Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Historiografi merupakan gabungan dari dua kata yaitu history yang berarti
sejarah dan grafis yang berarti deskripsi atau penulisan. Penulisan sejarah adalah
cara untuk merekontruksi suatu gambaran masa lampau berdasarkan data yang
telah diperoleh yang didahului dengan penelitian. (Hugiono, 1992).
Dalam sejarah historiografi adanya hubungan baik antar ilmu sejarah
tersebut sangat tidak sepenuhnya berlaku. Namun demikian hakikat ilmu sejarah
sangat perlu diketahui justru agar mengetahui bahwa ilmu sejarah mempunyai arti
sendiri (kuntowijoyo, 1981) Karena mempelajari sejarah tak akan pernah ada
habisnya, sejarah terus berjalan. Masa yang akan datang akan berganti menjadi
masa kini, masa kini pun menjadi masa lalu dan begitu seterusnya. Historiografi
dalam ilmu sejarah merupakan titik puncak seluruh kegiatan penelitian sejarah.
Dalam metodologi sejarah, historiografi merupakan bagian terakhir. Langkah
terakhir, tetapi langkah terberat, karena di bidang ini letak tuntutan terberat bagi
sejarah untuk membuktikan legitimasi dirinya sebagai suatu bentuk disiplin ilmiah
(Poespopronjo, 1987).
Historiografi tradisional memiliki beragam jenis, salah satunya yaitu
babad. Babad merupakan sebuah karya yang berisi cerita mengenai seorang tokoh
sejarah disertai dengan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi, biasanya berisi
tentang penobatan raja, pendirian sebuah kerajaan, terjadinya perang, adat-
istiadat, ajaran seorang raja, dan upacara keagamaan. Babad dapat dimanfaatkan
sebagai sumber sejarah, karena memiliki unsur sejarah. Bagian yang mengandung
sejarah melukiskan peristiwa-peristiwa yang sezaman dengan penulisnya
(Soepomo, 1962).
Mengenai tradisi penulisan dan isi babad bahwa babad tersebar luas dan
merata, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya hubungan penggunaan nama
geografi, nama diri, serta nama peristiwa sebagai judul babad. Sedangkan
mengenai isi babad biasanya berkisar tentang masalah cerita sejarah dan dihiasi

1
2

dengan unsur rekaan berupa mite, legende, hagiografi, simbolisme dan sugesti
(Darusuprapta, 1984).
Beberapa contoh judul yaitu, Babad Tutur, Babad Sala, Babad Panam-
bang, dan Babad Pakunagara. Peneliti memilih sebuah babad untuk dijadikan
sebagai objek penelitian yaitu, Babad Pakunagara. Babad Pakunagara ditulis
dalam huruf Jawa dan menggunakan bahasa Jawa, sudah ditransliterasikan ke
huruf Latin serta sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Babad
Pakunagara merupakan koleksi babad yang dimiliki oleh Rekso Pustaka, Pura
Mangkunegaran (Ki Himodigdoyo & Ki Soeharto, 1981).
Peneliti memilih sebuah babad untuk dijadikan sebagai objek penelitian
yaitu, Babad Pakunagara. Babad Pakunagara ditulis dalam huruf Jawa dan
menggunakan bahasa Jawa, sudah ditransliterasikan ke huruf Latin serta sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Babad Pakunagara merupakan koleksi
babad yang dimiliki oleh Rekso Pustaka, Pura Mangkunegaran. Babad adalah
istilah yang digunakan untuk menyebut jenis karya sastra yang berkembang di
daerah Jawa, Bali, dan Lombok, yang didalamnya banyak memuat peristiwa-
peristiwa yang bersifat sejarah (Darusuprapta, 1977).
Dari segi isinya, babad terbentuk dari dua unsur pembentuk, yaitu fakta
dan seni sastra. Dua unsur ini mempunyai titik temu, yaitu sejarah yang dibentuk,
berupa cerita kenegaraan, cerita pendirian negara, peperangan, silsilah, dan
sebagainya. Fakta-fakta tersebut diungkapkan lewat bahasa, sehingga terbentuklah
cerita naratif. Antara fakta dan seni bahasa ini diramu sedemikian rupa sehingga
menimbulkan seni sastra yang utuh dan bulat. Fakta-fakta yang terungkap dalam
bangunan cerita barulah dapat dipahami berkat kesinambungan yang dibentuk
oleh cerita (Wiryamartana, 1986).
Penelitian mengenai Babad Pakunagara dianggap sangat perlu dilakukan,
karena penelitian ini berusaha merekonstruksi historiografi tradisional pada masa
kerajaan Mataram, di sisi lain juga disebabkan adanya rasa ingin tahu peneliti
mengenai isi babad tersebut. Babad Pakunagara dipilih sebagai objek penelitian
karena isi ceritanya menarik, terutama dari segi perjuangan dan kepahlawanan
Mangkunagara I. Penelitian mengenai Babad Pakunagara sudah pernah ada yang
3

melakukan, penelitian tersebut hanya meneliti analisis struktural mengenai isi


cerita babad, sehingga terdapat perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti.
Berdasarkan penulisan dan penyebarannya, Babad Pakunagara termasuk
babad pedalaman. Babad pedalaman merupakan babad keraton, babad yang
berpusat dan tersebar di daerah pedalaman keraton dan sekitarnya (Darusuprapta,
1977). Babad Pakunagara terdiri dari 30 pupuh tembang macapat, meliputi
Sinom, Asmaradana, Dhandhanggula, Mijil, Durma, dan Pangkur, mengisahkan
tentang perjuangan yang dilakukan Mangkunagara I dari tahun 1750 sampai 1756.
Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa itu diceritakan tanpa diselipi unsur
rekaan, dilengkapi dengan hari, pasaran, tanggal, bulan, serta sengkalan.
Perjuangan Mangkunagara I telah ditulis menjadi sebuah historiografi
tradisional, Mangkunagara I digambarkan sebagai sosok yang memiliki sifat luhur
seperti, takwa kepada Tuhan, pandai berperang, adil dan bijaksana, berani dan
pantang menyerah, tabah dan tahan dalam penderitaan, teguh pada pendirian, serta
pemaaf dan pengasih.
Perjuangan Mangkunagara I ketika melawan pemerintah kolonial, yang
dikisahkan dalam Babad Pakunagara dilakukan karena ada keterkaitan dengan
peristiwa-peristiwa sejarah sebelumnya yang terjadi di Mataram. Peristiwa
tersebut berkaitan dengan masuknya pemerintah kolonial di wilayah Mataram.
Kedatangan pemerintah kolonial Belanda di Nusantara saat itu telah diketahui
oleh para penguasa kerajaan, keadaan demikian tentu membahayakan wilayah
serta penduduk di daerah kekuasaan Mataram. Sultan Agung yang menjabat
sebagai raja Mataram sudah memperkirakan maksud kedatangan pemerintah
kolonial, akibatnya Sultan Agung mengadakan perlawanan terhadap pemerintah
kolonial Belanda di Batavia pada tahun 1628 dan 1629.
Satu abad setelah usaha Sultan Agung melawan kolonial Belanda di
Batavia gagal, jabatan raja dipegang oleh Paku Buwana II, dan pihak pemerintah
kolonial mendapat kedaulatan atas seluruh pemerintahan di Mataram
(Pringgodigdo, 1938). Kondisi yang demikian menyebabkan timbulnya
perpecahan di wilayah keraton. Pangeran Arya Mangkunagara (saudara laki-laki
4

raja) merasa tidak senang karena Paku Buwana II dikendalikan oleh pemerintah
kolonial dan Patih Danureja (Remmelink, 1983).
Keberadaan Pangeran Arya Mangkunagara (ayah Mangkunagara I) yang
merupakan saudara laki-laki Paku Buwana II dianggap sebagai hal yang
membahayakan bagi Mataram dan pemerintah kolonial Belanda. Akibatnya
disusun strategi untuk menyingkirkan Pangeran Arya Mangkunagara dari
Mataram. Pada tahun 1728, Patih Danureja memfitnah Pangeran Arya
Mangkunagara telah melakukan perselingkuhan dengan salah satu selir Paku
Buwana II yaitu Mas Ayu Larasati. Pemerintah kolonial tidak percaya akan hal
tersebut, namun pemerintah kolonial terpaksa mengasingkan Pangeran Arya
Mangkunagara ke Batavia, kemudian ke Sri Lanka dan berlanjut ke Tanjung
Harapan. Pengasingan Pangeran Arya Mangkunagara ini membuktikan bahwa
Mataram berada dibawah pimpinan raja yang impulsif dan seorang patih yang
berbahaya (Ricklefs, 2002).
Pada tahun 1728 ketika Pangeran Arya Mangkunagara diasingkan ke Sri
Lanka, Pangeran Arya Mangkunagara memiliki putra yang masih berusia dua
tahun bernama Raden Mas Said (Mangkunagara I) yang kelak mendapat sebutan
sebagai Pangeran Sambernyawa. Raden Mas Said lahir pada tanggal 4 Ruwah
1650 Jawa atau 7 April 1725 Masehi (Kamajaya, 1993). Pada usia 16 tahun,
Raden Mas Said memilih keluar dari keraton karena tidak setuju dengan
pemerintahan yang ada di keraton. Pemerintahan Mataram telah dicampuri oleh
kepentingan-kepentingan pemerintah kolonial, raja sendiri bahkan tunduk
terhadap aturan pemerintah kolonial. Nampaknya, tindakan pengasingan yang
dilakukan pemerintah kolonial terhadap ayah Mangkunagara I dan intervensi
pemerintah kolonial terhadap masalah intern Mataram menjadi penyebab utama
dilakukannya perjuangan Mangkunagara I (Iwan Santoso, 2011).
Perjuangan Mangkunagara I dilakukan selama kurang lebih 16 tahun,
Kadipaten Mangkunegaran atau Pura Mangkunegaran merupakan hasil dari
perjuangan yang telah dilakukan bersama rakyat Mataram. Kadipaten
Mangkunegaran menempati pusat kekuasaan ketiga setelah Kasunanan dan
5

Kasultanan, keadaan yang demikian menjadi bukti bahwa keberadaan Kadipaten


Mangkunegaran harus diakui sebagai kekuatan yang perlu diperhitungkan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti mengkaji
tentang perjuangan Mangkunagara I dengan judul “Nilai-nilai Perjuangan
Mangkunagara I dalam pembelajaran Sejarah (sebuah kajian Babad Pakunagara)”.
Dalam pembahasan ini, peneliti melakukan pembatasan masalah pada perjuangan
Mangkunagara I yang telah dituliskan dalam Babad Pakunagara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka peneliti
merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana isi dari Babad Pakunagara?
2. Bagaimana perjuangan Mangkunagara I dalam mendirikan Kadipaten
Mangkunegaran?
3. Nilai-nilai perjuangan Mangkunagara I apa saja yang dapat diteladankan dan
diwariskan dalam pembelajaran sejarah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, yang menjadi tujuan di-
lakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan isi dari Babad Pakunagara.
2. Mendeskripsikan perjuangan Mangkunagara I dalam mendirikan Kadipaten
Mangkunegaran.
3. Mengidentifikasi nilai-nilai perjuangan Mangkunagara I yang dapat
diteladankan dan diwariskan dalam pembelajaran sejarah.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diberikan kepada pembaca dari penelitian ini yaitu
sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis
Penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya khasanah ilmu materi
sejarah, terutama bagi penelitian perjuangan Mangkunagara I yang
mengandung nilai-nilai dalam pembelajaran sejarah .
6

2. Manfaat Praktis
a. Bagi pembaca, Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan baru dan
pemahaman yang mendalam tentang perjuangan Mangkunagara I dalam
pembelajaran sejarah.
b. Bagi Pendidikan, Penelitian mengenai perjuangan Mangkunagara I ini
dapat memberikan referensi atau masukan-masukan bagi guru-guru
khususnya mata pelajaran Sejarah untuk dijadikan materi alternatif saat
mengajar mengenai berfikir sejarah, ketrampilan sejarah dan wawasan
terhadap isi sejarah nilai-nilai perjuangan Mangkunagara I.

Anda mungkin juga menyukai