Anda di halaman 1dari 12

KOMANDO DAERAH MILITER VI/MULAWARMAN

PEMBINAAN MENTAL DAN SEJARAH

KAJIAN

Tentang

RENCANA NAMA KODAM XIX DI IKN

1. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Memberikan gambaran dan penjelasan tentang makna dari


Nama Kodam IKN

b. Tujuan. Memberikan masukan dan saran kepada pimpinan sebagai bahan


pertimbangan dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan penamaan
Kodam IKN.

2. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Lingkup kajian ini dibatasi pada tinjauan sejarah
pembentukan awal satuan Kodam IKN, sosiologi dan psikologi yang disusun dengan
tata urut sebagai berikut:

a. BAB I Latar Belakang.


b. BAB II Analisa
c. BAB III Penutup.

3. Dasar.

- Surat Perintah Kabintaljarahdam VI/Mlw Nomor Sprin/ /XI/2022, tanggal


November 2022 tentang tentang penunjukan sebagai Tim Kelompok Kerja
kegiatan penyusunan Kajian Nama Kodam IKN TA.2022
BAB I
LATAR BELAKANG

4. Umum. Sejak tercetusnya gagasan pembentukan IKN oleh bapak presiden


Joko Widodo, maka perlu dibentuknya Satuan Kodam yang berlokasi di IKN. Dalam
pembahasan ini akan dimulai dari aspek historis, yuridis, sosiologis, dan psikologis.
Dengan kajian tersebut diharapkan dapat dirumuskan nama Kodam XIXyang dapat
mewadahi seluruh tugas, peran dan fungsi TNI AD serta disesuaikan dengan aturan
dan ketentuan yang berlaku. Maka dari itu Tim Pokja mereferensikan penamaan
calon Kodam XIX di IKN sebagai berikut :
a. KODAM XIX / SEPAKU
b. KODAM XIX / NUSANTARA
c. KODAM XIX / KUNDUNGGA
d. KODAM XIX / SADURANGAS
e. KODAM XIX / WANGSAKARTA
f. KODAM XIX / KUTAI ING MARTADIPURA

5. Aspek Sejarah

a. KODAM XIX / SEPAKU


Asal mula tempat suku asli suku Balik Paser. Nenek moyang nya yang
bernama Kayun Uleng, wilayah sepaku yang saat ini merupakan tittik wilayah
Indonesia yang di persiapkan untuk pembangunan Ibu Kota Negara Baru.

b. KODAM XIX / NUSANTARA

Merujuk pada istilah Nusantara ialah sebuah istilah yang berasal dari
perkataan dalam bahasa Kawi (sebuah bentuk bahasa Jawa Kuno yang
banyak dipengaruhi oleh bahasa Sanskerta), yaitu (nusa) terj. har. "pulau"
(antara) terj. har. "luar". Di Indonesia, istilah "Nusantara" secara spesifik
merujuk kepada Indonesia (kepulauan Indonesia), kata ini tercatat pertama kali
dalam kitab Negarakertagama untuk menggambarkan konsep kenegaraan
yang dianut Majapahit; yang kawasannya mencakup sebagian besar Asia
Tenggara, terutama pada wilayah kepulauan. Di luar Indonesia, istilah
Nusantara digunakan untuk merujuk kepada Kepulauan Melayu (Malay
Archipelago), yang terletak di antara daratan utama Indochina⁠—Indochina
terdiri atas Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, dan Malaysia⁠—dan
daratan Australia.

Konsep mengenai Nusantara sebagai sebuah daerah yang dipersatukan


pada awalnya bukan berasal dari Gajah Mada, melainkan oleh Raja
Kertanegara dari Kerajaan Singhasari⁠—disebut juga Singasari atau Singosari⁠—
dalam Prasasti Mula Malurung yang diterbitkan oleh Kertanegara pada tahun
1255 atas perintah ayahnya, Wisnuwardhana (berkuasa pada tahun 1248-
1268), selaku raja Singhasari.[5] Selain itu, pada 1275, istilah Cakravala
Mandala Dvipantara digunakan oleh Kertanegara untuk menggambarkan
aspirasi mengenai Kepulauan Asia Tenggara yang bersatu di bawah
kekuasaan Singhasari dan ditandai sebagai permulaan atas usahanya dalam
mewujudkan aspirasi tersebut.[6] Dvipantara merupakan sebuah kata
dalam Bahasa Sansekerta yang berarti "pulau-pulau yang berada di tengah-
tengah" sebagai sinonim terhadap kata Nusantara karena
baik dvipa maupun nusa sama-sama berarti "pulau".
“Di sekolah ini aku bertemu dengan sahabat-sahabat dari Andalas,
Sulawesi, Ambon, Timor, bahwa bukan hanya Pakualaman, tetapi seluruh
Nusantara ini sedang menanti datangnya pembebas,” tulis Ki Hajar dalam surat
yang ia tujukan kepada R.A Suhartinah pada 2 Mei 1889 sebagaimana dikutip
J.B Sudarmanto dalam buku berjudul Politik Bermartabat.

c. KODAM XIX / KUNDUNGGA ( KUDUNGGA)

Terbentuknya kerajaan Kutai. Kerajaan Kutai Martapura adalah kerajaan


bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua berupa prasasti
Yupa dan berdiri sekitar abad ke-4, bersamaan dengan Kerajaan
Tarumanegara di Jawa. Pusat kerajaan ini terletak di Muara Kaman,yang saat
ini adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara,
Provinsi Kalimantan Timur. Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari
nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan
tersebut. Informasi nama Martapura diperoleh dari kitab Salasilah Raja dalam
Negeri Kutai Kertanegara yang menceritakan pasukan Kerajaan Kutai
Kertanegara dari Kutai Lama menyerang ibu kota kerajaan.

Raja pertama Kutai, berasal dari bahasa asli indonesia yg tdk


terpengaruh Hindu, sedikit literasi yang memuat tentang sejarah
KUNDUNGGA, "kudung", yang artinya keinginan untuk mendapatkan
keuntungan. Pada 1879, empat tiang batu ditemukan di Muara Kaman. Pada
tiap batu tertoreh tulisan kuno yang sangat asing bagi penduduk. Kalangan juru
tulis Kesultanan Kutai Kertanegara juga tidak bisa membaca teks di monumen
tersebut. Misteri mulai terpecahkan ketika seorang profesor di Belanda
bernama Hendrik Kern meneliti salinan tulisan yang dikirimkan kepadanya.
Kern menjadi orang pertama yang mampu membaca kata-kata yang terukir di
monumen alias inskripsi tersebut. Ahli epigrafi itu mengungkapkan, huruf yang
ditulis di batu andesit itu adalah aksara Pallawa. Ragam aksara ini berasal dari
selatan India dan dipakai pada abad kelima Masehi. Bahasa yang digunakan
adalah Sanskerta, suatu bahasa khusus dalam religiositas Hindu. Nama batu
bertulis atau prasasti itu adalah yupa. Kalimat di prasasti yupa pertama pada
baris kesatu dan kedua berbunyi, “Ҫrῑmataḥ çrῑ-narendrasya, kuṇḍuṅgasya
mahātmanaḥ”. Pada mulanya, Kern membuat alih
aksara kuṇḍuṅgasya dengan kuṇḍaṅgasya. Seorang pakar yang lain bernama
J Ph Vogel, pada 1918, mengoreksi transliterasi itu. Koreksi Vogel muncul
setelah Kern meninggal dunia. Vogel sendiri ditugaskan langsung oleh Kern
untuk mengkaji yupa lebih dalam. Kajian Vogel termuat dalam makalah
berjudul The Yupa Inscription of King Mulawarman. Baik Kern maupun Vogel,
tidak berbeda dalam menyebut suku kata kun dan bukan ku. Vogel
menerjemahkan kalimat tersebut sebagai The illustrious lord-of-men, the great
Kuṇḍuṅga (1918: 212). Tujuh belas tahun setelah penelitian Vogel, terbit
buku De Kroniek van Koetai Tekstuitgave Met Toelichting. Buku dari disertasi
ini ditulis Constantinus Alting Mees, seorang ahli sejarah dan sastra Melayu.
Pada bagian awal bukunya, Mees menyadur riset Kern tentang prasasti yupa.
“Het treft ons dat zoon en kleinzoon duidelik Sanskrit namen hebben, terwijl de
grootvader Kuṇḍungga een naam van twij-felachtige afkomst draagt.” Kutipan
dari buku Mees ini secara jelas menuliskan Kundungga (1935: 8). Penulisan
Kundungga kemudian konsisten dipakai dalam karya-karya ilmiah di kemudian
hari, baik oleh penulis asing maupun Indonesia. Para sejarawan dengan
penelitian yang mendalam akan merujuk cara penulisan versi Kern atau Vogel.
Solco Walle Tromp, asisten residen Borneo Timur di Samarinda, adalah satu di
antaranya. Ia menulis Kundungga dalam bukunya berjudul Uit de Salasila van
Koetei (1888: 83). Buku ini terbit delapan tahun setelah hasil penelitian Kern
terhadap yupa. Penulisan yang selaras ditemukan pula dalam buku Sejarah
Nasional Indonesia Jilid II Zaman Kuno. Buku babon ini disusun Tim Nasional
Penulisan Sejarah Indonesia dan diterbitkan Balai Pustaka pada 1975. Pada
dua kalimat awal prasasti yupa yang pertama diterjemahkan dengan, "Sang
Maharaja Kundungga yang amat mulia”.

Penemuan yang paling diandalkan sebagai sumber yang menyatakan


bahwa Kutai Martapura adalah Kerajaan tertua di nusantara adalah yupa.
Jumlah yupa yang ditemukan di Muara Kaman adalah sebanyak 7 buah yupa.
Menurut hasil kajian yang dilakukan oleh J.G. de Casparis (1949), yupa-yupa di
kawasan Muara Kaman yang diduga kuat sebagai peninggalan
peradaban Kutai Martapura yang ditemukan berturut-turut pada
tahun 1879 dan 1940.

Dalam yupa-yupa tersebut, ditemukan juga prasasti, antara lain berupa


tulisan dengan aksara Pallawa yang ditulis dalam bahasa Sansekerta. Huruf
yang dipahatkan pada yupa diduga berasal dari akhir abad ke-4 atau awal
abad ke-5 M. Semua tugu batu tersebut dikeluarkan atas titah seorang
pememimpin yang diketahui bernama Maharaja Mulawarman Naladewa.
Mulawarman diduga kuat adalah orang Indonesia karena nama kakeknya,
yakni Kudungga (ada juga yang menyebut kudunga atau kundungga) adalah
nama asli nusantara. Kudungga inilah yang diyakini cikal-bakal pemimpin
pertama Kerajaan Kutai Martapura, sementara Mulawarman adalah
penerus Aswawarman (anak Kundungga) yang membawa Kerajaan Kutai
Martapura pada masa-masa puncak kejayaannya.

d. KODAM XIX/ SADURANGAS ( Awal mula terbentuknya


kerajaan Paser)

Abad XVI (1516 Masehi) Kerajaan Sadurangas, yang kemudian dinamakan


Kesultanan Pasir, berdiri dan dipimpin oleh seorang wanita (Ratu I) yang
dinamakan Putri Di Dalam Petung. Wilayah kekuasaan kerajaan Sadurangas
meliputi Kabupaten Pasir yang ada sekarang, ditambah dengan Kabupaten
Penajam Paser Utara dan sebagian Propinsi Kalimantan Selatan.1523
MasehiPerkawinan Putri Di Dalam Petung dengan Abu Mansyur Indra Jaya
(pimpinan ekspedisi agama Islam dari kesultanan Demak) memperoleh empat
orang anak, yaitu Aji Mas Pati Indra, Aji Putri Mitir, Aji Mas Anom Indra dan Aji
Putri Ratna Beranak. Pada masa Kolonial Belanda Kerajaan Paser Sadurangas
juga turut melakukan perlawanan terhadap Belanda kisaran tahun 1906-1918.
(perjanjian antara Kesultanan Banjar dan pemerintah kerajaan kolonial Hindia
Belanda tersebut hanyalah perjanjian yang hanya berlaku di atas kertas saja ini
dibuktikan bahwa Kesultanan Paser tidak mau tunduk dengan hasil perjanjian
antara kedua belah pihak itu karena dianggap sebagai perjanjian yang sepihak
saja dan ini dibuktikan oleh Kesultanan Paser dengan tidak mau
membayar upeti baik kepada Kesultanan Banjar maupun kepada pemerintah
Kerajaan Kolonial Hindia Belanda (VOC) pada saat itu.Borneo, ca 1750 (abad ke-
18) Diarsipkan 2012-06-10 di Wayback Machine.)

e. KODAM XIX / WANGSAKARTA (VANSAKARTTA)

WANGSAKARTA Atau (VANSAKARTTA) Merupakan gelar dari


Ayahanda Raja Mulawarman, kata WANGSAKARTA (VANSAKARTTA)
terdapat dalam prasasti Stupa tertua yang menceritakan kerajaan Kutai
Martadipura. Arti kata Wangsakarta menurut terjemahan para ahli dan pakar
memiliki arti Wangsa (keluarga, Dinasti) Karta (Membangun), jadi arti
Wangsakarta (Vansakartta) adalah Membangun Keluarga Dinasti para Raja.
Kutipan isi Prasasti adlh sbb:

srimatah sri-narendrasya, kundungasya mahatmanah,


putro svavarmmo vikhyatah,vansakartta yathansuman,tasya putra
mahatmanah,trayas traya ivagnayah,tesan trayanam pravarah,tapo-bala-
damanvitah,sri mulawarmma rajendro,yastva bahusuvarnnakam,tasya
yajnasya yupo 'yam,
dvijendrais samprakalpitah.

Artinya:
Sang Maharaja Kundungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang
mashur, Sang Aswawarman (VANSAKARTTA) namanya, yang seperti Sang
Ansuman (dewa Matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang
Aswawarman mempunyai putra tiga, seperti api (yang suci) tiga. Yang
terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mulawarman, raja yang
berperadaban baik, kuat dan kuasa. Sang Mulawarman telah mengadakan
kenduri (selamatan yang dinamakan) emas amat banyak. Buat peringatan
kenduri (selamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh para brahmana.

f. KODAM XIX / KUTAI ING MARTADIPURA

Kutai Ing Martadipura merupakan nama Kerajaan Tertua dan Pertama kali
di wilayah Nusantara. Pendirinya adalah Maharaja Kundungga, namun sebutan
Kutai di sematkan oleh Belanda, Kotei untuk menyebut nama daerah ini. Bukti
sejarah yang di temukan berupa situs dan Prasati yang berada di Muara
Kaman, Kabupaten Kutai Kertanegara Kalimantan Timur.
6. Aspek Sosiologi.

Fenomena pemberian nama menunjukkan adanya sebuah pesan yang ingin


disampaikan pada publik tentang keberadaan suatu organisasi atau komunitas
tertentu. Pada Nama Kudungga banyak mengandung makna filosofis dari simbol-
simbol yang digunakan sebagai arah dan tujuan yang diharapkan. Sebagaimana
diuraikan dalam makna simbol-simbol tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Sepaku
Merupakan nama daerah dimana Ibu Kota Nusantara ( IKN ) dibangun
dan dikembangkan, merupakan symbol kebanggan dari rakyat daerah tersebut
dan semangat juang dalam membangun daerahnya.

b. Nusantara
Merupakan istilah yang dipilih untuk Ibu Kota yang diletakkan di wilayah
IKN. Dari aspek sosiologis menggambarkan keberagaman Suku, Agama, etnis
maupun kebudayaan dan konsep persatuan yang menggabungkan banyak
wilayah terpisah menjadi satu.

c. Kudungga /Kundungga
Asal nama kudungga yang merupakan nama asli orang Indonesia dan
berasal dari Bahasa asli Indonesia yang selaras dengan penamaan Nusantara
sebagai Ibu Kota baru NKRI, sebelum terpengaruh dengan Bahasa
Hindu/India.
d. Sadurangas
Merupakan Kerajaan/ awal dari Kesultanan Paser yang merupakan
kerajaan dimana berdiri diwilayah yang sekarang akan dibangun IKN, memiliki
filosofis perjuangan dan perlawanan terhadap penindasan dan penjajahan di
masa Belanda.

e. Wangsakarta
Merupakan gelar dari Raja Aswawarman ( Anak dari Raja Kundungga)
dan merupakan ayah dari Raja Mulawarman yang merupakan Raja membawa
kejayaan bagi Kerajaan Kutai Martadipura.

f. Kutai Ing Martadipura


Merupakan kerajaan tertua dan pertama kali di wilayah Nusantara.

7. Aspek Psikologi.

a. Sepaku
Daerah yang sebagian besar dihuni suku asli dan memiliki semangat
kedaerahan yang cukup kental terhadap perkembangan/kemajuan daerah.

b. Nusantara
Merupakan istilah yang dipilih untuk Ibu Kota yang diletakkan di wilayah
IKN. Dari aspek psikologis bersifat heterogen dan jauh dari istilah kedaerahan.

c. Kudungga/ Kundungga
Kudungga merupakan orang tua dari Raja- raja Kutai berikutnya seperti
Aswawarman yang kelak memiliki putra Mulawarman dan merupakan Raja
yang membawa Kerajaan Kutai mencapai puncak kejayaan.

d. Sadurangas
Awal dari Kerajaan Paser /kesultanan paser, memiliki semangat juang
daya juang untuk maju terhadap ketertinggala/penjajahan.
e. Wangsakarta
Merupakan gelar dari Raja Aswawarman ( Anak dari Raja Kundungga)
dan merupakan ayah dari Raja Mulawarman yang merupakan Raja membawa
kejayaan bagi Kerajaan Kutai Martadipura.

f. Kutai Ing Martadipura


Merupakan kerajaan tertua dan pertama kali di wilayah Nusantara.
Memiliki historis yang cukuop dalam.

BAB II
ANALISA

8. Umum. Dalam kajian terhadap penamaan Kodam IKN ini akan mengacu
kepada aspek sejarah, sosiologi dan psikologi. Sehingga perlu dikaji dan dianalisa
secara mendalam agar dalam merumuskan nama Kodam ini dapat mewadahi dari
rangkaian perkembangan pembentukan dan pengabdian TNI dari sejak berdiri
sampai dimasa yang akan dating.

9. Ditinjau dari Aspek Sejarah.


Kodam IKN merupakan Kodam yang akan memiliki nilai sejarah tersendiri, dan
merupakan Kodam yang akan menghadapi tantangan berbeda. Dilihat dari sisi
sejarah, maka keempat nama tersebut memiliki arti sejarah yang cukup berbeda
apabila dilihat dari sisi historis Tugas dan peran Kodam IKN kedepan.

10. Ditinjau dari Aspek Sosiologi.


Kodam IKN akan menjadi pemersatu dari berbagai Suku, etnis, budaya yang
berada dilingkungan Kalimantan Timur.

11. Ditinjau dari Aspek Psikologi.


Sejarah suatu satuan yang diwarnai dengan berbagai dinamika dan perubahan
tentu akan membawa dampak psikologis kepada para anggotanya. Pasang surutnya
perjalanan sejarah suatu satuan menjadi cerita yang akan mempengaruhi sifat dan
karakter Prajurit dalam pengabdian kepada negara dan bangsa tercinta ini.
Pemberian nama diadakan dengan maksud dan tujuan untuk memberikan motivasi
dan dorongan semangat juang anggota TNI dalam membela dan menegakkan
kedaulatan bangsa dan Negara. Hal ini secara psikologis akan berpengaruh kepada
motivasi dan semangat anggota satuannya, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kinerjanya dalam mencapai tujuan organisasi atau satuan.
Jika pemberian nama bisa dengan tepat ditentukan tentunya secara psikologis
akan berdampak kepada seluruh Prajurit dan Satuan yang ada saat ini. Karena
dengan pemberian nama yang bersifat universal dan akan mewadahi dari seluruh
perkembangan satuan dibawah Komando Kodam IKN.

BAB III
PENUTUP

12. Kesimpulan.

a. Dari tinjauan analisa dan uraian sejarah/history, psikologis, dan sosilologis


maka pemberian nama kami sarankan sebagai berikut :
1) Pemberian nama berdasarkan Tugas dan peran Kodam nantinya,
dihadapkan dengan faktor Geostrategis dan keadaan wilayah yang
dihadapi.
2) Pemberian nama dari alternatif yang tidak sama ( berbeda) dangan
nama yang telah ada pada daerah sekitar, agar tidak menimbulkan
kebingungan /kerancuan dalam penyebutan dan arti dalam Bahasa.

13. Saran.

a. Agar pemberian nama bisa disesuaikan denga adat lokal setempat ,


untuk meningkatkan semangat juang dalm kolaborasi TNI Manunggal dengan
rakyat.

b. Agar pemberian nama lebih universal supaya bisa mewadahi dari seluruh
kodam yang ada di Indonesia ( Nusantara)
c. Agar pemberian nama tidak sama dengan nama daerah setempat,
supaya tidak menimbulkan salah arti dan kerancuan dalam pemanggilan.

Balikpapan, November 2022


Kepala Bintaljarahdam VI /Mlw

Azif Rizal
Letnan Kolonel Inf NRP 11940016140171

Tim Kelompok Kerja :


1. Ketua Tim : Letkol Czi Tri Priyo Utomo, ST
2. Sekretaris : Mayor Caj Hendrikus Umadatu, S.Sn
3. Anggota :
a. Kapten Kav Ilham Dani, S.IP
b. Letda Inf Sunaryo
c. Letda Caj Ihlasul Amal,S.Hum,M.Han
d. PNS Muhwan
e. PNS Suryono
f. PNS Yuli
g. Azki

Anda mungkin juga menyukai