1. R. I Adiwidjaya
a. . Jaman Hindu
- Alam Tarumanegara
Kurang leuwih 400 M di Jawa bagian barat berdiri Kerajaan Tarumanegara rajanya
bernama Purnamawarman. Pada masa ini kesusastraan Sunda belum ditemukan
keberadaannya namun sudah mengetahui aksara dan menggunakannya dalam
prasasti-prasasti yang sudah ditemukan seperti prasasti kebon kopi, prasasti jambu,
prasasti kebon kopi, dari beberapa prasasti yang ditemukan semuanya menggunakan
bahasa sanskerta dengan huruf Pallawa
- Alam Galuh
Alam Galuh juga menurut Adiwidjaja belum juga ditemukan Kesusastraan Sunda.
Pada masa ini ada peninggalan dari Kerajaan Galuh dengan ditemukannya Pakuan
Alam yang berada di Ciamis.
- Alam Padjadjaran
Masa alam Padjadjaran ini mulai ditemukannya Kesusastraan Sunda, contohnya asa
cerita pantun, rupa-rupa dongeng.
Dari contoh-contoh yang dicatat oleh Adiwidjaja seperti cerita pantun Lutung
Kasarung dan Mundinglaya di Kusumah yang dipublikasikan oleh C.M Oleyte di
awal abad ke XX. Ada lagi contoh “Adat Kabiasaan Urang Baduy” yang dicatat dari
karangan “Urang Baduy” yang dimuat di Panca Warna.
b. Jaman Islam
Pada jaman Islam sesudah Pakuan Padjadjaran runtuh kira-kira sekitar tahun 1579 M.
Pengaruh Islam menurut Adiwidjaja diidentikkan dengan Arab, dari berbagai aspek
kehidupan, seperti bidang hukum, adat-istiadat, tata negara, pesantren, ilmu falak, dan
lain sebagainya. Islam juga mempengaruhi kesusastraan Sunda. Diantaranya dari
aturan sya’ir, kawih kondang, pupujian hadro,rudat, dan seterusnya dan ada juga kata-
kata yang berasal dari bahasa Arab lalu banyak yang disesuaikan dengan bahasa
Sunda sepeti kata “akhir” , “Salamet”, “masakat” dan seterusnya.
Tapi selain dari contoh sya’ir Carita Abdurrahman jeung Abdurrohim yang
dicontohkan oleh Adiwidjaja hanya sebatas kata-kata Arab yang dimasukkan ke
dalam sisindiran, jangjawokan, adat-istiadat dan lain seterusnya.
c. Jaman Islam susudah dipengaruhi oleh Mataram
Tanah Sunda mulai dipengaruhi oleh Mataram kira-kira sekitar abad ke-17. Pada saat
itu kesusastraan Sunda ada aturan melagukan yang dibangun pada serta pada dalam
beberapa padalisan, seperti macam-macam puph, seperti Sinom, Asmarandana,
Dangdanggula, Kinanti, Pangkur dan seterusnya. Oleh karena itu Sunda banyak sekali
pengaruh Jawa menurut Adiwidjaja karena daerah yang berdekatan.
Tetapi Adiwidjaja tidak menjelaskan mana yang dipengaruhi oleh Mataram, karena
sebelum kerajaan Mataram berdiri, Sunda dan Jawa berdekatan. Contoh-contoh yang
dipaparkan merupakan kata-kata dari bahasa Jawa yang suka dipakai di Bahasa
Sunda, tapi Adiwidjaja juga mengaku bahwa menurut ahli kesusastraan dari Tulisan
Sebaran jilid IX halanan 261, Sunda lebih tua dari pada Jawa Kuno, menurutnya
banyak sekali dari kata-kata Bahasa Jawa yang cacad, karena banyak kekurangan-
kekurangannya, jelasnya ditemukan di bahasa Sunda. Petikan-petikan dari wawacan-
wawacan yan dipakai contoh oleh Adiwidjaja yang menunjukkan pengaruh Jawa ke
Sunda. Banyaknya karangan keluaran tahun 1939. Disebut pengaruh Jawa pada
Kesusastraan Sunda selain dari wawacan dan danding, oleh Adiwidjaja disebutkan
manggala sastra, basa sandi, kecap-kecap, pupujian, rajah pamunah, kakawen dan
sebagainya.
d. Jaman sesudah dipengaruhi oleh Bangsa Barat.
Menurut Adiwidjaja adanya Bangsa Barat yang menjajah di Indonesia khususnya di
Tanah Jawa banyaknya sekali pengaruhnya. Kesusastraan Sunda sesudah dipengaruhi
oleh pengaruh Barat mempunyai sifat yang berbeda, tetapi ada beberap juga yang
tidak bergeser. Dari cerita-cari yang didangdingkan seperti wawacan dan gelar yang
sama, terutama manggalasastra yang mempunyai kebarat-baratan. Beberapa contoh
yang digunakan oleh Adiwidjaja yaitu manggalasastra wawacan-wawacan Ali
Muchtar oleh R.H Muhammad Musa, Bayawak, Ekalaya, Palastra dan lain
sebaganya, dan di pakai contoh jaman sebelumnya (Jaman Islamm sesudah
dipengaruhi Mataram), sampai tidak dijelaskan batasan antara dua periode tersebut.
Selain dari manggalasastra dari dangding maupun din prosa. Adiwidjaja
menunjukkan juga pengaruh Barat di dalam bahasa Sunda yang dipakai oleh
karangan-karangan mengenai kesehatan (dicatat dari Almanak Sunda 1941) dan
mengenai pengajaran olahraga (Tuduh jalan pikeun pangajarah ngobahkeun badan ti
sakola handap).
e. Jaman sesudah dipengaruhi peperangan.
Adiwidjaja menjelaskan apa yang dimaksud disini adalah jaman setelah Belanda
berhasil kalah oleh Jepang dan mulai menduduki Nusantara. Meskipun Jepang
menduduki Nusantara hanya 3,5 tahun tapi kesusastraan Sunda tidak luput dari
pengaruh Jepang. Adiwidjaja menyebutkan dipakainya kata-kata “taiso” , “odori” ,
“keibodan”, “senendan” , “kuco” dan seterusnya dalam bahasa Sunda.
Ada lagi sesudah proklamasi kemerdekaan
Bukti mengenai keberadaan Kerajaan Taruma didapat melalui sumber-sumber dari dalam juga
luar negeri. Sumber dari dalam negeri merupakan tujuh buah prasasti dari batu yang ditemukan
satu di Jakarta, empat di Bogor, dan satu di Lebak Banten.
Dari prasasti-prasasti ini bisa diketahui bahwa Kerajaan Tarumanegara dipimpin oleh
Rajadirajaguru Jayasingawarman tahun 358 M dan ia berkuasa sampai tahun 382 M. Makam
Rajadirajaguru Jayasingawarman berletak di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan
Tarumanegara merupakan kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Sedangkan sumber-sumber luar negeri yang berasal dari sejarah Tiongkok antara lain:
Berita Fa-Hsien, pada tahun 414 M di dalam bukunya yang berjudul Fa-Kao-Chi menceritakan
bahwasanya di Ye-po-ti hanya dijumpai sedikit orang-orang yang beragama Buddha, yang
banyak ialah orang-orang yang beragama Hindu dan sebagiannya lagi masih animisme.
Berita Dinasti Sui, mengkisahkan bahwa pada tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To- lo-
mo yang bertempat di sebelah selatan.
Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa pada tahun 666 dan 669 telah datang seorang
utusaan dari To-lo-mo.
Dari tiga berita yang disebut di atas para ahli berkesimpulan bahwa istilah To-lo-mo secara
fonetis penyamaan kata-katanya sama dengan Kerajaan Tarumanegara.
Diperkirakan Kerajaan Tarumanegara berkembang diantara tahun 400-600 M. Berdasarkan
prasast-prasati di atas diketahui raja yang berkuasa pada waktu itu ialah Purnawarman. Wilayah
kekuasaan Purnawarman menurut dari prasasti Tugu, mencakup hampir seluruh Jawa Barat yang
menyebar dari Banten, Cirebon Jakarta, dan Bogor.
Sumber
https://ibnuasmara.com/kerajaan-tarumanegara/
- Alam Galuh
Kurang lebih tahun 1030 M di Jawa bagian barat berdiri kerajaan Sunda, rajanya
bernama Sri Djayabuoati. Pada masa ini kesusastraan Sunda ditemukan
keberadaannya. Ratunya bernama Wastukantjana. Cucu Wastukantjana sangat
terkenal bernama Ratu Dewatu atau Ratu Pirana, terkenal dengan sebutan Prabu
Siliwangi.
Dalam “Bangunan Suci pada Masa Kerajaan Sunda: Data Arkeologi dan Sumber Tertulis,” yang
terbit dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi VI, Agus Aris Munandar menyebut masyarakat Sunda
Kuno sebenarnya punya tempat suci persemayaman dewa dan tanah bagi para wiku, yaitu kaum
agamawan yang menarik diri dari dunia ramai. Masyarakatnya memeluk agama Hindu-Buddha
Namun yang berbeda adalah sebutannya. Sumber-sumber menyebutnya kabuyutan. Ada juga
permukiman kaum agamawan disebut mandala. Sedangkan sasakala konsepnya mirip bangunan
Sasakala muncul dalam kitab Bujangga Manik, laporan perjalanan sang pendeta Sunda yang
berkeliling Pulau Jawa pada akhir abad ke-15 M. Disebutkan di Arega Jati (gunung sejati)
terdapat tempat Petirtaan Jalatunda sebagai monumen peringatan untuk Silih Wangi (Sasakala
Silih Wangi).
“Sasakala adalah tempat untuk mengenang atau memuliakan tokoh yang telah mangkat.
Sementara, pada candi pendharmaan (periode Jawa Timur, red.) raja yang telah mangkat dan
Kabuyutan, menurut Agus, mengacu pada tempat atau struktur bangunan yang mungkin berbeda
dengan bangunan suci pada masa Jawa Kuno. Dalam Cerita Parahyangan muncul kalimat yang
berhubungan dengan kabuyutan: “Yang membuat kabuyutan-kabuyutan dari sang Rama, dari
sang Resi, dari sang disri, dari sang Tarahan bagi Parahyangan.”
Menurut Agus, sangat mungkin kabuyutan yang dimaksud Carita Parahyangan adalah bangunan
suci atau tempat persemayaman para leluhur. Tempat suci itu juga disebut dalam naskah Amanat
Gunung Galunggung.
Naskah Bujangga Manik memberikan petunjuk lain soal bangunan suci di wilayah Sunda Kuno.
Di Gunung Gede sekarang, terdapat kabuyutan yang dipuja dan dikeramatkan seluruh penduduk
Pakuan. Dari sana diperoleh petunjuk bahwa ketika Kerajaan Sunda berpusat di Pakuan
Sumber lain adalah Prasasti Kebantenan. Dengan jelas dikatakan adanya daerah keagamaan yang
diresmikan oleh Raja Sunda, Jayadewata atau Sri Baduga Maharaja (1482-1521) yang
berkedudukan di Pakuan.
Prasasti itu berisi pesan sang raja untuk tak mengganggu gugat permukiman Jayagiri dan
Sundasembawa, serta tanah dewa sasana yang ada di Gunung Samaya. Daerah itu merupakan
larangan yang tak boleh ditariki pajak. Di sana tempat tinggal bagi para wiku. Bagi yang
Prasasti ini menyebut daerah larangan itu kabuyutan dan kawikuan. Sementara menurut Agus,
kata sasana dalam bahasa Sunda Kuno mungkin sama pengertiannya dengan kata sasana dalam
bahasa Jawa Kuno. Artinya mungkin tempat duduk. Jadi, dewa sasana dalam prasasti berarti
Adapun di Kawali, Ciamis terdapat kompleks makam kuno yang disebut Makam Astana Gede.
Selain makam kuno, ditemukan juga serakan batu polos, pipih, panjang, bata kuno,
dan lima prasasti. Dari bentuk huruf dan bahasanya, prasasti itu diperkirakan berasal dari abad
ke-14 M. Bahkan disebut pula nama seorang Raja Sunda, Raja Niskala Wastukancana
Sumber https://historia.id/kuno/articles/menggali-peninggalan-kerajaan-sunda-kuno-Dbeab
- Alam padjadjaran
kesusastraan sunda mulai muncul dengan adanya seperti cerita pantun, macam-
macam dongeng. Contoh dari cerita pantun ada Lutung Kasarung dan Mundinglaya di
Kusumah yang dipublikasikan oleh C.M Playte pada awal abad XX. Lalu ada juga
contoh “Adat Kabiasaan Urang Baduy” yang berhasil dicatat dari karangan “Urang
- Jaman islam