Anda di halaman 1dari 29

1|Nukilan Ekspedisi Sokong

Senarai Rampai
Kebudayaan merupakan satu kesatuan yang kompleks dengan beragam perangkat
penyangga, yang terkandung di dalamnya pengetahuan, mengait begitu apik
menjaga kesatuan baik secara makro mapun mikro kosmos itu sendiri.
Pada konteks Indonesia, sebuah negara kepulauan di mana hampir 100%
Penyangga kehidupuan Sosialnya adalah kebudayaan, tampak makin jelas terlihat
kebanggaan bersama sebagai sebuah bangsa tererosi dan terdegaradasi secara
serius oleh pola pemikiran baru bernama modernisme, yang berkelindan dengan
megalomania sempit masing-masing golongan. Arus besar modernisme dan
globalisasi sejak awal Abad Pencerahan di Eropa, telah mengubah cara pandang,
sudut pandang, titik dan pijak pandang orang Indonesia tentang segala sesuatu,
termasuk tentang diri dan bangsanya, dengan seluruh elemen budaya dan
peradabannya. Dalam bahasa matematis, geometri berpikir manusia Nusantara
bergeser (shifting) mengikuti arus geometri Renaissance dari Eropa.
Ekspedisi Sokong Sebuah Cara, mengurai kembali, nukilan nukilan kesejarahan
masa lampau kita yang tersisa, yang dimana di masa mendatang menjadi alat,
untuk mengali kembali peradaban yang hilang ini dengan perlahan
Lombok Utara, pada hal ini, merupakan lumbung kebudayaan besar Nusa Tenggara
barat, Lombok utara, bukan saja mengenai Pantai dan gunung saja , ada hal hal
yang mendasar yang harus tergalikan menjadi bagian yang manifetasif di masa
mendatang guna mendukung gerakan gerakan keterbangunan social yang terukur,
sebagai sebuah ruh dari suatu daerah yang Beradab

KABID KEBUDAYAAN
DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
KABUPATEN LOMBOK UTARA

A R N O W A D I. S. P d
Nip. 19711231199303104

Daftar Isi :
2|Nukilan Ekspedisi Sokong
Peta :

3|Nukilan Ekspedisi Sokong


PROLOG

4|Nukilan Ekspedisi Sokong


Mengurut Jejak Dari Negara Kertagama

Pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1894 oleh J.LA Brandes, seorang ilmuwan
Belanda yang mengiringi ekspedisi knil di Lombok. Ia menyelamatkan isi perpustakaan
Raja Lombok di Cakranagara sebelum istana sang raja akan dibakar oleh tentara KNIL.

Kakawin ini menguraikan keadaan di Kraton Majapahit dalam masa pemerintahan prabu
Hayam Wuruk, raja agung di tanah Jawa dan juga Nusantara. Beliau bertakhta dari tahun
1350 sampai 1389 Masehi, pada masa puncak kerajaan Majapahit, kerajaan terbesar yang
pernah ada di Nusantara.

Negarakertagama diperkenalkan dalam bahasa Inggris lewat Java in the 14th century,
antara 1960-1963, oleh Pigeaud. Dipopulerkan lewat kalangwan, juga dalam bahasa
Inggris, oleh Zoetmulder, pada 1974, sebagai salah satu naskah sastra Jawa Kuno yang
dikumpulkan disana. dan baru pada 1979 untuk pertama kalinya Nagarakertagama bisa
dibaca dalam bahasa Indonesia lewat terjemahan Slamet Mulyana.

Naskah Nagara Kretagama ditemukan sebanyak 5 (lima) naskah. Pada 7 Juli 1978 di kota
Antapura, Kabupaten Lombok, pulau Bali ditemukan 1 (satu) naskah dengan judul
Desawarnana, tersimpan di Geria Pidada, Karang Asem. Pada tahun 1874 di Puri
Cakranegara, pulau Lombok di temukan 1 (satu) naskah dengan judul Nagara Kretagama.
Selanjutnya, tidak diketahui angka tahun penemuannya, di Geria Pidada, Klungkung
ditemukan turunan rontal Nagara Kretagama 1 (satu) naskah dan di Geria Carik Sideman
ditemukan 2 (dua) naskah turunan Nagara Kretagama juga. Nagara Kretagama berisi
uraian tentang hubungan keluarga raja, para pembesar negara, jalannya pemerintahan,
adat istiadat, candi makam para leluhur. Dan desa-desa perdikan, keadaan ibu kota,
keadaan desa-desa sepanjang jalan keliling Sang Prabu pada 1359 masehi.

Peran Nagarakretagama sebagai sumber sejarah kuno Indonesia relatif besar meski ada
yang berpendapat Nagarakretagama dipengaruhi unsur subyektif dalam rangka
menyenangkan penguasa saat itu. Nagarakretagama memiliki nama lain, yakni
Desawarnana atau Uraian tentang Desa-desa, seperti tercantum dalam pupuh 94. Ini
karena Raja Hayam Wuruk sering turun ke bawah untuk menghormati nenek moyangnya
dan masyarakatnya.

Nagarakretagama merupakan sebuah "karya jurnalistik" terbaik, sementara Mpu Prapanca


dikatakan "wartawan" tersohor dari Kerajaan Majapahit. Namun, banyak hal yang masih
terabaikan hingga kini, misalnya penelitian terhadap candi-candi dan desa-desa yang
disebutkan dalam kitab itu. Mpu Prapanca sendiri dipandang sebagai pelopor arkeologi
Indonesia dan pendahulu historic archaeology (arkeologi sejarah). Ini karena Prapanca
membuat semacam inventarisasi dan deskripsi mengenai berbagai jenis peninggalan

5|Nukilan Ekspedisi Sokong


purbakala yang ada pada zamannya. Prapanca telah melakukan field survey (survei
lapangan), suatu hal yang menguntungkan dunia ilmu pengetahuan

Menurut Budya Pradipta dalam makalah ”Bedah Naskah Nagarakretagama yang


diselenggarakan Perpustakaan Nasional RI pada 2005, wilayah Majapahit dikelompokkan
menjadi lima golongan, yaitu

Jawa meliputi Nagara Majapahit, Jiwana, Singasari, Wengker, Lasem, Daha, Pajang,
Matahun, Paguhan, Wirabhumi, Mataram, Pawwanawwan, dan Kebalan.

Digantara artinya wilayah lain yaitu daerah yang takluk kepada raja Rajasanagara selain
Jawa. Daerah tersebut adalah Pahang, Melayu, Gurun, dan bakulapura.

Nusantara adalah pulau-pulau lain, yang termasuk Nusantara adalah Daerah melayu,
daerah Tanjung Nagara, dan daerah Semenanjung Malaya. Desantara adalah segala
penjuru, seluruh angkasa, daerah lain, dan negara lain,

Desantara adalah Syangka, Ayodyapura, Dharmanagari, marutama, Rajapura,


Anghanagari, Campa, Kamboja.

Dwipantara adalah kepulauan lain, yang termasuk dwipantara dan mitra adalah Yawana,
Cina, Karnataka, dan Goda.

Di balik kontroversi ini ada hal menarik: Sunda dan Madura tidaklah disebut sebagai
wilayah kerajaan, padahal teks ini menyebut banyak sekali daerah dari ujung utara pulau
Sumatra, Brunei sampai Papua (dalam teks disebut Wwanin = Onin).

Penulisnya mengakui Nagarakretagama bukan buku pertama yang ditulisnya. Sebelumnya


Prapanca telah menulis Parwasagara, Bhismasaranantya, Sugataparwa, dan dua kitab lagi
yang belum selesai, yaitu Saba Abda dan Lambang. Namun semua ini sampai sekarang
belum ditemukan atau memang sudah hancur.

Nagarakretagama artinya adalah "Negara dengan Tradisi (Agama) yang suci. Tetapi
pengarangnya juga menyebutnya Deśawarṇ ana, yang berarti "Penulisan tentang Daerah-
Daerah". Nagarakretagama digubah oleh mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi (tahun
1287 Saka di desa Kamalasana di lereng Gunung. Sewaktu menulis Nagarakretagama,
Prapañ ca masih belum bergelar mpu karena masih seorang calon pujangga. Ayahnya
bernama mpu Nadendra dan memegang jabatan: Dharmâ dhyaksa ring Kasogatan, atau
Ketua dalam urusan agama Budha.
Nagarakrtagama terdiri dari 98 pupuh. Naskah ini dimulai dengan pemujaan terhadap raja
Wilwatikta yakni raja Majapahit dijaman raja Hayam Wuruk yang disebutkan sebagai Siwa-
Budha yaitu Rajasanagara. Tujuh pupuh berikutnya berisi tentang raja dan keluarganya,

6|Nukilan Ekspedisi Sokong


sembilan pupuh kemudian tentang istana dan kota Majapahit. Dari sinilah sejarawan dan
arkeolog merekonstruksi sejarah Majapahit. Bagian paling panjang merupakan catatan
perjalanan Hayam Wuruk ke Lumajang (23 pupuh) yang dilakukan pada bulan Agustus
sampai September 1359.

Sepuluh pupuh diantaranya menceritakan silsilah singkat raja-raja Singasari dan Majapahit
(wangsa Girindra). Maklum Singasari dan Majapahit merupakan dua kerajaan yang tidak
dapat dipisahkan. Bagian berikutnya menceritakan perburuan raja (10 pupuh), kisah
Gadjah Mada (23 pupuh), dan upacara sraddha bagi ibunda raja (9 pupuh). Dan tujuh
pupuh terakhir menceritakan diri Prapanca sendiri.

Teks ini semula dikira hanya terwariskan dalam sebuah naskah tunggal yang diselamatkan
oleh J.LA Brandes, seorang ahli Sastra Jawa Belanda, yang ikut menyerbu Istana Raja
Lombok pada tahun 1894. Ketika penyerbuan ini dilaksanakan, para tentara KNIL
membakar istana dan Brandes menyelamatkan isi perpustakaan raja yang berisikan
ratusan naskah lontar. Salah satunya adalah lontar Nagakretagama ini. Semua naskah dari
Lombok ini dikenal dengan nama lontar-lontar Koleksi Lombok yang sangat termasyhur.
Koleksi Lombok disimpan di perpustakaan Universitas Laiden Belanda.

Naskah Nagarakretagama disimpan di Leiden dan diberi nomor kode L Or 5.023. Lalu
dengan kunjungan Ratu Juliana, Belanda ke Indonesia pada tahun 1973, naskah ini
diserahkan kepada Republik Indonesia. Konon naskah ini langsung disimpan oleh Ibu Tien
Soeharto di rumahnya, namun ini tidak benar. Naskah disimpan di Perpustakaan Nasional
RI dan diberi Kode NB 9.

PENGARANGNYA

Mpu Prapañ ca adalah seorang bujangga sastra Jawa yang hidup pada abad ke-14 pada
zaman Majapahit dan kemungkinan selain bujangga juga merupakan mpu yang paling
ternama. Namanya dikenal oleh semua orang di Indonesia. Hal ini disebabkan karena
Prapañ ca merupakan penulis Kakawin Nagarakretagama yang termasyhur tersebut.

Diperlukan waktu 614 tahun bagi turunan orang-orang Majapahit, untuk tidak hanya
mendapat gambaran tentang kehidupan di dalam istana, dimana biasanya para pujangga
bercokol di menara gadingnya, melainkan sebuah desawarnana(deskripsi mengenai desa-
desa). Prapanca tidak mendapatkan kebenaran itu dengan gratis, ia harus memisahkan diri
dari rombongan Hayam Wuruk, dalam perjalanan keliling tahun 1359, untuk melihat
kenyataan lain, yang tidak semua penulis masa itu berani melakukan, apalagi
menuliskannya.

7|Nukilan Ekspedisi Sokong


Nagarakertagama, satu-satunya sumber tiada tara tentang keberadaan Majapahit, hanya
bisa dilahirkan oleh sebuah visi yang berani melawan kemapanan, bukan hanya dalam
penulisan sastra, tapi juga kemapanan politik. Dalam analisisnya Slamet Mulyana
mengungkapkan, meski naskah itu merupakan sebuah pujasastra kepada Dyah Hayam
Wuruk Sri Rajasanagara, namun paham politik Prapanca sebenarnya tidak sejajar dengan
Gajah Mada, yang telah menjadi pedoman semenjak pemerintahan Tribuwana Tunggadewi.

Penciptaan karya sastra ini sebagai tanda bakti kepada Prabu Hayam Wuruk walaupun
dalam menulis kitab Nagarakretagama Empu Prapanca sudah tidak tinggal lagi didalam
keraton Majapahit. Empu Prapanca tidak lagi menjabat sebagai Dharmmadyaksa Kasagotan
(Pembesar urusan agama Buddha) tetapi hidup di desa Kamalasana di lereng gunung
sebagai pertapa. Empu Prapanca meninggalkan keraton Majapahit karena mendapat
hinaan berupa celaan terhadap sikap Empu Prapanca oleh Sri Baginda yang menyebabkan
kedudukannya tergeser sebagai Dharmmadyaksa Kasagotan.

Prabu Hayam Wuruk percaya kepada fitnah seorang bangsawan terhadap dirinya. Namun
demikian empu Prapanca sama sekali tidak menaruh dendam terhadap sang Prabu bahkan
memuja keagungan Prabu Hayam Wuruk. Konon ketika Raja Lasem berkuasa di Lombok
naskah itu dibawa dari Bali ke Lombok. Atas dasar tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa Emu Prapanca setelah meninggalkan Majapahit menetap di desa Karangasem Bali.

Desa kamalasana tempat Empu Prapanca bertapa adalah nama sansekerta dari nama asli
Karangasem. Pada pertengahan tahun 1978 di desa Karangasem Bali ditemukan naskah
Dcsawarnnana yaitu karya sastra karangan Empu Prapanca yang sekarang disimpan di
Griya Pidada Karangasem Bali.

Tiga naskah lagi yang menyebutkan Kitab Nagarakretagama ditemukan di Griya Pidada
Kelungkung, dan Griya Carik Sidemen. Naskah ini ini sama dengan Kitab Nagarakretagama
yang ditemukan di Puri Cakranegara Lombok. Decawarnnana yang menguraikan tentang
desa desa yang dikunjunginya dalam perjalanan mengiringi Prabu Hayam Wuruk
kemudian Saka Abda, Lambang, Parwa Sagara, Bhismasaranantya dan Sagataparwa.

Dari pupuh 17/8 diketahui bahwa Empu Prapanca adalah keturunan seorang
Dharmadyaksa (Pemimpin kegamaan) pada jaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk.
Empu Prapanca menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Dharmadyaksa (pemimpin
agama Buddha) tahun 1358 sampai tahun 1361 masehi. Sejak kecil Empu Prapanca suka
menghadap Raja dengan maksud agar Raja mengijinkannya untuk mengikuti perjalanan
beliau kemana saja karena keinginannya untuk merangkai sejarah wilayah Negara dalam
kekawin.

8|Nukilan Ekspedisi Sokong


Nama Prapanca adalah nama samaran. Prapanca terdiri dari unsur Pra dan Panca yang
artinya pra lima yaitu Prapanca, Pracacab, Prapongpong, Pracacad dan pracongcong yaitu
cacad badaniah pengarangnya yaitu jika tertawa terbahak bahak, pipinya sembab, matanya
mengeluyu seperti orang ngantuk, cakapnya agak ganjil alias lucu.Nama prapañ ca
kemungkinan merupakan nama pena dan artinya adalah "bingung.

Nama aslinya Rangkwi Padelengan Dang Acarya Nadendra yang menjabat sebagai
Dharmadyaksa Kasogatan pada pemerintahan Prabu Hayam wuruk seperti tercantum
dalam Piagam Trawulan dan Piagam sekar. Penggunaan nama samaran Prapanca yang
berarti kesedihan dipakai karena pada waktu menulis Nagarakretagama pengarangnya
hidupnya sedang diliputi oleh kesedihan karena kehilangan kedudukan sebagai
Dharmmadyaksa Kasogatan dan pergi meninggalkan Majapahit untuk hidup di desa dalam
kesepian. Ia takut dikenal orang karena ciri-cirinya sehingga sehingga menggunakan nama
samaran.

Kitab Nagarakretagama yang ditulisnya pada tahun saka 1287 (September-Oktober 1365)
menguraikan tentang perjalanan keliling Prabu hayam Wuruk ke lumajang pada tahun saka
1281 atau 1359 Masehi dimana Empu Prapanca ikut serta dalam rombongan tersebut
sebagai Dharmmadyaksa Kasagotan.

ISI KAKAWIN NAGARAKRETAGAMA

9|Nukilan Ekspedisi Sokong


PUPUH I

Om ! Sembah pujiku orang hina ke bawah telapak kaki Pelindung jagat Siwa-Buda Janma-
Batara senantiasa tenang tenggelam dalam Samadi Sang Sri Prawatanata, pelindung para
miskin, raja adiraja dunia Dewa-Batara, lebih khayal dari yang khayal, tapi tampak di atas
tanah.

Merata serta meresapi segala mahluk, nirguna bagi kaum Wisnawa, Iswara bagi Yogi,
Purusa bagi Kapila, hartawan bagai Jambala, Wagindra dalam segala ilmu, dewa Asmara di
dalam cinta birahi, Dewa Yama di dalam menghilangkan penghalang dan menjamin dunia.

Begitulah pujian pujangga penggubah sejarah raja, Kepada Sri Nata Rajasanagara, Sri
Nata Milwatikta yang sedang memegang tampuk negara, bagai titisan Dewa-Batara beliau
menyapu duka rakyat semua, tunduk setia segenap bumi Jawa, bahkan malah seluruh
Nusantara.

Tahun Saka masa memanah surya (1256) beliau lahir untuk jadi narpati, selama dalam
kandungan di Kahuripan, telah tampak tanda keluhuran, gempa bumi, kepul asap, hujan
abu, guruh halilintar menyambar-nyambar, Gunung Kampud gemuruh membunuh durjana,
penjahat musnah dari negara.

Itulah tanda bahwa Batara Girinata menjelma bagai raja besar, terbukti, selama bertahta,
seluruh tanah Jawa tunduk menadah p'rintah, wipra, satria, waisya, sudra, keempat kasta
sempurna dalam pengabdian, durjana berhenti berbuat jahat, takut akan keberanian Sri
Nata.

Pupuh II

Sang Sri Rajapatni yang ternama adalah nenekanda Sri Baginda, seperti titisan Parama
Bagawati memayungi jagat raya, selaku wikuni tua tekun berlatih yoga menyembah Buda,
tahun Saka dresti saptaruna (1272) kembali beliau ke Budaloka.

Ketika Sri Rajapatni pulang ke Jinapada, dunia berkabung, kembali gembira bersembah
bakti semenjak Baginda mendaki tahta, girang ibunda Tribuwana Wijayatunggadewi
mengemban tahta, bagai rani di Jiwana resmi mewakili Sri Narendra-putera.

Pupuh III

10 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
Beliau bersembah bakti kepada ibunda Sri Rajapatni, setia mengikuti ajaran Buda,
menyekar yang telah mangkat, ayahanda Baginda Raja yalah Sri Kertawardana-raja,
keduanya teguh beriman Buda demi perdamaian praja.

Ayahnya Sri Baginda-raja bersemayam di Singasari, bagai Ratnasambawa menambah


kesejahteraan bersama, teguh tawakal memajukan kemakmuran rakyat dan negara, mahir
mengemudikan perdata, bijak dalam segala kerja.

Pupuh IV

Puteri Rajadewi Maharajasa, ternama rupawan, bertahta di Daha, cantik tak bertara,
bersandar nam guna, adalah bibi Baginda, adik maharani di Jiwana, Rani Daha dan Rani
Jiwana bagai bidadari kembar.

Laki sang rani Sri Wijayarajasa dari negeri Wengker, rupawan bagai titisan Upendra,
mashur bagai sarjana, setara raja Singasari, sama teguh di dalam agama, sangat mashurlah
nama beliau di seluruh tanah Jawa.

Pupuh V

Adinda Baginda raja di Wilwatikta, puteri jelita bersemayam di Lasem, puteri jelita Daha,
cantik ternama, Indudewi puteri Wijayarajasa.

Dan lagi puteri bungsu Kertawardana, bertahta di Pajang, cantik tidak bertara, puteri Sri
Narapati Jiwana yang mashur, terkenal sebagai adinda Sri Baginda.

Pupuh VI

Telah dinobatkan sebagai raja tepat menurut rencana, laki tangkas Rani Lasem bagai raja
daerah Matahun, bergelar Rajasawardana sangat bagus lagi putus dalam naya, Raja dan
Rani terpuji laksana Asmara dengan Pinggala.

Sri Singawardana, rupawan, bagus, muda, sopan dan perwira, bergelar raja Paguhan,
beliaulah suami Rani Pajang, mulia perkawinannya laksana Sanatkumara dan Dewi Ida,
bakti kepada raja, cinta sesama, membuat puas rakyat.

11 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
Bhre Lasem menurunkan puteri jelita Nagarawardani, bersemayam sebagai permaisuri
pangeran Wirabumi, Rani Pajang menurunkan Bhre Mataram Sri Wikramawardana,
bagaikan titisan Hyang Kumara, wakil utama Sri Narendra.

Puteri bungsu Rani Pajang mem'rintah daerah Pawanuhan, berjuluk Surawardani masih
muda indah laksana gambar, para raja pulau Jawa masing-masing mempunyai negara, dan
Wilwatikta tempat mereka bersama menghamba Sri Nata.

Pupuh VII

Melambung kidung merdu pujian sang Prabu, beliau membunuh musuh-musuh, bagai
matahari menghembus kabut, menghimpun negara di dalam kuasa, girang janma utama
bagai bunga tunjung, musnah durjana bagai kumuda, dari semua desa di wilayah negara
pajak mengalir bagai air.

Raja menghapus duka si murba sebagai Satamanyu menghujani bumi, menghukum


penjahat bagai Dewa Yana, menimbun harta bagaikan Waruna, para telik masuk menembus
segala tempat laksana Hyang Batara Bayu, menjaga Pura sebagai Dewi Pertiwi, rupanya
bagus seperti bulan.

Seolah-olah Sang Hyang Kama menjelma, tertarik oleh keindahan Pura, semua para
puteri dan istri sibiran dahi Sri Ratih, namun Sang Permaisuri keturunan Wijayarajasa
tetap paling cantik, paling jelita bagaikan susumna, memang pantas jadi imbangan Baginda.

Berputeralah beliau puteri mahkota Kusumawardhani, sangat cantik, sangat rupawan


jelita mata, lengkung lampai, bersemayam di Kabalan, sang menantu Sri Wikramawardhana
memegang perdata seluruh negara, sebagai dewa-dewi mereka bertemu tangan,
menggirangkan pandang.

Pupuh VIII

Tersebut keajaiban kota : tembok batu merah, tebal tinggi, mengitari Pura, pintu Barat
bernama Pura Waktra, menghadap ke lapangan luas, bersabuk parit, pohon brahmastana
berkaki bodi, berjajar panjang, rapi berbentuk aneka ragam, di situlah tempat tunggu para
tanda terus menerus meronda, jaga paseban.

Di sebelah Utara bertegak gapura permai dengan pintu besi penuh berukir, di sebelah
Timur : panggung luhur, lantainya berlapis batu, putih-putih mengkilat, di bagian Utara, di
Selatan pekan, rumah berjejal jauh memanjang, sangat indah, di Selatan jalan perempat :
balai prajurit tempat pertemuan tiap Caitra.

12 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
Balai agung Manguntur dengan balai Witana di tengah, menghadap padang watangan
yang meluas ke empat arah; bagian Utara paseban pujangga dan menteri, bagian Timur
paseban pendeta Siwa-Buda, yang bertugas membahas upacara pada masa grehana bulan
Palguna demi keselamatan seluruh dunia.

Di sebelah Timur pahoman berkelompok tiga-tiga mengitari kuil Siwa, di sebelah tempat
tinggal wipra utama, tinggi bertingkat, menghadap panggung korban, bertegak di halaman
sebelah Barat ; di Utara tempat Buda bersusun tiga, puncaknya penuh berukir,
berhamburan bunga waktu raja turun berkorban.

Di dalam, sebelah Selatan Manguntur tersekat pintu, itulah paseban, rumah bagus
berjajar mengapit jalan ke Barat, di sela tanjung berbunga lebat, agak jauh di sebelah Barat
Daya : panggung tempat berkeliaran para perwira, tepat di tengah-tengah halaman
bertegak mandapa penuh burung ramai berkicau.

Di dalam, di Selatan ada lagi paseban memanjang ke pintu keluar Pura yang kedua, dibuat
bertingkat tangga, tersekat-sekat, masing-masing berpintu sendiri, semua balai bertulang
kuat bertiang kokoh, papan rusuknya tiada tercela, para prajurit silih berganti, bergilir
menjaga pintu, sambil bertukar tutur.

Pupuh IX

Inilah para penghadap : pengalasan Ngaran, jumlahnya tak terbilang, Nyu Gading Janggala-
Kediri, Panglarang, Rajadewi tanpa upama, Waisangka kapanewon Sinelir, para perwira
Jayengprang Jayagung dan utusan Pareyok Kayu Apu, orang Gajahan dan banyak lagi.

Begini keindahan lapang watangan, luas bagaikan tak berbatas, menteri, bangsawan,
pembantu raja di Jawa, di deret paling muka, Bhayangkari tingkat tinggi berjejal menyusul
di deret yang kedua, di sebelah Utara pintu istana, di Selatan satria dan pujangga.

Di bagian Barat, beberapa balai memanjang sampai mercudesa, penuh sesak pegawai dan
pembantu serta para perwira penjaga ; di bagian Selatan agak jauh : beberapa ruang,
mandapa dan balai tempat tinggal abdi Sri Narapati di Paguhan, bertugas menghadap.

Masuk pintu ke dua, terbentang halaman istana berseri-seri, rata dan luas, dengan rumah
indah berisi kursi-kursi berhias ; di sebelah Timur menjulang rumah tinggi berhias
lambang kerajaan, itulah balai tempat terima tatamu Sri Nata di Wilwatikta.

13 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
Pupuh X

Inilah pembesar yang sering menghadap di balai Witana, Wredamentri, tanda menteri
pasangguhan dengan pengiring, Sang Panca Wilwatikta : mapatih, demung, kanuruhan,
rangga, Tumenggung, lima priyayi agung yang akrab dengan istana.

Semua patih, demung negara bawahan dan pengalasan, semua pembesar daerah yang
berhati tetap dan teguh, jika datang berkumpul di kepatihan seluruh negara., lima menteri
utama yang mengawal urusan negara.

Satria, pendeta, pujangga, para wipra, jika menghadap berdiri di bawah lindungan asoka di
sisi witana, begitu juga dua dharmadyaksa dan tujuh pembantunya, bergelar arya, tangkas
tingkahnya, pantas menjadi teladan.

Pupuh XI

Itulah penghadap balai witana, tempat takhta yang terhias serba bergas, pantangan masuk
ke dalam Istana Timur, agak jauh dari pintu pertama, ke Istana Selatan tempat
Singawardana, permaisuri, putra dan putrinya, ke Istana Utara tempat Kertawardana ;
ketiganya bagai kahyangan.

Semua rumah bertiang kuat, berukir indah, dibuat berwarna-warni, kakinya dari
batumerah pating berunjul, bergambar aneka lukisan, genting atapnya bersemarak serba
meresap pandang menarik perhatian, bunga tanjung, kesara, cempaka dan lain-lainnya
terpencar di halaman.

Pupuh XII

Teratur rapi semua perumahan sepanjang tepi benteng, Timur tempat tinggal pemuka
pendeta Siwa Hyang Brahmaraja, Selatan Buda-sangga dengan Rangkanadi sebagai
pemuka, Barat tempat Arya, menteri dan sanak kadang adiraja.

Di Timur tersekat lapangan, menjulang istana ajaib, Raja Wengker dan Rani Daha penaka
Indra dan Dewi Saci, berdekatan dengan istana raja Matahun dan rani Lasem, tak jauh di
sebelah Selatan Raja Wilwatikta.

Di sebelah Utara pasar, rumah besar bagus lagi tinggi, di situ menetap patih Daha, adinda
Baginda di Wengker Bhatara Narapati, termashur sebagai tulang punggung praja, cinta taat
kepada raja, perwira, sangat tangkas dan bijak.

14 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
Di Timur Laut rumah patih Wilwatikta, bernama Gajah Mada, menteri wira, bijaksana, setia
bakti kepada negara, fasih bicara, teguh tangkas, tenang tegas, cerdik lagi jujur, tangan
kanan maharaja sebagai penggerak roda negara.

Sebelah Selatan Puri, gedung kejaksaan tinggi bagus ; sebelah Timur perumahan Siwa,
sebelah Barat Buda ; terlangkahi rumah para menteri, para arya dan satria, perbedaan
ragam pelbagai rumah menambah indahnya pura.

Semua rumah memancarkan sinar warnanya gilang cemerlang, menandingi bulan dan
matahari, indah tanpa upama ; negara-negara di Nusantara, dengan Daha bagai pemuka,
tunduk menengadah, berlindung di bawah Wilwatikta.

Pupuh XIII

Terperinci demi pulau negara bawahan, paling dulu M'layu, Jambi, Palembang, Toba dan
Darmasraya, pun ikut juga disebut daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan,
Kampar dan Pane, Kampe, Haru serta Mandailing, Tamihang, negara Perlak dan Padang.

Lawas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus, itulah negara-
negara Melayu yang t'lah tunduk, negara-negara di pulau Tanjungnegara : Kapuas-
Katingan, Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut.

Pupuh XIV

Kadandangan, Landa Samadang dan Tirem tak terlupakan, Sedu, Barune (ng), Kalka,
Saludung, Solot dan juga Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei, Malano
tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura.

Di Hujung Mendini Pahang yang disebut paling dahulu, berikut Langkasuka, Saimwang,
Kelantan serta Trengganu, Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah, Jerai,
Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun.

Di sebelah Timur Jawa seperti yang berikut : Bali dengan negara yang penting Badahulu
dan Lo Gajah, Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo, Sang Hyang Api, Bima,
Seran, Hutan Kendali sekaligus.

Pulau Gurun yang biasa disebut Lombok Merah, dengan daerah makmur Sasak
diperintah seluruhnya, Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk, sampai
Udamakatraya dan pulau lain-lainnya tunduk.

15 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian serta Salayar, Sumba,
Solot, Muar, lagi pula Wanda(n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin, Seran, Timor dan
beberapa lagi pulau-pulau lain.

Pupuh VX

Inilah nama negara asing yang mempunyai hubungan, Siam dengan Ayudyapura,
begitupun Darmanagari, Marutma, Rajapura, begitu juga Singanagari, Campa, Kamboja dan
Yawana yalah negara sahabat.

Tentang pulau Madura, tidak dipandang negara asing, karena sejak dahulu dengan Jawa
menjadi satu, konon tahun Saka lautan menantang bumi, itu saat Jawa dan Madura terpisah
meskipun tidak sangat jauh.

Semenjak Nusantara menadah perintah Sri Baginda, tiap musim tertentu


mempersembahkan pajak upeti, terdorong keinginan akan menambah kebahagiaan,
pujangga dan pegawai diperintah menarik upeti.

Pupuh XVI

Pujangga-pujangga yang lama berkunjung di nusantara, dilarang mengabaikan urusan


negara, mengejar untung ; seyogyanya jika mengemban perintah ke mana juga
menegakkan agama Siwa, menolak ajaran sesat.

Konon kabarnya para pendeta penganut Sang Sugata, dalam perjalanan mengemban
perintah Baginda Nata, dilarang menginjak tanah sebelah Barat pulau Jawa, karena
penghuninya bukan penganut ajaran Buda.

Tanah sebelah Timur Jawa terutama Gurun, Bali, boleh dijelajah tanpa ada yang
dikecualikan, bahkan menurut kabaran mahamuni Empu Barada serta raja pendeta
Kuturan telah bersumpah teguh.

Para pendeta yang mendapat perintah untuk bekerja, dikirim ke Timur ke Barat, dimana
mereka sempat melakukan persajian seperti perintah Sri Nata ; resap terpandang mata jika
mereka sedang mengajar.

Semua negara yang tunduk setia menganut perintah, dijaga dan dilindungi Sri Nata dari
pulau Jawa ; tapi yang membangkang, melanggar perintah, dibinasakan pimpinan angkatan
laut, yang telah mashur lagi berjasa.

16 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
Pupuh XVII

Telah tegak kuasa Sri Nata di Jawa dan wilayah nusantara, di Sripalatikta tempat beliau
bersemayam menggerakkan roda dunia, tersebar luas nama beliau, semua penduduk puas
girang dan lega ; wipra, pujangga dan semua penguasa ikut menumpang menjadi mashur.

Sungguh besar kuasa dan jasa beliau, raja agung wilayah Janggala Kediri ;raja agung dan
raja utama ; lepas dari segala duka, mengenyam hidup penuh segala kenikmatan, terpilih
semua gadis manis di seluruh wilayah Janggala Kediri, berkumpul di istana bersama yang
terampas dari negara tetangga.

Segenap tanah Jawa bagaikan satu kota di bawah kuasa Baginda ; ribuan orang
berkunjung laksana bilangan tentara yang mengepung pura ; semua pulau laksana daerah
pedusunan tempat menimbun bahan makanan ; gununga dan rimba hutan penaka taman
hiburan terlintas tak berbahaya.

Tiap bulan sehabis musim hujan beliau biasa pesiar keliling, desa Sima di sebelah Selatan
Jalagiri, di sebelah Timur Pura, ramai tak ada hentinya selama pertemuan dan upacara
prasetyan, girang melancong mengunjungi Wewe Pikatan setempat dengan candi lima.

Atau pergilah beliau bersembah bakti ke hadapan Hyang Acalapati, biasanya terus
menuju Blitar, Jimur mengunjungi gunung-gunung permai, di Daha terutama di Polaman,
ke Kuwu dan Lingga hingga desa Bangin, jika sampai di Jenggala singgah di Surabaya terus
menuju Buwun.

Tahun Aksatisurya (1275) sang prabu menuju Pajang membawa banyak pengiring ;
tahun Saka angga-naga-aryama (1276) ke Lasem, melintasi pantai samudra ; tahun Saka
pintu-gunung-mendengar-indu (1279) ke laut selatan menembus hutan, lega menikmati
pemandangan alam indah Lodaya, Tetu dan Sideman.

Tahun Saka seekor-naga-menelan bulan (1281) di Badrapada bulan tambah ; Sri Nata
pesiar keliling seluruh negara menuju kota Lumajang, naik kereta diiring semua raja Jawa
serta permaisuri dan abdi, menteri, tanda, pendeta, pujangga, semua para pembesar ikut
serta.

Juga yang menyamar Prapanca girang turut mengiring paduka Maharaja ; tak tersangkal
girang sang kawi, putera pujangga, juga pencinta kakawin ; dipilih Sri Baginda sebagai
pembesar keBudaan mengganti sang ayah ; semua pendeta Buda umerak membicarakan
tingkah lakunya dulu.

Tingkah sang kawi waktu muda menghadap raja, berkata berdamping, tak lain
maksudnya mengambil hati, agar disuruh ikut beliau kemana juga ; namun belum mampu

17 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
menikmati alam, membinanya, mengolah dan menggubah karya kakawin ; begitu warna
desa sepanjang marga terkarang berturut.

Mula-mula melalui Japan dengan asrama dan candi-candi ruk-rebah, sebelah Timur Tebu
hutan Pandawa, Daluwang, Bebala di dekat Kanci ; Ratnapangkaja serta Kuti Haji Pangkaja
memanjang bersambung-sambungan ; Mandala Panjrak, Pongging serta Jingan, Kuwu
Hanyar letaknya di tepi jalan.

Habis berkunjung pada candi makam Pancasara menginap di Kapulungan ; selanjutnya


sang kawi bermalam di Waru, di Hering tidak jauh dari pantai, yang mengikuti ketetapan
hukum jadi milik kepala asrama Saraya ; tetapi masih tetap dalam tangan lain, rindu
termenung-menung menunggu.

Pupuh XVIII

Seberangkat Sri Nata dari Kapulungan berdesak abdi berarak, sepanjang jalan penuh
kereta, penumpangnya duduk berimpit-impit, pedati di muka dan di belakang, di tengah
prajurit berjalan kaki, berdesak-desakan, berebut jalan dengan binatang gajah dan kuda.

Tak terhingga jumlah kereta, tapi berbeda-beda tanda cirinya, meleret berkelompok-
kelompok, karena tiap ment'ri lain lambangnya, rakrian sang menteri patih amangkubumi
penatang kerajaan, keretanya beberapa ratus, berkelompok dengan aneka tanda.

Segala kereta Sri Nata Pajang semua bergambar matahari, semua kereta Sri Nata Lasem
bergambar cemerlang banteng putih, kendaraan Sri Nata Daha bergambar Dahakusuma
mas mengkilat, kereta Sri Nata Jiwana berhias bergas menarik perhatian.

Kereta Sri Nata Wilwatikta tak ternilai, bergambar buah maja, beratap kain geringsing,
berhias lukisan mas, bersinar merah indah, semua pegawai, parameswari raja dan juga rani
Sri Sudewi, ringkasnya para wanita berkereta merah, berjalan paling muka.

Kereta Sri Nata berhias mas dan ratna manikam paling belakang, jempana-jempana
lainnya bercadar beledu, meluap gemerlap, rapat rampak prajurit pengiring Janggala
Kediri, Panglarang, Sedah, bhayangkari gem'ruduk berbondong-bondong naik gajah dan
kuda.

Pagi-pagi telah tiba di Pancuran Mungkur, Sri Nata ingin rehat, Sang rakawi menyidat
jalan, menuju Sawungan mengunjungi akrab, larut matahari berangkat lagi tepat waktu Sri
Baginda lalu, ke arah Timur menuju Watu Kiken, lalu berhenti di Matanjung.

Dukuh sepi kebudaan dekat tepi jalan, pohonnya jarang-jarang,, berbeda-beda namanya,
Gelanggang, Badung, tidak jauh dari Barungbung, tak terlupakan Ermanik, dukuh teguh

18 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
taat kepada Yanatraya, puas sang dharmadhyaksa mencicipi aneka jamuan makan dan
minum.

Sampai di Kulur, Batang di Gangan Asem perjalanan Sri Baginda Nata, hari mulai teduh,
surya terbenam, telah gelap pukul tujuh malam, baginda memberi perintah memasang
tenda di tengah-tengah sawah, sudah siap habis makan, cepat-cepat mulai membagi-bagi
tempat.

Pupuh XIX

Paginya berangkat lagi menuju Baya, rehat tiga hari tiga malam, dari Baya melalui
Katang, Kedung Dawa, Rame, menuju Lampes Times, serta biara pendeta di Pogara
mengikut jalan pasir lemak-lembut, menuju daerah Beringin Tiga di Dadap, kereta masih
terus lari.

Tersebut dukuh kasogatan Madakaripura dengan pemandangan indah, tanahnya


anugerah Sri Baginda kepada Gajah Mada, teratur rapi, di situlah Baginda menempati
pesanggrahan yang terhias bergas, sementara mengunjungi mata air, dengan ramah
melakukan mandi bakti.

Pupuh XX

Sampai di desa kasogatan Baginda dijamu makan minum, pelbagai penduduk Gapuk,
Sada, Wisisaya, Isanabajra, Ganten, Poh, Capahan, Kalampitan, Lambang, Kuran, Pancar,
WePeteng, yang letaknya di lingkungan biara, semua datang menghadap.

Begitu pula desa Tinggilis, Pabayeman ikut berkumpul, termasuk Ratnapangkaja di


Carcan, berupa desa perdikan, itulah empat belas desa kasogatan yang berakuwu, sejak
dahulu delapan saja yang menghasilkan makanan.

Pupuh XXI

Fajar menyingsing ; berangkat lagi Baginda melalui Lo Pandak, Ranu Kuning, Balerah,
Bare-bare, Dawohan Kapayeman, Telpak, Baremi, Sapang serta Kasaduran Kereta berjalan
cepat-cepat menuju Pawiyungan

Menuruni lurah, melintasi sawah, lari menuju Jaladipa, Talapika, Padali, Arnon dan
Panggulan Langsung ke Payaman, Tepasana ke arah kota Rembang Sampai di Kemirahan
yang letaknya di pantai lautan

19 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
Pupuh XXII

Di Dampar dan Patunjungan Sri Baginda bercengkerama menyisir tepi lautan Ke jurusan
Timut, turut pasisir datar, lembut-limbur dilintas kereta Berhenti beliau di tepi danau
penuh teratai, tunjung sedang berbunga Asyik memandang udang berenang dalam air
tenang memperlihatkan dasarnya

Terlangkahi keindahan air telaga yang lambai-melambai dengan lautan Danau


ditinggalkan, menuju Wedi dan Guntur tersembunyi di tepi jalan Kasogatan Bajraka
termasuk wilayah Taladwija sejak dulu kala Seperti juga Patunjungan, akibat perang, belum
kembali ke asrama

Terlintas tempat tersebut, ke Timur mengikut hutan sepanjang tepi lautan Berhenti di
Palumbon berburu sebentar, berangkat setelah surya larut Menyeberangi sungai
Rabutlawang yang kebetulan airnya sedang surut Menuruni lurah Balater menuju pantai
lautan, lalu bermalam lagi

Pada waktu fajar menyingsing, menuju Kunir Basini, di Sadeng bermalam Malam
berganti malam, Baginda pesiar menikmati alam Sarampuan Sepeninggalnya beliau
menjelang kota Bacok bersenang-senang di pantai Heran memandang karang tersiram riak
gelombang berpancar seperti hujan

Tapi sang rakawi tidak ikut berkunjung di Bacok, pergi menyidat jalan Dari Sadeng ke
Utara menjelang Balung, terus menuju Tumbu dan Habet Galagah, Tampaling, beristirahat
di Renes seraya menanti Baginda Segera berjumpa lagi dalam perjalanan ke Jayakreta-
Wanagriya

Pupuh XXIII

Melalui Doni Bontong, Puruhan, Bacek Pakisaji, Padangan terus ke Secang Terlintas Jati
Gumelar, Silabango Ke Utara ke Dewa Rame dan Dukun.

Lalu berangkat lagi ke Pakembangan Di situ bermalam ; segera berangkat Sampailah


beliau ke ujung lurah Daya Yang segera dituruni sampai jurang.

Dari pantai ke Utara sepanjang jalan Sangat sempit, sukar amat dijalani Lumutnya licin
akibat kena hujan Banyak kereta rusak sebab berlanggar.

20 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
Pupuh XXIV

Terlalu lancar lari kereta melintas Palayangan Dan Bangkong, dua desa tanpa cerita,
terus menuju Sarana, mereka yang merasa lelah ingin berehat Lainnya bergegas berebut
jalan menuju Surabasa

Terpalang matahari terbenam berhenti di padang lalang Senja pun turun, sapi lelah
dilepas dari pasangan Perjalanan membelok ke Utara melintas Turayan Beramai-ramai
lekas-lekas ingin mencapai Patukangan

Pupuh XXV

Panjang lamun dikisahkan kelakukan para mentri dan abdi Beramai-ramai Baginda telah
sampai di desa Patukangan Di tepi laut lebar tenang rata terbentang di Barat Talakrep
Sebelah Utara Pakuwuan pesanggrahan Baginda Nata

Semua menteri, mancanegara hadir di Pakuwuan Juga jaksa Pasungguhan Sang


Wangsadiraja ikut menghadap Para Upapatti yang tanpa cela, para pembesar agama Panji
Siwa dan Panji Budha, faham hukum dan putus sastera

Pupuh XXVI

Sang adipati Suradikara memimpin upacara dan sambutan Diikuti segenap penduduk
daerah wilayah Patukangan Menyampaikan persembahan, girang bergilir dianugerahi kain
Girang rakyat girang raja, pakuwuan berlimpah kegirangan

Untuk pemandangan ada rumah dari ujung memanjang ke lautan Aneka bentuknya, rakit
halamannya, dari jauh bagai pulau Jalannya jembatan goyah kelihatan bergoyang ditempuh
ombak Itulah buatan Sang Arya bagai persiapan menyambut raja.

Pupuh XXVII

Untuk mengurangi sumuk akibat teriknya matahari Baginda mendekati permaisuri


seperti dewa-dewi Para puteri laksana apsari turun dari kahyangan

Hilangnya keganjilan berganti pandang penuh heran-cengang Berbagai-bagai permainan


diadakan demi kesukaan

21 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
Berbuat segala apa yang membuat gembura penduduk Menari topeng, bergumul,
bergulat, membuat orang kagum Sungguh beliau dewa menjelma, sedang mengedari dunia.

Pupuh XXVIII

Selama kunjungan di desa Patukangan Para menteri dari Bali dan Madura Dari
Balumbung, kepercayaan Baginda Menteri seluruh Jawa Timur berkumpul

Persembahan bulu bekti bertumpah-limpah Babi, gudel, kerbau, sapi, ayam dan anjing

Bahan kain yang diterima bertumpuk timbun Para penonton tercengang-cengang,


memandang

Tersebut keesokan hari pagi-pagi Baginda keluar di tengah-tengah rakyat Diiringi para
kawi serta pujangga Menabur harta, membuat gembira rakyat

Pupuh XXIX

Hanya pujangga yang menyamar Prapanca sedih tanpa upama Berkabung kehilangan
kawan kawi-Budha Panji Kertayasa Teman bersuka-ria, teman karib dalam upacara ‘gama

Beliau dipanggil pulang, sedang mulai menggubah karya megah Kusangka tetap sehat,
sanggup mengantar aku kemana juga

Beliau tahu tempat-tempat mana yang layak pantas dilihat Rupanya sang pujangga ingin
mewariskan karya megah indah

Namun mangkatlah beliau, ketika aku tiba, tak terduga Itulah lantarannya aku turut
berangkat ke desa Keta Meliwati Tal Tunggal, Halalang-panjang, Pacaran dan Bungatan
Sampai Toya Rungun, Walanding, terus Terapas, lalu bermalam Paginya berangkat ke
Lemah Abang, segera tiba di Keta

22 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
SETAKAT KEDATUAN SOKONG

Penetapan nama desa Sokong, Nama sokong yang awalnya bernama SUKUN, setelah pase
pengembangannya pada tahun 1343 Kiyai Nala/Empu Nala atau di Bali lebih dikenal
dengan Arya Dhamar datang ke Lombok dan menurunkan bagian dari tokoh yang disebut
Datu Besanakan Telu / Tiga Bersaudara yaitu :

(1)- Betara Mas Kerta Jala di Sulawesi,


(2)- Betara Mas Indra Sakti di Klungkung, Bali,
(3) -Betara Mas Tunggul Nala di Lombok.
.
Betara Mas Tunggul Nala menurunkan datu-datu Lombok seperti Bayan,
Selaparang dan Pejanggik. Betara Mas Tunggul Nala mempunyai dua orang putra
yaitu

1.- Deneq Mas Muncul yang menurunkan datu-datu Bayan.


2.- Deneq Mas Putra Pengendengan Segara Katon mendirikan Kedatuan

Kayangan (Labuan Lombok) menurunkan datu-datu Selaparang dan Pejanggik yaitu

(a) Sri Dadelanatha,menjadi Datu Langko


(b) Deneq Mas Komala Dewa Sempopo,menjadi Datu Pejanggik
(c) Deneq Mas Komala Jagat menjadi Datu Selaparang

Pada Awalnya Sokong dikenal nama SUKUN berubah menjadi nama SOKONG.Di dalam
Kitab Negarakertagama karangan Empu Pranpanca pada pupuh ke 14 yang berbunyi
"Sawetan ikanaɳ tanah jawa muwah ya warnnanen, ri balli makamukya taɳ badahulu
mwan i lwagajah, GURUN makamukha SUKUN / ri taliwaɳ ri dompo sapi, ri saɳhyan api
bhima à §eran i hutan kadaly apupul.Muwah tan i GURUN sanusa manaran ri lombok mirah,
lawan tikan i SAKSAK adinikalun / kahajyan kabeh, muwah tanah ibanatayan pramukha
banatayan len / luwuk, tken uda makatrayadinikanaɳ sanusapupul..

" Yang artinya sebagai berikut,

"Di sebelah timur Jawa seperti yang berikut: Bali dengan negara yang penting Badahulu
dan Lo Gajah, GURUN serta SUKUN, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo, Sang Hyang Api,
Bima, Seran, Hutan Kendali sekaligus.PULAU GURUN, yang juga biasa disebut LOMBOK
MIRAH, Dengan daerah makmur SAKSAK diperintah seluruhnya, Bantayan di wilayah

23 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
Bantayan beserta kota Luwuk, Sampai Udamakatraya dan pulau lain-lainnya tunduk"

Laksamana angkatan laut Majapahit Empu Nala datang tahun 1343 M untuk melakukan
expedisi ke Lombok,melalui Lombok Utara dan dilanjutkan dengan ekspedisinya ke bagian
timur ke Sumbawa dan Sulawesi.Ketika pemerintahan Ratu Ramadha Wardani (Majapahit).
Maha Patih Gajah Mada melakukan inspeksi ke Lombok untuk melaksanakan Sumpah
Amukti Palapanya pada tahun 1352M (sumber Piagam Manggala). Sokong juga dikenal
sebagai wilayah tengah yang dikenal dengan nama Lombok Tengah pada waktu itu. Gajah
Mada melakukan perjalanan dari Labuhan Carik Bayan .Penjor dan dilanjutkan ke barat
lewat darat .

24 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
Prawira “SokongKembangDangar”

Prawira adalah sebuah kampung tradisional yang berasal dari suatu kerajaan. Pada
masa lalu, ada sebuah kerajaan yang berdiri di pulau Lombok tepatnya sekarang di Lombok
Utara yaitu kerajaan SOKONG. Pada masa kejayaan kerajaan Sokong cikalbakalnya ada di
Desa Bebekek (Kecamatan Bayan).
Kerajaan sokong ini dibagi menjadi dua bagian, yang menjadi pemisahnya adalah
kali sokong. Dari timur kali sokong sampai ke Desa Bebekek adalah “Sokong Belimbing”,
sedangkan dari barat kali sokong sampai daerah Mambalan (kecamatan Gunung sari)
adalah Sokong “Kembang Dangar”.
Asal kata dari nama Prawira ini adalah Perwira, sehingga jika dikaitkan pada jaman
kerajaan Sokong, Gubuk Prawira ini ditempati oleh para petinggi-petinggi militer atau para
perwira-perwira kerajaan, dan disamping itu juga menuru tpitutur orang tua, bahwa
Prawira ditempati sebagai sebuah kepatihan sehingga sangat jelas di namakanPrawira.
Pemegang Gubuk ini diwarisi secara turun temurun seperti halnya kerajaan-
kerajaan di Nusantara. Gubuk inidipegang oleh keluarga Raden Ratnanim/Raden Jaya
(Alm), kemudian turun kepada anak laki-lakinya yaitu Raden. H. Mekartha Jaya.
Digubuk Prawira terdapat beberapa tempat yang bersejarah dan mempuyai pilosofi
yang tinggi, antara lain:
1.      Berugaq
Gubuk Prawira sendiri terdapat tiga deretan berugaq yang mempunyai fungsi
masing-masing. Berugaq yang paling atas yang disebut berugaq “Kekelat” yang fungsinya
sebagai Central dari upacara-upacara besar misalnya seribu hari kematian atau acara adat
perkawinan, kemudian di berugaq itu diadakan “Pepaosan” (pembacaan naskah kuno).
Kemudian dideretan yang letaknya ditengah adalah berugaq “Peroahan”, dimana
berugaq ini berfungsi sebagai tempat zikiran atau doa-doa, dan deretan yang paling bawah
adalah berugaq “Periapan” berfungsi sebagai tempat makan-makan. Sampai saat sekarang
ini berugaq masih digunakan dan berfungsi sebagaimana biasanya.

25 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
2.      Bale Beleq/Gede
“Bale” artinya rumah, sedangkan “Gede” artinya Besar, namun disini dikatan Gede
bukan rumahnya yang besar, rumah ini berukuran kecil berkisarantara 3x5m, yang dikatan
besar disini adalah fungsinya yaitu tempat penyimpanan barang-barang peninggalan
sejarah. Di dalamnya terdapat beberapa peninggalan sejarah yaitu:
 Lontar-lontar atau naskah kuno tulisan jawa kuno.
 Sehelai rambut puri yang sangat panjang.
 Potongan baju perang yang terbuat dari besi baja
 Bebadong-bebadong yaitu sebuah benda yang diyakini dapat memberikan
kekuatan ketika akan diadakannya peperangan pada masa tersebut. Bebadong ini
berbentuk sabuk yang diikatkan pada pinggang manakala terjadi peperangan.
 Al-Qur’an, yang menandakan bahwa masyarakat Gubuk Prawira sudah menganut
agama islam pada masa tersebut. Al-Qur’an disini tulisan tangan asli, dan ada juga
untuk pembacaan Khutbah Jumaat.
 Kain – kain raja pada jaman dahulu
 Batu permata
 Biloq buntu atau dalam bahasa Indonesianya adalah bamboo buntu yang tidak
mempunyai lubang.

3.      Bangaran
Mungkin diantara kita tidak terlalu mengetahui apa sebenarnya bangaran, tetapi
bagi suku Sasak terutama warga Gubuk Prawira sering mengartikan bangaran adalah salah
satu tempat yang dianggap memiliki kekuatan gaib (supranatural). Bagaimana tidak?
Karena di Gubuk Prawira terdapat sebuah batu besar yang terletak ditengah dan dikelilingi
oleh batu yang setengah besar. Bangaran berasal dari kata “membangar” yang artinya
memulai pembukaan lahan. Jadi, setiap membuka lahan, baik lahan permukiman maupun
lahan pertanian selalu diadakannya ritual membangar.
Mengapa di buat bangaran? Ada semacam keyakinan bahwa manusia tidak hidup
sendiri, melainkan banyak mahkluk-mahkluk lain yang hidup seperti jin dan bangsa
lainnya. Untuk tidak berkeliarannya mahkluk tersebut dan akan mengganggu anak-anak

26 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
kecil, maka oleh para pemangku yang dinamakan “mangku perumbaq” yang secara khusus
bertugas untuk memelihara bangaran, di tempat tersebut diadakannya ritual pada bulan-
bulan tertentu. Jadi, semua mahkluk samar (tidak kasat mata), terutama yang jahat kepada
manusia dikumpulkan di bangaran untuk tidak berkeliaran mengganggu manusia, sehingga
pada bulan-bulan tertentu diadakannya ritual yang disebut dengan “memule”.

4.      Kul-ku (kentongan)
Ialah sepotong kayu yang dilubangi kemudian digantungkan pada sebuah pohon.
Kul-kul tersebut berfungsi untuk mengingatkanakan bahaya-bahaya yang akan terjadi atau
yang sedang terjadi. Fungsi lainnyaadalah untuk mengingatkan kepada masyarakat untuk
melakukan suatu kegiatan tertentu.
Konon, kul-kul ini pada masa lalu kalau akan terjadi bahaya yang menimpa
masyarakat, maka kul-kul tersebut akan berbunyi sendiri tanpa ada yang memukulnya.
Hanya saja, mereka yang tinggal di kampung tersebut tidak mendengar suara kul-kul
tersebut, dan anehnya yang mendengar suar atersebut adalah orang yang tinggal di luar
Gubuk Prawira.
Terakhir kali kul-kul tersebut berbunyi 3 hari seblum gempa Lombok 2018 dan saat
erupsi gunung Agung Bali.

5.      Bale Banjar
Bale banjar ini dinamakan “bale banjar sekar kedaton prawira”, berbentuk aula
sederhana yang berfungsi untuk tempa tpertemuan, rapat dan melakukan kegiatan-
kegiatan tertentu seperti, latihan menari dan lain sebagainya.

7.      Masjid (Setumpuk Kembang Dangar)


Jika kita melihat tulisan diatas, nama masjid ini diadopsi dari nama kerajaan Sokong
yaitu Sokong Kembang Dangar. Sesungguhnya dulu masjid ini terbuat dari batu yang
disusun menggunakan tanah mentah yang sangat tinggi, sehingga untuk menaiki masjid
tersebut dibutuhkan sebuah tangga.

27 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
Uniknya, tiang masjid tersebut hanya bertiang satu yang berada di tengah-tengah
yang dibuat dari kayu “Gringsingan”. Masjid tersebut bentuknya bersusun tiga, dan
didalamnya terdapat mimbar yang berbentuk sebuah naga yang umurnya sudah ratusan
tahun. Naga tersebut adalah symbol dari langit angkasa, dan dibawah naga tersebut
terdapat patung penyu (kura-kura) yang bersimbolkan dari pada bumi yang kita pijak.
Kedua bentuk patung tersebut meyimpulkan bahwa langit dan bumi hanya milik Allah
SWT.
Kemudian ada sebuah jungkat (tongkat) yang fungsinya dipegang oleh Khatib ketika
sedang membaca Khutbah. Masjid ini mempunyai julukan (sesenggak) yang sering
dilantunkan oleh masyarakat yaitu dalam bahasa Sasaknya adalah “Kelikit Lima Ilang
Sopoq, Masjid Prawira Tiang Sopoq”, yang artinya “Lalat lima hilang satu, masjid Prawira
tiang satu”. Istilah itulah yang membuat masjid Prawira terkenal sampai saat sekarang ini
dengan masih mempertahankan tiang penyangganya yang hanya tunggal berdiri ditengah-
tengah bangunan masjid tersebut.

Selain dari pada bangunans ejarah diatas, gubuk Prawira juga memiliki permainan
tradisional yang masih bertahan sampai saaat ini yaitu permaianan “Gangsing”,
permaianan ini banyak ada di desa-desa tetangga namun pada era ini jarang ada yang mau
memainkannya.
Gangsing adalah sebuah permaianan yang terbuat dari kayu (hati kayu), bagian
kayu yang paling dalam yang keras dan padat atau sering disebut dengan (Galih).
Permainan rakyat yang biasanya dipertandingkan antar kampung yang dikomandoi
seorang juri (wasit). Ramainya permainan Gangsing yaitu pada saat warga masyarakat
mulai menanam padi (melong) atau sering disebut lowong. Permainan tersebut terus
berlangsung sampai saat padi menguning. Mengapa demikian? Permaianan Gangsing
mengandung sebuah do’a yaitu ada harapan bahwa dengan bermain gangsing diharapkan
kelak padi tersebut akan tumbuh subur dan berbuah lebat, padat dan kental seperti
Gangsing.

28 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g
29 | N u k i l a n E k s p e d i s i S o k o n g

Anda mungkin juga menyukai