Anda di halaman 1dari 2

Ada sebatang pohon apel yang cukup besar dan anak laki-laki yang senang bermain di sekitarnya.

Anak laki-laki itu senag memanjat pohon tersebut hingga ke puncaknya. Ia memakan buahnya dan
tidur-tiduran di bawah rindang daunnya. Ia sangat mencintai pohon apel itu, demikian pula
sebaliknya.
Waktu uerus berlalu. Anak laki-laki itu telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan
pohon apel tersebut. Setelah sekian lama, ia baru mendatangi pohon apel itu. Langkahnya gontai,
wajahnya sedih. Ayo bermain lagi denganku! ajak pohon apel.
Aku bukan anak kecil lagi yang suka bermain-main dengan pohon, jawabnya, aku ingin sekali
mainan , tapi aku tak punya uang untuk membelinya.
Pohon apel itu menyahut, Aku pun tak punya uang. Tapi, kau boleh mengambil semua buahku dan
menjualnya. Dengan begitu, kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kesukaanmu.
Anak laki-laki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon apel tersebut
dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah mendapat apa yang diinginkannya, ia tak pernah
lagi terlihat. Pohon apel itu pun kembali sedih.
Suatu hari yang panas, anak laki-laki itu terlihat kembali. Pohon apel sangat senang melihatnya
datang. Ayo bermain denganku lagi! ujarnya.
Aku tak punya waktu, jawab anak laki-laki itu. Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami
membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?
Maaf, aku pun tak memiliki rumah. Tapi, kau boleh menebang semua dahan dan rantingku untuk
membangun rumahmu, kata si pohon apel.
Anak laki-laki itu setuju. Ia kemudian menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi
dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lai-laki tersebut senang. Namun
setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, anak laki-laki itu tak penah kembali. Pohon apel itu lagi-
lagi merasa sedih dan kesepian.
Pada suatu musim kemarau, anak laki-laki itu menampakan dirinya. Pohon apel sangat senang
menyambutnya. Ayo bermain lagi denganku! ujarnya seperti puluhan tahun sebelumnya.
Aku sedih, kataanak laki-laki itu, aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur
dan berlayar. Maukah kau memberiku kapal untuk berpesiar?
Pohon apel menghela nafas panjang. Maaf, ujarnya, aku tak punya kapal. Tapi, kau boleh
memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membengun kapal yang kau mau. Pergilah
berlayar dan bersenang-senanglah!
Tak punya banyak pilihan, anak laki-laki itu memotong batang pohon apel tersebut dan
mengubahnya menjadi kapal.ia lalu pergi berlayar dan tak pernah terlihat lagi.
Musim bergulir, tahun berganti. Suatu hari, anak laki-laki itu datang kembali menemui pohon apel
setelah bertahun-tahun tak besua. Maaf, anaku, pohon apel itu berkata lirih, butir-butir air
menetes dipelupuk matanya, aku tak memiliki apa-apa lagi yang bisa kuberikan padamu. Yang
tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini.
Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang, jawab anak laki-laki itu. Aku hanya membutuhkan
tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama menjelajah dunia.
Oh, baguslah kalau begitu. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk
berbaring dan beristirahat. Mari, mari berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan
tenang.
Anak laki-laki itu menurut. Ia lalu berbaring di pelukan akar-akar pohon apel dan mengistirahatkan
tubuh serta jiwanya. Pohon apel itu sangat gembira. Bibirnya tersenyum, matanya berkaca-kaca.
Tahukah teman, pohon apel itu ibarat orangtua kita. Ketika masih anak-anak, kita sering bermain-
main dengan mereka. ketika beranjak dewasa, kita mulai meninggalkan mereka dan hanya pulang
ketika memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tapi, seakan tak peduli, orangtua kita akan selalu
ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan agar kita bahagia.
Kita mungkin berfikir bahwa anak laki-laki itu bersikap tak semestinya terhadap si pohon apel.
Namun, kadang begitulah cara kita memperlakukan orangtua.
Karenanya, mulai hari ini, cintailah orangtua kita. Berbaktilah kepada mereka. katakan bahwa kita
mencintai mereka dan mereka adalah karunia Allah yang paling berharga dalam hidup kita. ^^
Credit: Open Your Heart Follow Your Prophet book

Anda mungkin juga menyukai