Anda di halaman 1dari 42

CERITA RAKYAT

“RAJA YANG BAIK HATI”

Pada zaman dahulu, ada janda. Ia hidup dengan anaknya yang


masih kecil. Mereka berdua hidup dengan sederhana di sebuah gubuk
tua.Tempat mereka tidak jauh dari istana kerajaan. Walau berupa
gubuk tua tapi gubuk itu nampak terlihat bersih, bahan-bahan kaynyau
pun terbuat dari kayu pilihan.
Maka tak heran gubug itu aman-aman berdekatan dengan istana
kerajaan? Gubuk itu dianggap barang antik yang perlu dilestarikan.
Lagipula hanya dihuni janda yang anaknya masih kecil. Setiap sebulan
sekali pihak istana mengirim bahan makanna untuk menyumbang
kelangsungan hidup si janda dan anaknya.
Kerajaan itu dipimpin oleh raja yang baik hati, arif, dan
bijaksana. Sang raja sangat dekat dengan rakyatnya. Ia mau bergaul
semua kalangan. Baik dari bangsawan maupun rakyat jelata. Dari
kaum tua sampai anak kecil sekalipun.
Karena sikap yang baik hati maka rakyat sangat menyayangi
rajanya. Setiap sore, banyak anak kecil yang bermain di halaman
istana. Begitu juga halnya anak janda tersebut. karena miskin maka
mainan anak itu hanya seekor nyamuk yang diikat dengan benang.
Kemanapun anak itu pergi, nyamuk itu selalu dibawanya.
Pada suatu hari, karena selalu asyik bermain di halama isana,
anak janda miskin itu baru menyadari jika hari sudah semakin gelap.
Karena takut dimarahi ole ibunya, anak itu ingin bergegas pulang.
Sebelum ia kembali ke gubuknya ia sempat menemui sang raja.
“Baginda yang baik, hamba harus segera pulang sebab, jika hamba
telat sampai rumah, ibu hamba pasti akan marah. Bolehkah
hambamenitipkan nyamuk ini diistana! Besok hamba agan wakan
bermain ke sini lagi,” pinta anak itu dengan memelas.
“Boleh saja Nak. Aku bisa mengikatkan nyamukmu di tinang
pintu istana,” kata sang raja.
Esok harinya anak itu kembali ke istana untuk bermain di
halaman bersama teman-temannya. Namun, nyamuk kesayangannya
sudah tidak ada lagi. Ia melihat kesamping, ternyata ada seekor ayam
jantan di dekat tiang tersebut. ia pun berpikir ayam jantan itu telah
memakan nyamuk kesayangannya.
Anak itu segera menemui sang raja, “Baginda, nyamuk hamba
hilang. Sepertinya dimakan ayam jantan milik baginda. “
“Kalau begitu, kamu ambil saja ayam jantan itu sebagai ganti
nyamuk yang dimakannya.” Kata raja yang baik hatinya.
“Terima kasih baginda,” jawab anak itu
Anak itu kembali bermain bersama teman-temannya. Kemanapun
anak itu pergi ayamnya itu selalu dibawanya. Ayam jantan itu juga
diikatnya dengan tali. Ketika ia asyik bermain, ayam jantan itu
terlepas. Anak itu kemudian mencari-cari ayam jantan miliknya.
Ternyata ayam itu pergi ke tempat ibu-ibu yang sedang menumbuk
padi dengan lesung. Karena lapar, ayam itu berusaha mematu butir-
butir padi yang berada di dalam lubang lesung. Meskipun sudah dihalau
berkali-kali, tapi tetap saja ayam itu naik ke lubang lesung. Karena
kesal, seorang ibu memukulkan lesungnya ke arah ayam tersebut hingga
ayam itu jatuh menggelepar-gelepar ke tanah dan mati. Melihat
ayamnya mati, anak itu sangat sedih lalu berlari menemui sang raja.
Raja berkata,” Sudah, kau jangan menangis lagi. Sekarang, kau ambilah
lesung itu sebagai ganti ayam jantanmu yang telah mati.”
Betapa bahagianya hati anak itu. Ia berniat, lesung itu nantinya
akan diberikan kepada ibunya. Karena sudah sore , ia menitipkan
lesung tersebut kepada sang raja.
“sandarkanlah lesung itu di bawah pohon yang terdapat di
halaman istana, “ ucap raja.
Anak itu menuruti perintah sang raja. Ia menyandarkan lesung
itu dibawah pohon.
Keesokkan harinya, anak itu kembali ke halaman istana untuk
bermain. Ketika selesai bermain dan akan kembali ke gubuknya. Tapi,
betapa kagetnya ia melihat kondisi lesungnya sudah tidak seperti aktu
ia tinggalkan kemarin. Lesung itu telah patah. Ternyata, di sebelah
lesung tersebut terdapaat buah nanga yang sangat besar. Anak itu
kembali melapor ke raja.
“Baginda, lesung amba telah patah terimpa buah nangka,”
keluhnya kepada sang raja. Sambil tersenyum sang raja berkata,” Kalau
begitu kamu ambil nangka itu sebagai pengganti lesungmu yang patah.”
“Terima kasih baginda. Tetai hari suudah mulai malam, hamba
tidak bisa membawa nangka yang besar itu smapai ke rumah. Bolehkah
hamba menitipkan nangka itu di istana. Besok hamba akan
mengambilnya bersama teman-teman.”
Raja bijak berkata,” Kalau begitu. Letakkan saja nangka itu di
samping pintu dapur istana.”
Nangka itupun diletakkan di dapur istana. Nangka yang matang
itu mengeluarkan bau yang sangat menggoda. Setelah anak itu pergi,
puteri raja yang sebaya dengan anak itu mencium bau harum dari
nangka.
“Mmm...baunya sangat enak. Wah, aku sangat ingin ingin
memakan nangka itu. Tapi, dimana nangka itu berada? Mungkin bibi
meletakkannya di dapur sengaja menyimpannya untukku,” gumam
puteri sang raja.
Sang puteri pegi menuju dapur mencari nangka yang berbau
harum . ia terus mencari nangka itu, akhirnya, ia melihat sebuah
nangka yang sangat besar dan ranum berada di samping pintu dapur.
“Ini dia nangka yang aku cari-cari,” ujar sang puteri dengan mata
berbinar-binar.
Ia pun menyuruh pembantu istana untuk memecah nangka
tersebut. setelah nangka dipecah, puteri raja memakannya sampai puas.
Ia tidak mengetahui bahwa nangka tersebut ada pemiliknya.
Seperti biasa esok hari anak itu bermain ke halaman istana, hari
itu ia akan mengambil nangka bersama teman-temannya. Tapi nangka
itu ternyata sudah tidak ditempatnya. Kemudian, ia melihat ke arah
tempat sampah milik istana. Ternyata banyak biji-biji nangka berikut
kulitnya berada di tempat sampah itu. Hati anak itu kembali kecewa.
Nangka miliknya sudah dimakan orang lain.
Anak itu menghadap sang raja. Sang Raja dengan arif bijaksana
berkata,”Sudahlahkau jangan bersedih, karena nangka itu dimakan oleh
puteriku, maka puteriku akan kuberikan padamu.”
Si anak tidak mengerti perkataan sang raja karena masih terlalu
kecil. Namun, ketika anak itu sudah beranjak dewasa dan menjadi
pemuda tampan, sedangkan puteri raja sudah emnjadi gadis yang
cantik, raja menikahkan keduanya. Mereka hidup berbahagia, sang ibu
juga diboyong ke istana.
CERITA RAKYAT
“ASAL USUL DANAU TOBA”

Alkisah pada jaman dahulu kala hiduplan seorang pemuda


bernama Toba. Ia adalah seorang yatim piatu. Sehari-hari ia bekerja di
ladang. Sesekali dia mencari ikan di sungai yang berada tak jauh dari
gubugnya. Ikan hasil tangkapannya biasanya dijadikan sebagai lauk
dan sisanya dijual ke pasar.

Pada suatu hari Toba memancing sepulang dari Ladang. Ia sangat


berharap mendapatkan ikan yang besar yang bisa segera dimasaknya
untuk dijadikan lauk. Terpenuhilah harapannya itu. Tak berapa lama
ia melemparkan pancingnya ke sungai, mata kailnya telah disambar
ikan. Betapa gembiranya ia ketika menarik tali pancingnya dan
mendapati seekor ikan besar tersangkut di mata pancingnya.

Sejenak toba memperhatikan ikan besar yang berhasil


dipancingnya itu.” Ikan yang aneh.” Gumannya. Seumur hidupnya
belum pernah dilihatnya ikan seperti itu. Warna ikan itu kekuningan
dan sisik-sisiknya kuning keemasan. Terlihat berkilauan sisik-sisik itu
ketika terkena sinar matahari. Ketika Toba melepaskan mata kailnya
dari mulut ikan tangkapannya, mendadak terjadi sebuah keajaiban.
Ikan aneh bersisik kuning keemasan itu menjelma menjadi seorang
perempuan yang cantik jelita wajahnya.

Legenda Asal Mula Danau toba


Toba terheran-heran mendapati keajaiban yang berlangsung di
depan matanya itu. Ia hanya berdiri dengan bola mata membulat dan
mulut melongo.

“Tuan.” Kata perempuan jelmaan ikan indah itu.”Aku adalah


kutukan Dewa karena telah melanggar larangan besarnya. Telah
ditakdirkan kepadaku, bahwa aku akan berubah bentuk menyerupai
makhluk apa saja yang memegang atau menyentuhku. Karena tuan
telah memegangku, maka akupun berubah menjadi manusia seperti
Tuan ini.”

Toba memperkenalkan namanya. Begitu pula dengan perempuan


berwajah jelita itu.” Namaku, putri, tuan.”

Toba lantas menjelaskan pula keinginannya untuk memperistri


Putri karena dia terpesona kecantuikan si perempuan jelmaan ikan
itu.” Bersediakah engkau menikah dengan ku?” tanyanya setelah
pembicaraan beberapa saat.

“Baiklak, aku bersedia, tuan, Selama tuan bersedia pula memenuhi


satu syarat yang kuajukan.” Jawab Putri

“Syarat apa yang engkau kehendaki? Sebutkan. Niscaya aku akan


memenuhinya.”

“Permintaanku hanya satu, hendaklah tuan menutup rapat-rapat


rahasiaku. Jangan sekali-kali tuan menyebutkan jika aku berasal dari
ikan. Jika tuan menyatakan kesedian tuan untuk menjaga rahasia ini,
aku bersedia menjadi istri Tuan.”

“Baiklah.” Kata Toba.” Aku akan menutup rapat-rapat rahasimu


ini. Rahasia ini hanya kita ketahui berdua saja.”

Toba dan Putri pun menikah. Keduanya hidup rukun dan


berbahagia meski dalam kesederhanaan. Kebahagian mereka serasa
kian lengkap dengan kelahiran anak mereka. Seorang anak laki-laki.
Samosir namanya.

Samosir tumbuh mejadi anak yang sehat. Tubuhnya kuat. Sayang


dia agak nakal serta pemalas. Keinginannya hanya tidur-tiduran saja.
Ia seperti tidak peduli atau ingin membantu kerepotan ayahnya yang
sibuk bekerja di ladang. Bahkan, untuk sekedar mengantar makanan
dan minuman untuk ayahnyapun, Samosir kerap menolak jika diminta.
Seandainya mau, dia akan melakukannya dengan malas-malasan,
dengan wajah bersungut-sungut. Bertambah-tambah malas kelakuannya
akibat ibunya terus memanjakannya. Apapun yang dimintanya akan
diusahakan ibunya untuk dipenuhi.

Samosir sangat kuat nafsu makannya. Jatah makanan sehari


untuk sekeluarganya bisa dihabiskannya dalam sekali makan. Toba
merasa harus bekerja lebih keras lagi untuk dapat memenuhi keinginan
makan anak laki-lakinya yangb luar biasa itu.

Pada suatu hari Samosir diminta ibunya untuk mengantarkan


makanan dan minuman untuk ayahnya. Samosir yang tengah
bermalas-malasan semula enggan untuk menjalankan perintah ibunya
itu. Namun, setelah ibunya terus memaksa akhirnya dia bersedia
melakukannya meski dengan wajah yang bersungut-sungut.

Samosir membawa makanan dan minuman itu menuju ke ladang.


Ditengah perjalanan, Samosir measa lapar. Dihentikannya langkah
menuju kebun. Ia lantas memakan makanan yang seharusnya
diperuntukan bagi ayahnya itu. Tidak dihabiskannya semua makanan
itu melainkan disisakan sedikit. Dengan makanan dan minuman yang
tersisa sedikit itu Samosir melanjutkan perjalanan menuju ladang.
Setibanya di ladang, samosir memberikan makanan dan minuman itu
untuk ayahnya.

Toba telah sangat merasa lapar karena bekerja keras sejak pagi
langsung membuka bekal untuk memakannya. Terperanjat dia saat
melihat makanan untuk nya tinggal sedikit.” Mengapa jatah makanan
dan minumanku tinggal sedikit?” tanyanya dengat raut wajah kesal.

Dengan wajah polos seolah tidak melakukan kesalahan, Samosir


menjawab.” Tadi di jalan aku sangat lapar, Ayah. Oleh karenanya,
jatah makanan dan minuman ayah itu telah kumakan sebagian. Tapi,
tidak semua kuhabiskan, bukan? Masih tersedia sedikit makanan dan
minuman untuk Ayah.”

“anak tidak tahu diuntung.” Maki toba kepada anaknya.


Kemarahan seketika meninggi. Serasa tidak bisa lagi dia menahan dan
bersabar, umpatannyapun seketika itu meluncur.” Dasar anak
keturunan ikan engkau ini.”

Samosir sangat terkejut mendengat umpatan ayahnya. Dia


langsung berlari ke rumah. Pada saat bertemu ibunya, samosir langsung
menceritakan umpatan dan cacian ayahnya yang menyebutkan
dirinya adalah keturunan ikan.

Mendengar pengaduan anaknya, ibu Samosir menjadi sangat


bersedih. Tidak disangka jika suaminya melanggar sumpah untuk tidak
menyebutkannya berasal dari ikan.

Samosir dan ibunya saling berpoegangan. Dalam hitungan sekejap,


keduanya menghilang. Keajaiban pun terjadi. Dibekas pijakan kaki
Samosir dan ibunya menyembur air yang sangat deras. Dari dalam
tanah, air laksana disemburkan keluar seolah tiada henti. Semakin lama
tidak semkin berkuran semburan air itu melainkan semakin besar
adanya. Dalam waktu cepat permukaan tanah itu pun tergenang.
Permukaan air terus meninggi dan tek berapa lama kemudian lembah
tempat tinggal Toba telah tergenang air. Terbentuklah kemudian sebuah
danau yang sangat luas di tempat itu.

Penduduk kemudian menamakan danau itu Danau Toba. Adapun


pulau kecil yang berada ditengah-tengah danau toba itu disebut Pulau
Samosir untuk mengingatkan kepada pada anak lelaki Toba.

Pesan Moral Cerita Rakyat Sumatera Utara Legenda Asal Mula


Danau Toba adalah :

Janganlah melanggar sumpah yang pernah diucapkan karena


buruk akibatnya di kemudian hari.
CERITA RAKYAT
“MALIN KUNDANG”
Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir
pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan
seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena
kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan
untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan
yang luas.

Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu,


dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya,
ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga
ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.
Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering
mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin
sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka
terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak
bisa hilang.

Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan


ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan
dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan
harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah
menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang
nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi
seorang yang kaya raya.

Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya


semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena
Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya
walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan
perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan
diantar oleh ibunya. “Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi
orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan
kampung halamannu ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang sambil
berlinang air mata.

Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan


diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal,
Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak
buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba
kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua
barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh
bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada
di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat
beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika
peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil
yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya
kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa
tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang
terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang
ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya
menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin
terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan
kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi
seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak
buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya,
Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah
menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang
merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak
saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan
anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan


pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal
serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari
menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke
pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas
geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya
Malin Kundang beserta istrinya.

Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya.


Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang
tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin
Kundang. “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama
tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang.
Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan
pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh.

“Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”,


kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak
mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan
mengenakan baju compang-camping. “Wanita itu ibumu?”, Tanya istri
Malin Kundang. “Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura
mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut Malin
kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-
mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak
menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang
memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata “Oh
Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu”.
Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai
dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu
tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan
akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.
CERITA RAKYAT
“ASAL USUL TANGKUBAN PERAHU”
Cerita Rakyat Tangkuban Perahu Lengkap - Gunung Tangkuban
Perahu yang terletak di daerah Jawa Barat merupakan salah satu
tempat destinasi rekreasi keluarga. Dinamakan Tangkuban Perahu,
karena bentuk gunung ini seperti sebuah perahu yang terbalik
(tangkuban = terbalik).

Gunung ini menyimpan mistery dan history, menurut


kepercayaan yang berkembang di masyarakat, terbentuknya gunung
ini diyakini sebagai suatu legenda pada kehidupan ribuan tahun yang
lalu. Berikut cerita rakyat mengenai asal-usul Tangkuban Perahu
kelasindonesia.com akan ceritakan kembali.

SANGKURIANG DAN ASAL USUL TERBENTUKNYA


TANGKUBAN PERAHU
(SEBUAH LEGENDA)

Menurut kepercayaan yang berkembang, di kahyangan ada


sepasang dewa dan dewi melakukan kesalahan. atas kesalahan mereka
kemudian mereka dihukum oleh Sang Hyang Tunggal dengan mengutuk
mereka menjadi hewan dan diturunkan ke bumi. Dewi berubah menjadi
seekor babi bernama Wayung Hyang, sedangkan dewa berubah menjadi
seekor anjing bernama Tumang. Sepasang dewa-dewi ini harus
menjalani hukuman sebelum kembali ke kahyangan menjadi sepasang
dewa dan dewi kembali.

Di suatu wilayah di Jawa Barat hiduplah kekerajaan yang


dipimpin oleh Raja Sungging Perbangkara yang senang berburu hewan
di hutan. Suatu hari, saat Raja tengah berburu di hutan ia ingin
memuang air seni. Dan air seni Raja tertampung ke dalam sebuah
wadah. Babi jelmaan Dewi Wayung Hyang merasa sangat kehausan
dan meminum air yang tertampung di wadah yang ia lewati yang tak
lain adalah air seni raja. Babi tersebut tidak mengetahui jika yang
diminumnya adalah air seni, dan secara ajaib seketika saja babi
jelmaan dewi itu hamil dan melahirkan seorang putri yang cantik jelita.
Kemudian, Bayi cantik itu ditemukan oleh Raja Sungging, dan
dibawanya ke dalam kerajaan dan diberi nama Dayang Sumbi.

Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita, hal ini
karena ia merupakan keturunan seorang dewi. Banyak Raja dan
Pangeran yang hendak mempersuntingnya namun ia menolak. Hingga
terjadi peperangan antara para raja karena memperebutkan Dayang
Sumbi. Merasa dirinya sebagai penyebab dari peperangan ini, maka ia
pun berpamitan kepada ayahnya untuk mengasingkan diri ke sebuah
bukit. Tentu saja Ayahnya menolak, namun, Dayang Sumbi kekeh ingin
pergi agar tak banyak yang berperang memperebutkan dirinya.
Pergilah Dayang Sumbi ke sebuah bukit, ia ditemani seekor anjing
yang juga titisan dewa, Tumang. Dayang sumbi memiliki hobbi
menenun kain, bahkan saat mengasingkan diri, ia membawa
perlengkapan menenunya ke sana. Suatu hari, ketika sedang asik
menenun kain, benangnya jatuh ke menggelinding ke lantai. Karena
rasa malas untuk mengambil benang tersebut, Dayang Sumbi berujar,
bahwa jika ada yang mengambilkan benang itu dan membawakan
kepadanya maka akan dijadikan suami (jika laki-laki), sedangkan jika
perempuan maka akan dijadikan saudaranya. Dana ternyata, si
Tumanglah yang mengambilkan benanng yang jatuh dan membawakan
benang itu ke Dayang Sumbi. Karena Tumang adalah anjing laki-laki
maka Dayang Sumbi harus memegang sumpahnya, sehingga
menjadikan Tumang sebagai suaminya.

Akhirnya Tumang dan Dayang Sumbi resmi menjadi suami isteri.


Berita ini pun sampai ke kerajaan, tentu saja Ayahnya Dayang Sumbi
sangat murka dan malu. Suatu malam bulan purnama, si Tumang
kembali ke wujud aslinya sebagai seorang dewa berparas tampan.
Dalam mimpi Dayang Sumbi, ia bercumbu dengan dewa tersebut yang
merupakan wujud asli dari Tumang si anjing. Akhirnya, Dayang Sumbi
pun hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama
Sangkuriang. Sangkuriang merupakan anak yang kuat dan tampan.

Suatu hari, Sangkuriang diminta ibunya untuk mencari makanan


di hutan, ia memintanya untuk berburu hewan dengan ditemani
Tumang. Seharian di dalam hutan, belum ada hewan yang tampak
untuk dapat dijadikan mangsa. Hingga ketika Sangkuriang melihat babi
yang gemuk, dan ternyata babi itu ialah jelamaan Dewi Wayung
Hyang. Sangkuriang meminta Tumang untuk mengejar babi tersebut,
namun karena si Tumang mengenali bahwa babi tersebut adalah
jelmaan dewi dan juga merupakan nenek dari Sangkuriang maka si
Tumang tidak menurut. Sangkuriang amat kesal karena si Tumang
tidak mau menuruti perintahnya, hingga pada akhirnya Sangkuriang
mengancam Tumang dengan busur panah.

Namun, apa dikata, busur itu terlepas dan tepat mengenai


Tumang, dan seketika saja Tumang tewas. Sangkuriang amat bingung,
ia sedikit ketakutan. Namun karena ia belum mendapat hewan buruan
untuk dibawa pulang akhirnya ia memotong Tumang yang terluka dan
tidak bernyawa. Sangkuriang mengambil hati Tumanng untuk
diberikan kepada Ibunya, Dayang Sumbi.

Sesampainya di rumah, Sangkuriang memberikan hati hasil


buruannya kepada Ibunya. Ibunya amat senang, karena Sangkuriang
dapat memberikan yang ia perintahkan. Dimasaklah hati hewan
buruan Sangkuriang yang tak lain adalah Hati si Tumang. Kemudian
Sangkuriang dan Dayang Sumbi memakan hati tersebut.
Dayang Sumbi bertanya-tanya kepada Sangkuriang kenapa si
Tumang tidak bersamana kembali ke rumah. Dan akhirnya
Sangkuriang menceritakan apa yang terjadi saat ia berburu di hutan.
Dayang Sumbi yang menyadari bahwa hati yang ia makan adalah hati
suaminya menjadi sangat murka, sedih, kemarahannya begitu
memuncak. Seketika saja Sangkuriang dipukul olehnya menggunakan
tempurung kelapa dan mengenai kepada Sangkuriang sehingga
kepalanya terluka.

Sangkuriang yang ketakutan karena ia telah membunuh dan


memakan ayahnya pun lari dari rumah. Dayang Sumbi masih sangat
kesal dan sedih, ia hanya menangis meminta maaf kepada dewa. Hari-
hari yang sepi membayang-bayangi Dayang Sumbi yang hanya seorang
diri di tepi bukit.

Ia menyesali telah mengusir anaknya pergi dari rumah, hingga


akhirnya dayang Sumbi berinisiatif untuk mencari anaknya ke dalam
hutan. Dayang Sumbi memanggil-manggil Sangkuriang, namun tak ada
suara balasan, hanya suara hewan-hewan hutan yang terdengar.
Karena penyesalannya, Dayang Sumbi berdoa kepada Sang Hyang
Tunggal dan melakukan pertapaan agar suatu hari ia dapat
dipertemukan dengan anaknya kembali. Dayang Sumbi semenjak
kejadian itupun ia berjanji hanya akan makan makanan dari
tumbuhan.

Waktu pun berlalu, Sangkuriang yang melarikan diri itu akhirnya


kembali untuk mencari ibunya. Sebelumnya, Sangkurang melakukan
pertapaan di dalam sebuah goa, dan kemuadian ia dilatih oleh gurunya
menjadi sosok pemuda yang tampan, kuat, dan juga gagah perkasa.

Sementara itu, Dayang Sumbi kembali ke Istana atas permintaan


Ayahnya. tak sedikit pun yang berubah dari Dayang Sumbi, ia masih
cantik jelita bak masih seorang gadis belia. Saat Sangkuriang kembali ke
rumahnya dulu di bukit, ia tak menemukan seorangpun di sana, dan
menemukan tengkorang yang mengering yang merupakan pertapa
yang telah mati. Namun, Sangkuriang menganggap itu adalah
tengkorang Ibunya. Muli dari situ, Sangkuriang yakin bahwa Ibunya
telah mati. Sangkuriang amat sedih dan menyesal karena telah
meninggalkan ibunya seorang diri.

Sampai pada akhirnya, Sangkuriang memasuki wilayah kerajaan


dimana Dayang Sumbi berada. Karena Sangkuriang merupakan sosok
pemuda yang kuat, maka ia dipanggiloleh sang raja untuk menjadi
adipati kerajaan. Ketika masuk ke dalam istana, Sangkuriang melihat
sesosok perempuan cantik jelita, dan ia pun jatuh cinta. Wanita itu tak
lain ialah Ibunya sendiri, Dayang Sumbi yang juga Putri Raja.
Dayang Sumbi dikenal juga dengan nama Rarasati dengan
demikian, Sangkuriang tak pernah terbesit sedikitpun bahwa itu adalah
Ibunya. Lagi pula, tengkorang yang ia temukan di rumahnya itu ia
anggap sebagai tengkorak ibunya. Semakin hari, Sangkuriang semakin
jatuh cinta kepada Dayang Sumbi. Hingga pada suatu hari, ia
memberanikan diri untuk melamar Dayang Sumbi kepada Raja di
hadapan Dayang Sumbi. Keputusan Raja tergantung pada keputusan
Dayang Sumbi. Karena Sangkuriang merupakan adipati yang gagah
berani dan berjasa bagi kerajaannya, Dayang Sumbi pun akhirnya mau
menerima pinangan Dayang Sumbi.

Hari Pernikahan pun telah ditetapkan. Baik Dayang Sumbi


maupun Sangkuriang amat senang akan hal ini. Pada suatu hari
Dayang Sumbi sedag menyisir rambut Sangkuriang, dan didapatinya
bekas luka di kepalanya. Dayang Sumbi sangat khawatir dan mendapat
firasat bahwa Sangkuriang adalah anaknya sendiri. Kemudian Dayang
Sumbi pun bertanya kepada Sangkuriang mengapa terdapat bekas luka
di kepalanya itu. Sangkuringan pun akhirnya menceritakan apa yang
terjadi padanya.

Dan ternyata firasat Dayang Sumbi benar, dari cerita


Sangkuriang, Dayang Sumbi yakin bahwa Sangkuriang adalah anaknya
sendiri. Dayang Sumbi pun meninggalkan Sangkuriang dan
memintanya untuk membatalkan rencana pernikahan mereka.
Sangkuriang yag kebingungan dengan keputusan Dayang Sumbi yang
mendadak pun tidak menerima keputusan yang dibuat oleh Dayang
Sumbi. Dayang Sumbi mengatakan yang sejujurnya kepada
Sangkuriang, namun Sangkuriang tidak percaya akan apa yang
dikatakan oleh Dayang Sumbi. Hal ini karena Sangkuriang sangat
yakin bahwa ibunya telah meninggal di rumah tuanya karena ia
menemukan tengkorak di sana. Sangkuriang tetap bersikeras ingin
menikahi Dayang Sumbi.

Sampai pada akhirnya, Dayang Sumbi memberikan syarat untuk


dilakukan Sangkuriang jika ia ingin menikahinya, Dayang Sumbi
memberikan tantangan kepada Sangkuriang untuk membuatkannya
sebuah bendungan yang menutupi seluruh bukit, dan membuat
perahuuntuk menyusuri bendungan tersebut dalam satu malam sebelum
fajar terbit. Dayang Sumbi yakin Sangkuriang tak dapat melakukan
apa yang dimintanya, namun Sangkuriang dengan gagah dan lantang
menyanggupi apa yang menjadi syarat untuk dapat menikahi Dayang
Sumbi. Perasaan Dayang Sumbi menjadi benar-benar takut kalau
Sangkuriang bisa melakukannya. Ia pun memikirkan berbagai cara
agar Sagkuriang gagal dalam challanges ini.

Dengan kekuatan saktinya, Sangkuriang memanggil jin agar


dapat membantunya membangun sebuah bendungan yang menutupi
bukit dan membuat perahu. Sangkuriang menebang pohon untuk
dijadikan sebuah perahu, sementara para jin membentuk bendungan.
Dayang Sumbi yang mengintip apa yang dilakukan oleh Sangkuriang
hampir selesai membuat ia amat sangat khawatir. Ia berdoa kepada
sang hyang tunggal agar menggagalkan rencana Sangkuriang.

Dayang Sumbi memikirkan sebuah cara agar Sangkuriang kalah,


akhirnya ia menaburkan kain-kain putih yang ditenunnya yang
menimbukan sinar-sinar seperti sinar fajar dan membuat suara ayam
berkokok palsu. Melihat cahaya dan mendengar ayam berkokok itu jin-
jin yang membantu Sangkuriang pun ketakutan dan menghilang.
Sementara, Sangkuriang kebingungan dan putus asa karena fajar sudah
terbit. Dayang Sumbi pun berujar bahwa Sangkuriang telah gagal
memenuhi permintaannya, dan meminta Sangkuriang untuk tidak
menikahinya. Namun, ketika Sangkuriang menyadari bahwa ayam dan
sinar fajar itu adalah palsu. Ia telah ditipu oleh Dayang Sumbi,
Sagkuriang menjadi amat murka.

Dengan sangat marah Sangkuriang menendang perahu yang telah


dibuatnya sehingga perahu itu terbalik . Perahu itu akhirnya menjadi
Gunung Tangkuban Perahu yang dikelilingi oleh danau yang berasal
dari bendungan yang ia buat. Dayang Sumbi berlari dari kejaran
Sangkurian dan meminta perlindungan dewa, sampai pada akhirnya ia
bersembunyi di dalam sebuah goa dan diyakini berubah menjadi
tanaman bunga jaksi. Sementara Sangkuriang pun menghilang tak ada
kabar, diyakini ia masuk ke dalam alam gaib bersama jin-jinnya.

Sementara itu, Dayang Sumbi kembali ke Istana atas permintaan


Ayahnya. tak sedikit pun yang berubah dari Dayang Sumbi, ia masih
cantik jelita bak masih seorang gadis belia. Saat Sangkuriang kembali ke
rumahnya dulu di bukit, ia tak menemukan seorangpun di sana, dan
menemukan tengkorang yang mengering yang merupakan pertapa
yang telah mati. Namun, Sangkuriang menganggap itu adalah
tengkorang Ibunya. Muli dari situ, Sangkuriang yakin bahwa Ibunya
telah mati. Sangkuriang amat sedih dan menyesal karena telah
meninggalkan ibunya seorang diri.

Sampai pada akhirnya, Sangkuriang memasuki wilayah kerajaan


dimana Dayang Sumbi berada. Karena Sangkuriang merupakan sosok
pemuda yang kuat, maka ia dipanggiloleh sang raja untuk menjadi
adipati kerajaan. Ketika masuk ke dalam istana, Sangkuriang melihat
sesosok perempuan cantik jelita, dan ia pun jatuh cinta. Wanita itu tak
lain ialah Ibunya sendiri, Dayang Sumbi yang juga Putri Raja.
Dayang Sumbi dikenal juga dengan nama Rarasati dengan demikian,
Sangkuriang tak pernah terbesit sedikitpun bahwa itu adalah Ibunya.
Lagi pula, tengkorang yang ia temukan di rumahnya itu ia anggap
sebagai tengkorak ibunya. Semakin hari, Sangkuriang semakin jatuh
cinta kepada Dayang Sumbi. Hingga pada suatu hari, ia memberanikan
diri untuk melamar Dayang Sumbi kepada Raja di hadapan Dayang
Sumbi. Keputusan Raja tergantung pada keputusan Dayang Sumbi.
Karena Sangkuriang merupakan adipati yang gagah berani dan berjasa
bagi kerajaannya, Dayang Sumbi pun akhirnya mau menerima
pinangan Dayang Sumbi.

Hari Pernikahan pun telah ditetapkan. Baik Dayang Sumbi maupun


Sangkuriang amat senang akan hal ini. Pada suatu hari Dayang Sumbi
sedag menyisir rambut Sangkuriang, dan didapatinya bekas luka di
kepalanya. Dayang Sumbi sangat khawatir dan mendapat firasat
bahwa Sangkuriang adalah anaknya sendiri. Kemudian Dayang Sumbi
pun bertanya kepada Sangkuriang mengapa terdapat bekas luka di
kepalanya itu. Sangkuringan pun akhirnya menceritakan apa yang
terjadi padanya.

Dan ternyata firasat Dayang Sumbi benar, dari cerita Sangkuriang,


Dayang Sumbi yakin bahwa Sangkuriang adalah anaknya sendiri.
Dayang Sumbi pun meninggalkan Sangkuriang dan memintanya untuk
membatalkan rencana pernikahan mereka. Sangkuriang yag
kebingungan dengan keputusan Dayang Sumbi yang mendadak pun
tidak menerima keputusan yang dibuat oleh Dayang Sumbi. Dayang
Sumbi mengatakan yang sejujurnya kepada Sangkuriang, namun
Sangkuriang tidak percaya akan apa yang dikatakan oleh Dayang
Sumbi. Hal ini karena Sangkuriang sangat yakin bahwa ibunya telah
meninggal di rumah tuanya karena ia menemukan tengkorak di sana.
Sangkuriang tetap bersikeras ingin menikahi Dayang Sumbi.

Sampai pada akhirnya, Dayang Sumbi memberikan syarat untuk


dilakukan Sangkuriang jika ia ingin menikahinya, Dayang Sumbi
memberikan tantangan kepada Sangkuriang untuk membuatkannya
sebuah bendungan yang menutupi seluruh bukit, dan membuat
perahuuntuk menyusuri bendungan tersebut dalam satu malam sebelum
fajar terbit. Dayang Sumbi yakin Sangkuriang tak dapat melakukan
apa yang dimintanya, namun Sangkuriang dengan gagah dan lantang
menyanggupi apa yang menjadi syarat untuk dapat menikahi Dayang
Sumbi. Perasaan Dayang Sumbi menjadi benar-benar takut kalau
Sangkuriang bisa melakukannya. Ia pun memikirkan berbagai cara
agar Sagkuriang gagal dalam challanges ini.

Dengan kekuatan saktinya, Sangkuriang memanggil jin agar dapat


membantunya membangun sebuah bendungan yang menutupi bukit dan
membuat perahu. Sangkuriang menebang pohon untuk dijadikan sebuah
perahu, sementara para jin membentuk bendungan. Dayang Sumbi
yang mengintip apa yang dilakukan oleh Sangkuriang hampir selesai
membuat ia amat sangat khawatir. Ia berdoa kepada sang hyang
tunggal agar menggagalkan rencana Sangkuriang.

Dayang Sumbi memikirkan sebuah cara agar Sangkuriang kalah,


akhirnya ia menaburkan kain-kain putih yang ditenunnya yang
menimbukan sinar-sinar seperti sinar fajar dan membuat suara ayam
berkokok palsu. Melihat cahaya dan mendengar ayam berkokok itu jin-
jin yang membantu Sangkuriang pun ketakutan dan menghilang.
Sementara, Sangkuriang kebingungan dan putus asa karena fajar sudah
terbit. Dayang Sumbi pun berujar bahwa Sangkuriang telah gagal
memenuhi permintaannya, dan meminta Sangkuriang untuk tidak
menikahinya. Namun, ketika Sangkuriang menyadari bahwa ayam dan
sinar fajar itu adalah palsu. Ia telah ditipu oleh Dayang Sumbi,
Sagkuriang menjadi amat murka.

Dengan sangat marah Sangkuriang menendang perahu yang telah


dibuatnya sehingga perahu itu terbalik . Perahu itu akhirnya menjadi
Gunung Tangkuban Perahu yang dikelilingi oleh danau yang berasal
dari bendungan yang ia buat. Dayang Sumbi berlari dari kejaran
Sangkurian dan meminta perlindungan dewa, sampai pada akhirnya ia
bersembunyi di dalam sebuah goa dan diyakini berubah menjadi
tanaman bunga jaksi. Sementara Sangkuriang pun menghilang tak ada
kabar, diyakini ia masuk ke dalam alam gaib bersama jin-jinnya.
CERITA RAKYAT
“SIPAHIT LIDAH”

Pada suatu hari Serunting menghampiri Aria Tebing dengan


perasaan dendam dan marah, ia kemudian mengajak Aria Tebing
untuk berduel. "Kau telah berbuat curang kepadaku! Aku menantangmu
untuk berduel esok hari!!" ucap Serunting.

"Tapi, tapi aku tidak pernah berbuat curang," sahut Aria Tebing.
Serunting tidak memperdulikannya, ia tetap menantangnya untuk
berduel. Aria Tebing kebingungan. la tahu bahwa kakak iparnya itu
adalah orang yang sakti, setelah lama berpikir, akhirnya Aria Tebing
mendapat ide.

la kemudian menceritakan kejadian itu dan membujuk kakak


kandungnya yang tak lain adalah istri dari serunting untuk
memberitahukan rahasia kelemahan Serunting.

"Kak, beritahukanlah aku rahasia kelemahan suamimu. Aku


dalam keadaan terdesak, jika aku kalah maka aku akan terbunuh," ucap
Aria Tebing memohon.

"Maaf adikku, aku tak mau mengkhianati suamiku, aku tak bisa
memberi tahumu," jawab istri serunting keberatan.

"Percayalah kak, ini demi adikmu! Jika aku mengetahui


kelemahan suamimu, aku tidak akan membunuhnya," bujuk Aria tebing
lagi.

Akhirnya istri Serunting iba melihat adiknya yang terus


memohon, kemudian ia memberitahukan bahwa kesaktian Serunting
berada pada tumbuhan ilalang yang bergetar meskipun tak tertiup
angin.
Keesokan harinya, sebelum bertanding, Aria Tebing sudah
menancapkan tombaknya ke ilalang yang bergetar meskipun tak tertiup
angin. Serunting pun akhirnya terluka parah dan kalah.

Serunting mengetahui bahwa istrinya lah yang memberi tahu


Aria Tebing tentang kelemahannya, merasa dikhianati akhirnya
Serunting pergi mengembara, ia bertapa di Guning Siguntang.

Saat sedang bertapa, ia mendengar suara Hyang Mahameru,


"Wahai Serunting! Aku akan menurunkan ilmu kekuatan gaib
kepadamu, apakah kau maul' tanya Hyang Mahameru.

"Aku mau kekuatan gaib itu, wahai Hyang Mahameru, aku mau
kekuatan itu," jawab Serunting.

"Tapi, ada satu syarat yaitu kau harus bertapa di bawah pohon
bambu. Setelah tubuhmu ditutupi oleh daun-daun dari pohon bambu itu,
maka kamu berhasil mendapatkan kekuatan itu," ucap Hyang
Mahameru.

Dua tahun berlalu, Serunting masih bertapa, akhirnya daun-daun


dari pohon bambu sudah menutupinya. Kini ia memiliki kesaktian yaitu
setiap perkataan yang keluar dari mulutnya akan menjadi kenyataan
dan kutukan.

Suatu hari, ia berniat ingin pulang ke kampung halamannya, di


Sumidang. Di perjalanannya, ia mengutuk semua pohon tebu menjadi
batu. "Hai pohon tebu, jadilah Batu," teriaknya lantang. Dan dalam
sekejap, pohon-pohon tebu tersebut menjadi batu. Lalu di sepanjang tepi
Sungai iambi, ia kembali mengutuk semua orang yang ia jumpai
menjadi batu.

Lama-kelamaan Serunting menjadi orang yang angkuh dan


sombong. Akhirnya orang menjulukinya dengan nama Si Pahit Lidah.
Namun saat Serunting tiba di sebuah Bukit Serut yang gundul, ia mulai
menyadari kesalahannya. Lalu ia mengubah Bukit Serut menjadi hutan
kayu. Dalam sekejap bukit itu berubah menjadi hutan kayu hingga
masyarakat setempat berterima kasih kepadanya karena bukit itu telah
menjadi hutan kayu yang akan menghasilkan hasil kayu yang
berlimpah dan dijual di pasar untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Kemudian ia melanjutkan perjalanan dan tiba di Desa Karang


Agung. Serunting melihat gubuk tua yang dihuni suami-istri yang
sudah tua. Serunting mendatangi sepasang suami istri tua renta itu.
Serunting berpura-pura meminta seteguk air minum.

Sepasang kakek dan nenek itu sangat ramah dan baik hati.
Ternyata sudah lama mereka ingin dikaruniai seorang anak untuk
membantu mereka bekerja. Serunting pun mengabulkannya.

Ketika melihat ada sehelai rambut yang rontok menempel pada


baju sang nenek, Serunting mengambilnya lalu mengubah rambut itu
menjadi seorang bayi. Pasangan tua itu bahagia dan berterima kasih
kepada Serunting.

Serunting bahagia bisa membantu orang lain. Di sisa


perjalanannya, Serunting belajar untuk membantu dan berusaha
menolong orang yang kesulitan. Namun meskipun kalimat yang keluar
dari mulutnya adalah kalimat baik dan untuk membantu orang yang
membutuhkan, tetap saja orang-orang masih menjulukinya dengan
nama Si Pahit Lidah.

Pesan moral dari Dongeng Cerita Rakyat Si Pahit Lidah untukmu


adalah manfaatkan ilmu yang telah kita miliki untuk berbuat baik dan
membantu sesama. Hati-hati dalam berucap karena ucapan kita bisa
menyakiti orang lain.
CERITA RAKYAT
“SI PITUNG DARI BETAWI”

Cerita Rakyat Si Pitung dari Betawi


Hati si Pitung geram sekali. Sore ini ia kembali melihat
kesewenang-wenangan para centeng Babah Liem. Babah Liem atau Liem
Tjeng adalah tuan tanah di daerah tempat tinggal si Pitung. Babah
Liem menjadi tuan tanah dengan memberikan sejumlah uang pada
pemerintah Belanda, Selain itu, ia juga bersedia membayar pajak yang
tinggi pada pemerintah Belanda. Itulah sebabnya, Babah Liem
mempekerjakan centeng-centengnya untuk merampas harta rakyat dan
menarik pajak yang jumlahnya mencekik Ieher.

Si Pitung bertekad, ia harus melawan para centeng Babah Liem.


Untuk itu ia berguru pada Haji Naipin, seorang ulama terhormat dan
terkenal berilmu tinggi. Haji Naipin berkenan untuk mendidik si Pitung
karena beliau tahu wataknya. Ya, si Pitung memang terkenal rajin dan
taat beragama. Tutur katanya sopan dan ia selalu patuh pada kedua
orangtuanya, Pak Piun dan Bu Pinah.

Beberapa bulan kemudian, si Pitung telah menguasai segala ilmu


yang diajarkan oleh Haji Naipin. Haji Naipin berpesan, "Pitung, aku
yakin kau bukan orang yang sombong. Gunakan ilmumu untuk
membela orang-orang yang tertindas. Jangan sekali-kali kau
menggunakannya untuk menindas orang lain." Si Pitung mencium
tangan Haji Naipin lalu pamit. Ia akan berjuang melawan Babah Liem
dan centeng-centengnya.
"Lepaskan mereka!" teriak si Pitung ketika melihat centeng Babah
Liem sedang memukuli seorang pria yang melawan mereka.

"Hai Anak Muda, siapa kau berani menghentikan kami?" tanya


salah satu centeng itu.

"Kalian tak perlu tahu siapa aku, tapi aku tahu siapa kalian.
Kalian adalah para pengecut yang bisanya hanya menindas orang yang
lemah!" jawab si Pitung.

Pemimpin centeng itu tersinggung mendengar perkataan si


Pitung. Dia lalu memerintahkan anak buahnya untuk menyerang si
Pitung. Namun semua centeng itu roboh terkena jurus-jurus si Pitung.
Mereka bukanlah lawan yang seimbang baginya. Mereka Ian terbirit-
birit, termasuk pemimpinnya.

Sejak saat itu, si Pitung menjadi terkenal. Meskipun demikian ia


tetaplah si Pitung yang rendah hati dan tidak sombong.

Sejak kejadian dengan para centeng Babah Liem, si Pitung


memutuskan untuk mengabdikan hidupnya bagi rakyat jelata. Ia tak
tahan menyaksikan kemiskinan mereka, dan ia muak melihat kekayaan
para tuan tanah yang berpihak pada Belanda.

Suatu saat ia mengajak beberapa orang untuk bergabung


dengannya. Mereka merampok rumah orang-orang kaya dan
membagikan hasil rampokan tersebut pada rakyat jelata. Sedikit pun ia
tak pernah menikmati hasil rampokan itu secara pribadi.

Rakyat jelata memuji-muji kebaikan hati si Pitung. Sebaliknya,


pemerintah Belanda dan para tuan tanah mulai geram.
Legenda Cerita Rakyat Si Pitung dari Betawi
Apalagi banyak perampok lain yang bertindak atas nama si
Pitung, padahal mereka bukanlah anggota si Pitung. Pemerintah
Belanda kemudian mengeluarkan perintah untuk menangkap si Pitung.
Meskipun menjadi buronan, si Pitung tak gentar. Ia tetap merampok
orang-orang kaya, dengan cara berpindah tempat agar tak mudah
tertangkap.

Kesal karena tak bisa menangkap si Pitung, pemerintah Belanda


menggunakan cara yang licik. Mereka menangkap Pak Piun dan Haji
Naipin. Salah satu pejabat pemerintah Belanda yang bernama Schout
Heyne mengumumkan bahwa kedua orang tersebut akan dihukum mati
jika si Pitung tak menyerah. Berita itu sampai juga ke telinga si Pitung.
Ia tak ingin ayah dan gurunya mati sia-sia. Ia lalu mengirim pesan
pada Schout Heyne. Si Pitung bersedia menyerahkan diri jika ayah dan
gurunya dibebaskan. Schout Heyne menyetujui permintaan si Pitung.
Pak Piun dibebaskan, tapi Haji Naipin tetap disandera sampai si Pitung
menyerahkan diri. Akhirnya si Pitung muncul. "Lepaskan Haji Naipin,
dan kau bebas menangkapku," kata si Pitung. Schout Heyne menuruti
permintaan tersebut. Haji Naipin pun dilepaskan.

"Pitung, kau telah meresahkan banyak orang dengan kelakuanmu


itu. Untuk itu, kau harus dihukum mati," kata Schout Heyne.
"Kau tidak keliru? Bukannya kau dan para tuan tanah itu yang
meresahkan orang banyak? Aku tidak takut dengan ancamanmu,"
jawab si Pitung.

"Huh, sudah mau mati masih sombong juga. Pasukan, tembak dia!"
perintah Schout Heyne pada pasukannya.

Pak Piun dan Haji Naipin berteriak memprotes keputusan Schout


Heyne. "Bukankah anakku sudah menyerahkan diri? Mengapa harus
dihukum mati?" ratap Pak Piun. Namun Schout Heyne tak perduli,
baginya si Pitung telah mengancam jabatannya.

Suara rentetan peluru pun memecahkan kesunyian, tubuh si


Pitung roboh bersimbah darah terkena peluru para prajurit Belanda.
Pak Piun dan Haji Naipin sangat berduka. Mereka membawa pulang
jenazah si Pitung kemudian menguburkannya. Berkat jasa-jasanga,
bangak sekali orang yang mengiringi pemakamannga dan
mendoakannga. Meskipun ia telah tiada, si Pitung tetap dikenang
sebagai pahlawan bagi rakyat jelata.

Pesan moral dari Cerita Rakyat Si Pitung Dari Betawi untukmu


adalah Jadilah orang yang rendah hati dan berani membela kebenaran
CERITA RAKYAT

“KISAH TENTANG MASJID TERATE ”

Cerita Rakyat Banten Mushola Penunjuk Kebenaran


Ustadz Wahid baru saja menyelesaikan sholat lohor ketika warga
berbondong-bondong datang ke mushola "Ustadz, Pak Sidik dan Pak Tio
sedang bertengkar di balai desa. Mereka memperebutkan tanah warisan
Ki Ahmad," kata salah seorang warga. "Mohon bantuan Pak Ustadz
untuk mengelesaikan masalah ini," kata warga yang lain. Ustadz Wahid
segera menuju balai desa. Baik Pak Sidik maupun Pak Tio tak mau
mengalah. Masing-masing bersikeras bahwa merekalah yang berhak
atas tanah warisan Ki Ahmad. Akhirnya Ustadz Wahid berkata,
"Siapkan bukti atau saksi kalian masing-masing. Besok kita selesaikan
masalah ini di mushola. Saksi-saksi kalian akan disumpah untuk
mengatakan kebenaran."
Saksi dari pihak Pak Sidik bernama Rahmad, dan saksi dari pihak
Pak Tio bernama Randik. Keduanya disumpah demi Allah di hadapan
Alquran sebelum bersaksi. "Tanah ini benar-benar milik Pak Sidik, saya
mendengar sendiri ketika Ki Ahmad berkata pada Pak Sidik sebelum
beliau meninggal," kata Rahmad.

"Omong kosong, saya juga mengaksikan Ki Ahmad


mewariskannya pada Pak Tio. Bahkan beliau menuliskannya di surat
wasiatnya, ini buktinya," sanggah Randik sambil mengerahkan
selembar surat. Ustadz Wahid mempelajari surat wasiat itu, lalu
memutuskan bahwa Pak Tio yang berhak atas tanah itu.

Seminggu kemudian tersiar kabar bahwa Randik sakit keras lalu


meninggal. Pak Tio ketakutan, ia merasa bersalah. Sebenarnya ia telah
berbohong pada semua orang dan menyuruh Randik untuk bersumpah
palsu. Tanah warisan Ki Ahmad sebenarnya adalah hak Pak Sidik.
Meski ketakutan, Pak Tio tidak mau mengaku dan tetap menguasai
tanah itu.

Suatu malam, rumah Pak Tio kebakaran. Apinya besar sekali


sehingga seluruh harta bendanya ludes. Pak Tio sendiri tewas dalam
musibah kebakaran itu. Dengan kematian Randik dan Pak Tio, warga
mulai menyadari bahwa kedua orang itu telah termakan sumpah yang
mereka ucapkan di mushola. Sejak saat itu, tak ada lagi warga yang
berselisih soal tanah. Mereka hidup tenteram.

Kisah tentang Masjid Terate Udik Cerita Rakyat Banten


Berbulan-bulan kemudian, ketenteraman warga terganggu. Tiba-
tiba, kegaduhan terjadi di rumah Fatimah.

"Maling... maling..." teriak Fatimah. Kejadian itu terjadi pada


malam hari, suasana gelap sehingga Fatimah tak bisa melihat siapa
maling itu. Warga yang mendengar teriakan Fatimah berusaha
membantu, namun terlambat. Maling itu telah melarikan diri. Fatimah
menangis. Ustadz Wahid yang datang ke rumahnya hanya bisa
menghibur, "Sudahlah Fatimah, harta bisa dicari, yang penting kau
selamat."

Peristiwa kemalingan itu nyaris dilupakan warga, hingga suatu


saat, seorang warga baru, Fikar, mengadakan acara syukuran atas
kepindahannya. Ia mengundang seluruh warga desa.

Semua warga bersenang-senang dalam acara itu. Hanya satu


warga yang tak bisa tenang, ia adalah Pak Umar suami Fatimah.
Seusai acara, Ustadz Wahid menangainya, "Ada apa Umar? Dari tadi
kulihat kau gelisah."

"Bukannya saya mau menuduh, tapi cincin batu yang dikenakan


Fikar tadi adalah milik saya. Saya tahu pasti karena cincin itu warisan
kakek saya. Beliau membuatnya sendiri, jadi tak mungkin Fikar bisa
memiliki cincin yang sama. Pasti Fikar mencurinya dari rumah saya,"
jelas Pak Umar.

"Jangan berburuk sangka dulu, sebaiknya kita cari tahu


kebenarannya," kata Ustadz Wahid. Beliau lalu mengajak Pak Umar
kembali ke rumah Fikar untuk menanyakan cincin tersebut.
"Cincin ini adalah warisan dari kakakku. Ia meninggal bulan lalu,"
jawab Fikar. Tiba-tiba mata Pak Umar terpaku pada kalung yang
dikenakan istri Fikar. "Bagaimana dengan kalung itu?" tanyanya.

"Kalung itu juga warisan dari kakakku," jawab Fikar lagi.

Ustadz Wahid kemudian menjelaskan semuanya kepada Fikar,


tentang pencurian di rumah Fatimah dan tentang kecurigaan Pak
Umar.

"Maaf, kami bukan menuduh, tapi untuk mencaritahu


kebenarannya, maukah kau bersumpah di mushola atas nama Allah?"
tanya Ustadz Wahid. Dengan sombong, Fikar menjawab "Tentu saja,
aku tak takut bersumpah karena perhiasan ini memang milikku."

"Jika begitu, kami tunggu kau besok di mushola," jawab Ustadz


Wahid.

Keesokan paginya, setelah disumpah di bawah kitab suci Alquran,


Fikar berkata "Demi Allah, cincin dan kalung ini adalah warisan dari
kakakku. Aku tak pernah mencurinya dari rumah Umar."

Semua yang mendengar sumpah Fikar berharap, semoga apa yang


diucapkan Fikar benar adanya. Namun harapan warga tidak terkabul.
Seminggu kemudian Fikar terserang penyakit aneh. Tubuhnya
mengeluarkan bau anyir dan bisul-bisul yang akan meletus. Karena tak
tahan merawatnya, istrinya kabur dad rumah. Karena tidak terurus,
Fikar pun meninggal dengan mengenaskan.

Dari kejadian yang menimpa Randik, Pak Tio, dan Fikar, warga
berkesimpulan bahwa mushola di desa mereka itu adalah mushola
keramat. Karena itu mereka memutuskan untuk memperbesar mushola
itu dan menjadikannya masjid. Masjid itu diberi nama Masjid Terate
Udik. Warga menyelesaikan perselisihan mereka di masjid itu. Tapi
sejak itu, tak ada lagi percekcokan yang berarti karena warga sadar
untuk menjaga ucapan dan tidak mudah mengucapkan sumpah. Masjid
Terate Udik ini terletak di kampung Terate Udik, Desa Masigit di
Kecamatan Cilegon.

Pesan moral dari Cerita Rakyat Banten : Mushola Penunjuk


Kebenaran untukmu adalah Jagalah ucapanmu dan jangan memelihara
kebiasaan untuk berdusta. Kebenaran akan selalu terungkap dengan
cara yang berbeda-beda.
CERITA RAKYAT

“JOKO TOLE ”

Diceritakan dalam sejarah Madura bahwa cucu Bukabu


mempunyai anak bernama Dewi Saini alias Puteri Kuning (disebut
Puteri Kuning karena kulitnya yang sangat kuning) Kesenangannya
bertapa. Dengan perkawinan batin dengan Adipoday (suka juga
bertapa) putera kedua dari Penembahan Blingi bergelar Ario
Pulangjiwo, lahirlah dua orang putera masing masing bernama Jokotole
dan Jokowedi.

Kedua putera tersebut ditinggalkan begitu saja dihutan, putera


yang pertama Jokotole diambil oleh seorang pandai besi bernama Empu
Kelleng didesa Pakandangan dalam keadaan sedang disusui oleh seekor
kerbau putih, sedangkan putera yang kedua Jokowedi ditemukan di
pademawu juga oleh seorang Empu.

Kesenangan Jokotole sejak kecil ialah membuat senjata-senjata


seperti, keris, pisau dan perkakas pertanian, bahannya cukup dari
tanah liat akan tetapi Jokotole dapat merubahnya menjadi besi,
demikian menurut cerita. Pada usianya yang mencapai 6 tahun bapak
angkatnya mendapat panggilan dari Raja Majapahit (Brawijaya VII)
untuk diminta bantuannnya membuat pintu gerbang.

Diceritakan selama 3 tahun keberangkatannya ke Majapahit


Empu Kelleng belum juga ada kabarnya sehingga mengkhawatirkan
nyai Empu Kelleng Pakandangan karena itu nyai menyuruh anaknya
Jokotole untuk menyusul dan membantu ayahnya, dalam
perjalanannya melewati pantai selatan pulau Madura ia berjumpa
dengan seorang yang sudah tua didesa Jumijang yang tak lain adalah
pamannya sendiri saudara dari Ayahnya yaitu Pangeran Adirasa
yang sedang bertapa dan iapun memenggil Jokotole untuk
menghampirinya lalu Jokotolepun menghampiri, Adirasa lalu
menceritakan permulaan sampai akhir hal ihwal hubungan keluarga
dan juga ia memperkenalkan adik Jokotole yang bernama Jokowedi,
selain itu Jokotole menerima nasihat-nasihat dari Adirasa dan ia juga
diberinya bunga melati pula, bunga melati itu disuruhnya untuk
dimakannya sampai habis yang nantinya dapat menolong bapak
angkatnya itu yang mendapat kesusahan di Majapahit dalam
pembuatan pintu gerbang.
Pembuatan pintu gerbang itu harus dipergunakan alat pelekat,
pelekat yang nantinya akan dapat keluar dari pusar Jokotole sewaktu
ia dibakar hangus, oleh karena itu nantinya ia harus minta bantuan
orang lain untuk membakar dirinya dengan pengertian jika Jokotole
telah hangus terbakar menjadi arang pelekat yang keluar dari
pusarnya supaya cepat cepat diambil dan jika sudah selesai supaya ia
segera disiram dengan air supaya dapat hidup seperti sediakala.

Jokotole diberi petunjuk bagaimana cara untuk memanggil


pamannya (Adirasa). Apabila ia mendapat kesukaran, selain mendapat
nasihat-nasihat ia juga mendapat kuda hitam bersayap (Si Mega)
sehingga burung itu dapat terbang seperti burung Garuda dan sebuah
Cemeti dari ayahnya sendiri Adipoday.

Setelah Jokotole pamit untuk ke Majapahit sesampainya di Gresik


mendapat rintangan dari penjaga-penjaga pantai karena ia mendapat
perintah untuk mencegat dan membawa dua sesaudara itu ke istana,
perintah raja itu berdasarkan mimpinya untuk mengambil menantu
yang termuda di antara dua sesaudara itu. Dua sesaudara itu
datanglah ke istana, ketika dua orang sesaudara itu diterima oleh Raja
diadakan ramah tamah dan di utarakan niatan Raja menurut
mimpinya, karena itu dengan iklas Jokotole meninggalkan adiknya dan
melanjutkan perjalanannya menuju Majapahit.

Setelah mendapat izin dari ayah angkatnya untuk menemui Raja


Majapahit ia lalu ditunjuk sebagai pembantu empu-empu, pada saat
bekerja bekerja dengan empu-empu Jokotole minta kepada empu-empu
supaya dirinya dibakar menjadi arang bila telah terbakar supay
diambilanya apa yang di bakar dari pusarnya dan itulah naninya yang
dapat dijadikan sebagai alat pelekat. Apa yang diminta Jokotole
dipenuhi oleh empu-empu sehingga pintu gerbang yang tadinya belum
bisa dilekatkan, maka sesudah itu dapat dikerjakan sampai selesai.
Setelah bahan pelekatnya di ambil dari pusar Jokotole ia lalu disiram
dengan air supaya dapat hidup kembali.

Selanjutnya yang menjadi persoalan ialah pintu gerbang tadi


tidak dapet didirikan oleh empu-empu karena beratnya, dengan
bantuan jokotole yang mendapat bantuan dari pamannya Adirasa yang
tidak menampakkan diri, pintu gerbang yang tegak itu segera dapat
ditegakkan sehingga perbuatan tersebut menakjubkan bagi Raja,
Pepatih, Menteri-menteri dan juga bagi empu-empu, bukan saja
dibidang tehnik Jokotole memberi jasa-jasanya pula bantuannya pula
misalnya dalam penaklukan Blambangan, atas jasa-jasanya itu Raja
Majapahit berkenan menganugerahkan Puteri mahkota yang bernama
Dewi Mas Kumambang, tetapi karena hasutan patihnya maka
keputusan untuk mengawinkan Jokotole dengan Puterinya ditarik
kembali dan diganti dengan Dewi Ratnadi yang pada waktu itu buta
karena menderita penyakit cacat, sebagai seorang kesatria Jokotole
menerima saja keputusan Rajanya.

Setelah beberapa lama tinggal di Majapahit Jokotole minta izin


untuk pulang ke Madura dan membawa isterinya yang buta itu, dalam
perjalanan kembali ke Sumenep sesampainya di pantai madura
isterinya minta izin untuk buang air, karena ditempat itu tidak ada
air, maka tongkat Isterinya diambil oleh Jokotole dan ditancapapkan ke
tanah yang ke betulan mengenai mata isterinya yang buta itu, akibat
dari percikan air itu, maka tiba-tiba Dewi Ratnadi dapat membuka
matanya sehingga dapat melihat kembali, karena itu tempat itu
dinamakan "Socah " yang artinya mata.

Didalam perjalanannya ke Sumenep banyaklah kedua suami isteri


itu menjumpai hal-hal yang menarik dan memberi kesan yang baik,
misalnya sesampainya mereka di Sampang, Dewi Ratnadi ingin
mencuci kainnya yang kotor karena ia menstruasi, lalu kain yang di
cucinya itu dihanyutkan oleh kain sehingga tidak ditemukan. Kain
dalam tersebut oleh orang Madura disebut "Amben" setelah isterinya
kehilangan Amben maka Jokotole berkata Mudah-mudahan sumber ini
tidak keluar dari desa ini untuk selama-lamanya, sejak itu desa itu
disebut desa "Omben" dan ketika Jokotole menjumpai ayahnya ditempat
pertapaan di Gunung Geger diberitahunya bahwa ia nantinya akan
berperang dengan prajurit yang ulung dan bernama Dempo Abang
(Sampo Tua Lang), seorang panglima perang dari negeri Cina yang
menunjukkan kekuatannya kepada Raja-raja ditanah Jawa, Madura
dan sekitarnya.

Pada suatu ketika waktu Jokotole bergelar Pangeran


Setyodiningrat III memegang pemerintahan di Sumenep kurang lebih
1415 th, datanglah musuh dari negeri Cina yang dipimpin oleh Sampo
Tua Lang dengan berkendaraan kapal yang dapat berjalan di atas
Gunung di antara bumi dan langit.

Didalam peperangan itu Pangeran Setyoadiningrat III


mengendarai kuda terbang sesuai petunjuk dari pamannya (Adirasa),
pada suatu saat ketika mendengar suara dari pamannya yang berkata
"pukul" maka Jokotole menahan kekang kudanya dengan keras sehingga
kepala dari kuda itu menoleh kebelakang dan ia sendiri sambil
memukulkan cambuknya yang mengenai Dempo Awang beserta
perahunya sehingga hancur luluh ketanah tepat di atas Bancaran
(artinya, bâncarlaan), Bangkalan. Sementara Piring Dampo Awang
jatuh di Ujung Piring yang sekarang menjadi nama desa di Kecamatan
Kota Bangkalan. Sedangkan jangkarnya jatuh di Desa/Kecamatan
Socah

Dengan kejadian inilah maka kuda terbang yang menoleh


kebelakang dijadikan lambang bagi daerah Sumenep, sebenarnya sejak
Jokotole bertugas di Majapahit sudah memperkenalkan lambang kuda
terbang.

Dipintu gerbang dimana Jokotole ikut membuatnya terdapat


gambar seekor kuda yang bersayap dua kaki belakang ada ditanah
sedang dua kaki muka diangkat kebelakang, demikian pula di Asta
Tinggi Sumenep disalah sati Congkop (koepel) terdapat kuda terbang
yang dipahat di atas marmer. Juga pintu gerbang rumah kabupaten
(dahulu Keraton) Sumenep ada lambang kuda terbang. Di museum
Sumenep juga terdapat lambang kerajaan yang ada kuda terbangnya,
karena itu sudah sepantasnyalah jika pemerintahan kota Sumenep
memakai lambang kuda terbang.
CERITA RAKYAT

“KEONG MAS ”

Dongeng Keong Mas merupakan cerita rakyat Indonesia yang sangat


populer. Berbagai buku cerita anak sudah mengisahkan cerita rakyat Jawa
Timur ini. Cerita Rakyat Indonesia Keong Mas bahkan sudah diterjemahkan
kedalam bahasa Asing. Beberapa kali cerita legenda keong mas ditampilkan
dalam pentas seni theater.

Cerita Rakyat Indonesia Dongeng Keong Mas dari Jawa Timur

Pada zaman dahulu kala. Hiduplah seorang Raja yang bernama


Kertamarta. Ia memimpin sebuah kerajaan yang sangat indah dan megah,
kerajaan tersebut adalah kerajaan Daha. Raja Kertamarta mempunyai dua
orang Putri yang cantik, Dewi Galuh dan Candra Kirana. Kehidupan mereka
sangat bahagia dan berkecukupan.

cerita rakyat indonesia keong mas


Pada suatu hari, datanglah seorang Pangeran tampan dari kerajaan
Kahuripan. Pangeran tersebut bernama Raden Inu Kertapati. Kedatangan
Pangeran ke kerajaan Daha adalah untuk melamar salah satu Putri Raja,
yaitu Candra Kirana. Kedatangan dan maksud Pangeran sangat di sambut
baik oleh Raja Kertamarta. Putri Candra Kirana pun menerima lamaran
Pangeran Raden Inu Kertapati.

Karena pertunangan itu lah membuat Dewi Galuh merasa sangat iri. Ia
menaruh hati pada Raden Inu Kertapati dan merasa dirinyalah yang lebih
cocok menjadi tunangannya. Dari perasaan irilah kemudian berkembang
menjadi perasaan benci. Dewi Galuh mulai merencanakan untuk
menyingkirkan Candra Kirana dari kerajaan.

Suatu hari, secara diam-diam Putri Dewi Galuh pergi menemui sorang
penyihir jahat. Ia meminta bantuan kepada Penyihir untuk menyihir Candra
Kiran menjadi sesuatu yang menjijikan dan Pangeran Raden Inu
menjauhinya. Ia pun berharap menjadi pengganti Candra Kirana sebagai
tunangannya.

Penyihir pun menyetujui permintaan Dewi Galuh. Namun, Penyihir


tidak dapat masuk istana karena akan menimbulkan sebuah kecurigaan.
Akhirnya, Dewi Galu mempunyai siasat untuk memfitnah Candra Kirana,
sehingga ia di usir dari kerajaan. Candra Kirana meninggalkan kerajaan
dengan perasaan sedih. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan penyihir
jahat dan menyihir Candra Kirana menjadi Keong Mas. Setelah berhasil
menyihir Candra Kirana, penyihir langsug membuangnya ke sungai.

‘’ Kutukanmu akan hilang, jika kamu dapat bertemu dengan


tunanganmu Pangeran Raden Inu.’’ Ujar Penyihir.

Suatu hari, seorang Nenek sedang mencari ikan dengan menggunakan


jala. Akhirnya, Keong Mas ikut tersangkut oleh jala tersebut. Melihat betapa
indahnya Keong Mas yang ia dapatkan. Si Nenek langsung membawanya
pulang dan di simpannya Keong Mas di tempayan. Nenek tersebut
memelihara Keong Mas dengan baik dan memberikan makan, agar tidak mati.

Keesokan harinya, sang Nenek kembali ke sungai untuk mencari Ikan.


Namun, tidak satu pun yang ia dapatkan. Karena sudah terlalu lama tapi
tidak mendaptkan hasil. Ia pun segera memutuskan untuk pulang kerumah.

Ketika Nenek sampai di rumah. Ia sangat terkejut. Ia melihat makanan


yang sangat enak sudah tersedi di atas mejanya. Ia merasa sangat heran dan
bertanya-tanya siapa yang sudah membuatkan makanan ini.

Setiap hari kejadian serupa terus terjadi. Karena merasa penasaran.


Sang Nenek memutuskan untuk pura-pura pergi ke laut. Sebenarnya ia ingin
tahun dan mengintip siapa yang sudah membuatkan makanan setiap hari.

Sang nenek sangat terkejut. Melihat Keong Mas yang ia simpan di


tempayan berubah menjadi seorang gadis yang cantik jelita. Gadis cantik
tersebut langsung meniapkan makanan di atas meja. Karena rasa
penasarannya, Sang Nenek langsung menghampiri Gadis cantik tersebut
“ Siapa kamu Putri yang cantik? Dan dari manakah asalmu?”. Tanya
sang Nenek

Keong Mas yang berubah menjadi wujud aslinya yaitu Candra Kirana.
Sangat terkejut melihat kedatangan Sang Nenek yang tiba-tiba. Akhirnya,
Candra Kirana menjelaskan siapa ia sebenarnya. Dan menceritakan kenapa
ia berubah menjadi Keong Mas. Setelah menjelaskan kepada Sang Nenek,
Candra Kirana pun kembali berubah wujud menjadi Keong Mas.

keong emas penjelmaan candra kirana tertangkap jala nenek nelayan

Sementara, Pangeran Raden In uterus mencari Putri Candra Kirana


yang mendadak hilang entah kemana. Namun, kabar dari Candra Kirana pun
tidak dapat ia dapatkan. Pangeran Raden Inu kertapati sangat yakin
bahwaCandra Kirana masih hidup. karena kenyakinan itu membuat Raden
Inu tidak berhenti mencari. Ia pun berjanji, tidak akan kembali ke kerajaan
sebelum menemukan tunangannya Candra Kirana.

Akhirnya, Penyihir jahat mengetahui bahwa Pangeran Raden sedang


mencari Candra Kirana. Ia mencari cara agar Pangeran tidak dapat
menemukan Candra Kirana. Ia pun menyamar menjadi seekor Burung Gagak.

Di tengah perjalanan, Raden Inu di kejutkan oleh Burug Gagak yang


dapat bicara. Burung Gagak tersebut mengetahui tujuannya. Pangeran yang
merasa senang dan menganggap Burung tersbut tahu dimana keberadaan
candra Kirana. Ia pun mengiikuti petunjuk yang di berikan Burung Gagak.
Padahal petunjuk jalan tersebut salah.

Pangeran Raden, mulai kebingungan dengan petunjuk yang di berikan


Burung Gagak. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang Kakek tua
yang sedang kelaparan. Ia segera memberikan makanan. Ternyata, Kakek
tersebut adalah seorang Kakek yang sakti dan menolong Raden Inu dari
Burung Gagak. Kakek memukul Burung Gagak dengan tongkatnya dan tiba-
tiba burung Gagak berubah menjadi asap.
Legenda Keong Mas - Cerita Keong Mas - Dongeng Keong Mas

Kakek tersebut memberikan petunjuk jalan. Pangeran Raden Inu


Kertapati segeran menuju Desa Dadapan. Berhari-hari, ia menempuh
perjalanan. Namun, di tengah perjalanan bekalnya telah habis. Ia merasa
sangat kehausan . ia pun melihat sebuah Rumah dan segera menuju ke rumah
tersebut. Ia berniat untuk meminta segelas air. Namun, bukannya hanya air
yang ia dapatkan. Tetapi candra Kira yang ia cari. Ia melihat tunangannya
dari jendela sedang memasak.

Akhirnya, Pangeran Raden dapat menemukan Candra Kirana. Ia


merasa sangat senang. Begitu pula dengan Candra Kirana yang berhasil
menghilangkan kutukannya, apabila bertemu dengan tunangannya. Candra
Kirana menjadi gadis cantik jelita.

Raden Inu Kertapti segera membawa Candra Kirana ke kerajaan Daha.


Ia pun mengajak Nenek yang sudah menolongnya. Candra Kirana pun
menjelaskan perbuatan Dewi Galu selama ini kepada Baginda Raja. Akhirnya,
kejahatan Dewi Galu terbongkar.

Dewi Galuh mendapat hukuman atas perbuatannya itu. Namun, karena


maerasa takut akan hukuman. ia melarikan diri ke hutan. Sementara Baginda
minta maaf kepada Candra.

Akhirnya, Pangeran Raden Inu dan Candra Kirana memutuskan untuk


menikah. Mereka hidup behagia.

Pesan moral dari Cerita Rakyat Indonesia Keong Mas - Dongeng Keong
Mas adalah sebaik-baiknya kamu menutupi kejahatan, suatu saat akan
terbongkar juga. Selalu berbuat baik dan jauhkan diri dari iri dengki maka
kamu akan selamat dalam menjalani kehidupan.
CERITA RAKYAT

“TIMUN MAS ”
Cerita Timun Mas, Raksasa Jahat Menagih Janji
Dahulu kala di Jawa Tengah ada seorang Janda yang sudah tua.
Mbok Rondo namanya. Pekerjaannya hanya mencari kayu di hutan.
Sudah lama sekali Mbok Rondo ingin mempunyai seorang anak. Tapi
dia hanya seorang janda miskin, lagi pula ia sudah tua. Mana bisa ia
mendapatkan anak.
Pada suatu hari, sehabis mengumpulkan kayu di hutan. Mbok
Rondo duduk beristirahat sambil mengeluh; "Seandainya aku
mempunyai seorang anak, beban hidupku agak ringan, sebab ada yang
membantuku bekerja."

Tiba-tiba bumi bergetar, seperti ada gempa


bumi. Di depan Mbok Rondo muncul raksasa
bertubuh besar dan wajahnya menyeramkan.
Mbok Rondo takut melihatnya.
"Hai, Mbok Rondo, kamu menginginkan anak,
ya? Aku bisa mengabulkan keinginanmu," kata
raksasa itu dengan suara keras."
"Benarkah?" tanya Mbok Rondo. Rasa takutnya
mulai menghilang.

"Benar....Tapi, ada syaratnya. Kalau anakmu sudah berumur enam


belas tahun, kau harus menyerahkannya kepadaku. Dia akan kujadikan
santapanku," jawab raksasa itu. Karena begitu inginnya dia punya
anak, maka Mbok Rondo tidak berpikir panjang lagi. Yang penting
segera punya anak. "Baiklah, aku tidak keberatan," jawab Mbok Rondo.

Kemudian, raksasa itu memberi biji mentimun


kepada Mbok Rondo. Mbok Rondo segera pulang dan
menanam benih itu di halaman belakang. Setiap hari
Mbok Rondo menyirami biji timun itu.
Ajaib!! Dua minggu kemudian, tanaman itu sudah
berbuah. Buahnya lebat sekali.

Diantara sekian banyak buah mentimun yang tumbuh, ada satu satu
buah yang sangat besar. Warnanya kekuningan. Kalau tertimpa sinar
matahari, buah itu berkilau seperti emas. Mbok Rondo sangat tertarik
pada buah mentimun yang paling besar itu, ia memetiknya dan
membawa pulang buah yang paling besar itu.
Sampai di rumahnya, Mbok Rondo mengambil pisau
dan membelah buah itu. Lalu, ia membukanya dengan
hati-hati. Ajaib! Ternyata ada seorang bayi
perempuan yang cantik! "Ah, ternyata raksasa itu
tidak berbohong!" gumam Mbok Rondo.
"Sekarang aku punya anak perempuan. "Aduh senangnya hatiku."

Mbok Rondo sangat gembira. Ia menamakan bayi mungil itu Timun


Emas dan dipanggil "Timun Mas"

Hari, bulan, dan tahun pun berganti. Timun Mas


tumbuh mejadi seorang gadis jelita. Mbok Rondo
sangat menyayangi Timun Emas. Pagi itu sangat
cerah. Mbok Rondo dan Timun Mas bersiap pergi ke
hutan untuk mencari kayu. Tiba-tiba, Bum...Bum, bum
... Bumi bergetar. Lalu disusul suara tawa
menggelegar.

"Hai, Mbok Rondo, keluarlah! Aku datang untuk menagih janji,"


kata raksasa itu. Gemetar seluruh tubuh Mbok Rondo, cepat-cepat ia
memeluk Timun Mas lalu membisikinya agar gadis itu sembunyi di
kolong tempat tidur. Lalu Mbok Rondo keluar menemui raksasa itu.

"Aku tahu, kedatanganmu kemari untuk


mengambil Timun Mas. Berilah aku waktu dua tahun
lagi. Kalau Timun Mas aku berikan sekarang, tentu
kurang lezat untuk disantap. Tubuhnya masih kecil."
"Benar juga, baiklah, dua tahun lagi aku akan datang.
Kalau bohong, kamu akan kutelan mentah-mentah,"
ancam raksasa itu.

Sambil tertawa, raksasa itu pergi meninggalkan rumah Mbok


Rondo. Mbok Rondo menghela nafas lega. Kemudian, ia masuk ke
rumah menghampiri anaknya yang masih bersembunyi di kolong
tempat tidur. "Anakku, Keluarlah. Raksasa itu sudah pergi," kata Mbok
Rondo.

Dua tahun kemudian, Timun Mas sudah dewasa.


Wajahnya semakin cantik. Kulitnya kuning langsat.
Tapi, Mbok Rondo cemas jika teringat akan janjinya
kepada si raksasa.Pada suatu malam, ketika Mbok
Rondo sedang tidur, ia mendengar suara gaib dalam
mimpinya.
"Hai, Mbok Rondo, kalau kau ingin anakmu selamat, mintalah
bantuan kepada seorang pertapa di bukit Gandul." Esok harinya, Mbok
Rondo pergi ke Bukit Gandul. Di sana, ia bertemu dengan seorang
pertapa. Pertapa itu memberikan empat bungkusan kecil yang isinya
biji timun, jarum, garam, dan terasi. Mbok Rondo menerimanya dengan
rasa heran. Sang pertapa menerangkan khasiat benda-benda itu.
Sesampainya di rumah, ia menceritakan perihal pemberian
pertapa itu kepada Timun Mas. "Anakku, mulai saat ini kamu tidak
perlu cemas. Kamu tidak perlu takut kepada raksasa itu, sebab kamu
sudah memiliki penangkalnya. Berdoalah selalu supaya Tuhan
menyelamatkanmu," kata Mbok Rondo. "Terima kasih Mbok...!"

Demikianlah haripun berganti hari. Hingga pada suatu ketika Mbok


Rondo sedang menjahit baju untuk Timun Mas, tiba-tiba bumi
berguncang pertanda raksasa datang.

"Hem, raksasa itu datang lagi rupanya." gumam


Mbok Rondo. Benar saja, tak lama kemudian raksasa itu
sudah berada di ambang pintu. "Ho... ho... ho... Mana
Timun Mas! Ayo, cepat serahkan dia padaku. Aku sudah
sangat lapar!" kata raksasa dengan suara
menggelegar.Mbok Rondo keluar dengan tubuh gemetar.

" Baiklah. Akan kubawa dia keluar," kata Mbok Rondo. Ia segera
masuk ke rumah. Diambilnya bungkusan pemberian sang pertapa,
kemudian diberikan kepada Timun Mas. "Anakku, bawalah bekal ini.
Pergilah lewat pintu belakang sebelum raksasa itu menangkapmu."
"Baiklah, Mbok," Timun Mas segera berlari lewat pintu belakang.
"Ingat anakku, jangan sampai lupa pesan pertapa. Kau masih
ingat bukan? "Ingat Mbok!" "Baik, sekarang cepat larilah!" Tidak berapa
lama kemudian, raksasa sudah memanggil Mbok Rondo. "Mbok Rondo,
mana Timun Mas?!" suara raksasa itu terdengar tidak sabar. "Maafkan
aku, Raksasa..!" Apa? Ada apa?" "Timun Mas ternyat sudah pergi." "Apa
kau bilang?" geram raksasa itu. "Maafkan aku....!" "Kurang ajar,
mengapa kau tidak bilang sejak tadi?"Dengan marah raksasa itu segera
mengedarkan pandangan ke sekeliling. Lamat-lamat dari kejauhan ia
melihat seorang gadis sedang berlari cepat di padang rumput.

"Hehehe...mau lari kemana kau gadis kecil?"


Dengan modal tubuhnya yang besar dan kesaktiannya,
raksasa itu segera melangkahkan kakinya. Ia tidak
perlu berlari kencang. Namun langkah-langkahnya
yang lebar bagaikan gerak kaki kuda yang berlari
cepat. Timun Mas yang berada di kejauhan dalam
tempo singkat sudah hampir disusulnya.
"Walau lari ke ujung dunia, aku pasti dapat mengejarmu!" teriak si
raksasa. Karena terus menerus berlari, Timun Mas mulai kelelahan.
Dalam keadaan terdesak, Timun Mas teringat
akan bungkusan pemberian sang pertapa. Ia
mengambil segenggam biji timun dalam bungkusan.
Cepat ia taburkan biji mentimun di sekitarnya.
Sungguh ajaib. Mentimun itu langsung tumbuh dengan
lebat. Buahnya besar-besar. Raksasa itu berhenti ketika
melihat buah mentimun terhampar di hadapannya.
"Ha... ha... ha... buah mentimun ini akan dapat
menambah tenagaku," kata raksasa.
Sejenak ia menatap Timun Mas yang terus berlari kencang
menjauhinya. Hehehe... tidak mengapa bocah manis, larilah sekuat
tenagamu. Toh nanti aku akan dapat menyusulmu." Lalu ia mencabuti
timun-timun itu sekalian dengan daunnya yang masih muda. Dengan
rakus ia segera melahap buah yang ada, sampai tak satu pun tersisa.
Setelah kenyang, raksasa itu sejenak beristirahat. Ia tidak begitu
kuatir melihat Timun Mas berlari cepat. Secepat-cepatnya gadis itu
berlari, toh, ia akan dengan mudah bisa menyusulnya.
Hehehe....! Sekarang tenagaku bertambah kuat ! Aku pasti dapat
menangkap gadis kecil itu!" Benar saja, setelah cukup beristirahat, ia
kembali mengejar Timun Mas. Hanya dalam beberapa gerakan kaki
saja, ia sudah dapat menyusul Timun Mas.
Timun Mas ketakutan, lalu ia mengambil jarum dari kayu bambu
yang dipotong kecil-kecil.

Di saat yang kritis. Timun Mas menaburkan jarum ke


tanah. Sungguh ajaib! Jarum-jarum itu berubah menjadi
hutan bambu yang lebat. Raksasa itu berusaha
menembusnya. Namun tubuh dan kakinya terasa sakit
karena tergores dan tertusuk bambu yang patah. Ia
pantang menyerah. Dan berhasil melewati hutan bambu
itu. Ia terus mengejar Timun Mas.

"Hai, Timun Mas, jangan harap kamu bisa lolos!" seru si raksasa
sambil membungkuk untuk menangkap Timun Mas. Dengan sigap.
Timun Mas melompat ke samping dan berkelit menghindar. "Oh, hampir
saja aku tertangkap," Timun Emas terengah-engah.Keringat mulai
membasahi tubuhnya. Ia ingat pada bungkusan pemberian pertapa
yang tinggal dua itu. Isinya garam dan terasi. Ia segera membuka tali
pengikat bungkusan garam. Garam itu ditaburkan ke arah si raksasa.
Seketika butiran garam itu berubah menjadi lautan.
Raksasa itu sangat terkejut, karena tiba-tiba tubuhnya tercebur ke
dalam laut. Tapi, berkat kesaktiannya, ia berhasil berenang ke tepi. Ia
kembali mengejar Timun Mas. Merasa dipermainkan, kemarahan
raksasa itu semakin memuncak. "Bocah kurang ajar! Kalau tertangkap,
akan kutelan kau bulat-bulat!"
Timun Mas semakin khawatir karena raksasa
itu berhasil melewati lautan yang sangat luas itu.
Akan tetapi, ia tidak putus asa. Ia terus berlari
meskipun sudah kelelahan. Raksasa itu terus
mengejar. Timun Mas melemparkan isi bungkusan
yang terakhir. Terasi itu langsung dilemparkan ke
arah si raksasa. Tiba-tiba saja terbentuklah lautan
lumpur yang mendidih.

Raksasa itu terkejut sekali. Dalam sekejab, Tubuhnya ditelan


lautan lumpur. Dengan segala upaya, ia berusaha menyelamatkan diri.
Ia meronta-ronta. Tapi, usahanya sia-sia. Tubuhnya pelan-pelan
tenggelam ke dasar. Timun Mas, tolonglah aku!" Aku berjanji tidak akan
memakanmu," raksasa itu meminta belas kasihan.

Tapi lumpur panas itu menelan tubuh si raksasa.


Matilah si raksasa di dasar danau. Kini Timun Mas
bisa bernafas legas karena selamat dari bahaya maut.
Ia segera berjalan ke arah rumahnya. Di kejauhan
nampak Mbok Rondo berlari ke arah Timun Mas,
kiranya wanita itu mengkhawatirkan keselamatn
anaknya.

"Syukurlah anakku, ternyata Tuhan masih melindungimu." kata Mbok


Rondo setelah keduanya saling mendekat. Mereka berpelukan dengan
rasa haru dan bahagia.

Sumber: Buku Dongeng Putri Salju


Diceritakan kembali oleh: Yustitia Angelia
Ilustrasi: Ir. Anam
Penerbit: Bintang Indonesia, Jakarta
Cerita Rakyat
BATU MENANGIS ( KALIMANTAN BARAT )

Pada jaman dahulu kala, di sebuah desa terpencil di daerah


Kalimantan Barat, Indonesia, hiduplah seorang janda tua dengan
seorang putrinya yang cantik jelita bernama Darmi. Mereka tinggal di
sebuah gubuk yang terletak di ujung desa. Sejak ayah Darmi meninggal,
kehidupan mereka menjadi susah. Ayah Darmi tidak meninggalkan
harta warisan sedikit pun. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,
ibu Darmi bekerja di sawah atau ladang orang lain sebagai buruh
upahan.

Sementara putrinya, Darmi, seorang gadis yang manja. Apapun


yang dimintanya harus dikabulkan. Selain manja, ia juga seorang gadis
yang malas. Kerjanya hanya bersolek dan mengagumi kecantikannya di
depan cermin. Setiap sore ia selalu hilir-mudik di kampungnya tanpa
tujuan yang jelas, kecuali hanya untuk mempertontonkan
kecantikannya. Ia sama sekali tidak mau membantu ibunya mencari
nafkah. Setiap kali ibunya mengajaknya pergi ke sawah, ia selalu
menolak.

”Nak! Ayo bantu Ibu bekerja di sawah,” ajak sang Ibu. ”Tidak, Bu!
Aku tidak mau pergi ke sawah. Nanti kuku dan kulitku kotor terkena
lumpur,” jawab Darmi menolak. ”Apakah kamu tidak kasihan melihat
Ibu, Nak?” tanya sang Ibu mengiba. ”Tidak! Ibu saja yang sudah tua
bekerja di sawah, karena tidak mungkin lagi ada laki-laki yang tertarik
pada wajah Ibu yang sudah keriput itu,” jawab Darmi dengan ketus.

Mendegar jawaban anaknya itu, sang Ibu tidak dapat berkata-


kata lagi. Dengan perasaan sedih, ia pun berangkat ke sawah untuk
bekerja. Sementara si Darmi tetap saja tinggal di gubuk, terus bersolek
untuk mempecantik dirinya. Setelah ibunya pulang dari sawah, Darmi
meminta uang upah yang diperoleh Ibunya untuk dibelikan alat-alat
kecantikan. ”Bu! Mana uang upahnya itu!” seru Darmi kepada Ibunya.
”Jangan, Nak! Uang ini untuk membeli kebutuhan hidup kita hari ini,”
ujar sang Ibu. ”Tapi, Bu! Bedakku sudah habis. Saya harus beli yang
baru,” kata Darmi. ”Kamu memang anak tidak tahu diri! Tahunya
menghabiskan uang, tapi tidak mau bekerja,” kata sang Ibu kesal.
Meskipun marah, sang Ibu tetap memberikan uang itu kepada
Darmi. Keesokan harinya, ketika ibunya pulang dari bekerja, si Darmi
meminta lagi uang upah yang diperoleh ibunya untuk membeli alat
kecantikannya yang lain. Keadaan demikian terjadi hampir setiap hari.

Pada suatu hari, ketika ibunya hendak ke pasar, Darmi berpesan


agar dibelikan sebuah alat kecantikan. Tapi, ibunya tidak tahu alat
kecantikan yang dia maksud. Kemudian ibunya mengajaknya ikut ke
pasar.

”Kalau begitu, ayo temani Ibu ke pasar!”


ajak Ibunya. ”Aku tidak mau pergi ke pasar
bersama Ibu!” jawab Darmi menolak ajakan
Ibunya. ”Tapi, Ibu tidak tahu alat kecantikan
yang kamu maksud itu, Nak!” seru Ibunya.
Namun setelah didesak, Darmi pun bersedia
menemani Ibunya ke pasar. ”Aku mau ikut
Ibu ke pasar, tapi dengan syarat Ibu harus
berjalan di belakangku,” kata Darmi kepada
Ibunya.
”Memang kenapa, Nak!” tanya Ibunya penasaran. ”Aku malu
kepada orang-orang kampung jika berjalan berdampingan dengan Ibu,”
jawab Darmi. ”Kenapa harus malu, Nak? Bukankah aku ini Ibu
kandungmu?” tanya sang Ibu. ”Ibu seharusnya berkaca. Lihat wajah Ibu
yang sudah keriput dan pakaian ibu sangat kotor itu! Aku malu punya
Ibu berantakan seperti itu!” seru Darmi dengan nada merendahkan
Ibunya.
Walaupun sedih, sang Ibu pun menuruti permintaan putrinya.
Setelah itu, berangkatlah mereka ke pasar secara beriringan. Si Darmi
berjalan di depan, sedangkan Ibunya mengikuti dari berlakang dengan
membawa keranjang. Meskipun keduanya ibu dan anak, penampilan
mereka kelihatan sangat berbeda. Seolah-olah mereka bukan keluarga
yang sama. Sang Anak terlihat cantik dengan pakaian yang bagus,
sedangkan sang Ibu kelihatan sangat tua dengan pakaian yang sangat
kotor dan penuh tambalan.
Di tengah perjalanan, Darmi bertemu dengan temannya yang
tinggal di kampung lain. ”Hei, Darmi! Hendak ke mana kamu?” tanya
temannya itu. ”Ke pasar!” jawab Darmi dengan pelan. ”Lalu, siapa
orang di belakangmu itu? Apakah dia ibumu?” tanya lagi temannya
sambil menunjuk orang tua yang membawa keranjang. ”Tentu saja
bukan ibuku! Dia adalah pembantuku,” jawab Darmi dengan nada sinis.
Laksana disambar petir orang tua itu mendengar ucapan
putrinya. Tapi dia hanya terdiam sambil menahan rasa sedih. Setelah
itu, keduanya pun melanjutkan perjalanan menuju ke pasar. Tidak
berapa lama berjalan, mereka bertemu lagi dengan seseorang. ”Hei,
Darmi! Hendak ke mana kamu?” tanya orang itu. ”Hendak ke pasar,”
jawab Darmi singkat.”Siapa yang di belakangmu itu?” tanya lagi orang
itu.
”Dia pembantuku,” jawab Darmi mulai kesal dengan pertanyaan-
pertanyaan itu. Jawaban yang dilontarkan Darmi itu membuat hati
ibunya semakin sedih. Tapi, sang Ibu masih kuat menahan rasa
sedihnya. Begitulah yang terjadi terus-menerus selama dalam
perjalanan menuju ke pasar. Akhirnya, sang Ibu berhenti, lalu duduk di
pinggir jalan.

”Bu! Kenapa berhenti?” tanya Darmi heran.


Beberapa kali Darmi bertanya, namun sang Ibu
tetap saja tidak menjawab pertanyaannya. Sesaat
kemudian, Darmi melihat mulut ibunya komat-
komit sambil menengadahkan kedua tangannya ke
atas. ”Hei, Ibu sedang apa?” tanya Darmi dengan
nada membentak.Sang Ibu tetap saja tidak
menjawab pertanyaan anaknya. Ia tetap berdoa
kepada Tuhan agar menghukum anaknya yang
durhaka itu.

”Ya, Tuhan! Ampunilah hambamu yang lemah ini. Hamba sudah tidak
sanggup lagi menghadapi sikap anak hamba yang durhaka ini.
Berikanlah hukuman yang setimpal kepadanya!” doa sang Ibu. Beberapa
saat kemudian, tiba-tiba langit menjadi mendung. Petir menyambar-
nyambar dan suara guntur bergemuruh memekakkan telinga. Hujan
deras pun turun. Pelan-pelan, kaki Darmi berubah menjadi batu. Darmi
pun mulai panik. ”Ibu...! Ibu... ! Apa yang terjadi dengan kakiku, Bu?”
tanya Darmi sambil berteriak. ”Maafkan Darmi! Maafkan Darmi, Bu!
Darmi tidak akan mengulanginya lagi, Bu!” seru Darmi semakin panik.

Namun, apa hendak dibuat, nasi sudah


menjadi bubur. Hukuman itu tidak dapat lagi
dihindari. Perlahan-lahan, seluruh tubuh
Darmi berubah menjadi batu. Perubahan itu
terjadi dari kaki, badan, hingga ke kepala.
Gadis durhaka itu hanya bisa menangis dan
menangis menyesali perbuatannya. Sebelum
kepala anaknya berubah menjadi batu, sang
Ibu masih melihat air menetes dari kedua
mata anaknya.
Semua orang yang lewat di tempat itu juga ikut menyaksikan peristiwa
itu. Tidak berapa lama, cuaca pun kembali terang seperti sedia kala.
Seluruh tubuh Darmi telah menjelma menjadi batu. Batu itu kemudian
mereka letakkan di pinggir jalan bersandar ke tebing. Oleh masyarakat
setempat, batu itu mereka beri nama Batu Menangis.

Anda mungkin juga menyukai