Anda di halaman 1dari 2

CERITA RAKYAT WATU DUKUN PONOROGO

Ponorogo pada zaman dahulu disebut dengan nama Wengker. Dalam berbagai prasasti
nama Wengker kerap disebut telah ditaklukan dan biasanya disertai dengan penyebutan nama
rajanya. Seperti prasasti Kamaglyan yang menceritakan kisah kemenangan Raja Airlangga atas
Wijayawarma Raja Wengker bekas sekutunya bertahun 1006M.

Salah satu daerah yang kaya dengan peninggalan purbakala adalah kecamatan Sampung,
di lereng selatan pegunungan Lawu. Daerah diyakini beberapa sejarawan sebagai Ibukota ketiga
kerajaan Medang. Yang pertama berada di wilayah lereng Merapi, lalu pindah ke Wwatan
Madiun. Kemudian pindah lagi ke Medang-Sampung ketika Wwatan-Madiun diserang Sriwijaya
saat pesta pernikahan Airlangga dan Rajanya Dharmawangsa mati terbunuh.

Sebagai Ibukota pelarian, wilayah dataran tinggi Sampung ini sangat cocok. Karena
tanahnya subur dan kaya sumber mata air alami serta dikelilingi pegunungan yang menjadi
benteng utama. Persis seperti Maccu Picchu di Peru.

Salah satu situs warisan kerajaan Medang adalah Watu Dukun yang terletak di desa
Pagerukir, Sampung. Sasaran paling mudah bila ingin kesini adalah mencari dulu SMPN 2
Sampung, dari SMP tersebut hanya berjarak 1 KM. Jangan seperti saya yang muteri gunung ke
Puhpelem Wonogiri dulu. atau paling mudah adalah dari Badegan, sebelum polsek belok kanan
bila dari arah PO.

Situs ini terdiri dari : balok altar (meja) dan 4 batu kursi, batu salju, sendang watu dukun,
batu berudak, batu suci, serta batu menyerupai ranjang itu, lalu tugu menhir dengan tulisan huruf
pallawa. Beberapa dugaan menyebutkan bahwa situs ini adalah peninggalan era Dharmawangsa
Raja Medang sekaligus mertua Airlangga. Sedangkan pendapat lainya menyatakan bahwa ini
adalah tempat Airlangga mengasingkan diri setelah kerajaan mertuanya hancur diserbu
Sriwijaya.

Dalam serangan itu, Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan Airlangga lolos melarikan
diri ke hutan pegunungan (wanagiri) ditemani pembantunya yang bernama Mpu Narotama,
Pagerukir inilah yang diyakini sebagai w .Saat itu ia berusia 16 tahun, dan mulai menjalani hidup
sebagai pertapa. Setelah tiga tahun hidup di hutan, Airlangga didatangi utusan rakyat yang
memintanya supaya membangun kembali Kerajaan Medang. Airlangga kemudian sukses
membangun kerajaan baru bernama Kahuripan.

Situs ini berada di sebuah kaki bukit, sepertinya asal muasal benda-benda tersebut adalah
di atas bukit lalu diturunkan. Bukin yang berada di belakang situs juga cukup aneh struktur
bebatuanya persis seperti pundek berundak di gunung padang. Apakah di dalamnya ada
bangunan yang terkubur? entahlah

Di seberang jalan situs ini ada sebuah sumber mata air dua warna dua kolam. Ini yang
sangat saya sesali, kenapa enggak bawa celana kolor atau sarung, cuma bisa ngilerr meredam
hawa nafsu untuk kungkum.
Adapun berdasarkan cerita rakyat, semasa pengembaraan Airlangga bersama Mpu
Narotama. Keduanya berguru ke seorang empu yang sangat tersohor yaitu Empu Bharada. Di
Situs Pager Ukir inilah Airlangga digembleng ilmu jaya wijaya dan ilmu kanuragan. Hingga
akhirnya Airlangga lulus dan diberi gelar oleh gurunya sebagai Prabu Kelono Sewandono
sedangkan Narotama berganti nama menjadi Pujanggo Anom.

Kedua tokoh nama Kelono Sewandono dan Pujonggo Anom merupakan tokoh yang
digambarkan dalam kesenian reog Ponorogo, yaitu gambaran seorang Satriya yang sakti mandara
guna dan berperilaku baik.

NAMA : EKO CAHYONO


NIM : 18532905
PRODI : TEKNIK INFORMATIKA

Anda mungkin juga menyukai