Anda di halaman 1dari 9

HISTORIOGRAFI ISLAM DI INDONESIA

Disusun Oleh:
M. Iqbal Zulkarnain (1701020009)
Sandy Yudha Pratama (1701020025)

DOSEN PENGAMPU:

ASEP DAUD KOSASIH, M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019

A. Historiografi Islam di Indonesia


Perkambangan historiografi Islam di Indonesia diawali dari historiografi
Islam Indonesia tradisional pada masa kerajaan Islam di Indonesia berbentuk naskah
kuno. Setelah historiografi tradisional, berkembang penulisan sejarah Islam modern,
baik masa kolonial maupun pasca kemerdekaan. Maka dari itu historiografi Islam di
Indonesia dapa dipilah menjadi tiga, yaitu historiografi Islam tradisional, historiografi
islam masa kolonial, dan hiatoriografi Islam pasca kemerdekaan.

1. Historiografi Trdisional Masa Kerajaan Islam di Nusantara


Historiografi Islam tradisional adalah karya tulis sejarah yang dibuat oleh
para sejarawan muslim tempi dulu pada masa kerajaan Islam di Nusantara.
Historiografi tradisional biasanya bersifat fiksi karena alam pikiran manusia pada
masa itu masih belum rasional dan objektif. Sehingga isinyapun sangat
dipengaruhi oleh uraian unsur kepercayaan masyarakat tempat naskah itu dibuat.
Pada masyarakat trdisional yang memandang bahwa kehidupan manusia sangat
dipengaruhi oleh kekuatan di luar manusia, seperti Kekuatan yang berasal dari
Tuhan, alam, benda-benda magis dan lain-lain
Tradisi historiografi jenis ini telah berurat akar di Nusantara, sejak
bangsa Indonesia memasuki sejarah, diiringi dengan masuknya budaya Hindu-
Budha di Nusantara dan juga munculnya kerajaan-kerajaan yang juga bercorak
Hindu-Budha seperti Kutai, Majapahit, Sriwijaya dll. Pada dasarnya, kerajaan-
kerajaan tersebut terdapat orang-orang yang ditugaskan oleh raja untuk menulis
sejarah, yaitu dengan gelar pujangga (sejarawan keraton).
Karya-karya sejarah yang ditulis para pujangga inilah yang disebut
historiografi tradisional. Contoh karya historiografi tradisional yang ditulis oleh
para pujangga adalah sebagai berikut:
a. Babad tanah pasundan
b. Cerita parahyangan
c. Babad tanah jawa
d. Pararaton
e. Negarakertagama
f. Babad galuh, dll

Pada abad ke-13, berdiri kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti


Samudra Pasai, Aceh, Cirebon, Demak, Gowa-Tallo, Ternate, dll. Di kerajaan-
kerajaan ini terdapat sejumlah sastrawan yang menulis karya historiografi
tradisionalnya dalam bentuk hikayat, babad, serat, syair, memak, wawacan, suluk,
dll. Istilah tersebut pada dasarnya sama, tetapi memiliki perbedaan dalam
penyebutannya. Hikayat lebih dikenal di melayu, babad dan serat dikenal di
mataram, sedangkan wawacan (pepujian dan nazam) banyak dikenal di
masyarakat sunda.

HIkayat
Hikayat merupakan kesusastraan melayu yang keseluruhan ceritanya
didominasi oleh karya-karya yang berilhamkan Islam. Sebagian besar hikayat
berbahasa melayu dan berbentuk prosa, walaupun ada juga yang berbentuk sajak.
Hikayat memiliki dua bentuk penulisan yaitu syair dan pentun, sama-sama
memiliki empat bari kata, tetapi dengan pola yang berbeda (a-b-a-b dalam
pantun dan a-a-a-a dalam sajak). Perbedaan pokok antara pentun dan sajak,
yaitu pantun menggunakan istilah eksplisit dalam bait 1 dan 2 dan isi pada bait
ke-3 dan 4. Adapun sajak keseluruhan baitnya adalah isi atau maksud dari
penulisan. Syir disajikan dalam bentuk yang panjang dan memiliki banyak
persoalan.

Babad

Babad yaitu cerita rekaan yang berdasarkan peristiwa sejarah. Istilahini


juga dipakai dalam makna yang sama dalam kesusastraan berbahasa Sunda, Bali,
Lombok, dan Madura. Kata babad memiliki arti menebas dan menambah hutan,
semak, dan belukar. Itulah sebabnya, babad berkaitan dengan pembukaan tanah
atau pembabadan hutan untuk dijadikan lahan pertanian dan pemukiman.
Apabila daerah berkembang menjadi pusat pemukiman yang lebih luas dengan
segala sarana dan prasarana, terbentuklah suatu silsilah dari penguasa itu turun-
temurun.

Babad ekuivalen dengan kronik yang penjang dan terperinci ditulis


dalam sajak yang ditemukan dalam bahasa jawa baru dan tidak ditemukan dalam
bahasa jawa kuno.

Walaupun dalam perspektif modern merupakan karya sastra, babad


memiliki kedudukan penting dalam penulisan sejarah karena memuat peristiwa-
peristiwa. Babad memiliki sifat istana sentris dan masih terdapat mitos dan
adanya cerita fiktif dalam penulisnnya, sehingga unsur-unsur yang tidak
terkandung dalam fakta sejarah harus diteliti terlebih dahulu.

Sasaran dari penulisan babad adalah asal-usul, pertumbuhan, dan


perkembangankelompok masyarakat setempat. Judul babad berdasarkan tokoh
cerita, nama daerah, dan nama peristiwa. Babad Ajisaka, Babad Surapati, Babad
Trunajaya, Babad Sindula, Babad Gajah Mada, Babadipun Sultan Sepuh, dan
Babadipun Ratu Kencana adalah judul babad berdasarkan tokoh cerita.

Kitab babad yang dikaitkan dengan tempat atau daerah antara lain Babad
Cirebon, Babad Banyumas, Babad Demak, Babad Langenharja, Babad Madura.
Babad ini menuturkan pertumbuhan dan perkembangan daerah bersangkutan.
Adapun peristiwa sejarah yang dipakai sebagai judul babad, yaitu Babad Bedhah
Ngayogyakarta, Babad Palihan Nagari, Babad Perang Inggris, dan Babad Perang
Eropa.

Penulisan babad dilakukan dilingkungan keraton dengan materi yang


bersumber dari catatan periatiwa di sekitarnya, terutama di kalangan keraton yang
berpusat pada raja selaku penguasa. Pada umumnya babad mengisahkan
pembukaan lahan oleh seorang tokoh yang nantinya menjadi penguasa
setempat, lengkap dengan kehidupan tokoh tersebut dan silsilah keluarganya.
Dalam menyusun karangannya, penulis babad menggunakan catatan peristiwa
dan karya sastra yang ada, ditambah dengan pengalaman yang dialami penulis
semasa hidupnya. Peristiwa yang dialami dan dihayati sendiri oleh pengarang
akan menhadi bagian penting dalam menulis babad.

Untuk bagian yang tidak diketahui atau dialami sendiri, pengarang


mendapatkan informasi dari pembantunya, yang disebut carik kapun janggan,
agar karyanya menjadi lengkap dan utuh. Dalam babad terdapat unsur yang
bernilai kesejarahan dan rekaan. Dengan demikian, genre sastra ini disusun
dengan menggunakan imajinasi oenulis senhingga menjadi sebuah bacaan yang
tidak membosankan. Geneaologi, mitologi wangsit, pamali, legenda, dll bisa
menjadi bagian penting dalam penulisan babad tidak jarang menciptakan garis
silsilah raja sehingga ia dibenarkan sebagai penguasa kerajaan. Genealogi itu di
tarik sampai ke tokoh pewayangan dan pada garis silsilah lain ditarik sampai ke
nabi-nabi. Jarak waktu antara penulisan dan peristiwa itu terjadi sangat
berpengaruh terhadap kebenaran sejarah pada babad. Lazimnya penulisan babad
menggunakan bahasa jawa, yang menandakan bahwa babad berpusat di Jawa.

Selain babad ada juga serat, yaitu jenis kesusastraan Jawa yang
merupakan suduran dari bahasa Jawa kuno yang dialihbahasakan ke dalam bahasa
jawa modern. Contohnya, Serat Cabolek, Serat Bratayudha, dan Serat
Darmogandul.

Contoh historiografi Islam di Indonesia berbentuk babad:

a. Babad Cirebon, yaitu karya dari kerajaan Islam Cirebon


b. Babad Banten, yaitu karya dari kerajaan Islam Banten
c. Babad Diponegoro, yaitu karya yang mengisahkan Pengeran
Diponegoro
d. Babad Demak, karya dari kerajaan Islam Demak
e. Hikayat Aceh
f. Sejarah Melayu menceritakan Iskandar Zulkarnaen yang
berkuasa di mesopotamia selama 3 abad.
Karakteristik Historiografi Islam Tradisional

Historiografi Islam tradisional sangat subyektif (menyanjung-nyanjung


sang raja dan keluarga keraton/istana) dan penulisannya dicampur adukan dengan
legenda, mitos, dan kekuatan magis.

Berikut karakteristik historiografi Islam tradisional:

a. Bersifat istana sentris, artinya karya historiografi hanya menceritakan


keluarga kerajaan saja dan ironisnya rakyat jelata tidak mendapat
tempat karna dianggap a-historis.
b. Bersifat religio magis, artinya dalam historiografi tradisional, seorang
raja ditulis sebagai orang yang memiliki kelebihan secara batiniah
dan dianggap sakti, dengan tujuan untuk menakuti rakyat sehingga
rakyat tunduk, patuh kepada rajanya dan semua yang
diperintahkannya akan segera dilaksanakan oleh rakyat.
c. Bersifat regio sentrisme, artinya lebih menonjolkan regio (wilayah)
kekuasaan suatu kerajaan. Sebagai contoh historuografi tradisional
secara vulgar memberi judul dari nama wilayah kekuasaannya seperti
Babad Cirebon, babad Bugis dll.
d. Beraifat etnosentrisme, artinya pendekatan yang digunakan dalam
penulisan historiografi sangat menonjolkan suku bangsa dan budaya
yang ada di wilayah kerajaan.
e. Bersifat psiko-politis sentrisme, artinya historiografi yanf ditulus oleh
para pujangga sangat kental dengan muatan psikolgis raja sehingga
karya historiografi tradisional dapat dijadikan sebagai alat politik
untuk melanggengkan kekuasaa raja.

2. Historiografi Islam Masa Kolonial


Historiografi Islam masa kolnial yaitu sejumlah karya sejarah (tulisan
sejarah) yang ditulis oleh orang-orang Muslim pada masa pemerintahan kolonial
berkuasa di Nusantara, yaitu sejak zaman VOC (1600) sampai masa pemerintahan
Hindia Belanda yanf berakhir ketika tentara pendudukan jepang datang ke
Indonesia (1942).
Periode itu sangatlah panjang, tetapi periode-periode ini bisa dilihat
sebagai titik awal identitas di Indonesia. Hal ini disebabkan masuknya agama
islam di Indonesia yang ditandai dengan akulturasi budaya yang kental, berjalan
lancar, dan tidak mengagetkan keberagaman awal penduduknya. Islam melebur
dengan budaya lokal, dengan spirit menyebarkan agama tanpa kekerasan. Banyak
kalangan baik dari luar maupun dalam mengakui keberhasilan ini, lepas dari
islam dibawa oleh pedagang dari Gujarat atau orang Arab langsung. Dari sinilah,
citra Islam arab tak tampak dominan, kecuali pada abad-abad belakangan,
nampak identitas Arab, tapi bukan mayoritas.
Sementara itu, ketaatan pada pemimpin/pemuka agama yang nyaris
reserve merupakan gambaran umum di bantak tempat. Hal ini menjadi kekuatan
tersendiri masa lampau. Masa kolonial belanda misalnya, mengabadikan Snouck
Hurgronje sebagai penasihat ulung pemeruntahannya. Strategi inilah yang
mengantarkan Snouck sampai ke tanah suci hingga akhirnya tahu rahasia
kekuatan aceh, maka dari itu aceh menjadi wilayah terakhir di Indonesia yang
ditaklukan belanda. Peristiwa ini menjadi sejarah penting tang menunjukkan
behwa satu dari tiga tipologi Islam di Indonesia "dimanfaatkan" oleh dunia luar.
Selain gambaran politik Islam dan kolonial pada masa itu, proses
penyebaran Islam di Nusantara memang tidang persis sering waktu dan tempat
dengan kolonialisasi juga menarik untuk dikemukakan. Pertama, akulturasi dan
asimilasi budaya telah membentuk identitas islam Indonesia sebagai agam
pendatang. Identitas yang disemangati oleh nilai toleransi telah membuat
konfigurasi "anyar" antara agama yang datang dari tmur tengah dan agama yang
tunduk oleh original cullture, tanpa menafikan subtansi pesan langit agama itu.
Kedua, meskipun Islam selanjutnya menjadi agama mayoritas namun tidak
dominan di Indonesia. Banyak daerah yang menjadi konsentrasi agama-agama
tertentu, misalnya Manado untuk Kristen, Bali untuk Hindu, dan sebagainya.
Tradisi penulisan sejarah islam pada saat ini sangat dipengaruhi oleh
tradisi kajian penelitian kalangan ilmuwan Belanda. Perlu dijelaskan pula bahwa
pemerintah Hindia Belanda yang dikendalikan Gubernur Jendral melalui para ahli
sangat aktif menulis karya sejarah. Dengan kata lai yang menulis sejarah pada
masa kolonial adalah para sejarawan kolonial.
Dalam kalangan ilmuwan belanda yang adai di Hindia Balanda,
penulisan sejarah modern diawali dengan penulisan sejarah penjajahan Belanda
di Indonesia. Tim penulis sejarah ini dipimpin oleh F.W Stapel. Buku yamg ditulis
oleh tim ini berjudul Geschedenis van Nederlanche Indie (Sejarah Hindia
Belanda). Buku tersebut tidak banyak menceritakan peran bangsa Indonesia. Hal
itu dikarenakan bangsa Indonesia pada saat itu sedang dijajah. Pada buku
tersebut penjajah belanda adalah sebagai subjek utama dalam cerita sejarah.
Aspek aspek positif lebih di tekankan pada orang-orang belanda di Indonesia,
sedangkan bangsa indonesia hanyalah sebagai pelengkap saja dan dianggap
sebagai orang yang jahat.
Buku stapel tersebut bukanlah swjarah Indonesia, melainkan sejarah
penjajahan Belanda di negeri jajahan. orang belanda sebagai subjek dan orang
Indonesia sebagai objek dalam penulisan buku tersebut. Bangsa Indonesia dikenal
dengan sebutan pribumi. Sebutan ini lebih menunjukan bahwa bangsa Indonesia
bukan sebagai bangsa, tidak memiliki suatu negara.
Inti cerita sejarah historiografi kolonial adalah bangsa Belanda, maka
hanya Belandalah yang dipandang penting di Hinfia Belanda. Hal ini tampak jelas
dari istilah Hindia Belanda yang dimana daerah Hindia (Indonesia) "dimiliki"
oleh Belanda. Bangsa Belanda sebagai "pemilik" memamdang diri pribadinya
sebagai tuan dan bangsa termulia sehingga bangs Indonesia hanya mendapat gelar
"bumiputra" atau orang negeri. Orang Indonesia tidak dipandang sebagai suatu
bangsa, melainkan sejenis manusia yang berguna bagi belanda.
Karakteristik Historiografi Kolonial
Bersifat Belanda sentrisme, artinya sejarah Indonesia ditulis dari sudut
pandang kepentingan orang-oramg belanda yang sedang menjajah indonesiasaat
itu. Dengan demikian, dalam historiografi kolonial , peran orang-orang Belanda
dalam panggung ditulis secara berlebihan, sedangkan penduduk bumiputra peran
kesejarahannya ditulis sedikit. Sifat cerita sejarah Indonesia yang dilukiskan oleh
penulis belanda bernama Dr. F. W. Stafel yang bisa dilihat dari jumlah halaman
bukunya sebagai berikut:
a. Zaman Purbakala dan Hindu ditulis 25 Halaman
b. Penyiaran Islam dan bangsa Portugis di Indinesia , 8 halaman
c. VOC 152 halaman
d. Pemerintah Belanda 150 halaman

Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa cerita sejarah Indonesia yang


ditulis sebelum tahun 1942 pada dasarnya bukan sejarah Indonesia, tetapi
sejarah Belanda di Indonesia. Dalam historiografi kolonial, tokoh-tokoh seperti
Imam Bonjol, Diponegoro, Sultan Agung, Sukarno, Hatta, dan tokoh pejuang
lainnya dipandang sebagau penghianat.

Penulisan sejarah model ini merupakan bentuk dari dekilonisasi terhadap


historiografi, artinya pelepasan penjajahan dalam penulisan sejarah. Kesadaran
penulisan sejarah yang Indonesiasentris muncul sejak awal kemerdekaan. Hal ini
diperlukan khusunya bagi pengajaran di sekolah.

Penulisan sejarah yang Indonesiasentris yang muncul dalam bentuk


historiografi nasional harua memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

a. Sejarah yang mengungkapkan "sejarah dari dalam", yang


menempatkan bamgsa Indonesia sebagai pemeran utama.
b. Penhelasan sejarah Indonesia diuraikan secara luas, dengan uraian
yang mencangkup asoek politik, ekonomi, sosial dan budaya
c. Berhubungan erat dengan kedua pokok di atas, perlu ada
pengungkapan aktivitas dari berbagai golongan masyarakat, dan
bukan dari dari bangsawan saja.
d. Untuk menyusun sejarah Indonesia sebagai suatu sintesis, yang
menggambarkan proses perkembangan ke arah penyatuan geo-
politik, prinsip integrasi perlu dioerlukan untuk mengukur seberapa
jauh integrasi itu dalam masa-masa tertentu telah tercapai.
3. Historiografi Nasional
Setelah NKRI terbentuk tumbuh keinginan rakyat untuk menulis
sejarahnya sendiri sebagai pengganti historiografi kolonial. Karya-karya yang
ditulis sejarawan Indonesasejarah yang didalamnya banyak mengungkapkan sisi-
sisi kehidupan rakyat sepanjang masa yang diungkapkan dari sudut kepentingan
pembangunan bangsa Indonesia.
Karakteristik Historiografi Nasional
Beraifat Indonesiasentris, artinya bahwa Sejarah Nasional Indonesia
(SNI) harus ditulis dari sudut kepentingan rakyat Indonesia. Tugas historiografi
Nasional adalah membongkar dan merevisi historiogragi kolonial yang gaya
penulisannya diselewengkan oleh sejarawan kolonial yang sangat merugikan
proses pembangunan, khususnya pembanhunan sikap mental bangsa Indonesia.
B. Menulis Sejarah Baru Melalui Mazhab Annales
1. Elitisme Historiografi Tradisional-konvensional
Histotiografi tradisional umumnya bersifat "istana-sentris" atau "elitis".
Hal tersebut membuat sejarawan selalu "kepincut" untuk meneliti tentang
kekuasaannya dan lingkungannya. Ada beberapa keuntungan jika sejarawan bisa
menulis tentang kekuasaan, khususnya raja. Pertama, mudah memperoleh
sumber baik tertulis maupun Lisan, sebab raja adalah orang yang paling dielu-
elukan banyak orang. Kedua, karya sejarah akan "laris" karena membicarakan
seorang raja.
Beberapa karya sejarah tentang Indonesia lebih banyak mengeksplorasi
kehidupan para raja dan memoles istananya secara monografis, terutama karya-
karya yang terbit sebelum 1900an. Dengan demikian, sejarah terasa kaku dan
sangat elitis. Jarang adanya sejarah yang ditulis untuk kehidupa orang pinggiran,
apalagi yang tertindas.
Historiografi trdisional telah tampil sebagai atau beepengaruh pada
historiografi yang konvensional. Hal itu bisa dilihat dri kesamaan cirinya,
diantaranya memusatkan perhatian pada hal-hal yang besar saja. Ciri historiografi
juga elitis dan hanya memberikan narasi pada raja, pengusaha, bangsawan dan
orang-orang besar lainnya.
2. Ruang Kosong Dalam Historiografi di Indonesi
Dalam buku merekonstruksi sejarah Indonesia yang ditulis oleh Jean
Gelman T. disebutkan bahwa kwbanyakan periodisasi sajarah Indonesia ada 3
yaitu prakolonial, kolonial, dan setelah merdeka. Masa Hindu-Budha yang
panjang dumasukan dalam prakolonial. Menurut Jean, kisah sejarah Indonesia
sangat dikuasai oleh diminasi diskursus historiografi Barat harus dilawan dengan
upaya merekonstruksikan secara lebih otonom, harus diletakkan secara paralel,
berdampingan dan tidak terpisah dari sejarah barat karena pada poin -poin
tertentu mereka saling bersinggungan. Sejarah Indonesia dengan pendekatan
baru berdasarkan rekaman suara dari semua lapisan orang indonesia, terutama
rakyat biasa, perempuan, bahkan anak, dapat ditemukan dalam rekaman prasati
batu, tembaga, manuskrip lontar, epik jawa, atauoun babad.
3. Sejarah Baru: Merintis Jalan "Deklarasi"
Berbicara sejarah sosial dan hiatoriografi kontemporer Indonesia, tidak lepas
dari tradisi mazhab annales. Mazhab ini sangat berpengaruh bagi pembentukan
historiografi baru Indonesia. Mazhab annales merupakan kelompok yang menekuni
sejarah dengan metodologi yang berbeda. Sebuah "Mashab" yang diprakarsai oleh
Lucien Febvre dan Marc Bloch ini dikenal dengan pendekatan "sejarah total". Sejarah
total adalah sejarah tentang seluruh aspek kehidupan masyarakat, tidak hanya berkisar
pada bidang yang dianggap paling penting, khususnya poltik. Dengan demikian sejarah
tidak hanya bersifat monografis, tetapi lebih luas cakupannya, termasuk cara
berpakaian, menyajikan makanan dan sekuk beluk keseharian manusia.

Anda mungkin juga menyukai