Toba telah sangat merasa lapar karena bekerja keras sejak pagi
langsung membuka bekal untuk memakannya. Terperanjat dia saat
melihat makanan untuk nya tinggal sedikit.” Mengapa jatah makanan
dan minumanku tinggal sedikit?” tanyanya dengat raut wajah kesal.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah
menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang
merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak
saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan
anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita, hal ini
karena ia merupakan keturunan seorang dewi. Banyak Raja dan
Pangeran yang hendak mempersuntingnya namun ia menolak. Hingga
terjadi peperangan antara para raja karena memperebutkan Dayang
Sumbi. Merasa dirinya sebagai penyebab dari peperangan ini, maka ia
pun berpamitan kepada ayahnya untuk mengasingkan diri ke sebuah
bukit. Tentu saja Ayahnya menolak, namun, Dayang Sumbi kekeh ingin
pergi agar tak banyak yang berperang memperebutkan dirinya.
Pergilah Dayang Sumbi ke sebuah bukit, ia ditemani seekor anjing
yang juga titisan dewa, Tumang. Dayang sumbi memiliki hobbi
menenun kain, bahkan saat mengasingkan diri, ia membawa
perlengkapan menenunya ke sana. Suatu hari, ketika sedang asik
menenun kain, benangnya jatuh ke menggelinding ke lantai. Karena
rasa malas untuk mengambil benang tersebut, Dayang Sumbi berujar,
bahwa jika ada yang mengambilkan benang itu dan membawakan
kepadanya maka akan dijadikan suami (jika laki-laki), sedangkan jika
perempuan maka akan dijadikan saudaranya. Dana ternyata, si
Tumanglah yang mengambilkan benanng yang jatuh dan membawakan
benang itu ke Dayang Sumbi. Karena Tumang adalah anjing laki-laki
maka Dayang Sumbi harus memegang sumpahnya, sehingga
menjadikan Tumang sebagai suaminya.
"Tapi, tapi aku tidak pernah berbuat curang," sahut Aria Tebing.
Serunting tidak memperdulikannya, ia tetap menantangnya untuk
berduel. Aria Tebing kebingungan. la tahu bahwa kakak iparnya itu
adalah orang yang sakti, setelah lama berpikir, akhirnya Aria Tebing
mendapat ide.
"Maaf adikku, aku tak mau mengkhianati suamiku, aku tak bisa
memberi tahumu," jawab istri serunting keberatan.
"Aku mau kekuatan gaib itu, wahai Hyang Mahameru, aku mau
kekuatan itu," jawab Serunting.
"Tapi, ada satu syarat yaitu kau harus bertapa di bawah pohon
bambu. Setelah tubuhmu ditutupi oleh daun-daun dari pohon bambu itu,
maka kamu berhasil mendapatkan kekuatan itu," ucap Hyang
Mahameru.
Sepasang kakek dan nenek itu sangat ramah dan baik hati.
Ternyata sudah lama mereka ingin dikaruniai seorang anak untuk
membantu mereka bekerja. Serunting pun mengabulkannya.
"Kalian tak perlu tahu siapa aku, tapi aku tahu siapa kalian.
Kalian adalah para pengecut yang bisanya hanya menindas orang yang
lemah!" jawab si Pitung.
"Huh, sudah mau mati masih sombong juga. Pasukan, tembak dia!"
perintah Schout Heyne pada pasukannya.
Dari kejadian yang menimpa Randik, Pak Tio, dan Fikar, warga
berkesimpulan bahwa mushola di desa mereka itu adalah mushola
keramat. Karena itu mereka memutuskan untuk memperbesar mushola
itu dan menjadikannya masjid. Masjid itu diberi nama Masjid Terate
Udik. Warga menyelesaikan perselisihan mereka di masjid itu. Tapi
sejak itu, tak ada lagi percekcokan yang berarti karena warga sadar
untuk menjaga ucapan dan tidak mudah mengucapkan sumpah. Masjid
Terate Udik ini terletak di kampung Terate Udik, Desa Masigit di
Kecamatan Cilegon.
“JOKO TOLE ”
“KEONG MAS ”
Karena pertunangan itu lah membuat Dewi Galuh merasa sangat iri. Ia
menaruh hati pada Raden Inu Kertapati dan merasa dirinyalah yang lebih
cocok menjadi tunangannya. Dari perasaan irilah kemudian berkembang
menjadi perasaan benci. Dewi Galuh mulai merencanakan untuk
menyingkirkan Candra Kirana dari kerajaan.
Suatu hari, secara diam-diam Putri Dewi Galuh pergi menemui sorang
penyihir jahat. Ia meminta bantuan kepada Penyihir untuk menyihir Candra
Kiran menjadi sesuatu yang menjijikan dan Pangeran Raden Inu
menjauhinya. Ia pun berharap menjadi pengganti Candra Kirana sebagai
tunangannya.
Keong Mas yang berubah menjadi wujud aslinya yaitu Candra Kirana.
Sangat terkejut melihat kedatangan Sang Nenek yang tiba-tiba. Akhirnya,
Candra Kirana menjelaskan siapa ia sebenarnya. Dan menceritakan kenapa
ia berubah menjadi Keong Mas. Setelah menjelaskan kepada Sang Nenek,
Candra Kirana pun kembali berubah wujud menjadi Keong Mas.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Indonesia Keong Mas - Dongeng Keong
Mas adalah sebaik-baiknya kamu menutupi kejahatan, suatu saat akan
terbongkar juga. Selalu berbuat baik dan jauhkan diri dari iri dengki maka
kamu akan selamat dalam menjalani kehidupan.
CERITA RAKYAT
“TIMUN MAS ”
Cerita Timun Mas, Raksasa Jahat Menagih Janji
Dahulu kala di Jawa Tengah ada seorang Janda yang sudah tua.
Mbok Rondo namanya. Pekerjaannya hanya mencari kayu di hutan.
Sudah lama sekali Mbok Rondo ingin mempunyai seorang anak. Tapi
dia hanya seorang janda miskin, lagi pula ia sudah tua. Mana bisa ia
mendapatkan anak.
Pada suatu hari, sehabis mengumpulkan kayu di hutan. Mbok
Rondo duduk beristirahat sambil mengeluh; "Seandainya aku
mempunyai seorang anak, beban hidupku agak ringan, sebab ada yang
membantuku bekerja."
Diantara sekian banyak buah mentimun yang tumbuh, ada satu satu
buah yang sangat besar. Warnanya kekuningan. Kalau tertimpa sinar
matahari, buah itu berkilau seperti emas. Mbok Rondo sangat tertarik
pada buah mentimun yang paling besar itu, ia memetiknya dan
membawa pulang buah yang paling besar itu.
Sampai di rumahnya, Mbok Rondo mengambil pisau
dan membelah buah itu. Lalu, ia membukanya dengan
hati-hati. Ajaib! Ternyata ada seorang bayi
perempuan yang cantik! "Ah, ternyata raksasa itu
tidak berbohong!" gumam Mbok Rondo.
"Sekarang aku punya anak perempuan. "Aduh senangnya hatiku."
" Baiklah. Akan kubawa dia keluar," kata Mbok Rondo. Ia segera
masuk ke rumah. Diambilnya bungkusan pemberian sang pertapa,
kemudian diberikan kepada Timun Mas. "Anakku, bawalah bekal ini.
Pergilah lewat pintu belakang sebelum raksasa itu menangkapmu."
"Baiklah, Mbok," Timun Mas segera berlari lewat pintu belakang.
"Ingat anakku, jangan sampai lupa pesan pertapa. Kau masih
ingat bukan? "Ingat Mbok!" "Baik, sekarang cepat larilah!" Tidak berapa
lama kemudian, raksasa sudah memanggil Mbok Rondo. "Mbok Rondo,
mana Timun Mas?!" suara raksasa itu terdengar tidak sabar. "Maafkan
aku, Raksasa..!" Apa? Ada apa?" "Timun Mas ternyat sudah pergi." "Apa
kau bilang?" geram raksasa itu. "Maafkan aku....!" "Kurang ajar,
mengapa kau tidak bilang sejak tadi?"Dengan marah raksasa itu segera
mengedarkan pandangan ke sekeliling. Lamat-lamat dari kejauhan ia
melihat seorang gadis sedang berlari cepat di padang rumput.
"Hai, Timun Mas, jangan harap kamu bisa lolos!" seru si raksasa
sambil membungkuk untuk menangkap Timun Mas. Dengan sigap.
Timun Mas melompat ke samping dan berkelit menghindar. "Oh, hampir
saja aku tertangkap," Timun Emas terengah-engah.Keringat mulai
membasahi tubuhnya. Ia ingat pada bungkusan pemberian pertapa
yang tinggal dua itu. Isinya garam dan terasi. Ia segera membuka tali
pengikat bungkusan garam. Garam itu ditaburkan ke arah si raksasa.
Seketika butiran garam itu berubah menjadi lautan.
Raksasa itu sangat terkejut, karena tiba-tiba tubuhnya tercebur ke
dalam laut. Tapi, berkat kesaktiannya, ia berhasil berenang ke tepi. Ia
kembali mengejar Timun Mas. Merasa dipermainkan, kemarahan
raksasa itu semakin memuncak. "Bocah kurang ajar! Kalau tertangkap,
akan kutelan kau bulat-bulat!"
Timun Mas semakin khawatir karena raksasa
itu berhasil melewati lautan yang sangat luas itu.
Akan tetapi, ia tidak putus asa. Ia terus berlari
meskipun sudah kelelahan. Raksasa itu terus
mengejar. Timun Mas melemparkan isi bungkusan
yang terakhir. Terasi itu langsung dilemparkan ke
arah si raksasa. Tiba-tiba saja terbentuklah lautan
lumpur yang mendidih.
”Nak! Ayo bantu Ibu bekerja di sawah,” ajak sang Ibu. ”Tidak, Bu!
Aku tidak mau pergi ke sawah. Nanti kuku dan kulitku kotor terkena
lumpur,” jawab Darmi menolak. ”Apakah kamu tidak kasihan melihat
Ibu, Nak?” tanya sang Ibu mengiba. ”Tidak! Ibu saja yang sudah tua
bekerja di sawah, karena tidak mungkin lagi ada laki-laki yang tertarik
pada wajah Ibu yang sudah keriput itu,” jawab Darmi dengan ketus.
”Ya, Tuhan! Ampunilah hambamu yang lemah ini. Hamba sudah tidak
sanggup lagi menghadapi sikap anak hamba yang durhaka ini.
Berikanlah hukuman yang setimpal kepadanya!” doa sang Ibu. Beberapa
saat kemudian, tiba-tiba langit menjadi mendung. Petir menyambar-
nyambar dan suara guntur bergemuruh memekakkan telinga. Hujan
deras pun turun. Pelan-pelan, kaki Darmi berubah menjadi batu. Darmi
pun mulai panik. ”Ibu...! Ibu... ! Apa yang terjadi dengan kakiku, Bu?”
tanya Darmi sambil berteriak. ”Maafkan Darmi! Maafkan Darmi, Bu!
Darmi tidak akan mengulanginya lagi, Bu!” seru Darmi semakin panik.