Anda di halaman 1dari 20

Sastra

Pengertian Sastra
Hasil karya manusia menggunakan bahasabbaik tulisan atau lisan dan membuat
kesan keindahan atau estetik.
Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta ‘Sastra’,
yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar ‘Sas’ yang
berarti “instruksi” atau “ajaran” dan ‘Tra’ yang berarti “alat” atau “sarana”. Dalam bahasa
Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis
tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Menurut KBBI sastra adalah karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan biasa
lainnya, memiliki berbagai ciri keunggulan, keaslian, keartistikan, keindahan, isi dan
ungkapan. Karya sastra sendiri merupakan karangan yang memiliki nilai kebaikan berupa
tulisan dengan bahasa yang indah penuh estetika. Sastra sendiri juga memberikan
pengetahuan dan wawasan umum mengenai manusia, sosial, intelek, dengan gaya yang
khas dan unik. Di mana pembaca sastra dapat menginterpretasikan teks sastra sesuai
dengan pengalamanan dan wawasannya, Semua kembali ke pembaca dan penikmat.

Hasil sastra

1. Puisi
Puisi adalah rangkaian kata yang sangat padu. Kejelasan sebuah puisi sangat
bergantung pada ketepatan penggunaan kata serta kepaduan yang membentuknya

2. Fiksi atau prosa naratif


Fiksi atau prosa naratif adalah karangan yang bersifat menjelaskan secara terurai
mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa lainnya. Fiksi pada dasarnya terbagi
menjadi novel, roman, dan cerita pendek
a. Novel
Novel adalah suatu karangan prosa yang bersifat cerita, yang menceritakan suatu
kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita). Dikatakan
kejadian yang luar biasa karena dari kejadian ini lahir suatu konflik, suatu
pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib para tokoh. Novel hanya menceritakan
salah satu segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa, yang
mengakibatkan terjadinya perubahan nasib
b. Roman
Istilah roman berasal dari genre romance dari abad pertengahan, yang merupakan
cerita panjang tentang kepahlawanan dan percintaan. Istilah roman berkembang
di jerman, belanda, prancis, dan bagian-bagian eropa daratan yang lain. Ada sediit
perbedaan antara roman dan novel, yaitu bentuk novel lebih pendek dibandingkan
roman, tapi ukuran luasnya unsur cerita hampir sama
c. Cerita pendek
Cerita atau cerita pendek adalah suatu karangan prosa yang berisi cerita sebuah
peristiwa kehidupan manusia (pelaku/tokoh) dalam cerita tersebut. Dalam
karangan tersebut terdapat pula peristiwa lain tetapi peristiwa ersebut tidak
dikembangkan, sehingga kehadirannya hanya sebagai pendukung peristiwa pokok
agar cerita tampak wajar. Ini berarti cerita hanya dikonsentrasikan pada suatu
peristiwa yang menjadi pokok ceritanya

3. Drama
Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para
tokohnya. Drama sebagai karya sastra sebenarya hanya bersifat sementara, sebab
naskah drama ditulis sebagai dasar untuk dipentaskan. Dengan demikian, tujuan
drama bukanlah untuk dibaca seperti orang membaca novel atau puisi. Drama yang
sebenarnya adalah kalau naskah sastra tadi dipentaskan. Tapi bagaimanapun, naskah
tertulis drama selalu dimasukan sebagai karya sastra

Periodisasi Sastra Indonesia


MASA KESUSTRAAN LAMA
a. Masa Kesusastraan Purba
Kesusastraan purba merupakan kesusastraan melayu sebelum masuknya
pengaruh Hindu dan Arab. Pada masa ini kesusastraan masih bersifat lisan atau
leluri, karena masih banyak yang tidak mengenal tulisan atau aksara.
Karangan, baik berupa puisi atau pun prosa disampaikan mulut ke mulut oleh
seorang yang disebut tukang cerita atau pelipur lara. Di daerah Jawa Barat, tukang
cerita atau pelipur lara juga dikenal dengan sebutan Pawang.
Kesusastraan purba dalam bentuk prosa contohnya dongeng, sedangkan
dalam bentuk puisi contohnya mantra dan pantun.

b. Masa Pengaruh Hindu


Masuknya agama Hindu ke Indonesia ikut mempengaruhi perkembangan
sasatra melayu purba dan kesusastraan daerah. Agama Hindu memunculkan
dongeng-dongeng yang berhubungan dengan dewa-dewa dan kepercayaan lain
seperti cerita Mahabharata dan Ramayana, dan dalam puisi muncul bentuk
gurindam.
Sejak masa kesusastraan yang dipengaruhi hindu ini mulai dikenal
kesusastraan tertulis yang dibuktikan dari banyaknya ditemukan prasasti-prasasti
dalam tulisan India (tulisan Pallawa), meskipun penyampaian sastra melalui lisan
juga masih banyak.

c. Masa Pengaruh Islam


Masuknya ajaran Islam ke Indonesia turut menambah khasanah kesusastraan
Melayu dan daerah. Ajaran islam mempengaruhi munculnya sastra dalam bentuk
prosa dan puisi yang khas kesusastraan Arab dan Persia.
Contohnya dalam bentuk puisi adalah syair, rubai, nazam, dan gazal,
sedangkan contoh dalam bentuk prosa dikenal hikayat seperti Hikayat 1001 malam
dan dongeng Abu Nawas.
Ciri-ciri kesusastraan lama secara umum, yakni:
1. Karya sastra disampaikan secara lisan (leluri)
2. Tidak diketahui siapa pengarangnya
3. Isi karangan istana sentris atau selalu menceritakan kehidupan raja, istana dan putra-putri
raja
4. Isi cerita bersifat khayalan fantastis yang tidak masuk akal
5. Isi cerita mengandung pengaruh agama dan kepercayaan Hindu dan Arab.

KESUSASTRAAN MASA PERALIHAN (ABDULLAH BIN ABDUL KADIR MUNSYI)


Masa peralihan yang dimaksud merupakan peralihan dari sastra lama ke sastra baru.
Terdapat pengaruh barat di Indonesia sehingga mempengaruhi juga pada kesusastraan.
Yang dimaksud sastra peralihan (transisi) ialah karya sastra yang di dalamnya tergambar
peralihan dari pengaruh Hindu ke pengaruh Islam. Di dalam sastra peralihan, terdapat
cerita-cerita dengan motif Hindu, tetapi unsur-unsur Islam juga dimunculkan. Istilah sastra
zaman peralihan muncul berdasarkan asumsi bahwa sebelum Islam masuk ke Melayu,
pengaruh India (khususnya agama Hindu dan Buddha) sudah begitu dalam mempengaruhi
pikiran orang-orang Melayu.
Kesusastraan masa peralihan juga disebut dengan masa Abdullah bin Abdul Kadir
Munsyi. Abdullah adalah seorang tokoh sastra yang mempengaruhi perubahan dalam karya
sastra melayu lama yang awalnya bersifat khayal, fantastis dan istana sentris menjadi karya
sastra yang lebih bersifat objektif dan membahas masalah kehidupan sehari-hari. Misalnya
seperti kisah yang menceritakan perjalanan hidupnya dalam karya Hikayat Abdullah.
Jasa-jasa Abdullah dalam perkembangan kesusastraan yakni:
1. Membawa perubahan baru bagi kesusastraan Melayu dengan mengenalkan karya yang
bersifat biografi.
2. Menerjemahkan kitab suci Al-Qur’an ke dalam bahasa Melayu.
3. Ikut serta dalam menyusun buku sejarah Melayu.

KESUSASTRAAN MASA BARU


Sastra Indonesia berkembang dari waktu ke waktu, bahkan sebelum bahasa Indonesia
diresmikan pada 28 Oktober 1928. Pada zaman dahulu bahasa Melayu dipakai sebagai
bahasa kerajaan dan bahasa sastra (Purwoko, 2004: 84), hasil-hasil sastra berbahasa Melayu
yang tidak tertulis juga sudah ditemukan sejak abad ke-19. Sementara itu, pondasi pendirian
sastra Indonesia baru tegak berdiri pada tahun 1920-an dengan munculnya Balai Poestaka.
Sejak saat itu sastra berkembang sampai saat ini, sastra Indonesia secara umum terbagi oleh
beberapa periode, yaitu angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, angkatan 1945, angkatan
1950, angkatan 1966, dan angkatan 1970—sekarang. Di era 2000-an seperti sekarang mulai
dikenal cyber sastra, yaitu sastra yang beredar luas di dunia cyber atau internet. Berikut
akan dipaparkan satu demi satu penjelasan terkait periodisasi sastra Indonesia.
1. Angkatan Balai Pustaka (1920—1933)
Balai Pustaka didirikan pada tahun 1908, tetapi baru tahun 1920-an kegiatannya
dikenal banyak pembaca (Purwoko, 2004: 143). Berawal ketika pemerintah Belanda
mendapat kekuasaan dari Raja untuk mempergunakan uang sebesar F.25.000 setiap
tahun guna keperluan sekolah bumi putera yang ternyata justru meningkatkan
pendidikan masyarakat. Commissie voor de Inlandsche School-en Volkslectuur, yang
dalam perkembangannya berganti nama Balai Poestaka, didirikan dengan tujuan
utama menyediakan bahan bacaan yang “tepat” bagi penduduk pribumi yang
menamatkan sekolah dengan sistem pendidikan Barat. Sebagai pusat produksi karya
sastra, Balai Poestaka mempunyai beberapa strategi signifikan (Purwoko, 2014: 147),
yaitu

a. merekrut dewan redaksi secara selektif


b. membentuk jaringan distribusi buku secara sistematis
c. menentukan kriteria literer
d. mendominasi dunia kritik sastra
Pada masa ini bahasa Melayu Riau dipandang sebagai bahasa Melayu standar yang
yang lebih baik dari dialek-dialek Melayu lain seperti Betawi, Jawa, atau Sumatera. Oleh
karena itu, para lulusan sekolah asal Minangkabau, yang diperkirakan lebih mampu
mempelajari bahasa Melayu Riau, dipilih sebagai dewan redaksi. Beberapa diantaranya
adalah Armjin Pene dan Alisjahbana. Angkatan Balai Poestaka baru mengeluarkan novel
pertamanya yang berjudul Azab dan Sengsara karya Merari Siregar pada tahun 1920-an.
Novel yang mengangkat fenomena kawin paksa pada masa itu menjadi tren baru bagi
dunia sastra. Novel-novel lain dengan tema serupa pun mulai bermunculan. Adapun
ciri-ciri karya sastra pada masa Balai Poestaka, yaitu
a. Gaya Bahasa : Ungkapan klise pepatah/pribahasa.
b. Alur : Alur Lurus.
c. Tokoh : Plot karakter ( digambarkan langsung oleh narator ).
d. Pusat Pengisahan : Terletak pada orang ketiga dan orang pertama.
e. Terdapat digresi : Penyelipan/sisipan yang tidak terlalu penting, yang dapat
menganggu kelancaran teks.
f. Corak : Romantis sentimental.
g. Sifat : Didaktis (pendidikan)
h. Latar belakang sosial : Pertentangan paham antara kaum muda dengan kaum tua.
i. Peristiwa yang diceritakan saesuai dengan realitas kehidupan masyarakat.
j. Puisinya berbentuk syair dan pantun.
k. Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda, soal
pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dll.
l. Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan.
2. Angkatan Pujangga Baru (1933—1942)
Pada tahun1933, Armijn Pane, Amir Hamzah, dan Sultan Takdir Alisjahbana
mendirikan sebuah majalah yang diberi nama Poejangga Baroe. Majalah Poedjangga
Baroe menjadi wadah khususnya bagi seniman atau pujangga yang ingin
mewujudkan keahlian dalam berseni. Poedjangga Baroe merujuk pada nama sebuah
institusi literer yang berorientasi ke aneka kegiatan yang dilakukan para penulis
pemula. Majalah ini diharapkan berperan sebagai sarana untuk mengoordinasi para
penulis yang hasil karyanya tidak bisa diterbitkan Balai Poestaka (Purwoko, 2004:
154).
Selain memublikasikan karya sastra, majalah ini juga merintis sebuah rubrik untuk
memuat esai kebudayaan yang diilhami oleh Alisjahbana dan Armijn Pane. Kelahiran
majalah Poedjangga Baroe menjadi titik tolak kebangkitan kesusastraan Indonesia.
S.T. Alisjahbana, dalam artikel Menudju Masjarakat dan Kebudajaan
Baru, menjelaskan bahwa sastra Indonesia sebelum abad 20 dan sesudahnya
memiliki perbedaan yang didasari pada semangat keindonesiaan dan keinginan yang
besar akan perubahan.
Adapun karakteristik karya sastra pada masa itu terlihat melalui roman-romannya
yang sangat produktif dan diterima secara luas oleh masyarakat. Pengarang yang
paling produktif yaitu Hamka dan Alisjahbana. Hamka, dalam Mengarang
Roman, mengatakan Roman adalah bentuk modern dari hikayat. Roman
memperhalus bahasa yang sebelumnya sangat karut marut menyerupai kalimat
Tionghoa sehingga secara tidak langsung roman-roman yang ada mampu memicu
minat baca masyarakat yang awalnya tidak gemar membaca.
Berdasarkan isi cerita, tema-tema yang ada memperlihatkan kecenderungan para
pengarang yang membuat tokoh-tokoh dalam ceritanya berakhir pada kematian.
Pengaruh Barat yang sangat kental pada perkembangan sastra Indonesia dalam
periode Pujangga Baru menghasilkan beberapa perbedaan pandangan dalam
kalangan sastrawan pada saat itu.Sebagai contoh, novel pertama yang diterbitkan
majalah ini, Belenggu, pernah ditolak oleh Balai Pustaka karena dianggap
mengandung isu tentang nasionalisme dan perkawinan yang retak. Dengan alasan
didaktis, kedua isu budaya tersebut dianggap tidak cocok dengan kebijakan
pemerintah kolonial.
3. Angkatan ’45
Munculnya Chairil Anwar dalam panggung sejarah sastra Indonesia dengan
menampilkan sajak-sajak yang bernilai tinggi memberikan sesuatu yang baru bagi
dunia sastra tanah air. Bahasa yang dipergunakannya adalah bahasa Indonesia yang
berjiwa. Bukan lagi bahasa buku, melainkan bahasa percakapan sehari-hari yang
dibuatnya bernilai sastra (Rosidi, 1965: 91). Dengan munculnya kenyataan itu, maka
banyaklah orang yang berpendapat bahwa suatu angkatan kesusateraan baru telah
lahir. Angkatan ini memiliki beberapa sebutan, yaitu Angkatan ’45, Angkatan
Kemerdekaan, Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Perang, Angkatan Sesudah Perang,
Angkatan Sesudah Pujangga Baru, Angkatan Pembebasan, dan Generasi Gelanggang.
4. Angkatan ’45 adalah angkatan yang muncul setelah berakhirnya Angkatan Pujangga
Baru. Angkatan ini terbentuk karena Angkatan Pujangga Baru dianggap gagal
menjalankan gagasannya. Pujangga Baru yang semula memiliki gagasan baratisasi
sastra Indonesia, nyatanya hanya mentok pada belandanisasi. Dengan kata lain,
tokoh-tokoh atau karya-karya seni dan sastra yang diambil sebagai acuan dan
sumber inspirasi hanya berasal dari negeri Belanda saja, bukan dari penjuru Barat.
Untuk meluruskan persepsi tersebut, muncullah Angkatan ’45 sebagai gantinya.
Keberadaan angkatan ini erat hubungannya dengan Surat Kepercayaan Gelanggang.
Konsep humanisme universal menjadi acuan Perkumpulan Gelanggang karena
mereka merasa karya-karya yang dibuat oleh Angkatan Pujangga Baru kurang
realistis pada masa itu. Angkatan Pujangga Baru yang beraliran romatis dinilai terlalu
utopis dan hanya mementingkan estetika. Berbeda dengan Angkatan Pujangga Baru,
Angkatan ’45 beraliran ekspresionisme-realistik. Karya-karya yang dihasilkan bergaya
ekspresif, menggambarkan identitas si seniman dan juga realistis. Dalam hal ini,
realistis berarti fungsional atau berguna untuk masyarakat. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Angkatan ’45 menganut pendapat seni untuk masyarakat,
sementara Pujangga Baru menganut pendapat seni untuk seni.
Tema yang banyak diangkat dalam karya-karya seni Angkatan ’45 adalah tema
tentang perjuangan kemerdekaan. Dari karya-karya bertemakan perjuangan itulah
amanat yang menyatakan bahwa perjuangan mencapai kemerdekaan tak hanya
dapat dilakukan melalui politik atau angkat senjata, tetapi perjuangan juga dapat
dilakukan melalui karya-karya seni. Angkatan ’45 mulai melemah ketika sang
pelopor, Chairil Anwar, meninggal dunia. Selain itu, Asrul Sani, yang juga merupakan
salah satu pelopor mulai menyibukkan diri membuat skenario film. Kehilangan akan
kedua orang tersebut membuat Angkatan ’45 seolah kehilangan kemudinya.
Akhirnya, masa Angkatan ’45 berakhir dan digantikan dengan Angkatan’50.

Angkatan ’45 memiliki gaya yang berbeda dengan Angkatan Pujangga Baru. Gaya ini
dipengaruhi oleh kondisi politik masing-masing angkatan. Angkatan Pujangga Baru memiliki
gaya romantis-idealis karena pada saat itu perjuangan kemerdekaan belum sekeras yang
dialami Angkatan ’45. Sementara Angkatan ’45 yang terbentuk pada saat gencarnya
perjuangan kemerdekaan memilih gaya ekspresionisme-realistik agar dapat berguna dan
diterima oleh masyarakat. Pada akhirnya, semua angkatan yang ada sepantasnya menyadari
fungsi sosial mereka. Setiap angkatan harus memikirkan letak kebermanfaatan mereka bagi
masyarakat karena mereka hidup dan tumbuh di dalam masyarakat.

Angkatan 1950
Angkatan ini dikenal krisis sastra Indonesia. Sejak Chairil Anwar meninggal, lingkungan
kebudayaan “Gelanggang Seniman Merdeka” seolah-olah kehilangan vitalitas. Salah satu
alasan utama terhadap tuduhan krisis sastra tersebut adalah karena kurangnya jumlah buku
yang terbit. Sejak tahun 1953 , Balai Pustaka yang sejak dulu bertindak sebagai penerbit
utama buku-buku sastra, kedudukannya sudah tidak menentu (Rosidi, 1965: 137). Sejak saat
itu aktivitas sastra hanya dalam majalah-majalah, seperti Gelanggang/Siasat, Mimbar
Indonesia, Zenith, Poedjangga Baroe, dll.
Karena sifat majalah, maka karangan-karangan yang mendapat tempat terutama yang
berupa sajak, cerpen, dan karangan-karangan lain yang tidak begitu panjang. Sesuai dengan
yang dibutuhkan oleh majalah-majalah, maka tak anehlah kalau para pengarangpun lantas
hanya mengarang cerpen, sajak, dan karangan lain yang pendek-pendek (Rosidi, 1965: 138).
Hal itulah yang memunculkan istilah “sastra majalah” pada masa itu. Berikut pendapat
Soeprijadi Tomodihardjo, dalam artikelnya “Sumber-Sumber Kegiatan”1
1. Kesusastraan sedang memasuki masa krisis, masalah kualitas dan kuantitas.

2. Ekspansi ideologi ke dalam dunia seni mengakibatkan banyak orang meninggalkan nilai-
nilai seni yang wajar, dan ideologi politik kian menguat.

3. Seni dan politik adalah pencampuradukan yang lahir dari kondisi masa itu.
4. Pada masa itu pula telah lahir organisasi-organisasi kegiatan kesenian yang
mengarahkan kegiatanya pada seni sastra dan seni drama.

5. Hal ini mengindikasikan seni mendapat perhatian.

6. Kesusastraan berhubungan erat dengan adanya tempat berkegiatan, Jakarta di angggap


sebagai pusatnya. Anggapan ini diluruskan, Jakarta hanya sebagai pusat produksi dan
publikasi

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa angkatan 1950 merupakan angkatan yang sepi
oleh karya karena sastra Indonesia yang ada dianggap sudah tidak lagi memiliki identitas,
kesusasteraan mengalami krisis baik kualitas maupun kuantitas karena lahirnya pesimisme
dan penggunaan seni ke ranah politik yang tidak dibarengi dengan tanggung jawab.

Angkatan 1966
Adalah suatu kenyataan sejarah bahwa sejak awal pertumbuhannya sastrawan-sastrawan
Indonesia menunjukkan perhatian yang serius kepada politik (Rosidi, 1965: 177). Pada masa
ini sastra sangat dipengaruhi oleh lembaga kebudayaan seperti Lekra dan Manikebu. Pada
tahun 1961 Lekra,organ PKI yang memperjuangkan komunisme, dinyatakan sebagai
organisasi kebudayaan yang memperjuangkan slogan “politik adalah panglima”. Sementara
Menifes Kebudayaan merupakan sebuah konsep atau pemikiran di bidang kebudayaan dan
merupakan sebuah reaksi terhadap teror budaya yang pada waktu itu dilancarkan oleh
orang-orang Lekra. Manifes kebudayaan di tuduh anti-Manipol dan kontra Revolusioner
sehingga harus dihapuskan dari muka bumi Indonesia. Pelarangan Manifes Kebudayaan
diikuti tindakan politis yang makin memojokkan orang-orang Manifes Kebudayaan, yaitu
pelarangan buku karya pengarang-pengarang yang berada di barisan. Adapun buku-buku
yang pernah dilarang, antara lain Pramudya Ananta Toer, Percikan Revolusi, Keluarga
Gerirya, Bukan pasar Malam ,Panggil Aku Kartini Saja , Korupsi dll; Utuy T. Sontani, Suling,
Bunga Rumah makan,Orang-orang Sial, Si Kabayan dll; Bakri Siregar, Ceramah Sastra,
Jejak Langkah , Sejarah Kesusastraan Indonesia Modern.
Menurut H. B. Jassin, ciri-ciri karya pada masa ini adalah sebagai berikut

1. mempunyai konsepsi Pancasila

2. menggemakan protes sosial dan politik

3. membawa kesadaran nurani manusia

4. mempunyai kesadaran akan moral dan agama

Angkatan 70-an sampai sekarang


Pada masa ini karya sastra berperan untuk membentuk pemikiran tentang keindonesiaan
setelah mengalami kombinasi dengan pemikiran lain, seperti budaya. Ide, filsafat, dan
gebrakan-gebrakan baru muncul di era ini, beberapa karya keluar dari paten dengan
memperbincangkan agama dan mulai bermunculan kubu-kubu sastra populer dan sastra
majalah. Pada masa ini pula karya yang bersifat absurd mulai tampak.

Di tahun 1980—1990-an banyak penulis Indonesia yang berbakat, tetapi sayang karena
mereka dilihat dari kacamata ideologi suatu penerbit. Salah satu penerbit yang terkenal
sampai sekarang adalah Gramedia. Gramedia merupakan penerbit yang memperhatikan
sastra dan membuka ruang untuk semua jenis sastra sehingga penulis Indonesia senantiasa
memiliki kreativitas dengan belajar dari berbagai paten karya, baik itu karya populer,
kedaerahan, maupun karya urban. Sementara setelah masa reformasi, yaitu tahun 2000-an,
kondisi sastra tanah air dapat digambarkan sebagai berikut2
1. Kritik Rezim Orde Baru

2. Wacana Urban dan Adsurditas

3. Kritik Pemerintah terus berjalan

4. Sastra masuk melalui majalah selain majalah sastra.

5. Sastra bersanding dengan Seni Lainnya, banyak terjadi alih wahana pada jaman
sekarang

6. Karya yang dilarang terbit pada masa 70-an diterbitkan di tahun 2000-an, banyak karya
Pram yang diterbitkan, karya Hersri Setiawan, Remy Sylado, dsb.

Seperti seorang anak, Sastra mengalami masa pertumbuhan. Masa pertumbuhan sastra
tidak akan dewasa hingga jaman mengurungnya. Sastra akan terus menilai jaman melalui
pemikiran dan karya sastrawannya. Pada tahun 1970-an, sastra memiliki karakter yang
keluar dari paten normatif. Pada tahun 1980-an hingga awal 1990-an, sastra memiliki
karakter yang diimbangi dengan arus budaya populer. Pada tahun 2000-an hingga saat ini,
sastra kembali memiliki keragaman kahzanah dari yang populer, kritik, reflektif, dan masuk
ke ranah erotika dan absurditas3.
1Ditampilkan oleh presentasi kelompok Angkatan 1950 pada mata kuliah Pengkajian Sastra
Indonesia Tahun 2012
2Ditampilkan oleh presentasi kelompok Angkatan 70-an pada kuliah Pengkembangan Sastra
Indonesia Tahun 2012
3idem
PERIODISASI SASTRA DI INDONESIA

March 5, 2017 admin Sastra 0

Periodisasi sastra adalah pembagian perkembangan kesusastraan yang pengelompokkannya


berdasarkan pada periode waktu tertentu, dimana dalam periode tersebut sastra memiliki
ciri khas yang serupa.
Periode sastra membahas mengenai perkembangan sastra dari masa ke masa. Di Indonesia,
periodisasi sastra secara umum dibagi menjadi:
1. Kesusastraan Lama, yang terdiri dari:
– masa kesusastraan purba
– masa kesusastraan pengaruh Hindu
– masa kesusastraan pengaruh Arab

2. Kesusastraan peralihan atau masa Abdullah

3. Kesusastraan baru, yang terbagi atas :


– masa Balai Pustaka
– masa Pujangga Baru
– masa Angkatan ‘45
– masa Angkatan ‘66
Berikut akan diuraikan mengenai Kesusastraan Lama dan Masa Peralihan

MASA KESUSTRAAN LAMA

a.Masa Kesusastraan Purba


Kesusastraan purba merupakan kesusastraan melayu sebelum masuknya pengaruh Hindu
dan Arab. Pada masa ini kesusastraan masih bersifat lisan atau leluri, karena masih banyak
yang tidak mengenal tulisan atau aksara.

Karangan, baik berupa puisi atau pun prosa disampaikan mulut ke mulut oleh seorang yang
disebut tukang cerita atau pelipur lara. Di daerah Jawa Barat, tukang cerita atau pelipur lara
juga dikenal dengan sebutan Pawang.

Kesusastraan purba dalam bentuk prosa contohnya dongeng, sedangkan dalam bentuk puisi
contohnya mantra dan pantun.

b.Masa Pengaruh Hindu


Masuknya agama Hindu ke Indonesia ikut mempengaruhi perkembangan sasatra melayu
purba dan kesusastraan daerah. Agama Hindu memunculkan dongeng-dongeng yang
berhubungan dengan dewa-dewa dan kepercayaan lain seperti cerita Mahabharata dan
Ramayana, dan dalam puisi muncul bentuk gurindam.

Sejak masa kesusastraan yang dipengaruhi hindu ini mulai dikenal kesusastraan tertulis yang
dibuktikan dari banyaknya ditemukan prasasti-prasasti dalam tulisan India (tulisan Pallawa),
meskipun penyampaian sastra melalui lisan juga masih banyak.

c.Masa Pengaruh Islam


Masuknya ajaran Islam ke Indonesia turut menambah khasanah kesusastraan Melayu dan
daerah. Ajaran islam mempengaruhi munculnya sastra dalam bentuk prosa dan puisi yang
khas kesusastraan Arab dan Persia.

Contohnya dalam bentuk puisi adalah syair, rubai, nazam, dan gazal, sedangkan contoh
dalam bentuk prosa dikenal hikayat seperti Hikayat 1001 malam dan dongeng Abu Nawas.
Ciri-ciri kesusastraan lama secara umum, yakni:

1. Karya sastra disampaikan secara lisan (leluri)


2. Tidak diketahui siapa pengarangnya
3. Isi karangan istana sentris atau selalu menceritakan kehidupan raja, istana dan putra-putri
raja
4. Isi cerita bersifat khayalan fantastis yang tidak masuk akal
5. Isi cerita mengandung pengaruh agama dan kepercayaan Hindu dan Arab.

KESUSASTRAAN MASA PERALIHAN (ABDULLAH BIN ABDUL KADIR MUNSYI)

Kesusastraan masa peralihan juga disebut dengan masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi.
Abdullah adalah seorang tokoh sastra yang mempengaruhi perubahan dalam karya sastra
melayu lama yang awalnya bersifat khayal, fantastis dan istana sentris menjadi karya sastra
yang lebih bersifat objektif dan membahas masalah kehidupan sehari-hari. Misalnya seperti
kisah yang menceritakan perjalanan hidupnya dalam karya Hikayat Abdullah.

Jasa-jasa Abdullah dalam perkembangan kesusastraan yakni:

1. Membawa perubahan baru bagi kesusastraan Melayu dengan mengenalkan


karya yang bersifat biografi.
2. Menerjemahkan kitab suci Al-Qur’an ke dalam bahasa Melayu.
3. Ikut serta dalam menyusun buku sejarah Melayu.

Kesusesastraan masa baru

1. ANGKATAN BALAI PUSTAKA

Angkatan Balai Pustaka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak
tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit “Bali Pustaka”. Prosa (roman,
novel,cerpen, dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan mulai
menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam, hikayat, dan kazhanah sastra di
Indonesia pada masa ini

Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari
bacaan cabul dan liar yang dihasilkan sastra melayu rendah yang tidak menyoroti
pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan
karya dalam 3 bahasa yaitu bahasa Melayu tinggi, bahasa Jawa, dan bahasa Sunda,
dan dalam jumlah yang terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa
Madura.

“Nur Sultan Iskandar” dapat disebut sebagai “raja angkatan balai pustaka”
karna karya-karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran
para pengarang, dapat dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada
angkatan ini adalah novel Sumatera dengan Minangkabau sebagai titik
pusatnya.Pada masa ini novel “Siti Nurbaya, dan Salah Asuhan” menjadi karya cukup
penting, keduanya mengkritik adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu.

2. PUJANGGA BARU

Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan
oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama
terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran
kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik, dan elistik.

Periode sastra indonesia angkatan pujangga baru, terbit pula majalah


pujangga baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana, beserta Amir Hamzah
dan Armijn Pane. Karya sastra Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930–
1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisjahbana. Karyanya layar terkembang, menjadi
salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar
Terkembang, pada periode ini novel Tengelamnya Kapal Vander Wijck dan Kalau Tak
Untung menjadi karya penting sebelum perang.

3. ANGKATAN 1945

Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya


sastrawan Angkatan “45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya
Angkatan Pujangga Baru yang romantik- dealistik. Karya-karya sastra pada angkatan
ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-
puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan “45 memiliki konsep yang diberi judul “Surat
Kepercayaan Gelanggang” konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan
“45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Selain Tiga
Menguak Takdir dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dan Atheis dianggap sebagai
karya pembaharuan prosa Indonesia. Karya sastra periodisasi sastra indonesia
angkatan 45

4. ANGKATAN 1950-1960-an

Angkatan ’50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah Asuhan H.B.
Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi oleh cerita pendek dan
kompulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan
dengan majalah sastra lainnya, Sastra.

Pada angkatan ini muncul gerakan komunis di kalangan sastrawan, yang


bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (lekra) yang berkonsep sastra
Realisme-Sosialis. Timbulnya perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di
kalangan sastrawan Indonesia pada awal tahun 1960, menyebabkan mandegnya
perkembangan sastra karna masuk ke dalam politik praktis dan berakhir pada tahun
1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.

5. ANGKATAN 1966 – 1970-an


Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan
Muchtar Lubis. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak
karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan
munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd.
Penerbitan Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya
sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam
kelompok ini adalah Montiggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman,
Bur Rusanto, Goenawan Mohamad, dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk
paus sastra Indonesia H.B. Jassin.

Beberapa sastrawan pada angkatan ini antara lain : Umar Kayam, Ikranegara,
Leon Agusta, Arifin C.Noer, Darmanto Jatman, Arif Budiman, Goenawan Muhamad,
Budi Darma, Hamsat Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail,
DLL. berikut karya sastra periode sastra indonesia angkatan 66

6. ANGKATAN 1980 – 1990-an

Karya sastra Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai
dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada
masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada angkatan ini tersebar luas
di berbagai majalah dan penerbitan umum.

Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an antara


lain adalah : Rami Sylado,Yudistria Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Aji
Darma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor
Hasby, Tarman Efendi Tarsyad, Noor Aini Cahaya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.

5. ANGKATAN REFORMASI

Seiring terjadinya pergeseran kekuasaran politik dari tangan Soeharto ke BJ


Habibie lalu KH Abdulrahman Wahid (Gusdur) dan Megawati Soekarno Putri, muncul
wacana tentang “Sastrawan Angkatan Reformasi”. Munculnya angkatan ini ditandai
dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel yang bertema
sosial-politik, khususnya seputar Reformasi. Di rubik sastra harian Repoblika
misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubik sajak-sajak peduli Bangsa atau sajak-
sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi
puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.

6. ANGKATAN 2000-an

Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasih muncul,


namun tidak berhasil dikukuhkan karna tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun
Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya “Angkatan 2000”.
Sebuah buku tebal tentang angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh
Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis,
dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam angkatan 2000, termasuk mereka
yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmad Yosi
Herfanda, dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada 1990-an seperti Ayu
Utami, dan Dhorotea Rosa Herliany.

Sastrawan dan hasil karyanya

1) Angkatan Sastra Indonesia Lama (Sebelum Tahun 1920)


Angkatan sastra ini lahir sekitar tahun 1500 setelah agama Islam masuk ke
Indonesia. Salah satu pujangga yang terkenal ialah Hamzah Fansuri dan Raja Ali Haji
yang terkenal dengan “Gurindam Dua Belas”

2) Angkatan sastra peralihan


a. Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi
 Hikayat Abdullah
 Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jeddah
 Syair Singapura di makan Api
 Kisah Perjalanan Abdullah dari Singapura ke kelantan.

b. Raja Ali Haji


Ia dikenal sebagai pengarang Gurindam 12. Raja Ali Haji hidup sezaman
dengan Abdullah. Sebagai putra Raja Ahmad, ia sering bergaul dengan orang-
orang barat, seperti Van Der Tuuk, Roorda Van Eysinga. Raja Ali Haji juga
membantu penyusunan kamus Melayu-Belanda. Karyanya selain Gurindam
12 adalah:
 Tata bahasa-bahasa Melayu “Bustanul Katibin”
 Kitab Pengetahuan Bahasa (tahun 1858 M)
 Kitab Salasilah Melayu dan Bugis lama dan sekalian raja-rajanya
tahun 1865.
 Tufan Annafis (hadiah yang bernilai)

3) Angkatan sastra baru


a. ANGKATAN BALAI PUSTAKA
o Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka
1. Merari Siregar
Azab dan Sengsara (1920), Binasa Karna Gadis Priangan (1931), Cinta dan
Hawa Nafsu

2. Marah Roesli
Siti Nurbaya (1922), Laihami (1924), Anak dan Kemanakan (1956)

3. Muhammad Yamin
Tanah Air (1922),Indonesia Tumpah Darahku (1928), Kalau Dewi Tara Sudah
Berkata, Ken Arok dan Ken Dedes (1934)

4. Nur Sultan Iskandar


Apa Dayaku Karna Aku Seorang Perempuan (1923), Cinta Yang Membawa
Maut (1926),Salah Pilih (1928)

5. Lulis Sutan Suti


Tak Disangka (1923), Sengsara Membawa Nikmat (1928), Tak Membalas
Guna (1932), Memutuskan Pertalian (1932)

6. Djamaluddin Adinegoro
Dara Muda (1927), Asmara Jaya (1928), Abas Soetan Pamoentjak, Pertemuan
(1927)

7. Abdul Muis
Salah Asuhan (1928), Pertemuan Jodoh (1933)

4. PUJANGGA BARU
Pada masa ini dua kelompok sastrawan Pujangga Baru yaitu :
1. Kelompok “Seni Untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir
Hamzah.
2. Kelompok “Seni Untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan
Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, dan Rustam Effendi.
• Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru
1. Sutan Takdir Alisjabana
- Dian Tak Kunjung Padam (1932)
- Tebaran Mega- kumpulan sajak (1935)
- Layar Terkembang (1936)
- Anak Perawan di Sarang Penyuman (1940)
2. Hamka
- Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)
- Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1939)
- Tuan direktur (1950)
- Di Dalam Lembah Kehidupan (1940)
3. Armijn Pane
- Jiwa Berjiwa Gamelan Djiwa- kumpulan sajak (1960)
- Djinak-djinak Merpati- sandiwara (1950)
- Kisah Antara Manusia (1953)
4. Sanusi Pane
- Pancaran Cinta (1926)
- Puspa mega (1927)
- Sandhykala Ning Majapahit (1933)
- Kertajaya (1932)
5. Tengku Amir Hamzah
- Nyanyi Sunyi (1937)
- Begawat Gita (1933)
- Setanggi Timur (1939)

5. ANGKATAN 1945
• Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945
1. Chairil Anwar
- Kerikil Tajam (1949)
- Deru Campur Debu (1949)
2. Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
- Tiga Menguak Takdir (1950)
3. Idrus
- Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
- Aki (1949)
- Perempuan Dan Kebangsaan
4. Achdiat K. Mihardja
- Atheis (1949)
5. Trisno Sumardjo
- Katahati dan Perbuatan (1952)
6. Utuy Tatang Sontani
- Suling (drama) (1948)
- Tambera (1949)
- Awal dan Mira – drama satu babak (1962)
7. Suman Hs
- Kasih ta’ Terlarai (1961)
- Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
- Pertjobaan Setia (1940)

6. ANGKATAN 1950-1960-an
• Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 – 1960-an
1. Pramoedya Ananta Toer
- Keranji dan Bekasi Jatuh (1947)
- Bukan Pasar Malam (1951)
- Di Tepi Kali Bekasi (1951)
- Keluarga Gerilya (1951)
- Mereka Yang Dilumpuhkan (1951)
- Cerita Dari Blora (1952)
- Gadis Pantai (1965)
2. Nh. Dini
- Dunia Dunia (1950)
- Hati Jang Damai (1960)
3. Sitor Situmorang
- Dalam Sadjak (1950)
- Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
- Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)
- Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
- Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)
4. Muchtar Lubis
- Tak Ada Esok (1950)
- Jalan Tak Ada Ujung (1952)
- Tanah Gersang (1964)
- Si Djamal (1964)
5. Marius Ramis Dayoh
- Putra Budiman (1951)
- Pahlawan Minahasa (1957)
6. Ajip Rosidi
- Tahun-tahun Kematian (1955)
- Di Tengah Keluarga (1956)
- Sebuah Rumah Untuk Hari Tua (1957)
- Cari Muatan (1959)
- Pertemuan Kembali (1961)
7. Ali Akbar Navis
- Robohnya Surau Kami- 8 cerita pendek pilihan (1955)
- Bianglala- kumpulan cerita pendek (1963)
- Hujan Panas (1964)
- Kemarau (1967)

7. ANGKATAN 1966 – 1970-an


• Penulis Dan Karya Sastra Angkatan 1966
1. Taufik Ismail
- Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
- Tirani dan Benteng
- Buku Tamu Musim Perjuangan
- Sajak Ladang Jagung
- Kenalkan
- Saya Hewan
- Puisi-puisi Langit
2. Sutardji Calzom Bachri
-O
- Amuk
- Kapak
3. Abdul Hadi WM
- Meditasi (1976)
- Potret Panjung Pengunjung Pantai Sanur (1975)
- Tergantung Pada Angin (1977)
4. Supardi Djoko Damono
- Dukamu Abadi (1969)
- Mata Pisau (1974)
5. Goenawan Muhamad
- Perikesit (1969)
- Interlude (1971)
- Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Simalin Kundang (1972)
- Seks, Sastra, dan Kita (180)
6. Umar Kayam
- Seribu Kunang-kunang di Manhattan
- Sri Sumara dan Bawuk
- Lebaran Di Karet
- Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
- Kelir Tanpa Batas
- Para Priyayi
- Jalan Manikung
7. Danarto
- Godlob
- Adam Makrifat
- Berhala
8. Nasjah Djamin
- Hilanglah Si Anak Hilang (1963)
- Gairah Untuk Hidup dan Mati (1968)
9. Putu Wijaya
- Bila Malam Bertambah Malam (1971)
- Telegram (1973) - Pabrik
- Stasiun (1977) - Gres dan Bom

8. ANGKATAN 1980 – 1990-an


• Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 – 1990-an
1. Ahmadun Yosi Herfanda
- Ladang Hijau (1980)
- Sajak Penari (1990)
- Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
- Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
- Sembahyang Rerumputan (1997)
2. Y.B Mangunwijaya
- Burung-burung Manyar (1981)
3. Darman Moenir
- Bako (1983)
- Dendang (1988)
4. Budi Darma
- Olenka (1983)
- Rafilus (1988)
5. Sundhunata
- Anak Bajang Menggiring Angin (1984)
6. Arswendo Atmowilito
- Canting (1986)
7. Hilman Hariwijaya
- Lupus – 28 novel (1986-2007)
- Lupus Kecil – 13 novel (1989-2003)
- Olga Sepatu Roda (1992)
- Lupus ABG – 11 novel (1995- 2005)
8. Dorothea Rosa Herliany
- Nyanyian Gaduh (1987)
- Matahari Yang Mengalir (1990)
- Kepompong Sunyi (1993)
- Nikah Ilalang (1995)
- Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)
9. Gustaf Rizal
- Segi Empat Patah Sisi (1990)
- Segitiga Lepas Kaki (1991)
- Ben (1992)
- Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999)
10. Remy Silado
- Ca Bau Kan (1999)
- Kerudung Merah Kirmizi (2002)
11. Afrizal Malna
- Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (1987)
- Yang Berdiam Dalam Mikrofon (1990)
- Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991)
- Dinamika Budaya dan Politik (1991)
- Arsitektur Hujan (1995)
- Pistol Perdamaian (1996)
- Kalung Dari Teman(1998)
9. ANGKATAN REFORMASI
• Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi
1. Widji Thukul
- Puisi Pelo
- Darman

10. ANGKATAN 2000-an


• Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000
1. Ayu Utami
- Saman (1998)
- Larung (2001)
2. Seno Gumira Ajidarma
- Atas Nama Malam
- Sepotong Senja Untuk Pacarku
- Biola Tak Berdawai
3. Dewi Lestari
- Supernova 1: Ksatria Putri dan Bintang Jatuh (2001)
- Supernova 2.1: Akar (2002)
- Supernova 2.2: Petir (2004)
4. Raudal Tanjung Banua
- Pulau Cinta di Peta Buta (2003)
- Ziarah Bagi Yang Hidup (2004)
- Perang Tak Berulu (2005)
- Gugusan Mata Ibu (2005)
5. Habiburrahman El Shirazy
- Ayat-ayat Cinta (2004)
- Di Atas Sajadah Cinta (2004)
- Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
- Pudarnya Pesona Cleopatra(2005)
- Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
- Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
- Dalam Mihrab Cinta (2007)
6. Andrea Hirata
- Laskar Pelangi (2005)
- Sang Pemimpi (2006)
- Edensor (2007)
- Maryamah Karpov (2008)
- Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)
7. Ahmad Faudi
- Negeri Lima Menara (2009)
- Ranah Tiga Warna (2011)
8. Tosa
- Lukisan Jiwa (puisi) (2009)
- Melan Conis (2009)

Anda mungkin juga menyukai