Karena Takut Dan Panik Ia Malah Lari Naik Ke Atas Hidung Si Harimau. Harimau Terbangun Dan Sangat Marah, Karena Waktu Istirahatnya Di Ganggu. Karena Sangat Marah , Harimau Itu Menangkap Tikus Malang Tersebut Dan Mencengkram Dengan Kukunya Yang Tajam. Pada Saat Bersamaan, Kancil Sedang Asik Minum Di Sebuah Sungai Yang Letaknya Tidak Jauh Dari Tempat Si Tikus. Kancil Mendengar Suara Teriakan Ketakutan. Ia Langsung Mencari Di Mana Suara Itu, Ia Sangat Terkejut, Melihat Seekor Tikus Yang Siap Akan Di Mangsa Seekor Harimau Yang Sangat Besar. Kancil Pun Merasa Sangat Takut Melihat Harimau Yang Sangat Besar. Namun, Hatinya Ingin Sekali Membantu Si Tikus. Akhirnya, Kancil Pun Memberanikan Diri Mendekati Mereka. Kancil Menghampiri Tikus Dan Harimau. Tikus Sangat Senang Melihat Kancil Datang, Ia Sangat Berharap Kancil Dapat Menolongnya. Kancil Datang Dengan Gaya Yang Sangat Bijak. Namun, Ia Pura-Pura Tidak Tahu Apa Yang Sedang Terjadi. Kancil Langsung Menyapa Ke Dua Hewan Tersebut. ‘’ Sedang Apa Kalian? Sepertinya Sedang Bermain, Apa Boleh Aku Ikut Bermain Bersama?’’ Tanya Si Kancil. Melihat Kancil, Harimau Sangat Terkejut. ‘’ Haha, Berani Sekali Kau Datang Ke Sini? Kebetulan Perutku Sangat Lapar.” Kata Si Harimau Dengan Sangat Tegas. ‘’ Haha, Kenapa Aku Harus Takut Hei Kau Harimau. Aku Takut Padamu? Hahaa, Aku Bisa Mengalahkan Semua Hewan Di Sini. Akulah Raja Di Hutan Ini.’’ Jawab Si Kancil. Harimau Sangat Terkejut Mendengar Apa Yang Di Katakana Si Kancil. Namun, Ia Merasa Penasaran . ‘’ Apa Benar Yang Kau Katakan?’’ Tanya Harimau. ‘’ Kau Tidak Percaya Padaku? Jika Kau Masih Tidak Percaya, Kau Bisa Menyakan Langsung Pada Penasehatku.’’ Jawab Kancil Lagi. ‘’ Penasehat? Haha, Dimana Aku Bisa Menemui Penasehatmu Itu.?’’ Tanya Harimau Yang Mulai Penasaran. ‘’ Hei Harimau, Kau Pura-Pura Tidak Tahu Siapa Penasehatku? Yang Sekarang Kau Cengkaram Itu, Dia Adalah Penasehat Kepercayaan Ku, Disini Ia Sangat Di Segani. Jika Sampai Terjadi Apa-Apa Dengan Dia, Aku Tidak Akan Memaapkanmu Harimau!’’ Jawab Kancil Dengan Sok Tegas. Harimau Mulai Terpengaruh Dengan Cerita Si Kancil. Harimau Adalah Penghuni Baru Di Hutan Ini, Jadi Ia Memang Tidak Tahu Tentang Semua Hal Di Hutan Ini. Termasuk Siapa Raja Hutanya. ‘’ Hei Tikus, Apa Benar Yang Dikatan Si Kancil? Dia Raja Di Hutan Ini?’’ Tanya Harimau Kepada Tikus. Tikus Menyadari Bahwa Si Kancil Berbohong Untuk Menolongnya, Ia Pun Mengikuti Alur Cerita Yang Di Buat Si Kancil. ‘’ Iya Benar, Kancil Adalah Raja Di Hutan Ini. Dan Aku Adalah Penasehat Kepercayaan Sang Raja Hutan. Di Hutan Ini Kancil Sangat Di Takuti Dan Di Hormati Oleh Semua Hewan. Jika Kau Masih Tidak Percaya. Kau Bisa Langsung Tanyakan Pada Hewan-Hewan Lain.’’ Jawab Si Tikus. Mendengar Jawaban Dari Tikus, Ia Mulai Merasa Takut. Namun, Ia Tidak Menunjukkan Rasa Takutnya, Karena Harimau Adalah Hewan Yang Harus Di Takuti, Ia Tidak Mau Di Kalahkan Oleh Hewan Kecil Seperti Kancil. ‘’ Haha, Aku Tidak Percaya Dengan Omong Kosong Kalian Berdua! Mana Buktinya Jika Apa Yang Kalian Katakan Benar.’’ Tanya Harimau. Kancil Pun Merasa Bingung, Bagaimana Ia Bisa Ia Membuktikan Kebohongannya. Namun, Karena Kecerdikannya. Ia Berusaha Tetap Tenang Di Hadapan Harimau, Meskipun Sebenarnya Ia Merasa Takut. ‘’ Kau Masih Tidak Percaya? Bukti? Baiklah, Beberapa Hari Yang Yang. Aku Sudah Mengalahkan Harimau Besar Sepertimu. Harimau Itu Bersikap Sangat Kurang Ajar, Aku Masih Menyimpan Kepalanya Di Pinggir Sungai, Karena Untuk Peringatan Bagi Hewan-Hewan Lain Agar Tidak Bersikap Kurang Ajar Di Hutan Ini. Jika Mau Bukti, Aku Akan Menunjukannya Langsung. Namun, Setelah Aku Tunjukan, Kau Tidak Boleh Menyesal.” Kata Si Kancil. Harimau Merasa Ketakutan. Namun, Ia Memaksakan Diri Untuk Tidak Menunjukannya Rasa Takutnya. ‘’ Baiklah, Di Mana Kau Akan Menunjukkan Harimau Malang Itu. Namun, Jika Kau Menipuku, Kalian Berdua Akan Menjadi Makan Siangku.!’’ Kata Harimau. Mendengar Gertakan Si Harimau, Tikus Sangat Ketakutan. Namun, Ia Percaya Akan Kecerdikan Si Kancil, Si Kancil Pun Mengedipkan Mata Pada Tikus. Kancil Langsung Membawa Harimau Ke Tepi Sungai Di Dalam Hutan. Mereka Menuju Sumur Di Pinggir Sungai. Sumur Itu Sangat Gelap Dan Dalam. Namun, Karena Pantulan Cahaya Matahari Yang Membuat Air Yang Bening Itu Berkilau Seperti Cermin. ‘’ Kita Sudah Sampai Di Sumur Yang Aku Maksud. Sekarang Kau Bisa Membuktikan Sendiri, Kau Lihat Sendiri Pada Sumur Tersebut.’’ Kata Si Kancil. Harimau Merasa Sangat Penasaran. Namun, Hatinya Sangat Takut, Ia Pun Memberanikan Diri Untuk Melihat Ke Dalam Sumur. Karena Ketakutan Ia Hanya Mengintip Saja. Tapi, Ia Sangat Terkejut Ketika Membuka Mata Dan Melihat Kepala Harimau Itu Benar-Benar Ada. Ternyata, Apa Yang Di Katakana Kancil Benar. Ia Memang Benar-Benar Raja Hutan. Karena Ketakutan, Ia Langsung Melarikan Diri. Ia Langsung Berlari Dengan Cepat, Karena Takut Di Makan Kancil. Melihat, Harimau Berlari Begitu Cepat. Kancil Dan Tikus Tertawa Dengan Puas, Mereka Berhasil Mengelabui Harimau Yang Sombong Itu. Sebenarnya, Di Dalam Sumur Itu Tidak Ada Siapapun Selain Air Yang Sangat Bening Seperti Kaca. Karena Kebodohan Harimau, Ia Tidak Menyadari Bahwa Kepala Harimau Yang Ada Di Sumur Tersebut Adalah Bayangannya Sendiri. Lagi Lagi Kancil Berhasil Menipu Untuk Menyelamatkan Tikus Temannya. Si Belang, Si Botak dan Si Buta
Terdapat tiga sosok dari Bani Israil, yakni si belang, si
botak dan si buta. Suatu hari, Allah hendak menguji mereka bertiga. Dia pun mengutus Malaikat kepada si belang. Akhirnya sang Malaikat bertanya “Apa yang amat engkau inginkan dalam hidup?” “Penyakitku disembuhkan dan aku akhirnya memiliki kulit indah supaya tidak ada lagi orang yang jijik saat melihatku” Jawab si belang. Akhirnya Malaikat tersebut mengusap si belang dan cacatnya tersebut langsung hilang, bercahaya dan bersih. Kemudian, Malaikat tersebut kembali bertanya, “Jenis binatang apa yang paling bisa menyenangkan hatimu?” Si belang pun menjawab “Unta”. Kemudian Malaikatpun memberikan seekor unta hamil dan berdo’a “Semoga Allah memebrkati atas apa yang kau punya”. Sesudah itu, Malaikat pun mendatangi si botak dan menyakan pertanyaan yang sama, “Apa yang paling engkau inginkan?”. Si botak pun menjawab, “Rambut yang indah”. Kemudian, sang Malaikat mengusap kepala si botak dan secara tiba-tiba kepalanya tumbuh rambut yang amat indah. Kemudian Malaikat kembali bertanya, “Binatang apa yang amat menarik hatimu?”. Ia menjawab “Sapi”. Akhirnya, Malaikat tersebut memberikan seekor sambil hamil dan berkata “Semoga Allah memberkahi harta yang engkau miliki”. Dan terakhir, sang Malaikat mendatangi si buta dan bertanya,”Apa yang paling engkau inginkan?”. Si buta pun menjawab, “Aku ingin bisa melihat kembali supaya bisa menyaksikan orang- orang”. Sang Malaikat akhirnya mengusap matanya dan secara langsung ia bisa melihat kembali. Malaikat melanjutkan, “Binatang apa yang bisa membuatmu senang?”. Si buta pun menjawab, “Kambing”. Malaikatpun memberikan kambing hamil dan mengucap salam perpisahan kepada si buta. Seiring berjalannya waktu, binatang yang mereka miliki berkembang dan beranak pinak dengan sangat cepat juga sehat. Anaknya pun juga sangat banyak. Kemudian, Malaikat kembali mendatangi mereka untuk menguji di dalam bentuk berbeda sesuai dengan perintah Allah. Malaikat mendatangi si belang dan berkata, “Aku adalah orang yang malang. Aku kehabisan bekal perjalannya. Dan tidak ada satupun orang yang menolongku selain engkau dan Allah. Maka tolong aku”. Si belang pun menjawab, “Urusanku amat banyak dan aku tidak bisa memberimu apa-apa”. Malaikatpun menimpal “Nampaknya aku mengenalmu. Engkau adalah orang yang dulunya memiliki penyakit belang sehingga orang menjadi jijik kepadamu. Engkau dulunya adalah orang miskin yang ditolong oleh Allah” “Bukan, aku bukan orang miskin, aku mewarisi harta yang dimiliki oleh nenek moyangku” tegas si Belang. Malaikatpun menjawab, “Apabila engkau berkata dusta, maka Allah tentu akan membuatmu kembali lagi sebagaimana dahulu”. Lalu Malaikatpun mendatangi si botak dan memohon bantuan sebagaimana yang ia lakukan kepada si belang. Namun, si botak memberi jawaban yang serupa dan Malaikat juga memberikan pernyataan yang sama. Sesudah itu, Malaikat mendatangi orang terakhir, yaitu si buta. Ia menyampaikan pertolongan seupa. Dan buta menjawab dengan sangat tulus, “Sesungguhnya aku dulu adalah seorang yang buta. Kemudian Allah mengembalikan penglihatanku lagi. Maka ambilah apa yang engkau sukai dan tinggalkan apa yang engkau tidak suka. Karena semua ini hanyalah titipan dari Allah” Akhirnya, sang Malaikatpun tersenyum dan berkata “Aku adalah Malaikat yang hendak mengujim. Allah sangat senang kepadamu dan sangat murka kepada kedua temanmu” Bocah Penggembala dan Serigala
cerita dongeng pengembala domba dan srigala
Pada zaman dahulu, hiduplah seorang anak
penggembala di suatu desa. Setiap hari ia bertugas menggembalakan domba-domba milik tuannya di dekat hutan. Karena terus melakukan kegiatan yang sama, ia merasa bosan. Suatu hari, terbesit di pikirannya untuk mengerjai orang-orang desa sebagai hiburan. Ia pun berlari menuju desa sambil berteriak ketakutan, “Ada serigala! Ada serigala!” Sesuai dugaannya, masyarakat setempat berlari menuju tepi hutan untuk mengusir serigala tersebut. Tapi sesampainya di sana, tak ada serigala sama sekali. Yang ada malah sosok si anak pengembala yang tertawa terbahak-bahak. Sadarlah mereka kalau sudah tertipu. Beberapa hari kemudian, anak itu kembali berteriak- teriak minta pertolongan. Lagi-lagi penduduk desa berlari ke tepi hutan. Namun mereka ternyata tertipu untuk kedua kalinya. Mereka pun pulang dengan bersungut- sungut. Suatu hari menjelang sore, tiba-tiba saja serigala sungguhan muncul dari dalam hutan. Si anak pun berteriak ketakutan minta bantuan. Namun kali ini, penduduk desa tak mau percaya padanya. Serigala itu pun dengan leluasa membunuh dan menyantap domba-domba yang ada di sana. Sementara anak itu hanya bisa melihat dari kejauhan dan bingung memikirkan apa yang harus ia katakan pada sang tuan. Si Badak, Si Cacing Dan Si Kodok
Sudah berbulan-bulan lamanya musim kemarau panjang
datang. sementara itu hujan belum menampakan tanda- tanda akan turun. Siapapun pasti akan tersiksa. terutama warga rawa. Lompatan Kodi Kodok jadi tak selincah biasanya. Cica si Cacing juga setengah mati menggali tanah. semua lesu, dan yang nampak paoing tersiksa adalah Bidi si Badak! karena kulitnya yang tebal harus direndam didalam air agar suhu tubuhnya tidak kepanasan. Meskipun begitu, mereka tidak ada yang mengeluh. Karena semua sama-sama memahami, yang lain pasti sama tersiksanya. Sebagai pimpinan di rawa, Bidi Badak mengkhawatirkan nasib teman-temannya. Makanya, Bidi Badak mulai gelisah mencari kolam baru. Tanpa sepengetahuan warga rawa lain, ia mennyusuri piinggiran hutan yang jauh dari rawa. “Hai, kalian tahu dimana Bidi? Hari ini jadwalku makan kutu sekaligus membersihkan kulitnya. ”Tanya gelatik kepada Cica Cacing dan Kodi Kodok yang kebetulan tinggal tidak jauh dari kolam Bidi. “Kwookkk! Aku tidak tahu,” Jawab Kodi Kodok.“Dari subuh Bidi sudah tidak ada di kolam” “Hah? Dari subuh? Kira kira kemana ya?” “Entahlah, tapi kalo di perhatikan, Belakangan ini di nampak gelisah.” Jawab Cica Cacing. “Mungkin karen air rawa mulai menyusut. Sampai setengah lututnya Bidi pun tidak!” “Wah jangan-jangan dia mencari rawa baru dan meninggalkan kita!” “Ishhh.. Bidi itu pemimpin yang bertanggung jawab, tahu! Dia tidak mungkin meninggalkan kita begitu saja.” “Bidiiiii!!!! Kamu dimana sih?” Semua warga rawa mulai sibuk mencarinya. Menjelang malam Bidi baru nampak lagi di kolamnya. Langsung saja seluruh teman-temanya menanyakan. “Maaf sudah membuat kalian semua kawatir, tadi aku mencari rawa yang lebih banyak airnya,” jawab Bidi. “Kwookkk..kamu ga akan meninggalkan kamin ketempat barukan, Bidi?”Tnya Kodo Kodok kawatir. “Tidak Kok, justru aku akan mencari rawa yang banyak airnya untuk kita semua.Tapi rasanya,tidak ada rawa yang lebih nyaman dari tempat kita. “Cippp..Cippp..betul itu! Duh, kami kira kamu akan meninggalkan kami…” “Ya ampun, aku tuh justru mengkhawatirkan kalian! Sudah lama rasanya aku tidak mmelihat Kodi melompat dan berenang riang, Cica Cacing juga tampak kepayahan menggali tanah.Ya kan ?” “Ah, kau baik sekali sudah memikirkan kami.Tapi, kami juga yakin kulitmu juga butuh air, kan?‟ tanya temanya yang lain. Bidi hanya tersenyum lebar, memperlihatkan gigi-gigi gendutnya. “Kemarau kali ini memang parah banget, kawan- kawan..”Tiba-tiba Gala Gajah muncul dari balik semak- semak. “Harusnya pertengahan bulan ini hujan sudah turun” “Eh, bagai mana kalo kita tambah saja air rawa ini?” Usul Bidi spon-tan. “Tadi sewaktu jalan-jalan, aku sempat melewati air sungai di kaki bukit. Di sana, air masih mengalir meskipun tidak sederas biasanya.” “Boleh juga idemu! Tapi, bagaimana cara membawa airnya, ya?” Caca Cacing membayangkan jaraknya. “Eh, Gala … belalaimukan panjang tuh. Bisa menyimpanair. “Waduh, tapi kalau hanya Gala yang bawa air, kapan penuhnya?” ujar Kodi Kodok. “Ya nggak dong! Kita kan mesti gotong royong!” kata Cica Cacing lagi. “Tapi, badanku kecil, mana bisa bawa air banyak- banyak?” tanya Kodi lagi. “Kita kerumah pak Beyu saja! Berang-berang yang tukang kayu itu!. Dia kan suka menyimpan perkakas bekas! Siapa tahu dia punya panci, ember, atau apapun yang bisa menyimpan air.” pekik Joli Gelatik tiba-tiba.Teman- temanya pun setuju. Dari rumah Pak Beyu, mereka di bekali beberapa panci bekas yang sudah di tambal, dan ember yang cukup besar untuk menampung air. Wah, Pak Beyu memeng pintar memperbaiki peralatan. Rombongan warga rawa pun berbondong-bondong menuju kesungai di kaki bukit. Joli dan beberapa temanya menciduki air ke ember dengan dedaunan. perlahan tapi pasti, ember dan panci mulai penuh air. Gala menyedot air sebanyak mungki, kemmudian dia memikul panci yang di penuhi dengan air. Ember di punggung Bidi perlahan mulai penuh. Beberapa kali mereka bersama-sama bolak-balik mengangkut air antara sungai dan rawa hingga air cukup untuk beberapa waktu kedepan. Setelah seharian penuh mengisi rawa, Bidi dan teman- temanya beristirahat dan menikmati hasil kerja sama mereka. Kodi melampat dan berenang sangat riang. Cica mulai menggali tanah dengan lebih mudah. Bidi berendam dengan santai sementara Joli bisa berkicau dengan riang karena bisa memakan kutu dikulit Bidi denagan tenang. Semuanya bersuka cita, masalah air rawa bisa di tangani bersama dan kemarau bisa di lalui warga rawa dengan ceria. Kerbau dan Sapi
ilustrasi cerita dongeng sapi dan kerbau
Pada suatu masa, ada kerbau dan sapi yang bersahabat.
Sapi berkulit hitam kecoklatan sementara kerbau berkulit putih. Pada suatu hari, datanglah pendatang baru di sebuah padang rumput, ia adalah banteng yang memiliki tanduk runcing. Ia terlihat sangat gagah dan membuat rapi betina kagum terhadapnya. Kabar adanya banteng gagah tersebut tersebar dengan sangat cepat. Ia pun menjadi primadona. Sapi jantan yang warnanya hitam kecoklatan tak begitu peduli. Namun, si karbau justru merasa iri dan cemburu kepada banteng tersebut. Ia berkata, “Apa sih hebatnya dia? Aku juga mempunyai tanduk yang besar dan runcing. Badan juga gagah. Cuma hanya berbeda warna kulit saja. Seandainya kulitku hitam aku pasti lebih gagah dibandingkan banteng itu”. Ia pun memiliki ide untuk mengubah warna kulitnya. Ia pun mendatangi sapi yang tengah berendam di sungai. Ia pun merayu sapi agar ia mau bertukar kulit. Namun, sapi tetap enggan karena ia bersyukur dengan nikmat Tuhan. Kerbau tetap saja membujuk sapi dan memohon atas nama persahabatan. Sapi pun akhirnya kasihan dan bersedia tukar warna kulit. Namun, sapi memberi syarat bahwa sesudah bertukar, kerbau harus bersyukur dengan apa yang dimiliki. Tanpa berfikir panjang, kerbau akhirnya menyanggupi. Akhirnya mereka bertukar kulit, namun ternyata kulit si sapi terlalu kecil dan sempit untuk kerbau yang besar. Sehingga pakainnya terasa sesak. Sementara kulit kerbau yang dipakai oleh sapi kebesaran. Lantaran merasa kurang nyaman dengan kulitnya tersebut, kerbau kembali mengajak sapi bertukar. Namun, sapi tidak mau. Akhirnya, kerbau merengek kepada sapi minta bertukar kulit dimanapun mereka bertemu. Namun, tetap saja sapi tidak mau bertukar. Akhirnya, sang kerbau menyesal karena sudah tidak mensyukuri apa yang ia dapatkan dari Tuhannya. Padahal itu adalah yang terbaik untuknya.