Anda di halaman 1dari 19

CINDELARAS

Kerajaan Jenggala dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Putra. Ia
didampingi oleh seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang memiliki sifat
iri dan dengki. Raja Putra dan kedua istrinya tadi hidup di dalam istana yang sangat
megah dan damai. Hingga suatu hari selir raja merencanakan sesuatu yang buruk pada
permaisuri raja. Hal tersebut dilakukan karena selir Raden Putra ingin menjadi
permaisuri.

Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan
rencana tersebut. Selir baginda berpura-pura sakit parah. Tabib istana lalu segera
dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa selir tersebut, sang tabib mengatakan bahwa
ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain
adalah permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka
mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patih untuk membuang
permaisuri ke hutan dan membunuhnya.

Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah hutan
belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri. Rupanya
sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir,
hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata
patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci
yang ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah
membunuh permaisuri.

Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak
laki-laki. Anak itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak
yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni
hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir
telur ayam. Cindelaras kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya.
Setelah 3 minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu.
Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Kian hari anak ayam itu tumbuh
menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari
ayam tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan ayam lainnya. "Kukuruyuk...
Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden
Putra...", kokok ayam itu

Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan
pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai
berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan
membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi
ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang
yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung
ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya.
"Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung
dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah
beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan.

Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai ke
Istana. Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra
menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana. "Hamba
menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini tampan dan cerdas,
sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu
dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia
bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan
Raden Putra menjadi milik Cindelaras.
Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam
Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai
mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan
menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden
Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya.
Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras,
rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan
itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam
Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba
Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."

Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua
peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melakukan
kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang setimpal
pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang
ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya
Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan..
Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah
Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia
memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.
KEONG MAS
Cerita Rakyat Tanah Jawa

Alkisah pada jaman dahulu kala hiduplah seorang pemuda bernama Galoran. Ia
termasuk orang yang disegani karena kekayaan dan pangkat orangtuanya. Namun
Galoran sangatlah malas dan boros. Sehari-hari kerjanya hanya menghambur-
hamburkan harta orangtuanya, bahkan pada waktu orang tuanya meninggal dunia ia
semakin sering berfoya-foya. Karena itu lama kelamaan habislah harta orangtuanya.
Walaupun demikian tidak membuat Galoran sadar juga, bahkan waktu dihabiskannya
dengan hanya bermalas-malasan dan berjalan-jalan. Iba warga kampung melihatnya.
Namun setiap kali ada yang menawarkan pekerjaan kepadanya, Galoran hanya makan
dan tidur saja tanpa mau melakukan pekerjaan tersebut. Namun akhirnya galoran
dipungut oleh seorang janda berkecukupan untuk dijadikan teman hidupnya. Hal ini
membuat Galoran sangat senang ; "Pucuk dicinta ulam pun tiba", demikian pikir
Galoran.

Janda tersebut mempunyai seorang anak perempuan yang sangat rajin dan pandai
menenun, namanya Jambean. Begitu bagusnya tenunan Jambean sampai dikenal
diseluruh dusun tersebut. Namun Galoran sangat membenci anak tirinya itu, karena
seringkali Jambean menegurnya karena selalu bermalas-malasan.
Rasa benci Galoran sedemikian dalamnya, sampai tega merencanakan pembunuhan
anak tirinya sendiri. Dengan tajam dia berkata pada istrinya : " Hai, Nyai, sungguh
beraninya Jambean kepadaku. Beraninya ia menasehati orangtua! Patutkah itu ?"
"Sabar, Kak. Jambean tidak bermaksud buruk terhadap kakak" bujuk istrinya itu. "Tahu
aku mengapa ia berbuat kasar padaku, agar aku pergi meninggalkan rumah ini !" seru
nya lagi sambil melototkan matanya. "Jangan begitu kak, Jambean hanya sekedar
mengingatkan agar kakak mau bekerja" demikian usaha sang istri meredakan
amarahnya. "Ah .. omong kosong. Pendeknya sekarang engkau harus memilih .. aku
atau anakmu !" demikian Galoran mengancam.

Sedih hati ibu Jambean. Sang ibu menangis siang-malam karena bingung hatinya.
Ratapnya : " Sampai hati bapakmu menyiksaku jambean. Jambean anakku, mari
kemari nak" serunya lirih. "Sebentar mak, tinggal sedikit tenunanku" jawab Jambean.
"Nah selesai sudah" serunya lagi. Langsung Jambean mendapatkan ibunya yang
tengah bersedih. "Mengapa emak bersedih saja" tanyanya dengan iba. Maka
diceritakanlah rencana bapak Jambean yang merencanakan akan membunuh
Jambean. Dengan sedih Jambean pun berkata : " Sudahlah mak jangan bersedih,
biarlah aku memenuhi keinginan bapak. Yang benar akhirnya akan bahagia mak".
"Namun hanya satu pesanku mak, apabila aku sudah dibunuh ayah janganlah mayatku
ditanam tapi buang saja ke bendungan" jawabnya lagi. Dengan sangat sedih sang ibu
pun mengangguk-angguk. Akhirnya Jambean pun dibunuh oleh ayah tirinya, dan sesuai
permintaan Jambean sang ibu membuang mayatnya di bendungan. Dengan ajaib
batang tubuh dan kepala Jambean berubah menjadi udang dan siput, atau disebut juga
dengan keong dalam bahasa Jawanya.
Tersebutlah di Desa Dadapan dua orang janda bersaudara bernama Mbok Rondo
Sambega dan Mbok Rondo Sembadil. Kedua janda itu hidup dengan sangat melarat
dan bermata pencaharian mengumpulkan kayu dan daun talas. Suatu hari kedua
bersaudara tersebut pergi ke dekat bendungan untuk mencari daun talas. Sangat
terpana mereka melihat udang dan siput yang berwarna kuning keemasan. "Alangkah
indahnya udang dan siput ini" seru Mbok Rondo Sambega "Lihatlah betapa indahnya
warna kulitnya, kuning keemasan. Ingin aku bisa memeliharanya" serunya lagi. "Yah
sangat indah, kita bawa saja udang dan keong ini pulang" sahut Mbok Rondo Sembadil.
Maka dipungutnya udang dan siput tersebut untuk dibawa pulang. Kemudian udang dan
siput tersebut mereka taruh di dalam tempayan tanah liat di dapur. Sejak mereka
memelihara udang dan siput emas tersebut kehidupan merekapun berubah. Terutama
setiap sehabis pulang bekerja, didapur telah tersedia lauk pauk dan rumah menjadi
sangat rapih dan bersih. Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil juga
merasa keheranan dengan adanya hal tersebut. Sampai pada suatu hari mereka
berencana untuk mencari tahu siapakah gerangan yang melakukan hal tersebut.

Suatu hari mereka seperti biasanya pergi untuk mencari kayu dan daun talas, mereka
berpura-pura pergi dan kemudian setelah berjalan agak jauh mereka segera kembali
menyelinap ke dapur. Dari dapur terdengar suara gemerisik, kedua bersaudara itu
segera mengintip dan melihat seorang gadis cantik keluar dari tempayan tanah liat yang
berisi udang dan Keong Emas peliharaan mereka. "tentu dia adalah jelmaan keong dan
udang emas itu" bisik Mbok Rondo Sambega kepada Mbok Rondo Sembadil. "Ayo kita
tangkap sebelum menjelma kembali menjadi udang dan Keong Emas" bisik Mbok
Rondo Sembadil. Dengan perlahan-lahan mereka masuk ke dapur, lalu ditangkapnya
gadis yang sedang asik memasak itu. "Ayo ceritakan lekas nak, siapa gerangan kamu
itu" desak Mbok Rondo Sambega "Bidadarikah kamu ?" sahutnya lagi. "bukan Mak,
saya manusia biasa yang karena dibunuh dan dibuang oleh orang tua saya, maka saya
menjelma menjadi udang dan keong" sahut Jambean lirih. "terharu mendengar cerita
Jambean kedua bersaudara itu akhirnya mengambil Keong Emas sebagai anak angkat
mereka. Sejak itu Keong Emas membantu kedua bersaudara tersebut dengan
menenun. Tenunannya sangat indah dan bagus sehingga terkenallah tenunan terebut
keseluruh negeri, dan kedua janda bersaudara tersebut menjadi bertambah kaya dari
hari kehari.

Sampailah tenunan tersebut di ibu kota kerajaan. Sang raja muda sangat tertarik
dengan tenunan buatan Jambean atau Keong Emas tersebut. Akhirnya raja
memutuskan untuk meninjau sendiri pembuatan tenunan tersebut dan pergi
meninggalkan kerajaan dengan menyamar sebagai saudagar kain. Akhirnya tahulah
raja perihal Keong Emas tersebut, dan sangat tertarik oleh kecantikan dan kerajinan
Keong Emas. Raja menitahkan kedua bersaudara tersebut untuk membawa Jambean
atau Keong Emas untuk masuk ke kerajaan dan meminang si Keong Emas untuk
dijadikan permaisurinya. Betapa senang hati kedua janda bersaudara tersebut.
LUTUNG KASARUNG
Cerita Rakyat Jawa Barat

Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan ada sebuah kerajaan yang pimpin oleh
seorang raja yang bijaksana, beliau dikenal sebagai Prabu Tapak Agung.

Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri cantik yaitu Purbararang dan adiknya
Purbasari.

Pada saat mendekati akhir hayatnya Prabu Tapak Agung menunjuk Purbasari, putri
bungsunya sebagai pengganti. Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta, kata
Prabu Tapa.

Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat
menggantikan Ayah mereka. Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku
sebagai penggantinya, gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama
Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat
mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari.
Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari
menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya
tersebut. Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu ! ujar
Purbararang.

Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan.


Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah
pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, Tabahlah Tuan Putri. Cobaan
ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri. Terima
kasih paman, ujar Purbasari.

Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik
kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius.
Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu
menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga bunga yang indah serta
buah-buahan bersama teman-temannya.

Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke
tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini
membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian,
tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali.
Airnya mengandung obat yang sangat harum.
Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi
di telaga tersebut. Apa manfaatnya bagiku ?, pikir Purbasari. Tapi ia mau
menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya.
Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat
terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.

Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama


tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan
adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali
seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu
panjang rambut. Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !, kata
Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni
kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.

Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku,
kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan
kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung
Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa
terbahak-bahak, Jadi monyet itu tunanganmu ?.

Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu
keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat
tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak
gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini.
Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang
baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke
Istana.

Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda
yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.
Kerajaan Kutai | Inilah sejarah kerajaan kutai dimulai dari berdirinya dan pendiri
kerajaan kutai sampai runtuhnya kerajaan kutai. Kemudian kita juga akan membahas
beberapa peninggalan kerajaan kutai berupa prasasti dan sililah serta letak kerajaan
kutai. Materi sejarah ini adalah materi yang dibuat untuk anda yang masih duduk
dibangku SMP dan SMA karena penjelasannya sangat mudah untuk ditangkap oleh
anda yang masih duduk dibangku smp sma.

Letak kerajaan kutai berlokasi di daerah kutai, kalimantan Timur. Adapun keterangan
tentang keberadaan dari kerajaan ini telah diketahui atas ditemukannya tujuh buah
prasasti yang berbahasa sansekerta dan huruf pallawa yang berasal dari India. Untuk
penggunaan bahasanya pada saat itu masyarakat kutai masih belum mempunyai
bahasa yang baku dan huruf tersendiri. Para ahli sejarah, memperkirakan bahwa
prasasti atau yupa itu mulai ditulis pada sekitaran tahun 400 M. Untuk perkiraan
tersebut didapatkan mengacu pada perbandingan dengan huruf yang sama dan
memiliki usia yang telah ditemukan didaerah India.

Pada salah satu yupa tersebut, diketahui bahwa yang menjadi cikal bakal dari kerajaan
kutai adalah kundungga, yang diteruskan kepada Aswawarman. Kemudian adapun
pengganti dari Aswawarman yang memiliki putra sebanyak tiga orang yaitu
Mulawarman. Nampaknya, pada zaman Mulawarman disitulah kerajaan kutai mencapai
kejayaan tersebut.

Sejarah Kerajaan Kutai yang lengkap

Kejayaan ini dapat dilihat dari aktivitas ekonomi. Dalam salah satu Yupa tersebut telah
dikatakan bahwa pada Raja Mulawarman telah melakukan sebuah upacara korban
emas yang sangat banyak. Kemajuan dari kerajaan kutai ini juga terlihat dari tanda
adanya golongan terdidik. Mereka terdiri dari para golongan ksatrian dan brahmana
yang kemungkinan telah bepergian ke India atau pada pusat-pusat penyebaran agama
Hindu yang ada di Asia Tenggara. M asyarakat tersebut mendapat kedudukan yang
terhormat dalam kerajaan kutai

Referensi: IPS Terpadu (Sosiologi, Geografi, Ekonomi, Sejarah), Mamat Ruhimat, Nana
Supriatna dan Kosim. 2006
Meskipun kutai itu tak terletak dalam sebuah jalur perdagangan internasional, akan
tetapi kerajaan tersebut telah memiliki hubungan dagang dengan india dan sudah
berkembang dari sejak awal. Pada hal tersebut kemudian, Pengaruh Hindu-Budha
mulai tersebar. Salah satu yang menjadi bukti yang menerangkan mengenai kerajaan
kutai dimana Yupa diidentifikasi yang merupakan suatu peninggalan Hindu-Buddha dan
bahasa yang telah digunakan yaitu bahasa sansekerta. Bahasa sansekerta ialah
bahasa Hindu asli. Tulisan atau bentuk dari hurufnya itu dinamakan huruf pallawa, yaitu
tulisan yang digunakan pada tanah Hindu Selatan sekitar ditahun 400 masehi. Dengan
melihat adanya bentuk huruf dari prasasti yang telah ditemukan maka para ahli
menyatakan bahwa Yupa itu telah dibuat sekitar abad kelima. Jadi bisa disimpulkan
bahwa kerajaan kutai adalah kerajaan hindu yang pertama ada di Indonesia.

Letak kerajaan kutai di daerah tepi sungai Mahakam yang ada di Kalimantan timur,
dimana terdapat di sekitaran pertemuan sungai mahakam bersama anak-anak
sungainya. Sungai mahakam mampu dilayari dari pantai hingga masuk ke Muarakaman
yang dapat memudahkan suatu kegiatan perdagangan dan akhirnya dapat
memperlancar kerajaan kutai.

Adapun bukti yang selanjutnya mengacu dari prasasti yang telah dikeluarkan oleh Raja
Mulawarman yang menyatakan bahwa terdapat tiga penguasa yang ada didaerah
tersebut. Mulawarman ialah cucu kudungga yang menurut dari para ahli yang
merupakan suatu nama Indonesia asli. Hal tersebut terjadi dikarenakan nama
Kudungga yang hampir mirip dengan nama yaitu bugis kadungga. Yang sangat menarik
dari prasasti tersebut ialah adanya berita yang menyatakan bahwa pendiri kerajaan
kutai ialah Aswawarman, bukan kudungga yang telah dianggap telah menjadi raja
pertama. Kudunggu mungkin merupakan suatu kepala suku yang setelah ia berinteraksi
dengan kebudayaan Hindu-Buddha akan mengubah struktur pemerintahan yang
menjadi kerajaan dan akan menurunkan kekuasaannya pada seluruh keturunannya.
Kata warman kerajaan pada nama seseorang yang tampaknya menjadi salah satu yang
menjadi ciri bahwa seseorang tersebut ialah suatu penganut hindu dengan secara
penuh. Dari kriteria nama yang telah disandang Aswawarman tersebut maka dapa
disimpulkan bahwa aswawarman ialah pendiri kerajaan kutai tersebut.

Kehidupan Sosial
Pada kerajaan Kutai memiliki golongan masyarakat yang telah menguasai bahasa
sansekerta dan bisa menulis huruf Pallawa yaitu golongan para Brahmana. Golongan
yang lain ialah suatu golongan ksatria yang terdiri atas kerabat dari Raja Mulawarman.
Pada masyarakat kutai akan sendiri merupakan suatu golongan penduduk yang masih
erat memegang teguh suatu kepercayaan asli dari leluhur mereka. Mulawarman
kemudian menjadi penganut agama hindu syiwa dan golongan para brahmana.

Kehidupan politik
Kudungga tak dianggap menjadi sebagai pendiri dari dinasti karena menggunakan
konsep keluarga raja di zaman tersebut masih terbatas di para keluarga raja yang
sudah menyerap kebudayaan india pada setiap kehidupan dalam sehari-hari. Raja
mulawaranman juga menciptakan adanya stabilitas politik dimana pada masa
pemerintahannya tersebut. Itu terlihat dari adanya Yupa yang menyebutkan bahwa
Mulawarman menjadi raja berkuasa, kuat dan bijaksana.

Kehidupan Ekonomi.
Adapun mata pencaharian yang utama dalam masyarakat zaman kerajaan kutai
merupakan beternak sapi. Pada mata pencaharian yang lain ialah bercocok tanam dan
lewat berdagang. ini dilihat dari letak kerajaan kutai berada ditepian sungai mahakam
yang sangat subur sehingga cocok untuk pertanian.

Silsilah Kerajaan kutai


Penguasa kerajaan kutai yang pertama ialah kudungga yang kemudian digantikan oleh
Raja Aswawarman. Kemudian Aswawarman akan digantikan oleh putrannya yang
bernama yaitu Raja Mulawawrman. Raja Mulawarman disebut raja yang paling masyhur
dari kerajaan kutai dan sebagai pengatu agama Hindu Siwa. Dan juga diterangkan
bahwa raja Mulawarman memiliki jalinan yang baik dengan para rakyat dan brahmana.
Hal itu dilihat dari adanya pemberian hadiah kurban emas dan sejumlah 20.000 ekor
lembu untuk seluruh para brahmana sebagai wujud terimakasih. Sementara itu untuk
sebagai peringatan tentang upacara kurban tersebut, para brahmana kemudian
mendirikan sebuah yupa.

Kutai yang berada di tepian sunga, mulai mendorong masyarakatnya untuk


mengembangkan di bidang pertanian. Selain di bidang pertanian, mereka kemudian
banyak menjalan kegiatan perdagangan. Bahkan telah diperkirakan bahwa telah terjadi
hubungan dagang ke beberapa wilayah yang ada dari luar. Pada jalur perdagangan
internasional waktu ini sudah ada dari India yang melewati selat makassar, sampai
terus mengarah ke Filipina dan hingga di Cina. Didalam pelayarannya tersebut
dimungkinkan para pedagang tersebut akan singgah terlebih dahulu di Kutai untuk
melakukan penjualan dan pembelian barang dagangan dengan sekaligus untuk
menyiapkan beberapa berbekalan untuk pelayaran.Hal inilah yang membuat kerajaan
kutai semakin ramai dan rakyat akhirnya hidup makmur.

Adapun raja-raja yang pernah menjabat kerajaan kutai yaitu Raja Kudungga dengan
gelar anumerta Dewawarman (pendiri kerajaan kutai); Raja Aswawarman ( merupakan
anak kudunggu.); Raja Mulawarman (merupakan anak Aswawarman.); Raja Marawijaya
Warman; Raja Gajayana Warman; Raja Tungga Warman; Raja Jayanaga Warman.;
Raja Nalasinga Warman; Raja Nala Parana Tungga; Raja Gadingga Warman Dewa;
Raja Indra Warman Dewa; Raja Sangga Warman Dewa; Raja Candrawarman; Raja
Candrawarman; Raja Sri Langka Dewa; Raja Guna Parana Dewa; Raja Wijaya
Warman; Raja Sri Aji Dewa; Raja Mulia Putera; Raja Nala Pandita; Raja Indra Paruta
Dewa; dan Raja Dharma Setia.
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno Singkat

Sejarah kerajaan mataram kuno dimulai ketika Sanna diturunkan dari tahtanya di
Kerajaan Galuh. Setelah itu, ia melarikan diri untuk mendapatkan perlindungan ke
Kerajaan Sunda yang dipimpin oleh Tarusbawa. Selanjutnya, Tarusbawa
menjadikan Sanjaya (keponakan Sanna) sebagai menantunya. Setelah berhasil
naik tahta, Sanjaya berniat untuk kembali menguasai Kerajaan Galuh. Setelah ia
berhasil menguasai Beserta Raja Raja dan Peninggalannya

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno Singkat Beserta Raja Raja dan Peninggalannya
Saat belajar tentang sejarah, tentunya Anda pernah mendengar tentang Sejarah
kerajaan mataram kuno bukan? Sejarah tentang kerajaan besar di Jawa Tengah ini
memang menjadi sejarah yang tidak bisa dilepaskan dari masa lalu bangsa Indonesia.
Kerajaan Mataram Kuno sering disebut dengan nama Bumi Mataram. Selain itu,
kerajaan ini juga dikenal dengan sebutan Kerajaan Medang. Selama berkuasanya
Kerajaan Mataram, setidaknya ada 3 dinasti atau Wangsa yang pernah memegang
kekuasaan Mataram Kuno yakni Wangsa Syailendra, Wangsa Isana dan Wangsa
Sanjaya. Wangsa Syailendrea adalah pengikut agama Budha. Sementara Wangsa
Isana adalah wangsa baru yang dibangun langsung oleh Mpu Sindok dan Wangsa
Sanjaya adalah pemeluk agama hindu yang beraliran Syiwa.

Kerajaan Mataram Kuno

Wilayah kerajaan ini dikelilingi oleh banyak gunung-gunung besar seperti Gunung
Merapi-Merbabu, Gunung Sindoro, Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sumbing,
Pegunung Sewu dan Gunung Lawu. Karena lokasinya yang dekat dengan pegunungan,
tak heran jika daerah ini juga dilalui oleh banyak sungai seperti Sungai Progo, Sungai
Bogowonto, Sungai Bengawan Solo dan Sungai Elo. Melihat letak geografisnya
tersebut, tak heran jika kerajaan ini dikenal sangat subur dan makmur. Berikut ini, akan
dibahas lebih dalam mengenai Kerajaan Mataram Kuno di Indonesia.

Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno :

Sekedar informasi, pada awal berdirinya pusat Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan
para ahli berada di daerah Mataram yakni dekat dengan Kota Yogyakarta sekarang.
Tapi setelah adanya Rakai Pikatan berkuasa, Kerajaan Mataram Kuno dipindahkan ke
Mamrati yang sekarang adalah daerah Kedu. Selanjutnya pada masa kekuasaan Dyah
Balitung dipindahkan kembali ke Poh Pitu yakni daerah yang masih di sekitar wilayah
Kedu. Lalu pada kekuasaan Dyah Wawa, para ahli memperkirakan bahwa pusat
Kerajaan Mataram Kuno dipindahkan kembali ke posisi semula yakni daerah Mataram.
Sementara Mpu Sindok, memindahkan istana Medang (Mataram Kuno) ke daerah Jawa
Timur.

Seperti yang diketahui, Sejarah kerajaan mataram kuno mencatatkan bahwa raja
pertama yang berkuasa adalah Sanjaya. Raja Sanjaya pulalah yang mendirikan
Wangsa Sanjaya. Setelah Sanjaya wafat, kekuasaan diambil alih oleh Rakai
Panangkaran yang selanjutnya berpindah agama dari Hindu menjadi Budha beraliran
Mahayana. Sejak masa itulah, Wangsa Sayilendra mulai berkuasa. Pasa Wangsa
Sayilendra tersebut, agama Budha dan Hindu berkembang bersama-sama. Dimana
masyarakat yang beragama Budha tinggal di bagian Selatan Jawa Tengah. Sedangkan
masyarakat yang beragama Hindu berada di bagian Utara Jawa Tengah.

Dalam Sejarah kerajaan mataram kuno, belum jelas kapan tepatnya kerajaan besar ini
berdiri. Berdasarkan Prasasti Mantyasih (907), Raja Pertama dari Kerajaan Mataram
Kuno adalah Raja Sanjaya. Hal ini juga diperjelas dengan adanya Prasasti Canggal
(732) yang dikeluarkan Sanjaya tanpa menuliskan dengan jelas nama kerajaannya. Di
dalam Prasasti tersebut, Sanjaya menerangkan bahwa terdapat raja yang menguasai
pulau Jawa sebelum dirinya. Raja yang dimaksud adalah Raja Sannayang terkenal
dengan nama Bratasena. Raja Sanna adalah raja dari Kerajaan bernama Galuh yang
sebelumnya memisahkan diri dari kekuasaan Kerajaan Sunda.

Raja raja mataram kuno :

Sanjaya, pendiri Kerajaan Mataram Kuno


Rakai Panangkaran
Rakai Panunggalan
Rakai Warak
Rakai Garung
Rakai Pikatan
akai Kayuwangi
akai Watuhumalang
akai Watukura Dyah Balitung
Mpu Daksa
Rakai Layang Dyah Tulodong
Rakai Sumba Dyah Wawa
Mpu Sindok
Sri Lokapala
Makuthawangsawardhana

Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Mataram Kuno berakhirkerajaan Galuh, Kalingga dan


Sunda, Sanjaya akhirnya memutuskan untuk membuat kerajaan baru bernama
Kerajaan Mataram Kuno. Namun ada beberapa peninggalan yang diberika oleh
kerajaan mataram kuno.

Bukti peninggalan kerajaan mataram kuno :

Candi Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno :

Candi Mataram Hindu Candi Mataram Budha

Candi Gatutkaca Candi Sari


Candi Bima Candi Mendut

Candi Dwarawati Candi Sewu

Candi Arjuna Candi Pawon

Candi Semar Candi Borobudur

Candi Puntadewa

Candi Sembrada

Candi Srikandi

Candi Gedong Songo

Prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno

1. Prasasti Sojomerto ( sekitar Abad ke 7)


2. Prasasti Kalasan (778 M)
3. Prasasti Klurak (782 M)
4. Prasasti Ratu Boko (856 M)
5. Prasasti Nalanda (860 M)
6. Prasasti Cangal (732 M)
7. Prasasti Mantyasih (907 M)
8. Prasasti Wanua Tengah III (908 M)

Demikianlah asal mula berdirinya Kerajaan Mataram Kuno beserta peninggalannya baik
candi maupun prasasti. Dengan adanya ulasan terkait Sejarah kerajaan mataram kuno
ini semoga menambah wawasan Anda.
Kerajaan Mataram Islam (1577-1681)
Share the knowledge!

10 0 0 0 0 0

Lambang Kerajaan Mataram Islam

Nama Mataram berasal dari nama bunga, sejenis bunga Dahlia yang berwarna merah menyala.
Ada juga nama Mataram yang dihubungkan dengan Bahasa Sansekerta, Matr yang berarti Ibu,
sehingga nama Mataram diberi arti sama dengan kata Inggris Motherland yang berarti tanah air
atau Ibu Pertiwi. Sebelum tahun 1000 M daerah ini telah berkembang suatu peradaban yang
ditinggalkan oleh kerajaan Hindu. Pada abad ke-14 sewaktu Majapahit mencapai puncak
kejayaan, bumi Mataram rupanya dipandang kurang penting. tidak terdapat tanda-tanda yang
menunjukkan bahwa para raja Mataram kuno yang hidup beberapa abad sebelumnya masih
dikenang di Majapahit. Sampai saat ini pun belum ada data-data yang mungkin dapat
menghubungkan Mataram Islam yang berdiri akhir abad 16 dengan Mataram kuno. Di cerita
Babad Tanah Jawi hanya menyebutkan bahwa tanah Mentaok yang berupa hutan belukar dan
kosong penduduknya oleh raja Pajang dihadiahkan kepada Ki Ageng Pemanahan untuk dibuka
sebagai balas jasanya dalam mengalahkan Aria Penagsang, musuh sultan Adiwijaya Pada abad
ke-16 maka berdirilah kerajaan Mataram Islam yang didirikan oleh Ki Ageng Pemanahan di
Kotagede. Pada masa ini kerajaan Mataram masih di bawah kekuasaan raja Pajang. Namun pada
periode Sutawijaya, Mataram akhirnya dapat menjadi Kerajaan Independent.[1]

Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Mataram Islam


Pada mulanya, Mataram adalah wilayah yang dihadiahkan oleh Sultan Adiwijaya kepada Ki
Gede Pemanahan. Sultan Adiwijaya menghadiahkannya karena Ki Gede Pemanahan telah
berhasil membantu Sultan Adiwijaya dalam membunuh Arya Penangsang di Jipang Panolan. Ki
Pamenahan, disinyalir sebagai penguasa Mataram yang patuh kepada sultan Pajang. Ia mulai
naik tahta di Istananya di Kotagede pada tahun 1577 M. Di tangan Ki Gede Pemanahan,
Mataram mulai menunjukkan kemajuan. Pada tahun 1584 Ki Gede Pemanahan meninggal, maka
usaha memajukan Mataram dilanjutkan oleh anaknya yaitu Sutawijaya.[2]

Sutawijaya atau dikenal dengan nama Panembahan Senapati. Sepeninggal ayahnya, ia dilantik
sebagai penguasa penting di Mataram menggantikan Ayahnya. Ia seorang yang gagah berani,
mahir dalam hal berperang. Sehingga sejak ia masih sebagai pemimpin pasukan pengawal raja
Pajang ia telah diberi galar oleh Sultan Adiwijaya, Senapati ing Alaga (panglima perang).

Senapati memiliki cita-cita hendak mengangkat kerajaan Mataram sebagai penguasa tertinggi di
Jawa menggantikan Pajang. Untuk mewujudkan cita-citanya itu, Senapati mengambil dua
langkah penting, pertama memerdekakan diri dari pajang dan kedua untuk memperluas wilayah
kerajaan Mataram keseluruh jawa. Konflik antara raja Pajang dengan Sutawijaya menghasilkan
kemenangan dipihak Sutawijaya. Setelahnya, keturunan Adiwijaya, yaitu pangeran Benawa yang
seharusnya menjadi ahli waris kesultanan pajang, menyerahkan tahta kekuasaan kerajaan Pajang
kepada Senapati. Sejak saat itu Senapati mengambil gelar Panembahan tahun 1586. Sutawijaya
berhasil membangun Mataram pada tahun 1586. Wilayah yang dikuasai Kesultanan Mataram
adalah Mataram, Kedu, dan Banyumas. Sutawijaya meninggal pada tahun 1601 dan ia
menguasai wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.[3] Di sebelah timur hanya Blambangan,
Panarukan, dan Bali yang masih tetap merdeka. Lainnya tunduk pada kekuasaan Senapati
Sedangkan di pantai laut Jawa Rembang, Pati, Demak, Pekalongan mengakui kekuasaan
Mataram.[4]

Setelah Sutawijaya meninggal, posisinya sebagai Sultan digantikan oleh putranya yaitu Raden
Mas Jolang. Ia diberi gelar Sultan Hanyakrawati. Ia memerintah pada tahun 1601-1613. Pada
masa pemerintahannya, sering terjadi perlawanan dari wilayah pesisir, yang merupakan salah
satu penyebab mengapa RM Jolang tidak mampu memperluas wilayah Kesultanan Mataram.
Dalam menjalankan roda pemerintahan, ia cenderung mengadakan pembangunan dibanding
ekspansi. Menjelang wafatnya, RM Jolang menunjuk Raden Mas Rangsang sebagai
penggantinya. Setelah dilantik, RM Rangsang diberi gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma
Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrahaman. Ia memerintah dari tahun 1613-1645. Pada masa
pemerintahannya, Kesultanan Mataram mengalami kejayaan.[5]

Masa Kejayaan Mataram Islam

Raden Mas Rangsang diangkat menjadi raja baru yang memakai nama Sultan Agung Senopati
Ing Ngalaga Ngabdurrahman. Jika para pendahulunya mengambil ibukotanya di Kotagede, maka
Sultan Agung mengambil ibukotanya di Karta. Sultan Agung dikenal dengan politik
ekspansinya, sehingga bukan Jawa saja yang ingin dikuasainya melainkan wilayah Nusantara.
Musuh-musuh Sultan Agung bukan saja kerajaan-kerajaan yang ada di pesisir dan kerajaan
Hindu di Blambang, tetapi juga para penguasa asing yang berkoloni di Nusantara. Misalnya,
Portugis dan Belanda. Oleh karena itu, wajarlah jika semenjak diangkatnya, ia selalu
mengangkat senjata dalam rangka menerapkan taktik ekspansi.

Sebagai orang Islam, Sultan Agung selalu menaati ibadah dan menjadi contoh untuk rakyatnya.
Setiap hari Jumat Sultan agung bersama rakyatnya melakukan shalat Jumat. Dalam tahun 1633
ia membuat tarikh (kalender baru) yaitu kalender Jawa-Islam. Guna memperkokoh
kedudukannya sebagai pemimpin Islam, Sultan Agung mengirim utusan ke Mekkah untuk
kembali ke Mataram dengan membawa gelar Sultan untuknya dan ahli-ahli agama untuk menjadi
penasihat baginya di istana. Gelar dari Mekkah itu lengkapnya adalah Sultan Abu Muhammad
Maulana Matarami.

Akan tetapi setelah Sultan Agung wafat pada tahun 1645, para penggantinya lemah-lemah,
kejam, dan mengadakan perjanjian dengan Belanda sehingga memberi peluang kepada Belanda
untuk berkoloni di Nusantara. Hal ini menimbulkan berbagai kerusakan disana-sini.
Pemberontakan dan perebutan kekuasaan itu muncul mengakhibatkan perpecahan di kalangan
bangsa Mataram yang menguntungkan Belanda.[6]

Bidang Perekonomian Kesultanan Mataram

Negara Mataram tetap merupakan negara agraris yang tetap mengutamakan pertanian. Selain
beras, Mataram juga menghasilkan gula kelapa dan gula aren. Hasil gula tersebut berasal dari
daerah Giring di Guningkidul. Gula kelapa dan gula aren itu diekspor ke luar melalui Tembayat
dan Wedi.[7]

Dasar-dasar kehidupan maritim tidak dimiliki oleh Mataram. Pada hakikatnya Sutawijaya
memeriksa apakah laut Hindia dapat digunakan sebagai pelabuhan kesultanan Mataram yang
sedang dalam taraf pembentukan. Bagaimanapun laut Jawa masih dikuasai oleh orang Tionghoa
dari kesultanan Demak pada zaman pemerintahan Dinasti Jin Bun. Selain itu, Ternyata
gelombangnya terlalu besar sehingga pembuatan pelabuhan di pantai selatan tidak mungkin.
Kesultanan Mataram yang sedang dalam taraf pembangunan tidak berhasil memiliki pelabuhan
dan tidak akan menjadi negara Maritim. Kesultanan Mataram hanya akan menjadi negara
pertanian karena pusat kerajaannya berada di pedalaman.[8]

Kehidupan Sosial, agama serta Peran Ulama dan Partisipasinya

Pada masa pemerintahan Sultan Agung, para ulama yang ada di kesultanan Mataram
dapat dibagi dalam tiga bagian. Yaitu ulama yang masih berdarah bangsawan, ulama yang
bekerja sebagai alat birokrsi, ulama pedesaan yang tidak menjadi alat birokrasi. Sebagai
penguasa Mataram, Sultan Agung sangat menghargai para ulama karena mereka mempunyai
moral dan ilmu pengetahuan tinggi. Jika ingin membuat kebijakan, Sultan Agung selalu
memeinta nasihat dan pertimbangan kepada para ulama.[9]

Ulama pada saat itu sedang konsentrasi menggarap soal Islamisasi terhadap budaya-budaya yang
masih melekat di hati masyarakat Mataram. Sunan Kalijaga misalnya, beliau adalah ulama yang
selalu berusaha keras agar ajaran Islam mudah diterima oleh masyarakat yang sudah kuat nilai
kepercayaan terhadap ajaran dan doktrin budaya sebelum Islam. Berbagai cara telah beliau
tempuh termasuk melalui karya seni yang telah mentradisi di masyarakat.

Memang disadari pindahnya pusat pemerintahan dari pesisir utara Jawa ke daerah pedalaman
yang agraris serta telah dipengaruhi budaya pra Islam menimbulkan warna baru bagi Islam yang
kemudian disebut dengan Islam Sinkretisme. Demikianlah keadaan Islam semenjak berpusat di
Mataram campur tangan budaya setempat yang kemudian terkenal dengan Islam Kejawen.[10]

Penggunaan gelar Sayidin Panatagama oleh Senopati menunjukkan bahwa sejak awal berdirinya
Mataram telah dinyatakan sebagai negara Islam. Raja berkedudukan sebagai pemimipin dan
pengatur agama. Mataram menerima agama dan peradaban Islam dari kerajaan-kerajaan Islam
pesisir yang lebih tua. Sunan Kalijaga sebagai penghulu terkenal masjid suci di Demak
mempunyai pengaruh besar di Mataram. Tidak hanya sebagai pemimpin rohani, tetapi juga
sebagai pembimbing di bidang politik. Hubungan-hubungan erat antara Cirebon dan Mataram
memiliki peranan penting bagi perkembangan Islam di Mataram. Sifat mistik Islam dari keraton
Cirebon merupakan unsur yang menyebabkan mudahnya Islam diterima oleh masyarakat Jawa di
Mataram. Islam tersebut tentu adalah Islam Sinkretis yang menyatukan diri dengan unsur-unsur
Hindu-Budha.[11]

Namun peran ulama menjadi tergeser semenjak Mataram dikuasai oleh Amangkurat I. Pada saat
itu terjadi de-islamisasi. Banyak ulama yang dibunuh sehingga kehidupan keagamaan merosot,
sementara dekadensi moral menghiasi keruntuhan pamor Mataram akibat dari campur tangan
budaya asing.[12]

Peran di bidang kebudayaan Islam

Peranan kegiatan di bidang kebudayaan pada masa awal berdirinya Mataram, kurang
berkembang dikarenakan dua alasan. Pertama, para pendiri Mataram belum punya waktu untuk
memikirkan hal-hal yang spiritual. Perhatiannya lebih tercurah pada soal-soal pembukaan dan
pemanfaatan sumber daya alam demi kemajuan ekonomi dan strategi pertahanan. Pengolahan
tanah dan penggarapan daerah-daerah tandus lebih banyak menyita waktu. Kedua, penanaman
kekuasaan politik ternyata hanya dapat dilakukan dengan kekuatan senjata. Oleh sebab itu
seluruh masa pemerintahan raja-raja pertama Mataram hanya dihabiskan dalam peperangan.
Demikianlah maka ki Gede Pemanahan Senapati dan Mas Jolang belum sempat untuk
mengembangkan kebudayaan yang sifatnya lebih rohaniah.

Baru pada masa pemerintahan raja yang ketiga, Sultan Agung gagasan untuk mengembangkan
kebudayaan dapat dimulai. Diambillah unsur-unsur peradaban dari daerah-daerah pesisir Utara
dan Jawa Timur yang dapat mempertinggi martabat keraton Mataram dibidang kebudayaan
sesuai dengan kedudukannya sebagai istana raja penguasa tertinggi diseluruh tanah Jawa juga
dalam hal penyebaran agama Islam, menyatukan diri dengan unsur-unsur Hindu-Budha yang
disebut dengan islam Sinkretis.[13]
Sistem Politik Kesultanan Mataram

Dalam sistem politik di kerajaan Mataram periode Senopati hingga Susuhunan Amangkurat I
mengalami turun-naik secara drastis. Periode Raden Mas Jolang kemudian dengan anaknya
Raden Mas Rangsang. Kemudian Susuhunan Amangkurat I bertolak belakang dengan apa yang
telah ditempuh pendahulunya.

Untuk sistem politik yang sifatnya intern, terutama menyangkut konsolidasi tata pemerintahan,
seperti sistem birokrasi, sistem penggantian raja, masing-maasing mereka hampir tidak
mengalami perbedaan, akan tetapi dalam hal penguasaaan wilayah, kadang-kadang mengalami
naik-turun. Seperti pada masa Panembahan Senopati, ia mampu mengangkat martabat Mataram
ke strata yang lebih tinggi, yakni menjadikan Mataram berdiri sendiri (yang semula merupakan
daerah bawahan Kerajaan Pajang). Ketika kendali pimpinan beralaih ke tangan susuhunan
amangkurat 1 martabat mataram menjadi merosot kembali, wilayah kekuasaan mulai menciut
karena hubungannya dengan kolonial Belanda.

Keabsahan kedudukan dan kekuasaan raja mataram, diperoleh karena warisan. Secara tradisional
pengganti raja-raja ditetapkan putra laki-laki dari istri selir pun biasa dinobatkan sebagai
pengganti raja. Apabila dari keduanya tidak mendapatkan anak laki-laki, maka.paman atau
saudara laki-laki tua dari ayahnya bisa menjadi pengganti.

Mengenai sistem politik eksternalnya, diantara penguasa Mataram bisa ditemui perbedaan yang
mencolok dalam menerapkan sistem untuk menghadapi penetrasi barat. Ada yang menempuh
sikap kompromistis dan ada pula yang anti pati sama sekali. Pada masa panembahan senopati,
usaha tersebut memang belum ditemui. Hal ini disebabkan walaupun saat itu orang-orang Eropa
sudah berada di Nusantara, konsentrasi politik sedang dicurahkan untuk konsolidasi dan
penguasaan kerajaan-kerajaan disekitarnya. Sedangkan pada masa Raden Mas Jolang, kehadiran
belanda diterima dengan baik diakhir kekuasaannya. Beda hal dengan penguasa Mataram
berikutnya, Sultan Agung, beliau termasuk penguasa yang antipatis pada kompeni. Berbagai
usaha telah dikerahkan untuk mengusik keberadaan dan membendung penetrasinya yang kian
kuat di bumi Nusantara. Dua kali sesudah ekspansinya, pasukan militer, ia kirimkan ke Batavia
untuk memukul mundur VOC, masing-masing pada tahun 1628 dan 1629 walaupun pada
akhirnya memperoleh kegagalan.[14]

Masa Kemunduran Mataram Islam

Setelah Sultan Agung wafat, Mataram kemudian diperintah oleh raja yang pro dengan kompeni
yaitu Susuhunan Amangkurat I. ia memerintah pada tahun 1645-1677. Sebagai penguasa
Mataram yang baru, Sultan Amangkurat I membuat kebijakan- kebijakan yang kontrofersial
yaitu pertama, tidak lagi menghargai para ulama bahkan berusaha untuk menyingkirkannya.
Pada masanya ribuan ulama Syahid dibunuh Sultan Amangkuran I. kedua, menghapus lembaga-
lembaga agama yang ada di Kesultanan, seperti menghapus Mahkamah Syariah yang telah
dibentuk oleh Ayahnya. Ketiga, membatasi perkembangan islam dan melarang kehidupan
Agama mencampuri masalah kesultanan. Keempat, membangun kerjasama dengan penjajah
Belanda yang menjadi musuh bebuyutan Ayahnya.

Cara Amangkurat I dalam memerintah yang tidak memperhatikan nilai-nilai kearifan itu telah
mendatangkan kemarahan masyarakat. Dalam kondisi seperti ini, Raden Kajoran, seorang ulama
bangsawan yang hidup dalam pedesaan, melakukan perlawanan. Ia menyusun kekuatan dari para
santri dan rakyat pedesaan. Raden Kajoran mendapat dukungan dari Raden Anom, anak Sultan
Amangkurat I dan Trunojoyo bangsawan dari Madura. Kekuatan semaki kuat ketika Karaeng
Galesong bangsawan dari Gowa. Namun perkembangan selanjutnya, Adipati Anom melakukan
pengkhianatan. Ia keluar dari aliansi, karena ia sudah di ampuni oleh ayahnya. Pada tahun 1677,
aliansi Raden Kajoran berhasil mengepung pusat pemerintahan Amangkurat I di Pleret.
Sedangkan Amangkurat I dan anaknya berhasil melarikan diri ke Batavia dan meminta bantuan
kepada Belanda. Dalam perjalanan menuju Batavia, Amangkurat I jatuh sakit dan meninggal.
Sebelum Amangkurat I wafat, ia sudah menetapkan Adipati Anom sebagai Sultan Mataram
yang baru. Setelah dilantik, Adipati Anom diberi gelar Sultan Amangkurat II ia segera
melanjutkan kerjasamanya dengan Belanda untuk merebut kembali tahta Mataram dalam
perjanjian di Jepara yang mana Belanda mengiginkan wilayah timur karawang dan upah dalam
bentuk uang. Setelah perjanjian Jepara ditandatangani, Amangkurat II dan Belanda melakukan
penyerangan ke Mataram dan berhasil memukul mundur aliansi Raden Kajoran. Dengan
demikian, Sultan amangkurat II berhasil merebut kembali tahta Mataram.

Walaupun Sultan Amangkurat II meduduki Mataram dan mengembalikan fungsi ulama, tetapi
persoalan Mataram belum selesai.[15] Sejak 1743 Mataram hanya memiliki wilayah-wilayah
Begelen, Kedu, Jogjakarta, Surakarta. Tragisnya lagi, Mataram terpecah menjadi dua kerajaan,
sesuai dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Kedua kerajaan tersebut adalah Kerajaan
Surakarta dengan rajanya Susuhunan (Pakubuwono III) dan Yogyakarta dengan rajanya
Pangeran Mangkubumi (Hamengku Buwono I). Selanjutnya pada tahun 1757, Kerajaan
Surakarta dipecah lagi menjadi dua yaitu, wilayah yang dirajai Pakubuwono III dan wilayah
yang dirajai oleh Mangkunegara I. Demikian juga pada tahun 1813 oleh Inggris, Yogyakarta
dipecah menjadi dua, yaitu wilayah Kesultanan yang dirajai oleh Sultan Hamengku Buwono III
dan Kadipaten Pakualaman yang dipimpin oleh Bendara Pangeran Natakusuma atau dikenal
dengan Pangeran Pakualam I.[16]

Kesimpulan
Pada mulanya, Mataram adalah wilayah yang dihadiahkan oleh Sultan Adiwijaya kepada Ki
Gede Pemanahan karena sudah membantunya membunuh Arya Penangsang musuh Adiwijaya.
Selanjutnya tahta berganti kepda anaknya yang bernama Sutawijaya atau Panembahan Senopati
yang dari usahanya Kesultanan Mataram mampu melepaskan diri dari kekuasaan Pajang. Setelah
Sutawijaya meninggal Raden Mas Jolang menggantikan Ayahnya. Pada masa pemerintahannya
banyak dicurahkan dalam bidang pembangunan. Barulah pada masa Sultan Agung atau dikenal
dengan nama Raden Mas Rangsang, kesultanan Mataram berada di puncak kejayaan. Mulai dari
penerapan politik ekspansinya dan berkembangnya ajaran islam. Dalam bidang perekonomian,
kesultanan Mataram tidak terlalu berkembang. Mataram adalah negara Agraris yang penghasilan
utamanya dibidang pertanian saja. Sedangkan dalam bidang kebudayaan tradis atau unsur Hindu-
Budha menyatu dengan ajaran Islam yang biasa dinamakan Islam kejawen. Namun kejayaan
yang diukir oleh Sultan Agung berakhir setelah Susuhunan Amangkurat I naik tahta. Ia adalah
sosok pemimpin yang kejam dan otoriter. Atas campur tangan pihak kolonial Belanda, akhirnya
Kesultanan Mataram terpecah. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan Runtuhnya kerajaan
Mataram : 1. Masuknya kolonial Belanda ke nusantara 2. Perselisihan antara pewaris takhta
Mataram 3. Dipecahnya Mataram menjadi 2 kerajaan, berdasarkan perjanjian Giyanti.

DAFTAR PUSTAKA

Daliman, a. Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan islam di Indonesia. Yogyakarta:


Penerbit ombak, 2012

Harun, M. Yahya. Kerajaan Islam Nusantara abad XVI dan XVII. Yogyakarta: Kurnia Kalam
Sejahtera, 1995

Muljana, Slamet. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di


Nusantara, Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2007

Yusuf, Mundzirin, dkk. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Yogyakarta: Kelompok Penerbit
Pinus, 2007

Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010

[1] Prof. a. Daliman, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan islam di Indonesia.(


Yogyakarta: Penerbit ombak, 2012), hlm.176-180
[2] Drs. M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara abad XVI dan XVII. (Yogyakarta: Kurnia
Kalam Sejahtera, 1995), hlm. 23-24

[3] Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), hlm. 70

[4] Prof. dr. Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara
Islam di Nusantara, (Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2007), hlm. 226

[5] Drs. M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara, hlm. 24-15

[6] Mundzirin Yusuf, dkk, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. (Yogyakarta: Kelompok
Penerbit Pinus, 2007), hlm.85-87

[7] Prof. a. daliman, Islamisasi, hlm. 188-189

[8] Prof. dr. slamet muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa, hlm. 226

[9] Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, hlm. 74-75

[10] Drs. M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara, hlm. 30-31

[11] Prof. a. Daliman, Islamisasi, hlm. 190

[12] Drs. M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara, hlm. 30-31

[13] Prof. a. Daliman, Islamisasi, hlm. 191-192

[14] Drs. M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara, hlm. 28-29

[15] Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, hlm. 77-80

[16] Mundzirin Yusuf, dkk, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, hlm. 85-87

Share the knowledge!

10 0 0 0 0 0

Share this:

Click to share on Twitter (Opens in new window)


10Click to share on Facebook (Opens in new window)10
Click to share on Google+ (Opens in new window)
Click to share on Tumblr (Opens in new window)
Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
Click to share on Pinterest (Opens in new window)
Click to share on LinkedIn (Opens in new window)

Author Zanna Jatatun KarynaPosted on June 3, 2016Categories Kerajaan-Kerajaan di Indonesia

Post navigation
Previous

Anda mungkin juga menyukai