Anda di halaman 1dari 8

Kisah Pohon Apel dan Seorang Anak

Dahulu kala, ada sebuah pohon apel yang sangat besar. Ditempat
itulah seorang anak kecil suka datang dan bermain di sekitarnya hampir
setiap hari. Dia selalu naik ke dahan dahan ranting rendah yang cukup
kokoh, lalu makan apel yang telah memerah, sambil tidur tiduran
dibawahnya. Dia begitu mencintai pohon apel tersebut dan juga sebaliknya,
pohon itu sangat senang bermain dengan sang anak.
Waktu berlalu ... si anak kecil telah besar dan dia tidak pernah terlihat
lagi bermain di sekitar pohon seperti hari hari sebelumnya. Sampai suatu
hari, anak itu datang kembali ke pohon apel dan ia tampak sangat sedih.
"Kamu datang untuk bermain dengan saya?" tanya pohon tersebut dengan
sangat gembira.
"Saya bukan lagi seorang anak kecil, saya tidak bermain-main lagi dengan
pohon." Sahut sang anak.
"Saya ingin mainan. Saya butuh uang untuk membelinya."
"Maaf, tapi saya tidak memiliki uang ... tetapi kamu dapat memilih semua
buah apel yang saya miliki ini dan kamu bisa menjualnya. Jadi, kamu bisa
punya uang untuk membeli mainan itu." Jawab sang pohon.
Anak itu sangat bergembira dan terlihat bersemangat. Dia meraih
semua apel di pohon dengan sangat bahagianya. Sekian lama berlalu.
Anak itu tidak pernah kembali lagi setelah ia mengambil buah apel waktu
itu. Si Pohon merasa sangat sedih.
***
Di suatu hari yang cerah, anak laki-laki itu kini telah berubah menjadi
seorang pria dewasa. Ia kembali menemui pohon itu.
"Kamu datang untuk bermain dengan saya?" Kata pohon dengan
bersemangat.
"Saya tidak punya waktu untuk bermain. Saya harus bekerja untuk
memenuhi kebutuhan anak istri. Kami membutuhkan rumah untuk berteduh.
Dapatkah Anda membantu saya? "
"Maaf, tapi saya tidak memiliki rumah. Namun kamu dapat memotong
dahan-dahan saya untuk membangun rumah mungil yang indah."

Mulailah lelaki itu memotong semua dahan pohon yang ada di kanan
dan kiri. Pohon itu senang melihatnya. Untuk berapa lama, lelaki itu pun
tidak pernah datang kembali sejak saat itu. Pohon apel itu merasa kesepian
dan terlihat sangat sedih.
***
Suatu hari musim panas, lelaki itu kembali dan pohon apel itu pun
terlihat begitu sangat gembira.
"Kamu datang untuk bermain dengan saya?" Sahut Pohon.
"Saya mulai tua dan tidak bisa bermain lagi. Aku ingin pergi berlayar
kesamudera luas untuk bersantai sendiri. Dapatkah kamu memberi saya
perahu. Kata pria itu.
"Gunakan batang saya untuk membangun perahu impianmu. Nanti kamu
bisa berlayar jauh dan bahagia dengan keinginanmu itu. Jawab sang
pohon.
Mulailah lelaki itu memotong batang pohon, untuk kemudian akan
dijadikannya sebuah perahu. Ia pun pergi berlayar, dan sama seperti
sebelum sebelumnya, ia tidak pernah muncul untuk waktu yang lama.
***
Setelah sekian tahun berlalu, akhirnya, pria itu kembali lagi.
"Maaf anakku, Tapi aku tidak memiliki apa-apa untuk kau ambil lagi. Tidak
ada lagi apel yang bisa kau petik, tidak ada lagi cabang dahan yang bisa
kau ambil ..." Kata pohon.
"Tidak apa-apa, saya tidak memiliki gigi lagi untuk memakan buahmu, tidak
ada tenaga untuk memanjat dahan dahanmu. Saya terlalu tua untuk itu."
Kata sang lelaki.
"Saya benar-benar tidak bisa memberikan apa-apa ... satu-satunya yang
kini saya miliki adalah akar pohon tua yang sudah rapuh." Kata pohon apel
sambil bercucuran air mata.
"Saya tidak memerlukan banyak hal sekarang, saya hanya butuh sebuah
tempat untuk beristirahat. Saya lelah setelah bertahun-tahun mengembara."
jawab sang lelaki.
"Baiklah! Akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk bersandar dan
beristirahat melepas penat. Ayo, ayo duduk bersama saya."

Pria tua itu pun mendekat dan pohon apel itu terlihat sangat senang
dengan seuntai senyum bercampur air mata.
Pesan Moral:

Ini adalah kisah setiap orang di dunia ini. Pohon apel itu ibaratnya
adalah seperti para orang tua. Ketika kita masih kecil, kita senang bermain
dengan Ayah dan Ibu. Ketika kita telah tumbuh dewasa, kita meninggalkan
mereka. Hanya datang sesekali kepada mereka ketika kita membutuhkan
sesuatu atau ketika kita berada dalam kesulitan. Tidak peduli apapun niat
sang anak, orangtua akan selalu berada di sana, orang tua selalu tegar
berdiri saat sang anak benar benar membutuhkan mereka. Dengan
segenap kerelaan hati, mereka akan memberikan segala yang mereka bisa
hanya untuk membuat Anda bahagia. Kita mungkin berpikir anak itu sangat
kejam kepada pohon. Tapi itulah sebuah gambaran nyata bagaimana kita
semua sering memperlakukan orang tua seperti itu juga. Kita selalu
menganggap remeh dan cenderung tidak menghargai semua yang mereka
lakukan untuk kita. SAMPAI akhirnya kita Terlambat. Terlambat untuk
menemukan apa maunya MEREKA.
Bukan harta benda, mereka tak butuh uangmu. Bukan rumah mewah,
mereka tak butuhkan hal itu. Yang mereka inginkan adalah KAMU. Ya
KAMU! Untuk temani masa tua mereka, untuk sekedar berbagi hal-hal kecil
bersama mereka.
Sumber:
anak.html

http://crashedoverride.blogspot.co.id/2013/05/kisah-pohon-apel-dan-seorang-

Naskah Drama Kisah Pohon Apel dan Seorang Anak


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Gema Sabila Putra sebagai


M. Ibrahim Putera Setiawan sebagai
Muthia Hafni sebagai
Niken Oktaviandini Yonatika sebagai
Nur Azizah Syarifah M. sebagai
Yultanti Audrie sebagai

Dahulu kala, disebuah desa terdapat satu keluarga dengan seorang


anak laki-laki berumur 3 tahun bernama Baim. Ia adalah anak yang ceria
dan nakal bagi beberapa orang yang melihatnya. Ia tinggal di dalam sebuah
keluarga sederhana. Rumahnya tidak terlalu besar tapi memiliki halaman
yang cukup luas di belakangnya.
Suatu ketika, orang tuanya berpikir untuk menanam beberapa pohon
dihalaman belakang rumahnya. Mereka berpikir mungkin pohon tersebut
akan berguna nantinya. Kedua orang tuanya mengusulkan hal tersebut
kepada anaknya karena setiap hari Baim selalu bermain di halaman
belakang rumahnya.
Ibu dan Ayah
Baim
Ibu
Ayah
Baim
Ibu
Baim
Ayah
Baim

: Baim sayangg.. (duduk di sofa ruang tamu)


: Iya Ibu, Ayah ada apa? Baim tadi sedang asyik
bermain lari-larian di belakang. (menghampiri kedua
orang tuanya)
: Ayah dan Ibu berencana untuk menanam beberapa
pohon di halaman belakang. Mungkin saja pohon itu
akan berguna. Baim setuju dengan usulan ini?
: Kalau pohon itu sudah cukup besar Baim bisa
memanfaatkannya. Pohon itu bisa membantu Baim
apabila susah.
: Iya Ayah Ibu, mungkin pohon itu bisa dijadikan teman
untuk Baim. Tetapi Baim menginginkan pohon buah.
: Tentu saja. Ayah dan Ibu akan menanam pohon buah
sesuai keinginan Baim.
: Benarkah? Terima kasih Ayah Ibu. Bagaimana dengan
dua pohon apel? (tersenyum)
: Tenang saja Baim, Ayah dan Ibu akan menanamkan
dua pohon apel untukmu besok. Ayah harap Baim
menyayangi keduanya dengan baik.
: Tentu Ayah Ibu.

***
Keesokan harinya, kedua orang tua Baim menuruti keinginan baim
dengan menanam dua pohon apel dihalaman belakang. Lama kelamaan

pohon itu semakin bertumbuh besar. Batangnya sudah kokoh, daunnya


sudah lebat, sudah ada banyak buah apel yang tumbuh. Setiap hari Baim
bermain disekitarnya atau beristirahat dibawahnya sembari memakan buah
apel. Salah satu pohon tersebut bagaikan teman bagi Baim berbeda
dengan pohon apel satunya yang kurang disukai Baim karena tumbuh tidak
cukup baik.
Pohon Apel 1
Baim

Pohon Apel 1
Baim
Pohon Apel 2

Pohon Apel 1

: Mengapa kamu tidak pernah bermain dengan dia?


(menunjuk ke arah pohon apel satunya) Asal kamu tau
dia sangatlah kesepian dan membutuhkan teman juga.
: Hai pohon, kamu tau buah apelmu sangat enak
rasanya. Aku sangat menyukainya. Andaikan pohon
satunya memiliki buah apel yang enak seperti dirimu,
batang yang kuat dan daun yang lebat pasti aku juga
akan sering bermain dengannya.
: Setidaknya temani dia, aku yakin dia pasti akan
senang juga jika kamu bermain dengannya.
: Aku tidak mau, dia jelek dan ringkih. Jangan paksa
aku! (pergi meninggalkan pohon tersebut)
: Kamu bisa melihatnya sendiri, dia tidak
menginginkanku. Biarkan saja aku mati dengan
sendirinya daripada aku hidup kesepian seperti ini. Aku
jelek dan ringkih tidak seperti dirimu yang selalu ia
sukai.
: Maafkan aku teman, aku berharap kau tidak kesepian
lagi.

***
Setelah kejadian itu Baim jarang bermain lagi dengan pohon tersebut.
Ia lebih memilih bermain dengan temannya di dalam rumah atau bermain
dengan Ayah Ibunya.
Teman Baim

Baim
Baim
Ibu
Baim
Ibu

: Baim, mainanmu sedikit sekali. Aku bosan hanya


bermain ini saja setiap hari. Aku ingin kita bermain
mainan yang lain. Kenapa kau tidak membeli mainan
yang lain? Aku yakin orang tuamu pasti membelikannya.
: Kamu benar, aku akan minta kepada kedua orang
tuaku. (pergi menghampiri kedua orang tuanya)
: Ayah Ibu....
: Iya ada apa Baim? (menghampiri Baim bersama
Ayahnya)
: Aku ingin mainan baru, aku bosan dengan mainanku
yang hanya itu itu saja.
: Maaf Baim, Ayah dan Ibu tidak bisa membelikanmu
mainan baru sekarang. Kami tidak memiliki uang yang
cukup untuk membelikanmu mainan baru.

Ayah
Baim
Teman Baim
Baim
Teman Baim

Baim

: Iya Baim, uang Ayah sudah terpakai banyak untuk


biaya sekolahmu.
: Baiklah kalau begitu Ayah Ibu. (memasang wajah
sedih dan pergi meninggalkan Ayah dan Ibunya)
: Bagaimana Baim? Mereka pasti mengijinkannya kan?
: Orang tuaku sedang tidak punya uang. Aku tidak bisa
membeli mainan baru.
: Benarkah? Tapi aku sangat bosan. Emmm...
bagaimana kalau kamu meminta bantuan kepada pohon
apel di halaman belakang rumahmu? Mungkin dia bisa
memberikan kita bantuan.
: Baiklah ayo kita kesana. (pergi menuju pohon apel)

Baim dan temannya akhirnya pergi menuju Pohon Apel tersebut.


Sementara itu sebelumnya kedua pohon apel tersebut sedang bercerita dan
berkeluh kesah mengenai kisah hidup mereka. Salah satunya kisah
mengenai Baim di dalamnya.
Pohon Apel 1

: Dia tidak pernah bermain denganku lagi sekarang. Aku


sama kesepiannya sepertimu sekarang. (sedih)
Pohon Apel 2
: Aku yakin dia akan kembali lagi bermain denganmu.
Pohon Apel 1
: Aku rasa tidak, dia pasti sudah melupakanku.
Pohon Apel 2
: Kau salah besar, lihat keujung sana. Dia kembali
datang untuk bermain denganmu.
Pohon Apel 1
: Benarkah? (melihat ke ujung dan tersenyum saat
melihat Baim)
Baim, Temannya : (menghampiri kedua pohon apel)
Pohon Apel 1
: Kamu datang untuk bermain denganku? (gembira)
Baim
: Aku bukan lagi seorang anak kecil, aku tidak bermainmain lagi dengan pohon. Aku ingin mainan. Aku butuh
uang untuk membelinya.
Pohon Apel 1
: Maaf, tapi aku tidak memiliki uang. Tetapi kamu dapat
memilih semua buah apel yang aku miliki ini dan kamu
bisa menjualnya. Jadi, kamu bisa punya uang untuk
membeli mainan itu.
Teman Baim
: Kamu sangat baik pohon. Tunggu apa lagi Baim, kita
harus mengambil pohon sebanyak-banyaknya.
Baim sangat bergembira dan terlihat bersemangat. Dia dan temannya
meraih semua apel di pohon dengan sangat bahagianya. Sekian lama
berlalu. Baim tidak pernah kembali lagi setelah ia mengambil buah apel
waktu itu. Pohon Apel tersebut kembali merasa sedih dan kesepian.
***
Di suatu hari yang cerah, Baim kini telah berubah menjadi seorang
pria dewasa. Dia telah memiliki istri yang merupakan temannya semasa

kecil dan seorang anak. Sampai akhirnya ia merasa kesulitan dan kembali
menemui pohon itu bersama istrinya.
Pohon Apel 1
Baim

Istri Baim
Pohon Apel 1
Istri Baim
Pohon Apel 1

: Kamu datang untuk bermain dengan saya?


(bersemangat)
: Saya tidak punya waktu untuk bermain. Saya harus
bekerja untuk memenuhi kebutuhan anak istri. Kami
membutuhkan rumah untuk berteduh. Dapatkah kamu
membantu saya?
: Tolong bantu kami. Rumah kami baru saja digusur
untuk dijadikan pabrik.
: Maaf, tapi saya tidak memiliki rumah. Namun kamu
dapat memotong dahan-dahan saya untuk membangun
rumah mungil yang indah.
: Benarkah? Terima kasih pohon kau memang baik
sama sepeti dulu. (tersenyum)
: (tersenyum)

Mulailah Baim dan Istrinya itu memotong semua dahan pohon yang
ada di kanan dan kiri. Pohon itu senang melihatnya. Untuk berapa lama,
lelaki itu pun tidak pernah datang kembali sejak saat itu. Pohon apel itu
merasa kesepian kembali dan terlihat sangat sedih.
Pohon Apel 2
Pohon Apel 1
Pohon Apel 2

: Ada apa denganmu? Bukankah anak itu sudah


mengunjungimu waktu itu? Tak kusangka dia sudah
memiliki istri dan juga anak.
: Dia belum kembali lagi, aku takut dia melupakanku.
Dahan dan buahku sudah habis. Hanya tersisa batangku
yang rapuh ini. Kurasa kita akan mati bersama disini.
: Dia akan kembali aku yakin itu.

***
Beberapa tahun lamanya, usia Baim semakin bertambah. Dia sudah
mulai tua. Kehidupannya tidak lagi seperti dulu. Kini ia sendirian, kedua
orang tuanya telah meninggal. Istri dan anaknya meninggalkan dia
sendirian karena kondisi ekonomi yang tidak mencukupi. Dia kembali
mebutuhkan pohon apel itu dan mendatangi pohon apel tersebut.
Pohon Apel 1
Baim
Pohon Apel 1

: Kamu datang untuk bermain dengan saya?


: Saya mulai tua dan tidak bisa bermain lagi. Aku ingin
pergi berlayar kesamudera luas untuk bersantai sendiri.
Dapatkah kamu memberi saya perahu?
: Gunakan batang saya untuk membangun perahu
impianmu. Nanti kamu bisa berlayar jauh dan bahagia
dengan keinginanmu itu.

Mulailah Baim memotong batang pohon apel itu untuk kemudian


akan dijadikannya sebuah perahu.
Pohon Apel 2
Pohon Apel 1

: Dia masih mengingatmu. Kau sungguh beruntung.


: Aku sangat bersyukur ia masih mengingatku dan
meminta bantuan kepadaku. Aku harap Ia baik-baik
saja.

Baim pun pergi berlayar, dan sama seperti sebelum-sebelumnya, ia


tidak pernah muncul untuk mengunjungi pohon apel itu untuk waktu yang
lama.
***
Setelah sekian tahun berlalu lamanya. Akhirnya Baim kembali
dengan tubuh ringkih dan semakin menua. Ia menggenggam tongkat di
tangan kanannya dan berjalan perlahan mendatangi pohon apel itu.
Pohon Apel 1

Baim

Pohon Apel 1

Baim
Pohon Apel 1

: Maaf anakku, Tapi saya tidak memiliki apa-apa untuk


kau ambil lagi. Tidak ada lagi apel yang bisa kau petik,
tidak ada lagi cabang dahan yang bisa kau ambil.
(bersedih)
: Tidak apa-apa, saya tidak memiliki gigi lagi untuk
memakan buahmu, tidak ada tenaga untuk memanjat
dahan dahanmu. Saya terlalu tua untuk itu. Dimana
temanmu?
: Dia sudah mati dua tahun yang lalu. Sebentar lagi
saya juga akan mati. Saya benar-benar tidak bisa
memberikan apa-apa lagi, satu-satunya yang kini saya
miliki adalah akar pohon tua yang sudah rapuh.
: Saya tidak memerlukan banyak hal sekarang, saya
hanya butuh sebuah tempat untuk beristirahat. Saya
lelah setelah bertahun-tahun mengembara.
: Baiklah! Akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk
bersandar dan beristirahat melepas penat. Ayo, ayo
duduk bersamaku. (tersenyum bercampur air mata)

Pria tua itu pun mendekat dan pohon apel itu terlihat sangat senang
dengan seuntai senyum bercampur air mata. Ia sangat bersyukur memiliki
tempat bersandar sebaik pohon apel itu dan menyesal telah membiarkan
pohon apel yang lain mati. Pria tua itu menghabiskan hari-hari akhirnya
dengan pohon apel tua tempat ia bersandar.
-TAMAT-

Anda mungkin juga menyukai