Anda di halaman 1dari 5

Gajah dan Semut

Di pedalaman hutan, beraneka binatang tinggal disana. Seperti halnya manusia, dalam
kehidupan binatangpun ada binatang yang baik dan ada yang tidak baik. Di sana ada seekor
gajah yang sangat angkuh. Sikapnya selalu seenaknya sendiri. Seringkali ia menganggu
binatang yang lemah dan kecil. Tubuhnya yang besar dijadikan alat untuk menindas semua
binatang. Pernah suatu ketika ia, mengoyangkan sebuah pohon besar hanya untuk membuat
burung pergi dari tempat itu. Ia selalu mencari masalah buat binatang lain. Tiada hari tanpa
menganggu dan meremehkan binatang lain.

Hingga pada suatu hari, gajah melihat semut yang sedang bekerja membawa makanan.
Ia pun iseng bertanya,"Mau kemana kau semut?" kata Gajah penuh ingin tahu. "Aku mau
membawa makanan ini ke rumah karena sebentar lagi musim hujan tiba. Aku harus
mengumpulkan makanan." kata semut sambil membawa makanannya.

"Oh, begitu." Gajah menjawab sambil tidak perduli. Ia pun melanjutkan kegiatannya
meminum air danau. Entah apa yang ada dipikiran Gajah. Tiba-tiba saja ia menyemprotkan
Semut dengan air yang ada dalam belalainya. Makanan semut pun jadi basah semua. Semut
sangat kesal. Usaha selama ini mengumpulkan makanan jadi sia-sia. "Hai Gajah, kenapa aku
kamu siram dengan air. Apa salahku," kata Semut sambil membersihkan dirinya yang basah
kuyup. Gajah hanya tertawa kegirangan, "Kau hanya binatang kecil tak berguna," kata Gajah
mengejek. Semut tak terima dengan perlakuan dan perkataan Gajah. Ia berjanji suatu saat
nanti akan memberi pelajaran pada Gajah. Mendengar hal itu gajah hanya berkata, "Duh, aku
jadi takut mendengar ancamanmu." Ia pun tertawa terpingkal-pingkal. "Mana bisa binatang
kecil mengalahkan aku," kata Gajah dengan sombongnya.

Sudah beberapa minggu sejak kejadian, siang itu Semut melihat Gajah sedang tidur. Ia
pun mempunyai ide untuk memberi pelajaran pada Gajah. Tubuhnya yang kecil dengan
mudah masuk ke telinga Gajah. Semutpun menggigit telinga Gajah. Gajah yang sedang tidur
langsung berteriak keras, "Aduuuuh, kenapa kupingku ini?" katanya kesakitan. Gajah
berusaha menggosokkan telinganya di pohon besar namun masih terasa sakit. Semut yang
berada di dalam telinga Gajah semakin bertubi-tubi menggigit Gajah. Gajah kesakitan hingga
lari berkeliling hutan. Ia menangis meminta pertolongan binatang lain. Namun tak ada seekor
binatang yang membantunya. Setelah letih berlari kesana-kemari sambil menangis. Semut
keluar dari telinga Gajah. "Nah, itu pelajaran buat kamu. Jangan suka meremehkan binatang
lain walaupun kelihatannya ia lemah. Kamu baru digitukan saja sudah menangis. Apalagi
kalau aku bawa teman-temanku untuk membantuku," kata Semut. Gajah meminta maaf atas
perbuatannya waktu itu pada Semut. Ia berjanji tidak akan meremehkan dan menganggu
binatang lain. Ia akan berusaha menghargai binatang lain.
Gembala dan Serigala
Di pinggiran hutan yang lebat dan gelap, ada seorang anak laki-laki sedang
menggembala domba milik majikannya. Tugas itu dia lakukan setiap hari dengan perasaan
sangat bosan. Untuk mengusir kejenuhan, dia selalu membawa seruling dan seekor anjing
peliharaannya. Itu berarti, hanya ada dua hal yang bisa dilakukan sambil mengawasi domba-
domba. Menghibur diri dengan meniup seruling, atau bermain-main dengan anjing.
Suatu hari penggembala kecil ini membayangkan, apa yang akan terjadi seumpama
ada serigala muncul dari dalam hutan untuk memangsa domba. Sang majikan pernah
berpesan, kalau serigala datang menyerang, dia harus berteriak kencang-kencang untuk
memanggil bantuan. Warga kampung di sekitar situ pasti akan segera datang menolong dia
mengusir serigala. Tapi itu tidak pernah terjadi, setidaknya sampai hari ini. Belum pernah ada
seekor serigala pun datang mendekat mengincar dombanya.
Si gembala kecil mulai membayangkan ide jahil. Menurutnya, pasti lucu kalau dia
hanya pura-pura melihat serigala, kemudian menjerit memanggil orang sekampung untuk
datang menolong. Maka dia pun membuka mulut lebar-lebar dan berteriak, “Serigala!
Serigala!” Dalam sekejap, orang-orang pun datang berduyun-duyun, siap melakukan apapun
untuk mengusir sergiala jahat. Mereka meninggalkan berbagai pekerjaan penting demi
membantu si penggembala.
Tapi yang mereka temukan hanya seorang anak yang sedang terbahak-bahak, merasa
berhasil menipu mereka. Ia sangat geli meihat ekspresi warga yang kaget mendengar ada
serigala. Sadar dikibuli, orang-orang pun bubar dan kembali ke aktivitas mereka. “Aku hanya
mengetes, apakah bila serigala nanti datang mengejar domba, kalian mau membantuku
mengusir dia,” alasan penggembala, tanpa merasa bersalah.
Beberapa hari kemudian, dia mengulangi kejadian itu. Anak penggembala menjerit
keras dengan nada panik, “Serigala! Serigala!” Dan lagi-lagi orang sekampung yang baik hati
pun segera datang. Mereka berlari sekencang mungkin agar tidak terlambat memberikan
bantuan. Tapi, sekali lagi, yang mereka temukan bukan serigala sedang menyerang domba-
domba. Melainkan seorang anak penggemaba jahil sedang tertawa puas terbahak-bahak
sambil memegang perutnya.
“Oh, kamu mengelabuhi kami,” geram seorang petani. Dia meninggalkan ladangnya
begitu mendengar teriakan minta tolong tadi. “Jangan lakukan itu lagi,” pesan seorang ibu
pembuat roti. “Atau kami tidak akan memercayaimu lagi,” ancam warga lainnya. Orang-
orang pun bubar sambil bergumam kesal. Anak gembala hanya tertawa puas melihat
kemarahan mereka.
Tapi dia tidak juga kapok. Besoknya, ia mengulang berteriak “Serigala! Serigala!”
saat tidak ada satu pun serigala yang mendekat. Meski awalnya mereka ragu apakah ini benar
atau hanya permainan, warga kembali datang untuk membantunya. Lalu mereka bergegas
pulang dengan marah karena bosan dipermainkan si penggembala cilik.
Suatu sore, saat matahari mulai tenggelam, tak disangka seekor serigala benar-benar
muncul di pinggiran hutan. Serigala buas itu tampak lapar dan mulai menyambar domba-
domba. Anak penggembala sangat panik dan ketakutan. Ia berlari terbirit-birit mencari
bantuan. “Serigala! Serigala!” teriaknya, berharap ada yang segera datang untuk menolong.
Tapi meski orang-orang kampung mendengar suara teriakan itu, tak ada satu pun yang
mau datang menghampiri. “Dia tidak akan bisa menipu kita lagi,” kata mereka, yakin teriakan
itu hanya omong kosong si penggembala, seperti sebelum-sebelumnya.
Serigala itu pun berhasil menerkam banyak domba sampai kenyang. Anak gembala
tidak berdaya mengusirnya sendirian. Kini dia jera, sadar orang-orang tidak datang bukan
karena tak ingin membantu. Melainkan karena ulahnya sendiri, yang sering membohongi
mereka berkali-kali.
Kancil Mencuri Mentimun
Pada suatu hari yang terik oleh sinar matahari, kancil berlari sekuat mungkin untuk
melarikan diri dari kejaran serigala yang hendak menerkamnya hidup-hidup. Ia masuk ke
dalam kebun sayuran yang tampak sangat subur. Setelah menggali lubang untuk masuk ke
dalam kebun yang dipagari itu, kancil bersembunyi di sana dalam beberapa menit.
Ketika memastikan serigala telah melewati kebun tanpa berpikiran kancil sedang
bersembunyi di sana, rasa lapar dan haus membuat kancil berjalan mendekat ke arah
mentimun yang tampak segar. Namun, sebelum kancil berhasil memetik satu mentimun,
kedatangan Pak Tani membuatnya melarikan diri secepat mungkin.
Keesokan harinya, kancil masih menginginkan mentimun yang kemarin dilihatnya di
kebun. Dari kejauhan, kancil mengamati dengan teliti. Kebun sayur itu masih tampak kosong.
Tanpa membuang-buang waktu, kancil segera menyelinap masuk. Ia memetik tiga buah
mentimun dan melahapnya di pinggir kebun. Kancil mengulangi hal itu selama tiga hari
berturut-turut.
“Ini pasti ulah si kancil!” Kancil memang terkenal sebagai pembuat ulah yang kerap
mencuri sayur dan buah. Pak Tani yang geram dengan ulah kancil mulai menyusun rencana
untuk menangkapnya. Pak Tani menemukan lubang yang menjadi jalan masuk bagi kancil
untuk menyelinap ke kebunnya. Dengan cepat, Pak Tani menggali lubang yang lebih dalam
di dekat lubang yang digali oleh kancil tersebut. Setelahnya, ia menutup lubang itu dengan
kayu kecil dan dedaunan.
Pak Tani tersenyum puas melihat perangkap yang telah ia buat untuk menjebak
kancil. Setelahnya, ia pulang ke rumah dengan yakin bahwa kancil akan masuk ke dalam
perangkapnya. Keyakinan Pak Tani membuahkan hasil yang diharapkan ketika keesokan
harinya kancil kembali berusaha menyelinap masuk ke kebun. Sebelum kancil masuk ke
lubang yang ia gali pada beberapa hari yang lalu, kancil terlebih dahulu masuk ke dalam
perangkap Pak Tani. Dia terpelosok jatuh ke dalam lubang yang dibuat oleh Pak Tani.
Kancil berpikir keras untuk menemukan cara melarikan diri. Pikiran cerdiknya mulai
bekerja ketika ia melihat dari kejauhan kura-kura mendekat ke arah lubang yang
memerangkap kancil. Diapun segera memanggil kura-kura.
“Kenapa kau di sana, Kancil?” tanya kura-kura penasaran.
“Aku sedang berdoa dan berlindung. Besok adalah hari kiamat.” Kura-kura begitu
saja memercayai ucapan kancil. Setelahnya, ia ikut masuk ke dalam lubang perangkap itu.
Melihat kura-kura yang berhasil percaya begitu saja, kancil melakukan hal yang sama pada
hewan-hewan lain yang melewati lubang galian Pak Tani itu.
Setelahnya, lubang itu menjadi penuh oleh hewan yang percaya bahwa besok adalah
hari kiamat. Keesokan harinya, bau kentut tercium di dalam lubang yang dipenuhi oleh
berbagai macam hewan itu.
“Siapa yang kentut?” Semua hewan melihat curiga ke arah kancil yang menjadi
sumber bau itu. Karena kesal, harimau yang sangat yakin bahwa kancil sendirilah yang
kentut, melempar tubuh mungil kancil ke luar dari lubang.
“Terima kasih, Kawan. Kalian telah membebaskanku dari lubang perangkap Pak
Tani." Semua hewan marah mendengar pengakuan kancil.
“Dasar kau licik!” Kura-kura meluapkan kemarahannya.
“Maafkan aku.” Dengan cepat, kancil berlari untuk melarikan diri. Ia berlari sangat
kencang dan jauh hingga jejaknya tidak tampak lagi oleh hewan-hewan di hutan.
Kelinci Sombong dan Kura-kura

Sebuah hutan kecil di pinggiran desa jadi tempat hidup sekelompok binatang. Di sana
ada kelinci yang sombong dan suka mengejek binatang lain yang lemah. Binatang lain seperti
kura-kura, siput, semut, ulat, cacing, kupu-kupu tak ada yang suka pada kelinci sombong itu.
Pada suatu saat si kelinci sombong berjalan dengan angkuh mencari korban untuk
diejek. Kebetulan dia bertemu kura-kura. “Hei, kura-kura lambat! Kamu jangan cuma jalan
dong. Belajarlah berlari biar cepat sampai,” kata kelinci mencibir.
“Biar saja, jalanku memang lambat, tapi yang penting tetap selamat. Daripada cepat
tapi jatuh dan terluka, lebih baik tetap selamat,” jawab kura-kura. “Bagaimana kalau kita adu
lari,” ajak kelinci menantang. “Kalau kau menang, aku beri hadiah apapun yang kau minta,”
kata kelinci pongah. “Mana mungkin aku beradu cepat denganmu. Kamu kan bisa lari dan
loncat, sedang aku, … kan hanya bisa jalan pelan, … karena terbebani rumahku ini,” kata
kura-kura tahu diri.
“Harus mau! Kamu tidak boleh menolak tantanganku. Besok pagi aku tunggu kamu di
bawah beringin. Aku akan menghubungi srigala untuk jadi wasit,” kata kelinci. “Awas kalau
sampai nggak datang, … “ kata kelinci mengancam. Kura-kura hanya diam melongo. Dalam
hati dia berkata, “Apa mungkin aku mengalahkan kelinci?”
Keesokan harinya kelinci sombong sudah menunggu di bawah beringin. Srigala sudah
datang untuk jadi wasit. Setelah kura-kura ada dan sejumlah binatang hadir jadi penonton,
srigala berkata, “Peraturannya begini. Kalian balapan lari mulai dari garis di bawah pohon
mangga itu,” kata Srigala sambil nunjuk, “terus cepet-cepetan sampai di bawah pohon
beringin ini. Yang nginjak garis duluan yang jadi pemenang.” Semua yang hadir pun
ngangguk-ngangguk.
Setelah semua siap, “Oke, … satu … dua … tiga … lari!” kata srigala memberi aba-
aba. Kelinci langsung meloncat mendahului kura-kura. Sementara itu kura-kura melangkah
pelan karena rumahnya jadi beban. “Ayo kura-kura, lari dong…..!” teriak Kelinci dari
kejauhan sambil mengejek. “Baiklah aku tunggu di sini ya…,” kata kelinci mengejek. Kelinci
pun duduk-duduk sambil bernyanyi, mengejek kura-kura yang sulit melangkah.
Karena angin berhembus pelan dan sejuk, tanpa disadari kelinci jadi ngantuk.
Celakanya, tak lama kemudian kelinci pun tertidur. Penonton mengira kelinci hanya pura-
pura tidur untuk mengejek kura-kura.
Meskipun pelan, kura-kura terus melangkah sekuat tenaga. Diam-diam dia melewati
kelinci yang tertidur, terus melangkah dan ….akhirnya mendekati garis finish. Tepat saat
kura-kura hampir menginjak garis finish, kelinci terbangun. Dia sangat terkejut mendapati
kura-kura sudah hampir mencapai finish. Sekuat tenaga dia berlari dan meloncat, mengejar
kura-kura yang diejek dan disepelekannya. Namun apa daya, semuanya sudah terlambat.
Kaki kura-kura telah menyentuh garis finish dan Srigala telah mengibarkan bendera finish
saat kelinci masih berlari. Kura-kura jadi pemenang dan si kelinci sombong terdiam tak
percaya. “Kenapa aku bisa tertidur ya?” katanya menyesal.
“Nah, siapa yang menang?” tanya kura-kura pada kelinci. “Ya, … kaulah yang
menang,” jawab kelinci malu. “Kamu ingat kan? Kemaren kamu janji aku boleh minta hadiah
apa pun bila menang lomba ini kan?” Kata kura-kura mengingatkan. “Ya, … pilih saja hadiah
yang kau ingin,” kata kelinci deg-degan. “Aku hanya minta satu hadiah dari kamu. Mulai
sekarang kamu jangan sombong lagi, jangan mengejek, dan jangan ganggu binatang lain,”
kata kura-kura. “Hanya itu?!” kata kelinci terkejut. “Ya, itu saja.” Kata kura-kura mantap.
“Baik, aku berjanji tidak akan sombong lagi, tidak mengejek, dan …. aku minta maaf,” kata
kelinci disaksikan semua binatang.
Tiga Anak Babi dan Serigala
Alkisah di sebuah hutan, hiduplah satu keluarga babi yang bahagia. Mereka terdiri
dari ayah, ibu, dan tiga anak babi.
Pada suatu hari, sang ibu sengaja memanggil semua anaknya untuk berkumpul.
Ketiga babi kecil itu diminta untuk mulai hidup mandiri. Mereka diperintahkan oleh ibunya
untuk belajar hidup di rumah masing-masing. Mereka diharuskan mencari bahan bangunan
dan membangun rumahnya sediri. Bukan hanya itu, ibu mereka juga berpesan untuk selalu
berhati-hati dari Serigala.
Setelah mendapat perintah dari ibu, ketiga babi kecil mulai mencari bahan untuk
membangun rumah. Anak babi pertama memilih untuk membangun rumah dari jerami
kering. Karena kemalasannya, ia tidak ingin mencari bahan bangunan di tempat yang jauh.
Anak babi pertama langsung mengambil jerami yang mudah ditemukan di belakang rumah
orang tuanya.
Anak babi kedua memilih untuk membangun rumah dari ranting pohon atau kayu
yang tidak terpakai. Anak babi kedua ini tidak ingin pula bersusah payah mencari bahan
bangunan. Dia hanya perlu mengitari hutan dan meminta kepada warga binatang lainnya.
Anak babi ketiga adalah anak babi yang paling berbeda sikapnya. Ia merupakan anak
yang rajin dan sabar. Tidak seperti dua kakaknya, anak babi ketiga benar-benar membangun
rumahnya agar dapat berlindung dari serangan serigala. Dia sengaja mencari batu bata lalu
dengan sabar menyusunnya satu per satu untuk membangun rumah.
Kedua kakaknya menertawakan anak babi ketiga. Mereka mengatakan bahwa anak
babi ketiga terlalu berlebihan. Pada suatu waktu, hutan dihebohkan oleh kabar Serigala yang
kelaparan. Semua penghuni hutan tidak berani berada di luar rumah, termasuk ketiga anak
babi. Serigala ternyata benar-benar datang mencari mangsa. Rumah anak babi pertama
menjadi rumah yang ia datangi pertama kali.
Dengan hanya meniup, rumah jerami anak babi pertama langsung roboh. Anak babi
pertama berlari ketakutan menuju rumah anak babi kedua. Mereka berdua berpelukan saat
mendengar suara tawa Serigala mendekat.
Di luar rumah, Serigala dengan sangat mudah juga ikut menghancurkan rumah anak
babi kedua hanya dengan meniupnya. Mereka berdua yang ketakutan, berlari sangat kencang
dan akhirnya berlindung di rumah anak babi ketiga.
Namun, usahanya menjadi sia-sia karena batu bata itu sangat kuat dan tidak bisa
dihancurkan dengan tiupan. Karena kelelahan, Serigala pun menyerah dan pergi
meninggalkan ketiga anak babi yang berada di dalam rumah dari batu bata itu. Anak babi
pertama dan kedua menyesal karena telah meremehkan rumah anak babi ketiga. Merekapun
meminta maaf dan berjanji untuk tidak akan malas lagi.

Anda mungkin juga menyukai