Anda di halaman 1dari 14

Kisah Pohon Apel

Kisah Pohon Apel

Suatu masa dahulu, terdapat sebatang pohon apel yang amat besar. Seorang kanak- kanak

lelaki begitu gemar bermain-main di sekitar pohon apel ini setiap hari. Dia memanjat pohon

tersebut, memetik serta memakan apel sepuas-puas hatinya, dan adakalanya dia

beristirahat lalu terlelap di perdu pohon apel tersebut. Anak lelaki tersebut begitu

menyayangi tempat permainannya.

Pohon apel itu juga menyukai anak tersebut. Masa berlalu… anak lelaki itu sudah besar dan

menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain di sekitar

pohon apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel tersebut

dengan wajah yang sedih.

“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.

“Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau,” jawab remaja

itu.

“Aku mau permainan. Aku perlu uang untuk membelinya,” tambah remaja itu dengan nada

yang sedih.

Lalu pohon apel itu berkata, “Kalau begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku. Juallah untuk

mendapatkan uang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kauinginkan.”

Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel di pohon itu dan pergi dari situ.

Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih. Masa berlalu…

Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa. Pohon apel itu merasa gembira.

“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.

“Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin

membina rumah sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bisakah kau menolongku?”

Tanya anak itu.


“Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahanku yang

besar ini dan kau buatlah rumah daripadanya.” Pohon apel itu memberikan cadangan. Lalu,

remaja yang semakin dewasa itu memotong ke semua dahan pohon apel itu dan pergi dengan

gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudiannya merasa sedih karena

remaja itu tidak kembali lagi selepas itu.

Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia sebenarnya adalah

anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah matang dan dewasa.

“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.

“Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka bermain-main di sekitarmu. Aku

sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, aku tidak mempunyai

perahu. Bolehkah kau menolongku?” Tanya lelaki itu.

“Aku tidak mempunyai perahu untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong

batang pohon ini untuk dijadikan perahu. Kau akan dapat belayar dengan gembira,” kata

pohon apel itu.

Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batang pohon apel itu. Dia kemudian pergi

dari situ dengan gembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu.

Namun begitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakin di mamah usia, datang menuju

pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apel itu.

“Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah

memberikan buahku untuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangku untuk kau buat

perahu. Aku hanya ada tunggul dengan akar yang hampir mati…” kata pohon apel itu dengan

nada pilu.

“Aku tidak mahu apelmu karena aku sudah tiada bergigi untuk memakannya, aku tidak mahu

dahanmu kerana aku sudah tua untuk memotongnya, aku tidak mahu batang pohonmu kerana

aku tidak berupaya untuk belayar lagi, aku merasa lelah dan ingin istirahat,” jawab lelaki tua

itu.
“Jika begitu, istirahatlah di perduku,” kata pohon apel itu. Lalu lelaki tua itu duduk

beristirahat di perdu pohon apel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis

kegembiraan.

Tahukah kamu. Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan di dalam cerita itu adalah ibu dan

ayah kita. Saat kita masih muda, kita suka bermain dengan mereka. Ketika kita meningkat

remaja, kita perlukan bantuan mereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka, dan

hanya kembali meminta pertolongan apabila kita di dalam kesusahan. Namun begitu, mereka

tetap menolong kita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dan gembira dalam hidup.

Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikap kejam terhadap pohon apel itu, tetapi

fikirkanlah, itu hakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kini melayani ibu bapak

mereka.

Hargailah jasa ibu bapak kepada kita. Jangan hanya kita menghargai mereka semasa

menyambut hari ibu dan hari bapak setiap tahun


legenda Dongeng

Timun Mas dan Raksasa

Nama : Meyni Siwi


Kelas : IX
Sekolah : SMPN 4 Ratahan
Oleh : Ibu Jein
Timun Mas dan Raksasa

Pada suatu hari, di sebuah desa di daerah Jawa Tengah, ada seorang janda paruh

baya yang tinggal sendirian. Wanita tua ini bernama Mbok Srini, suaminya sudah meninggal

sejak lama dan ia tidak memiliki anak. Mbok Srini menghabiskan hari-harinya seorang diri

dan setiap harinya ia merasa bosan serta jenuh karena ia tidak memiliki seseorang untuk

menemaninya.

Mbok Srini sejak dulu sangat ingin punya anak. Namun, impiannya yang satu ini

memang tidak pernah bisa terwujud. Ditambah lagi, sekarang ia tidak memiliki seorang

suami, kemungkinan ia memiliki anak pun tentu saja menjadi hilang. Mbok Srini hanya bisa

menunggu keajaiban menghampirinya agar ia bisa memiliki anak. Mbok Srini selalu berdoa

pada Tuhan tiap pagi, siang, dan malam hari agar Tuhan bisa melihatnya dan mengkaruniakan

Mbok Srini seorang anak.

Lalu, pada suatu malam, Mbok Srini memimpikan seorang raksasa yang menyuruhnya

pergi mengambil sebuah bungkusan di bawah pohon besar di hutan tempat biasanya ia

mencari kayu bakar. Saat ia terbangun di pagi hari, tentu saja Mbok Srini merasa

kebingungan dengan arti mimpi itu. Dengan berbagai keraguan dan rasa penasaran di

benaknya, Mbok Srini tetap berjalan ke hutan dan mengikuti perasaannya. Saat ia tiba di

hutan ia mencari bungkusan yang berada di bawah pohon besar—seperti yang ada di

mimpinya semalam.

Sebenarnya, Mbok Srini berharap bungkusan yang hendak ia temukan ini berisi bayi,

tapi yang justru ia temukan hanyalah sebutir biji timun. Hatinya pun kecewa dan merasa

sedih. Tiba-tiba, ada seorang raksasa yang menghampirinya sambil tertawa terbahak-bahak.

“Apa maksudmu memberikanku sebutir biji timun?” Tanya Mbok Srini seraya berteriak tapi

tetap menahan emosinya. Saat Mbok Srini memperhatikan raksasa itu, ternyata raksasa

itulah yang semalam menghampirinya.

Mbok Srini pun merasa ketakutan, ia merasa raksasa itu akan memakannya. Mbok

Srini pun memohon agar raksasa itu merasa iba dan membiarkannya tetap hidup. “Tenang,

jangan takut. Aku tidak akan memakanmu, wanita tua!” Ucap raksasa itu. Ternyata, raksasa

ini meminta Mbok Srini menanam biji timun yang ia berikan. Katanya, ia akan dihadiahkan
seorang anak perempuan jika ia menanamnya. Namun, saat anak itu sudah dewasa, Mbok

Srini harus memberikan anak itu kembali pada raksasa karena ia akan memakannya. Karena

Mbok Srini sangat menginginkan seorang anak, ia menyetujui perjanjian itu.

Saat kembali ke rumah, Mbok Srini menanam biji timun itu ke ladang rumahnya. Mbok

Srini merawat biji timun itu dengan sangat baik tiap harinya. Dua bulan kemudian, tanaman

itu pun mulai berubah, dan tanaman timun itu hanya berbuah satu. Semakin hari, buah timun

spesial ini menjadi semakin besar, lebih besar dari buah timun pada umumnya. Warnanya pun

menunjukkan warna kuning keemasan, terlihat cantik.

Saat buah timun itu sudah sangat besar, Mbok Srini memetiknya dan saat terbelah,

ada seorang bayi perempuan yang sangat cantik. Mbok Srini sangat bahagia mendengar

suara tangisan bayi itu. Ia pun memberikan nama Timun Mas. Mbok Srini merasa sangat

senang sehingga ia lupa bahwa ia pernah membuat janji pada raksasa ia akan memberikan

bayi ini padanya suatu hari nanti. Mbok Srini membesarkan Timun Mas dengan kasih sayang

dan kesabaran. Timun Mas tumbuh menjadi seorag perempuan yang cantik, baik, serta

sangat cerdas.

Pada suatu malam, Mbok Srini kembali bermimpi didatangi raksasa yang memberikan

pesan bahwa dalam waktu seminggu, ia akan menjemput Timun Mas. Sejak saat itu, Mbok

Srini sering termenung sedih sendirian. Ia terus memikirkan bahwa ia akan berpisah dengan

anaknya yang sangat ia sayangi. Terkadang, air mata jatuh ke pipinya tanpa ia sadari.

Ternyata, Timun Mas sering memperhatikan ibunya yang sedih ini, lalu ia pun bertanya pada

Mbok Srini, “Ibu, kenapa akhir-akhir ini Ibu sering sekali menangis?” Awalnya, Mbok Srini

tidak ingin bercerita pada anaknya, tapi karena Timun Mas mendesaknya dan terus

bertanya, Mbok Srini pun menceritakan kisah asli kelahiran Timun Mas. Mbok Srini juga

menceritakan bagian bahwa ia harus mengembalikan Timun Mas ke seorang raksasa dan

beberapa malam sebelumnya raksasa itu menghampiri ia kembali ke dalam mimpi.

Timun Mas pun merasa sedih dan ia tidak ingin Mbok Srini mengembalikannya ke sang

raksasa. Akhirnya mereka berdua berpikir dan mencari cara agar Timun Mas bisa bebas dari

sang raksasa. Di hari Timun Mas harus dikembalikan, tiba-tiba Mbok Srini terpikir sebuah

cara. Mbok Srini meminta Timun Mas berpura-pura sakit agar sang raksasa tidak ingin

memakannya. Beruntung, car aini cukup berhasil untuk mengulur waktu, sang raksasa akan

datang kembali saat Timun Mas sudah sembuh.


Sebelum rakasasa itu datang kembali, Mbok Srini memikirkan bagaimana cara agar

anaknya bisa terbebaskan. Paginya, Mbok Srini bertemu seorang pertama di gunung, ia

adalah teman suaminya yang sudah meninggal. Sesampainya di sana, Mbok Srini langsung

menceritakan soal kondisinya dan ia ingin mengusir raksasa itu. Sang pertapa itu

memberikan Mbok Srini empat bungkusan kecil. Katanya, bungkusan-bungkusan ini berisi biji

timun, jarum, garam, dan terasi. Sang pertapa menyuruhnya memberikan empat bungkusan

ini pada anaknya dan jika sang raksasa mengejarnya, sebarkan isi bungkusan-bungkusan ini.

Setelah itu, Mbok Srini pun pulang dengan perasaan sedikit lega, setidaknya ia

sekarang sudah memiliki rencana. Beberapa hari kemudian, raksasa ini datang kembali untuk

menjemput Timun Mas. Mbok Srini dan Timun Mas pun berdiri berdampingan tanpa rasa

takut. Timun Mas tiba-tiba berlari sekencang-kencangnya dan raksasa itu mengejarnya.

Setelah berlari cukup jauh Timun Mas menaburkan biji yang diberikan ibunya. Sungguh

ajaib, hutan di sekelilingnya tiba-tiba berubah menjadi ladang timun. Dalam sekejap, batang

timun tersebut menjalar dan melilit seluruh tubuh raksasa itu. Namun, raksasa itu mampu

melepaskan diri dan kembali mengejar Timun Mas.

Timun Emas pun segera melemparkan bungkusan yang berisi jarum. Dalam sekejap,

jarum-jarum berubah menjadi banyak pohon bambu yang tinggi dan runcing. Namun, raksasa

itu mampu melewatinya dan terus mengejar Timun Mas, walau berdarah-darah karena

tertusuk bambu tersebut.

Melihat usahanya belum berhasil, Timun Mas membuka bungkusan ketiga yang berisi

garam lalu menebarkannya. Seketika itu pula, hutan yang telah dilewatinya tiba-tiba

berubah menjadi lautan luas dan dalam, namun raksasa itu tetap berhasil melaluinya dengan

mudah. Timun Emas pun cemas, karena senjatanya hanya tersisa satu. Jika senjata tersebut

tidak berhasil melumpuhkan raksasa itu, maka raksasa itu akan berhasil menangkap dan

memakannya.

Dengan harapan untuk selamat yang sangat besar, Timun Mas pun melemparkan

bungkusan terakhir yang berisi terasi. Seketika tempat jatuhnya terasi itu tiba-tiba

berubah menjadi lautan lumpur yang mendidih. Raksasa itu pun terkalahkan karena tercebur

ke dalam lautan lumpur dan ia tewas dengan sangat cepat.


Melihat itu, Timun Mas langsung berlari menuju ke rumahnya untuk bertemu dengan

ibunya. Melihat anaknya selamat, Mbok Srini pun langsung berucap syukur kepada Tuhan dan

sejak itu, Mbok Srini dan Timun Mas hidup berbahagia.

Kisah asal Jawa Tengah ini memang seru dan mengharukan sekali, bukan? Pelajaran

yang bisa diambil dari kisah ini adalah orang yang memiliki niat awal jahat, tentu saja pada

akhirnya akan celaka dan tidak akan berakhir baik. Dengan menceritakan kisah ini pada si

kecil, parents bisa mengajarkan mereka untuk selalu berbuat dan berpikir baik pada orang-

orang di sekitarnya.

Mengajarkan anak-anak dengan kisah seru bisa menjadi lebih seru dan lebih mudah.

Dengan cara ini, mereka bisa mencerna pelajaran lebih baik. Selain itu, bercerita pada anak

bisa menambahkan pelajaran kosakata mereka juga, lho. Bahkan, kini storytelling sudah

menjadi salah satu metode belajar agar anak-anak bisa belajar bahasa. Seperti cara belajar

di LingoAce, anak-anak bisa belajar bahasa Mandarin dan bahasa Inggris dengan cara yang

imersif dan interaktif. Selain itu, guru-guru yang mengajar di LingoAce juga merupakan guru

native teacher terbaik serta dilengkapi dengan berbagai kurikulum yang sudah terakreditasi

secara global.
Cerita Rakyat Papua
EMPAT RAJA

Nama : Meita Wahongan


Kelas : IX
Sekolah : SMPN 4 Ratahan
Oleh : Ibu Jein
Empat Raja

Penemuan Enam Butir Telur

Dahulu, ada cerita tentang sepasang suami istri di tanah Papua yang menanti-nantikan

kehadiran anak. Meski tak kunjung diberi, keduanya tetap berdoa pada Tuhan setiap siang

dan malam.

Suatu hari, suami istri tersebut pergi ke hutan untuk mencari kayu dan

menjadikannya kayu bakar. Keduanya harus bergegas mencari sebelum musim hujan datang

karena kayu-kayu di hutan akan menjadi basah dan tidak bisa dibakar. Namun sayang,

persediaan kayu yang mereka dapatkan di hari itu masih sangat sedikit untuk menghadapi

musim hujan.

Diterpa kelelahan, suami dan istri ini kemudian beristirahat sejenak di tepi sungai

yang bernama Sungai Waikeo. Ketika tengah beristirahat, mata sang suami tertuju pada

sebuah lubang besar di sisi lain tepi sungai. Sang suami pun mendekati lubang tersebut dan

terkejut ketika menemukan enam butir telur besar.

Sang suami pun mendekati lubang tersebut dan terkejut ketika menemukan enam

butir telur besar. Sang suami kemudian memanggil istrinya yang tidak kalah terkejut.

Keduanya lantas sepakat membawa pulang telur-telur tersebut. Mereka berpikir bahwa

telur-telur ini mungkin bisa dijadikan persediaan makanan untuk dimasak di kemudian hari.

Setibanya di rumah, telur-telur tersebut pun disimpan dengan baik.

Enam Orang Anak Manusia Lahir dari Lima Butir Telur

Keesokan harinya, kejutan lain menyambut suami istri tersebut. Ketika hendak

menyiapkan hidangan, telur-telur tersebut justru menetas. Bukannya menetas menjadi

unggas atau hewan lain, melainkan menjadi anak manusia. Dari enam butir telur, empat

menetas menjadi anak laki-laki, satu orang anak perempuan, dan yang satu lagi mengeras

menjadi sebuah batu. Lima orang anak muncul dalam balutan kain putih yang bersinar.

Tatkala, inilah pertanda bahwa mereka diturunkan dari kayangan. Suami istri ini amat senang

mendapati anak-anak tersebut dan merasa doanya telah dikabulkan Tuhan. Mereka pun

berjanji kepada Tuhan untuk merawat dan membesarkan anak-anak mereka dengan baik.

Keempat anak laki-laki diberi nama War, Betani, Dohar, dan Mohamad. Sementara, sang

anak perempuan diberi nama Pintolee.


Dari enam butir telur, empat menetas menjadi anak laki-laki, satu orang anak perempuan,

dan yang satu lagi mengeras menjadi sebuah batu.

Waktu berlalu, kelima anak tersebut semakin beranjak besar. War, Betani, Dohar,

Mohamad, dan Pintolee dikenal sebagai anak-anak yang rajin bekerja dan berbakti. Semakin

dewasa, kelimanya semakin giat membantu kedua orang tuanya agar tidak perlu bekerja

dengan susah payah. Lahan pertanian yang mereka kerjakan menjadi makmur dan

berkembang sampai ke empat pulau besar di sekitar Teluk Kabui. Oleh karena itu, bukan

hanya kedua orang tuanya, masyarakat desa dan sekitarnya turut mengagumi kebaikan anak-

anak ini.

Perginya Sang Saudara Perempuan

Tanggung jawab apapun yang diberikan orang tua pada anak-anak selalu dijalankan

dengan baik. Kepatuhan pada orang tua dan berguna bagi lingkungan membuat ayah dan ibu

kelima anak-anak tersebut sangat bangga. Rasa sayang yang begitu besar pada kelima

anaknya membuat sang ayah ingin meninggalkan warisan sebelum ajal menjemputnya.

Kemudian, sang ayah mulai menyiapkan sebuah rencana besar untuk War, Betani, Dohar,

Mohamad, dan Pintolee.

Di tengah kebahagiaan mereka, terjadi sesuatu yang membuat satu keluarga kecewa.

Pintolee jatuh hati dengan seorang pemuda yang tidak disenangi oleh keluarganya. Meski

pemuda pilihannya tidak direstui, Pintolee tetap bersikeras untuk melanjutkan hubungannya.

Memilih untuk memegang teguh pilihan hidupnya, Pintolee dengan berat hati harus melepas

hadiah yang sudah disiapkan ayahnya. Pintolee akhirnya pergi meninggalkan saudara-saudara

dan kedua orangtuanya. Pintolee berlayar menaiki cangkang kerang besar yang terdampar

hingga membawanya dan pemuda pilihannya di Pulau Numfor.

Hadiah dari Sang Ayah

Meski kabar mengenai Pintolee sudah tersiar ke segala penjuru pulau, masyarakat

desa dan sekitar tetap menaruh rasa simpati pada sang ayah dan ibu. Tentu saja, hal ini

karena War, Betani, Dohar, dan Mohamad setia menjaga nama baik keluarga dengan

mematuhi nasihat kedua orang tua mereka.

Tahun silih berganti, sang ayah semakin beranjak renta. Tibalah hari yang sudah

dinantikan sang ayah untuk keempat putranya. Sang ayah memanggil keempat anak laki-

lakinya untuk membagikan warisan. Ternyata, masing-masing anak dihadiahkan satu pulau.

War diberi Pulau Waigeo, Betani diberi Pulau Salawati, Dohar diberi Pulau Lilinta, dan
Mohamad mendapatkan Pulau Waiga. Sang ayah berpesan agar mereka selalu menjaga pulau-

pulau tersebut dan segala isinya dengan baik.

War diberi Pulau Waigeo, Betani diberi Pulau Salawati, Dohar diberi Pulau Lilinta, dan

Mohamad mendapatkan Pulau Waiga.

Empat Orang Raja Memimpin Empat Pulau

Keempat anak tersebut kemudian pergi dan menetap di masing-masing pulau yang

telah dipercayakan oleh sang ayah. Semakin hari War, Betani, Dohar, dan Mohamad semakin

dikenal sebagai sosok yang tekun dan bijaksana. Hingga sang ayah akhirnya meninggal dunia,

keempatnya mampu menaati janji mereka. Bukan hanya nasihat orang tua, warisannya pun

mereka jaga. Masing-masing anak tersebut berkuasa, bahkan menjadi raja atas pulaunya

masing-masing. Pulau-pulau tersebut tumbuh subur dan makmur. Penduduk di sekitarnya juga

hidup bahagia dan sejahtera. Dari sinilah kemudian lahir nama Raja Ampat. Empat orang raja

yang berkuasa atas gugusan pulau yang subur dan sejahtera.

Telur Istimewa

Sementara itu, sebutir telur yang menjadi batu, sampai hari ini masih dirawat dan

dijaga oleh penduduk setempat. Batu itu juga diperlakukan oleh masyarakat sekitar layaknya

seorang raja. Penduduk memberikan ruangan tempat bersemayam, lengkap dengan dewa

penjaga berwujud dua batu tegak atau menhir yang diberi nama Man Moro dan Man Metem

di sisi kanan dan kiri pintu masuk. Batu yang hingga kini masih di simpan di Situs Kali Raja itu

diberi nama Batu Telur Raja. Untuk menjaga kesuciannya, batu bernama Kapatnai ini hanya

dapat dilihat setahun sekali pada saat upacara penggantian kelambu dan pemandian yang

hanya boleh dilakukan oleh keturunan raja. Batu yang hingga kini masih di simpan di Situs

Kali Raja itu diberi nama Batu Telur Raja.

Pesan Moral Cerita Empat Raja

Dari cerita Empat Raja, kita bisa belajar untuk menjadi anak yang berbakti, tekun,

dan hormat pada orang tua. Tidak hanya itu, kita juga dapat melihat pentingnya kesetiaan

menjaga kepercayaan orang lain, sebagaimana ditunjukkan oleh keempat anak di cerita ini.

Buah ketaatan dan kesabaran tidaklah instan. Tetapi jika dijalankan dengan tekun, bukan
hanya kita yang merasakan manfaatnya melainkan orang lain, lingkungan sekitar, bahkan

masyarakat luas.

Anda mungkin juga menyukai