Setiap tempat atau apapun yang ada di bumi ini pasti ada sejarahnya yang kata orang madura
“bedeh caretanah kabbi” dan saya akan mengutip sejarah dari empat kabupaten yang ada di
pulau madura ini yaitu BANGKALAN, SAMPANG, PAMEKASAN, SUMENEP, bacalah
seterusnya di bawah ini :
1. Bangkalan
Beberapa abad kemudian, diceritakan, bahwa ada suatu negara yang disebut
Mendangkamulan dan berkuasalah seorang Raja yang bernama Sangyangtunggal.
Waktu itu pulau Madura merupakan pulau yang terpecah belah, Yang tampak ialah
Gunung Geger di daerah Bangkalan dan Gunung Pajudan didaerah
Sumenep.Diceritakan selanjutnya bahwa raja mempunyai anak gadis bernama
Bendoro Gung. Yang pada suatu hari hamil dan diketahui Ayahnya. Raja amat marah
dan menyuruh Patihnya yang bernama Pranggulang untuk membunuh anaknya itu.
Karena itu ia tidak melanjutkan untuk membunuh anak Raja itu tetapi ia memilih
lebih baik tidak kembali ke Kerajaan. Pada saat itu ia merubah nama dirinya dengan
Kijahi Poleng dan pakaiannya di ganti juga dengan Poleng (Arti Poleng,kain tenun
Madura). Dan gadis yang hamil itu didudukkan di atasnya, serta gitek itu di
hanyutkan menuju ke Pulau “Madu Oro”.
Pada saat si gadis hamil itu merasa perutnya sakit dan segera ia memanggil Kijahi
Poleng. Tidak antara lama Kijahi Poleng datang dan ia mengatakan bahwa Bendoro
Gung akan melahirkan anak. Dengan demikian ibu dan anak tersebut menjadi
penduduk pertama dari Pulau Madura.
Perahu-perahu yang banyak berlayar di Pulau Madura sering melihat adanya cahaya
yang terang ditempat dimana Raden Segoro berdiam, dan seringkali perahu-perahu itu
berhenti berlabuh dan mengadakan selamatan ditempat itu. Selain daripada itu para
pengunjung memberikan hadiah-hadiah kepada Ibu Raden Segoro maupun kepada
anak itu sendiri. Ibunya merasa sangat takut pula karena itu ia memanggil kijahi
Poleng. Kijahi poleng mengajak Raden Segoro untuk pergi ketepi pantai.
Pada saat itu memang benar datanglah 2 ekor ular raksasa dan Kijahi Poleng
menyuruh Raden Segoro supaya 2 ekor ular itu didekati dan selanjutnya supaya
ditangkap dan dibanting ke tanah. Tombak itu oleh Kijahi Poleng diberi nama Si
Nenggolo dan Si Aluquro. Sesampainya Patih tersebut di Madura, ia terus menjumpai
Raden Segoro dan mengemukakan kehendak Rajanya. Ibu Raden Segoro
mendatangkan Kijahi Poleng dan minta pendapatnya, apakah kehendak raja
dikabulkan atau tidak.
Perempuan tua itu menjawab bahwa pohon yang dimaksud letaknya didesa Palakaran
tidak beberapa jauh dari tempat itu. Dengan diantar perempuan tua tersebut Demang
terus menuju kedesa Palakaran dan diiringi oleh beberapa orang yang bertemu
diperjalanan.
Pada sauatu saat Demang Palakaran bermimpi bahwa kemudian hari yang akan
menggantikan dirinya ialah Kiyahi Pragalbo yang akan menurunkan pemimpin-
pemimpin masyarakat yang baik, putera yang tertua Pramono oleh ayahnya disuruh
bertempat tinggal di Sampang dan memimpin pemerintah dikota itu.
Masa-masa berikutnya yaitu masa-masa yang lebih cerah sebab telah banyak tulisan
berupa hasil penelitian yang didasarkan pada tulisan-tulisan sejarah Madura termasuk
Pamekasan dari segi pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan agama, mulai dari
masuknya pengaruh Mataram khususnya dalam pemerintahan Madura Barat
(Bangkalan dan Pamekasan), masa campur tangan pemerintahan Belanda yang sempat
menimbulkan pro dan kontra bagi para Penguasa Madura, dan menimbulkan
peperangan Pangeran Trunojoyo dan Ke’ Lesap, dan terakhir pada saat terjadinya
pemerintahan kolonial Belanda di Madura.
Hal ini terbukti dengan banyaknya penguasa Madura yang dimanfaatkan oleh Belanda
untuk memadamkan beberapa pemberontakan di Nusantara yang dianggap merugikan
pemerintahan kolonial dan penggunaan tenaga kerja Madura untuk kepentingan
perkembangan ekonomi Kolonial pada beberapa perusahaan Barat yang ada didaerah
Jawa, khususnya Jawa Timur bagian timur (Karisidenan Basuki).
Tenaga kerja Madura dimanfaatkan sebagai tenaga buruh pada beberapa perkebunan
Belanda. Orang-orang Pamekasan sendiri pada akhirnya banyak hijrah dan menetap di
daerah Bondowoso. Perkembangan Pamekasan, walaupun tidak terlalu banyak bukti
tertulis berupa manuskrip ataupun inskripsi nampaknya memiliki peran yang cukup
penting pada pertumbuhan kesadaran kebangsaan yang mulai berkembang di negara
kita pada zaman Kebangkitan dan Pergerakan Nasional.