disusun oleh;
SASTRA SUNDA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2019
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang…………………………………………………………….2
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………....3
1.3 Maksud dan Tujuan………………………………………………………..3
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………….22
3.2 Saran………………………………………………………………………25
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………26.
2
BAB I
PENDAHULUAN
Apabila melihat dari pengertian “Budaya” berasal dari bahasa Sanskerta yaitu
“Budhayah”, yang merupakan bentuk jamak dari “Budhi‟ yang berarti Budi atau
Akal. Dalam hal ini,‟Kebudayaan‟ dapat diartikan sebagai Hal-hal yang
bersangkutan dengan budi atau akal.
3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu budaya, kebudayaan, dan suku bangsa?
2. Apa itu unsur-unsur kebudayaan?
3. Bagaimana fungsi kebudayaan?
4. Apa itu etos kebudayaan?
5. Apa saja yang termasuk fokus kebudayaan?
6. Bagaimana kehidupan masyarakat Suku Tengger? Apa saja
kebudayaannya?
1.3 Maksud dan Tujuan
1. Untuk mengetahui arti dari budaya, kebudayaan dan suku bangsa.
2. Untuk mengetahui unsur-unsur kebudayaan.
3. Untuk mengetahui fungsi kebudayaan di masyarakat.
4. Untuk mengetahui etos kebudayaan.
5. Untuk mengetahui fokus kebudayaan.
6. Untuk mengetahui suku Tengger.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
d. Selo Soemardjan (1915-2003) dan Soelaeman Soemardi kebudayaan adalah semua
asil karya, rasa, dan cipta dari masyarakat.
e. Herkovuts (1885-1963), kebudayaan adalah sebagian dari lingkungan hidup yang
diciptakan oleh manusia.
Manusia sebagai mahluk sosial yang menurut aristoteles zoo politicon atau menurut
adam smith disebut sebagai homo homini socius yang menyebabkan bahwa manusia
tidak dapat hidup sendiri tetapi berinteraksi dengan manusia lainnya dan setelah
manusia dan manusia sudah berinteraksi secara kompleks dan khusus di suatu tempat
akan timbul masyarakat , sementara itu masyarakat. Dalam bahasa inggris adalah
society yang istilah society yang bersal dari kata Latin socius, yang berarti “kawan”.
Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab ‘syaraka’ yang berarti “ikut
serta, berpartisipasi”.
Hendaknya diperhatikan bahwa tidak semua kesatuan manusia yang bergaul atau
berinteraksi itu merupakan masyarakat, karena suatu masyarakat harus mempunyai
suatu ikatan lain yang khusus, ikatan yang khusus itu adalah budaya banyak
dipengaruhi banyak faktor-faktor yang disebut unsur-unsur kebudayaan. Unsur-unsur
yang berkaitan dengan kebudayaan sendiri menurut kbbi “kebudayaan bagian suatu
kebudayaan yang dapat digunakan sebagai satuan analisis tertentu”(kbbi, 2019).
6
Sementara itu Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi merumuskan kebudayaan
sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah yang
diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta
hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat (Ranjabar, 2006). Jadi disini
bisa disimpulkan bahwa unsur-unsur kebudayaan merupakan analisis-analisis tertentu
yang digunakan dalam hasil dari akal dan budi manusia dalam bermasyarakat yang
akan menghasilkan dan dihasilkan dari karya, rasa, cipta manusia dalam
bermasyarakat.
1. Sistem Bahasa
Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya
untuk berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Bahasa sendiri
menurut undang ahmad darsa “ Sistem simbol bunyi yang bersifat arbiter
manasuka, sewenang-wenang sebagai alat komunikasi antarsesama manusia”
dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing, kemampuan manusia
dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang
fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya
kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan
demikian, bahasa menduduki porsi yang penting dalam analisa kebudayaan
manusia.
2. Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem
peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan
berwujud di dalam ide manusia. Sistem pengetahuan sangat luas batasannya
karena mencakup pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang
digunakan dalam kehidupannya. Banyak suku bangsa yang tidak dapat
7
bertahan hidup apabila mereka tidak mengetahui dengan teliti pada musim-
musim apa berbagai jenis ikan pindah ke hulu sungai atau kawanan hewan
ketika bermigrasi. Selain itu, manusia tidak dapat membuat alat-alat apabila
tidak mengetahui dengan teliti ciri ciri bahan mentah yang mereka pakai untuk
membuat alat-alat tersebut. Tiap kebudayaan selalu mempunyai suatu
himpunan pengetahuan tentang alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, benda, dan
manusia yang ada di sekitarnya.
3. Sistem Sosial
Unsur budaya berupa sistem kekerabatan dan organisasi sosial merupakan
usaha antropologi untuk memahami bagaimana manusia membentuk
masyarakat melalui berbagai kelompok sosial. Menurut Koentjaraningrat tiap
kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan aturan-
aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia
hidup dan bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan
dasar adalah kerabatnya, yaitu keluarga inti yang dekat dan kerabat yang lain.
Selanjutnya, manusia akan digolongkan ke dalam tingkatantingkatan lokalitas
geografis untuk membentuk organisasi sosial dalam kehidupannya.
4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka
akan selalu membuat peralatan atau benda-benda tersebut. Perhatian awal para
antropolog dalam memahami kebudayaan manusia berdasarkan unsur
teknologi yang dipakai suatu masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan
sebagai peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana.
Dengan demikian, bahasan tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam
peralatan hidup dan teknologi merupakan bahasan kebudayaan fisik.
5. Sistem Mata Pencaharian Hidup
Mata pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu masyarakat menjadi fokus
kajian penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai sistem mata
pencaharian mengkaji bagaimana cara mata pencaharian suatu kelompok
8
masyarakat atau sistem perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya.
6. Sistem Religi
Asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah adanya
pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau
supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan mengapa
manusia itu melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari
hubungan-hubungan dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut.Dalam
usaha untuk memecahkan pertanyaan mendasar yang menjadi penyebab
lahirnya asal mula religi tersebut, para ilmuwan sosial berasumsi bahwa religi
suku-suku bangsa di luar Eropa adalah sisa dari bentuk-bentuk religi kuno
yang dianut oleh seluruh umat manusia pada zaman dahulu ketika kebudayaan
mereka masih primitif.
7. Kesenian
Perhatian ahli antropologi mengenai seni bermula dari penelitian etnografi
mengenai aktivitas kesenian suatu masyarakat tradisional. Deskripsi yang
dikumpulkan dalam penelitian tersebut berisi mengenai benda-benda atau
artefak yang memuat unsur seni, seperti patung, ukiran, dan hiasan. Penulisan
etnografi awal tentang unsur seni pada kebudayaan manusia lebih mengarah
pada teknikteknik dan proses pembuatan benda seni tersebut. Selain itu,
deskripsi etnografi awal tersebut juga meneliti perkembangan seni musik, seni
tari, dan seni drama dalam suatu masyarakat.
Kemudian Sementara itu Melville J. Herkovits mengajukan unsur-unsur
kebudayaan yang terangkum dalam empat unsur:
1. Alat-alat teknologi
2. Sistem Ekonomi
3. Keluarga
4. Kekuasaan politik.
9
Juga Bronislaw Malinowski menngatakan ada 4 unsur pokok dalam kebudayaan
yang meliputi:
1. Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi
3. Alat- alat dan lembaga atau petugas- petugas untuk pendidikan
4. Organisasi kekuatan politik
Kesemuanya memiliki persamaan yang melibatkan banyak individu manusia
sebagai subjeknya yang meniliti interaksi prinsip dan hasil antar manusia sebagai
objeknya
10
perubahan berdampak negative jika masyarakat mampu menanngapinya secara
positif.
2. Pelindung masyarakat dari dampak negatif dunia luar Semua hal yang sejak
dahulu dilestarikan keberadaanya bisa dipastikan hal itu merupakan suatu hal
yang baik bagi kehidupan. Tidak mungkin nenek moyang memperkenalkan suatu
nilai kebudayaan tanpa adanya unsur pengalaman yang melatar belakanginya.
Masyarakat tua dan masyarakat muda meruapakan elemen dari kehidupan
berbudaya yang memiliki perbedaan yang signifikan dari segi pengalaman
kehidupan. Pengalaman kehidupan masyarakat tua lebih dipercaya dan diyakini
mengandung nilai baik karena mereka sendiri telah merasakan kehidupan yang
lebih dulu dibanding masyarakat muda. Dengan adanya nilai kebudayaan yang
diperkenalkan nenek moyang menjadi kontrol (pengendalian kehidupan) agar
kehidupan yang dihadapi berjalan dengan baik. Dampak kehidupan dunia luar
yang sejak dulu telah mengenal kehidupan bebas menjadi suatu ancaman bagi
masyarakat yang masih menjaga nilai kebudayaannya, karena biasanya kehidupan
bebas itu tidak mengenal nilai dan norma dan cenderung melanggarnya.
3. Memenuhi kebutuhan masyarakat
Kebudayaan yang sejak dulu ada merupakan warisan yang harus selalu
dilestarikan dengan baik. Melalui kebudayaan masyarakat mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya, contoh kebudayaan masyarakat yang ada di
Indonesia.misalnya, masyarakat pegunungan yang bermata pencaharian sebagai
petani dan masyarakat pantai yang bermata pencaharian sebagai nelayan.
Kebudayaan ini sudah sejak lama ada dan terus dikembangkan sampai sekarang,
dengan proyeksi kehidupan seperti ini bisa diperhatikan jika masyarakat zaman
dahulu sudah maju dalam bidang ilmu pengetahuan tentang kehidupan
bermsyarakat.
4. Pembeda antara manusia dan binatang Manusia diciptakan oleh Tuhan menjadi
makhluk yang paling sempurna dimuka bumi ini. Manusia dikaruniai akal untuk
berpikir dalam menjalani kehidupan yang ada, kelebihan inilah yang membuat
11
manusia mampu menganalisis kehidupan sekitarnya dan memberikan tanggapan
atas apa yang terjadi. Dengan menanggapi permasalahan yang ada, manusia
mampu menarik kesimpulan dan memberikan saran agar permasalahan yang
sudah terjadi tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Dengan pembuatan nilai
kebudayaan inilah yang membuat manusia lebih unggul karena kebudayaan
adalah suatu fenomena sosial, dan tidak dapat dilepaskan dari perilaku dan
tindakan warga masyarakat yang mendukung dan menghayatinya. Nilai
kebudayaan menjadi identitas warga masyarakatr dalam menjalani kehidupan.
2.4 Etos Kebudayaan.
Etos kebudayaan adalah watak atau pandangan hidup yang terpancar dan menjadi
ciri khas suatu golongan sosial dalam masyarakat. Ciri khas itu dapat dilihat dari
nilai, adat-istiadat yang berlaku di lapisan masyarakat tersebut. Untuk melihat
etos kebudayaan tersebut dalam suatu masyarakat adalah cara berbicara, cara
berbicara, sopan santun yang berlaku dalam lapisan masyarakat, cerita-cerita
rakyat yang ada di daerah itu. Misalnya jika melihat cara berbicara suatu daerah
itu lantang dan keras maka stigma dari masyarakat tersebut dinilai seperti orang
yang keras kepala.
Contoh etos kebudayaan :
Etos kebudayaan Jawa : orang Jawa penuh ketenangan dan kepasrahan diri.
Disamping itu, pada pribadi orang Jawa terpancar adanya keselarasan, moral yang
tinggi, kejujuran, dan dapat menerima keadaan sebagaimana adanya.
Etos kebudayaan Cina : menekankan kehidupan di dunia ini, moralitas.
Etos kebudayaan suku bangsa paska Indian : egocentricity, utilarism, flexibility,
and emotion isolation.
2.5 Fokus Kebudayaan
Fokus kebudayaan merupakan suatu unsur atau pranata kebudayaan tertentu yang
seolah-olah menjadi unsur pusat dan keseluruhan kebudayaan suatu masyarakat.
Fokus kebudayaan suatu masyarakat mungkin berbeda-beda dengan yang
terwujud dengan masyarakat yang lain. Contohnya fokus kebudayaan masyarakat
12
Bali berfokus pada agamanya sedangkan fokus kebudayaan masyarakat Jawa
berfokus pada hasil karya masyarakat seperti batik.
13
Sang Raja ini menggunakan batok kelapa untuk membuat gunung. Roro
Anteng ini sangat khawatir dan mencari cara untuk mengagalkannya,
kemudian Roro Anteng ini menumbuk padi di tengah malam untuk
membangunkan ayam-ayam agar segera berkokok yang seolah-olah waktu
sudah menunjukkan waktu fajar yang meyingsing. Raja marah karena tidak
bisa memenuhi permintaan Roro Anteng. Yang tidak tepat pada waktunya.
Akhirnya batok kelapa itu di lemparkan lalu berubah menjadi gunung Bromo.
Karena kegagalan sang Raja yang tidak mempersunting Roro Anteng,
akhirnya Roro Anteng ini menikah dengan Joko Siger. Lalu membangun
sebuah pemukiman dan memerintah di kawasan Gunung Bromo ini dengan
nama Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger yang mempunyai arti Penguasa
Tengger yang budiman. Nama Tengger ini diambil dari akhiran nama Roro
Anteng dan Joko Seger. Tengger juga berarti moral tinggi, simbol
perdamaian abadi. Setelah menikah sekian lama Roro Anteng dan Joko Seger
ini belum juga dikarunia anak. Tiba-tiba ada suara gaib yang memberi tahu
kepada mereka jika mereka ingin mempunyai keterunan maka anak bungsu
mereka harus di korbankan ke kawah gunung bromo. Akhirnya mereka
mendapatkan 25 ketunan. Namun karena Roro Anteng mengingkari janjinya,
gunung Bromo ini menyemburkan api dan anak bungsu mereka yang
bernama Kesuma dijilat api dan masuk ke kawah gunung bromo, lalu
terdengarlah suara gaib bahwa Kesuma sudah dikorbankandan penduduk
sudah diselamatkan oleh Sang Hyang Widi, maka penduduk harus hidup
damai dan tentram dengan menyembah Hyang Widi, selalin itu juga
penduduk diperingatkan agar setiap bulan Kasada hari ke empat belas
mengadakan sesaji ke Gunung Bromo, dan kebiasaan tersebut masih
dilakukan sampai sekarang oleh masyarakat tengger yang disebut upacara
Kesada.
c. Agama dan Kepercayaan
14
Secara historis masyarakat Tengger seperti yang dikatakan Supriyono
(1994) dan Simanhadi (1994) agama pertama yang dianut adalah kepercayaan
terhadap roh halus (Animisme) dan kepercayaan benda-benda yang
mempunyai kekuatan gaib (Dinamisme). Bahkan menurut Simanhadi,
sebelum tahun 1973 masih belum jelas agama yang dianut masyakarat
Tengger, kecuali mereka secara patuh melaksanakan berbagai upacara adat,
seperti upacara hari raya Kasada, hari raya Karo, Entas-entas dan Unan-unan
yang bersifat tradisional. Mereka juga betum melaksanakan ibadah dan agama
sebagaimana ditentukan oleh agama-agama besar lainnya (Su’adah, 2003).
Setelah tahun 1973,berdasarkan Surat Keputusan Parisuda Hindu Dharma
Propinsi Jawa Timur Tanggal 6 Maret 1973 Nomor
OO/PHD,Jatim/Kep,/III/73, ditetapkan bahwa agama yang dianut orang
Tengger adalah Budha Mahayana. Namun dikutip menurut hong bahwa
demikian “Cara beribadah dan keagamaannya, agama tersebut kurang
menunjukkan adanya kebudhaan kecuali pada mantra yang dimiliki yang
biasa dimiliki umat budha”(Anwar, 2003).
Meskipun sudah ada penetapan mengenai agama yang dianut masyarakat
Tengger, ternyata dalam pelaksanan yaitu cara beribadah dan kepercayaannya,
lebih merupakan perpaduan antara agama Hindu, Budha dan kepercayaan
tradisional. Kemudian untuk mempersatukan masyarakat Tengger pada tahun
1973 para pini sepuh (golongan tua) suku di kawasan Gunung Bromo dengan
dipimpin Bapak Utjie (Sartali) musyawarah di Balai Desa Ngadisari
Kecamatan Sukapura Kabupatan Probolinggo. Dalam musyawarah ini
berhasil menetapkan salam khusus masyarakat Tengger yang berbunyi
sebagai berikut: Hong Ulun Basuki yang artinya kurang lebih "Semoga Tuhan
tetap memberkati, keselamatan/kemakmuran yang kekal abadi kepada
kita"(Soepanto, n.d.). Salam ini biasanya diucapkan atau diinginkan
masyarakat pada awal dan akhir pertemuan resmi serta upacata-upacara
tradisional (Su’adah, 2003).
15
Berdasarkan hasil musyawarah tersebut (sejak 1973), agama Hindu Dharma
secara resmi mulai berpengaruh di wilayah Tengger dan terjadi pergantian
salam agama Hindu yang berbunyi : Om Swatyastu yang bermakna "Semoga
anda dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi". Sebagai salah satu bukti
bahwa agama Hindu ini dilaksanakan masyarakat dapat di lihat dalam upacara
adat yang di kenal dengan nama Galungan. Disamping itu, beberapa mantra
yang biasa diucapkan pada setiap upacara adat banyak mengandung ajaran
agama Hindu.
Pengaruh ajaran agama Hindu ini tampak terjadi di Desa Wonokitri. Hal ini
dapat di lihat dari jumlah penganut agama Hindu. Menurut data monografi
Kecamatan Tosari tahun 2002, jumlah penduduk di Desa Wonokitri yang
beragama Hindu sebanyak 2.665 jiwa (95,97 %) dan agama Islam sebanyak
112 jiwa (4,03%). Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk
Desa Wonokitri bergama Hindu, dan yang lain hanya beragama Islam, itu pun
jumlahnya sangat minoritas. Kemudian di lihat sarana ibadah yang ada hanya
Pure dan termasuk Pure yang cukup besar.
Dalam melaksanakan ajaran agama Hindu, telah mengajarkan keimanan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa berupa Panca Sradha (Widyaprakosa, 1994)
Ajaran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Percaya kepada SangHyang Widhi Wasa,Tuhan pencipta alam.
2. Percaya adanya Atma,yaitu roh leluhur atau rohnya sendiri.
3. Percaya adanya karmapala ini merupakan inti ajaran Hindu maupun agama
Budha, bahwa semua perbuatan manusia itu pasti ada akibatnya, yang akan
dialami oleh manusia, baik sekarang maupun pada hidup yang akan dating
4. Percaya pada punarbawa (reinkarnasi). Kepercayaan ini adalah dari agama
Hindu dan Budha bahwa manusia itu terikat hukum hidup berkali-kali sesuai
dengan dharma hidup sebelumnya.
16
5. Percaya pada moksa (sirna), yaitu bahwa apabila rnanusia telah mencapai
moksa tidak akan terikat kembali pada purnabawa. Mereka akan berada pada
tempat kedamaian abadi.
Menurut Su’adah (2003:108) ajaran keimanan kepada Tuhan YangMaha Esa ini,
berdasarkan konsep religius avatara yang berarti percaya akan adanya perwujudan
Tuhan secara konkrit dan dapat di lihat secara nyata. Wujud nyata yang dianggap
sebagai avatara seperti ikan,binatang,setengah binatang, setengah manusia dan
akhirnya perwujudan sebagai manusia penuh.
Penduduk Desa Wonokitri yang sebagian besar beragama Hindu itu, menurut
keterangan Bapak Sunarno. mereka percaya akan kekuasaan Hyang Agung dalam
menguasai dan memerintah seisi bumi. Oleh sebab itu, dalam kehidupan sehari-
hari mereka berusaha untuk selalu ingat dan menjalankan perintah-perintah
ajaran-Nya. Selain itu, menurut Bapak Arsiono segala kepercayaan yang dulu
diberikan orang tua masih dilestarikan, seperti kisalnya upacara pujan,barikan,
upacara wiwit (mulai menanam), memberi sesaji di tegal, tempat-tempat keramat.
d. Adat Istiadat
Tradisi masyakakat Tengger adalah peninggalan sebagian budaya zaman
Majapahit, yang masih terus bertahan. Tradisi masyarakat Tengger dapat
memberikan petunjuk sebagian kehidupan masyaraknt pada zaman lampau,
khususnya kehidupan tradisional zaman Majapahit (Widyaprakosa,1994:105).
Hal ini seperti yang dikemukakan Machmud (2003:147), masyarakat datam
menjalankan adat istiadatnya selalu terikat Olch suatu perasaan kebersamaan.
Kepercayaan dan tradisi lama yang pernah berkembang pada zaman
pemerintahan Majapahit sampai saat ini masih tetap ada. Masyarakat Tengger
sampai sekarang masih tetap memegang tradisi dan nilai-nilai hakiki yang
luhur sebagai warisan dari nenek moyang yang pernah jaya di zaman
pemerintahan Majapahit.
17
Adat-istiadat masyarakat Tengger pada umumnya dan khususnya masyarakat
Desa Wonokitri, tidak lepas kepercayaan mereka yang sebagian besar
beragama Hindu dan turun temurun dari nenek moyang mereka. Mereka
sangat lekat dengan tradisi yang ada, baik yang merupakon manifestasi ajaran
agama Hindu maupun melestarikan budaya nenek moyang. Berbagai upacara
adat dilaksanakan, bahkan terkesan masyarakat Desa Wonokitri hidup penuh
dengan upacara adat. Beberapa upacara adat tersebut, ada yang bersifat
individu dan ada yang bersifat individu dan ada yang bersifat kolektif.Upacara
adat yang bersifat individu namun dilaksanakan oleh semua masyarakat Desa
Wonokitri adalah yang berkaitan dengan upacara daur hidup, kehamilan,
kelahiran, pernikahan dan kematian. Selain upacara daur hidup, secara
individu mereka juga mengenal adanya upacara yang berkaitan dengan
lingkungan alam seperti, leliwet (tegalan), sesaji di tempat pedhayangan, dan
sesaji di sumber mata air.
Untuk upacara adat yang bersifat kolektif, ternyata tidak hanya berlaku untuk
masyarakat Desa Wonokitri saja, tetapi kadang berkaitan dengan desadesa
Iain yang berada di wilayah Kecamatan Tosari. Bahkan kekolektifan itu juga
berlaku untuk seluruh masyarakat desa yang menghuni di lereng Gunung
Tengger (masyarakat Tengger). Upacara-upacara adat yang bersifat kolektif
itu, selain berkaitan dengan upacara keagamaan, pelaksanaannya secara adat.
Upacara adat tersebut antara Iain Mayu Desa (bersih desa), Kasada, Karo,
Barikan dan Pujan.
Beberapa upacara adat yang merupakan keagamaan ritualisme budaya dan
kepercayaan masyarakat Tengger tersebut, menurut hasil penelitian M.Malik
Thoha (Sulistyowati, 2003 : 98 - 99), antara Iain :
1. Upacara Kasada : yaitu hari raya khusus bagi orang Tengger pada tangal
15 (bulan purnama), bulan ke dua belas (Kasada) menurut perhitungan
orang Tengger dengan cara-cara tertentu yang dilakukan di lautan pasir
mulai jam 02.00 malam sampai jam 07.00 pagi.
18
2. Upacara Hari Raya Karo : hari raya untuk memperingati Sang Hyang
Widhi atau leluhurnya.
3. Entas-entas : acara yang dilakukan untuk menyucikan atman atau roh
orang-orang yang telah meninggal dunia.
4. Upacara Unan-unan : upacara yang bertujuan untuk membersihkan desa
dari gangguan makhluk halus.
5. Upacara Pujan Mubeng : upacara untuk memohon keselamatan dusun
dengan sesajen Yang berupa jadah aneka warna (merah, putih, kuning dan
hitam).
6. Upacara kematian : upacara yang diselenggarakan untuk orang-orang yang
meninggal dunia
7. Upacara Sesayut : upacara untuk ibu yang mengandung tujuh bulan atau
keiahiran anak, bertujuan agar bayi baikyang masih dalarn kandungan
e. Falsafah Hidup Masayarakat Suku Tengger.
Ada 3 (tiga) tahap penting siklus kehidupan menurut pandangan
masyarakat Tengger, yakni:
a. umur 0 sampal 21 (wanita) atau 27 (pria), dengan lambang
bramacari yaitu masa yang tepat untuk pendidikan;
b. usia 21 (wanita) atau 27 (pria) sampai 60 tahun lambang griasta,
masa yang tepat untuk membangun rumah dan mandiri;
c. 60 tahun ke atas, dengan lambang biksuka, membangun diri
sebagai manusia usia lanjut untuk lebih mementingkan masa akhir
hidupnya.
Pada masa griasta ada ungkapan yang berbunyi kalau masih mentah
sama adil, kalau sudah masak tidak ada harga, yang dimaksudkan adalah
hendaklah manusia itu pada waktu mudanya bersikap adil dan memanfaat
waktu sebaik-baiknya untuk mencari pengalaman dan masa dewasa
menyiapkan dirinya untuk masa tuanya dan hari akhirnya agar tidak menyesal.
19
f. Pertunangan dan Pekawinan
Masyarakat Tengger pada poligami dan perceraian boleh dikatakan tidak
pernah terjadi. Perkawinan di bawah umur juga jarang terjadi. Dalam
pertunangan (pacangan), lamaran dilakukan oleh orangtua pria. Sebelumnya
dilakukan adanya didahului pertemuan antara kedua calon, atas dasar rasa
senang kedua belah pihak. Apabila kedua belah pihak telah sepakat, maka
orangtua pihak wanita (sebagai calon) berkunjung ke orangtua pihak pria
untuk menanyakan persetujuannya atau notok. Selanjutnya apabila orangtua
pihak pria telah menyetujui, diteruskan dengan kunjungan dari pihak orangtua
pria untuk menyampaikan ikatan (peningset) dan menentukan hari perkawinan
yang disetujui oleh kedua belah pihak. Sesudah itu barulah upacara
perkawinan dilakukan.
Sebelum acara perkawinan biasanya telah dimintakan nasihat kepada
dukun mengenai kapan sebaiknya hari perkawinan itu dilaksanakan. Dukun
akan memberikan saran (menetapkan) hari yang baik dan tepat, papan tempat
pelaksanaan perkawinan, dan sebagainya. Setelah hari untuk upacara
perkawinan sudah ditentukan, maka diawali dengan selamatan kecil (dengan
sajian bubur merah dan bubur putih). Sebagai kelengkapan upacara
perkawinan, maka pasangan pengantin diarak (upacara ngarak) keliling daerah
tersebut, diikuti oleh empat gadis dan empat jejaka dengan diiringi gamelan.
Pada upacara perkawinan pengantin wanita memberikan hadiah bokor
tembaga berisi sirih lengkap dengan tembakau, rokok dan lain, sedangkan
pengantin pria memberikan hadiah berupa sebuah keranjang berisi buah-
buahan, beras dan mas kawin.
Pada upacara asrah pengantin, masing-masing pihak diwakili oleh
seorang utusan. Para wakil mengadakan pembicaraan mengenai kewajiban
dalam perkawinan dengan disaksikan oleh seorang dukun. Pada upacara
pernikahan dibuatkan petra (petara: boneka sebagai tempat roh nenek
moyang) supaya roh nenek moyangnya bisa hadir menyaksikan pernikahan
20
tersebut. Biasanya setelah melakukan perkawinan kemanten pria harus tinggal
dirumah (mengikuti) kemanten wanita.
g. Sistem Kemasyarakatan
Masyarakat tengger menjungjung tinggi nilai persamaan, demokrasi, dan
kehidupan masyarakat, sosok seorang pemimpin spritual seperti dukun lebih
disegani dari pada pemimpin administratif. Masyarakat tengger mempunyai
hukum sendiri diluar hukum formal yang berlaku alam negara. Dengan
hukum itu mereka sudah bisa mengatur dan mengendalikan berbagi persoalan
dalam kehidupan masyarakat yang ada .
h. Sistem Kesenian
a. Seni Tari
Tari yang biasa dipentaskan adalah tari Roro Anteng dan Joko Seger
yang dimulai sebelum pembukaan upacara Kasada.
b. Seni Bangunan
Bangunan untuk peribadatan berupa pura disebut punden, danyam, dan
poten. Poten adalah sebidang tanah dilautan pasir sebagai tempat
berlangsungnya upacara Kasada. Poten dibagi menjadi tiga mandala
atau zone yaitu :
1. Mandala Utama disebut jeroan merupakan tempat pelaksanaan
pemujaan yang terdiri dari padma, bedawang, nala, bangunan
sekepat, dan kori agung candi bentar.
2. Mandala Madya atau zona tengah, disebut juga jaba tengah
yaitu tempat persiapan pengiring upacara yang terdiri dari kori
agung candi bentar bale kentongan, dan Bale Bengong.
3. Mandala Nista atau zona depan, disebut juga jaba sisi yaitu
tempat peralihan dari luar kedalam pura yang terdiri dari
bangunan candi bentar dan bangunan penunjang lainnya
21
i. Sistem Bahasa
Bahasa yang ada di masyarakat suku Tengger merupakan bahasa Jawa
Tengger yaitu bahasa Jawi kuno yang diyakini sebagai dialek asli masyarakat
Majapahit. Bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab mantra pun
menggunakan tulisan Jawa Kawi.
j. Sistem Pengetahuan
Masyarakat tengger umumnya masih bersifat pendidikan tradisional dan
masih bersumber pada kebudayaan lama, karena adanya pengaruh dari
pariwisata, lalu berkembang dengan adanya sekolah dasar dan menengah
yang ada disekitar kawasan Tengger.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Jadi pengertian kebudayaan yaitu segala sesuatu yang akan memengaruhi
tingkat pengetahuan seseorang, meliputi ide atau gagasan yang terdapat
dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari0hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak.
2. Kluckon membagi unsur budaya menjadi tujuh bagian yaitu,
a. Sistem Bahasa
b. Sistem Pengetahuan
c. Sistem Sosial
d. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
e. Sistem Mata Pencaharian Hidup
f. Sistem Religi
g. Kesenian
b. Sistem Ekonomi
23
c. Keluarga
d. Kekuasaan politik.
Juga Bronislaw Malinowski menngatakan ada 4 unsur pokok dalam kebudayaan yang
meliputi:
a. Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya.
b. Organisasi ekonomi
c. Alat- alat dan lembaga atau petugas- petugas untuk pendidikan
d.Organisasi kekuatan politik
24
yang dianut masyakarat Tengger(Drs. Sukari, 2004) , kecuali mereka
secara patuh melaksanakan berbagai upacara adat, seperti upacara hari
raya Kasada, hari raya Karo, Entas-entas dan Unan-unan yang bersifat
tradisional. Setelah tahun 1973,berdasarkan Surat Keputusan Parisuda
Hindu Dharma Propinsi Jawa Timur Tanggal 6 Maret 1973 Nomor
OO/PHD,Jatim/Kep,/III/73, ditetapkan bahwa agama yang dianut orang
Tengger adalah Budha Mahayana. untuk mempersatukan masyarakat
Tengger pada tahun 1973 para pini sepuh (golongan tua) suku di kawasan
Gunung Bromo dengan dipimpin Bapak Utjie (Sartali) musyawarah di
Balai Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupatan Probolinggo.
Dalam musyawarah ini berhasil menetapkan salam khusus masyarakat
Tengger yang berbunyi sebagai berikut: Hong Ulun Basuki yang artinya
kurang lebih "Semoga Tuhan tetap memberkati, keselamatan/kemakmuran
yang kekal abadi kepada kita". Salam ini biasanya diucapkan atau
diinginkan masyarakat pada awal dan akhir pertemuan resmi serta
upacata-upacara tradisional.Berdasarkan hasil musyawarah tersebut (sejak
1973), agama Hindu Dharma secara resmi mulai berpengaruh di wilayah
Tengger dan terjadi pergantian salam agama Hindu yang berbunyi : Om
Swatyastu yang bermakna "Semoga anda dalam keadaan baik atas karunia
Hyang Widhi". Sebagai salah satu bukti bahwa agama Hindu ini
dilaksanakan masyarakat dapat di lihat dalam upacara adat yang di kenal
dengan nama Galungan. Yang disebutkan bahwa “Dalam melaksanakan
ajaran agama Hindu, telah mengajarkan keimanan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa berupa Panca Sradha” Ajaran pancasrada tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Percaya kepada SangHyang Widhi Wasa
b. Percaya adanya Atma,
c. Percaya adanya karmapala
d. Percaya pada punarbawa (reinkarnasi)
25
e. Percaya pada moksa (sirna) ajaran keimanan kepada Tuhan YangMaha
Esa ini, berdasarkan konsep religius avatara yang berarti percaya akan
adanya perwujudan Tuhan secara konkrit dan dapat di lihat secara
nyata. diberikan orang tua masih dilestarikan, seperti kisalnya upacara
pujan,barikan, upacara wiwit (mulai menanam), memberi sesaji di
tegal, tempat-tempat keramat.
26
aktif dan mencoba untuk selalu mencari tahu tentang kebudayaan yang dimiliki,
agar kelestarian kebudayaan bangsa selalu terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Kontribusi Kelompok
27
Academia.edu/suku-tengger
USSY KUSUMA W http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-etos-
kebudayaan/#
http://blog.unnes.ac.id/triyuliana/2015/12/20/budaya-
perwujudan-unsur-isisubstansi-budaya-dan-nilai-
budaya-antropologi-sma-kelas-x-bab-2/
Mardjono., dan Djoko Pranomo (2000).Ilmu Budaya
Dasar.: Pamator.
ALIF PRADANA kbbi. (2019). unsur-unsur. Retrieved from
https://kbbi.web.id/unsur
Koentjaraningrat. (1993). Kebudayaan, Mentalitas
dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Ranjabar, J. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia,
Suatu Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia.
Anwar, M. khairul. (2003). Desa Ngadisari : Potret
Pemberdayaan Berbasis Masyarakat dalam
Agama Tradisional Potret Kearifan Hidup
Masyarakat Samin Dan Tengger. Yogyakarta:
LKIS dan UMM press.
Drs. Sukari, D. (2004). KEARIFAN LOKAL DI
LINGKUNGAN MASYARAKAT TENGGER,
KABUAPATEN PASURUAN, PROVINSI JAWA
TIMUR. Yogyakarta: Kementrian kebudayaan
dan pariwisata.
Soepanto, D. (n.d.). Mengenal cerita Rakyat di
daerah tengger , seri cereta rakyat. Yogyakarta:
proyek P2NB Depdikbud.
28
Su’adah. (2003). Kekuatan magis aktifitas ritual
masyarakat hindu tengger. Yogyakarta: LKIS.
29