Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menulis merupakan salah satu aspek yang dipelajari dalam bahasa Indonesia. Menulis
merupakan salah satu kegiatan yang menyampaikan pesan (komunikasi) dengan menggunakan
bahasa tulisan sebagai alat atau medianya proses berfikir untuk menuangkan ide-ide atau
gagasan.

Sebelum mengenal karya sastra alangkah baiknya kita mengetahui dahulu definisi karya
sastra. Sastra berasal dari bahasa sansekerta yaitu susastra, su artinya baik atau indah dan sastra
artinya tulisan. Jadi susastra artinya tulisan yang indah, tapi bukan bentuk tulisannya yang indah
seperti kaligrafi. Yang dimaksud disini adalah isi kata-katanya yang indah dan menggugah hati
pembaca sehingga emosi pembaca larut dalam tulisan yang dibacanya. Karya sastra adalah karya
rekaan penulis berdasarkan sudut pandangnya, pengalamannya, wawasan imu pengetahuannya,
apa yang dilihatnya dan suasana hatinya. Jadi karya sastra adalah karya imajinasi penulis yang
dituangkan dalam bentuk tulisan

Kata prosa berasal dari bahasa Latin prosa yang artinya terus terang. Sedangkan menurut kamus
besar bahasa Indonesia, prosa adalah karangan bebas yang tidak terikat oleh kaidah yang terdapat
dalam puisi. Secara sempit prosa adalah karya imajiner dan estetik. Dalam kesusastraan juga
disebut fiksi, teks naratif, wacana naratif.

Prosa berkembang pada masa pendudukan jepang dimana melahirkan berbagai macam
karya seperti sketsa dan kisah-kisah pendek pengarang Indrus, prosa juga melahirkan pengarang
di masa revolusi sepertiAtheis karangan Achidiat Karta Miharja, tidak ada Esok dan Jalan Tak
ada Unjung karangan Mochtar Lubis dan pada masa itu prosa sudah mulai berkembang.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud prosa?

2. Apa itu prosa baru dan prosa lama?


1
3. Bagaimana bentuk prosa baru dan prosa lama tersebut?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang prosa baik itu prosa lama
maupun prosa baru serta bentuk – bentuk yang ada dalam prosa tersebut. Selain daripada itu
makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah bahasa Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengartian Prosa

Kata prosa berasal dari bahasa Latin prosa yang artinya “terus terang”. Jenis tulisan prosa
biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat
digunakan untuk surat kabar, majalah, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Prosa adalah karangan bebas (tidak
terikat oleh kaidah yg terdapat dalam puisi). Prosa juga dibagi dalam dua bagian,yaitu prosa lama
dan prosa baru, prosa lama adalah prosa bahasa indonesia yang belum terpengaruhi budaya
barat,dan prosa baru ialah prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apa pun.

B. Jenis Prosa

1. Prosa Lama

Prosa lama merupakan karya sastra yang belum mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan
barat. Karya sastra prosa lama yang mula-mula timbul disampaikan secara lisan, disebabkan
karena belum dikenalnya bentuk tulisan. Prosa lama memiliki ciri-ciri diantaranya sebagai
berikut:

1) Bersifat Statis

Prosa lama memiliki bentuk sama, pola-pola kalimatnya sama, banyak kalimat dan ungkapan
yang sama, tema ceritanya sama sesuai dengan perkembangan masyarakat yang lambat.

2) Diferensiasi sedikit

Cerita lama pada umumnya merupakan ikatan unsur-unsur yang sama karena perhubungan
beberapa unsur kuat sekali.

3) Bersifat tradisional

Prosa lama bersifat tradisional, kalimat-kalimat dan ungkapan-ungkapan yang sama terdapat
dalam cerita-cerita yang berlainan, bahkan di dalam satu cerita juga sering diulang.

4) Terbentuk oleh masyarakat dan hidup di tengah-tengah masyarakat (anonim)

3
Prosa lama merupakan milik bersama yaitumenggambarkan tradisi masyarakat yang lebih
menonjolkan kekolektifan daripada keindividualan.

5) Tidak mengindahkan sejarah atau perhitungan tahun

Sejarah menurut pengertian lama adalah karangan tentang asal usul raja dan kaum bangsawan
dan kejadian-kejadian yang penting, tanpa memperhatikan perurutan waktu dan kejadian-
kejadiannya (tidak kronologis) sehingga alur cerita sulit dipahami

6) Bahasanya menunjukkan bentuk-bentuk yang tradisional

Bahasanya bersifat klise, bahasanya dipengaruhi oleh kesustraan Budha dan Hindu yang sulit
untuk dipahami dan dipengaruhi bahasa melayu.

7) Sifatnya fantasis tau khayal

Hampir seluruhnya berbentuk hikayat, tambo atau dongeng. Pembaca dibawa ke dalam khayal
dan fantasi.

 Bentuk-bentuk prosa lama diantaranya sebagai berikut:

1. Hikayat

Hikayat, berasal dari India dan Arab, berisikan cerita kehidupan para dewi, peri, pangeran, putri
kerajaan, serta raja-raja yang memiliki kekuatan gaib. Kesaktian dan kekuatan luar biasa yang
dimiliki seseorang, yang diceritakan dalam hikayat kadang tidak masuk akal. Namun dalam
hikayat banyak mengambil tokoh-tokoh dalam sejarah. Contoh: Hikayat Hang Tuah, Kabayan, si
Pitung, Hikayat si Miskin, Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Panji Semirang, Hikayat Raja
Budiman.

2. Dongeng

Dongen adalah cerita rekaan yang sama dengan novel atau cerpen. Dongeng adalah cerita yang
dikisahkan tentang hal-hal yang tidak masuk akal atau tak mungkin terjadi. Dongeng sendiri
ragamnya, yaitu sebagai berikut:

a. Fabel

Fabel, adalah cerita lama yang menokohkan binatang sebagai lambang pengajaran moral (biasa
pula disebut sebagai cerita binatang). Contoh: Kancil dengan Buaya, Kancil dengan Harimau,
Kancil yang cerdik, Kancil dengan Lembu, Burung Gagak dan Serigala, Burung bangau dengan
Ketam, Siput dan Burung Centawi, dan lain-lain.

4
b. Mite (Mitos)

Mite (mitos) adalah cerita-cerita yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap sesuatu benda
atau hal yang dipercayai mempunyai kekuatan gaib. Contoh: Nyai Roro Kidul, Ki Ageng Selo,
Dongeng tentang Gerhana, Dongeng tentang Terjadinya Padi, Harimau Jadi-Jadian, Puntianak,
Kelambai, dan lain-lain.

c. Legenda

Legenda, adalah cerita lama yang mengisahkan tentang riwayat terjadinya suatu tempat atau
wilayah. Contoh: Legenda Banyuwangi, Tangkuban Perahu, dan lain-lain.

d. Sage

Sage adalah cerita lama yang berhubungan dengan sejarah, yang menceritakan keberanian,
kepahlawanan, kesaktian dan keajaiban seseorang. Contoh: Calon Arang, Ciung Wanara,
Airlangga, Panji, Smaradahana, dan lain-lain.

e. Parabel

Parabel, adalah cerita rekaan yang menggambarkan sikap moral atau keagamaan dengan
menggunakan ibarat atau perbandingan. Contoh: Kisah Para Nabi, Hikayat Bayan Budiman,
Bhagawagita, dan lain-lain.

f. Dongeng Jenaka

Dongeng jenaka, adalah cerita tentang tingkah laku orang bodoh, malas atau cerdik dan masing-
masing dilukiskan secara humor. Contoh: Pak Pandir, Lebai Malang, Pak Belalang, Abu Nawas,
dan lain-lain.

3. Cerita Bingkai

Cerita berbingkai, adalah cerita yang didalamnya terdapat cerita lagi yang dituturkan oleh
pelaku-pelakunya. Contoh: Seribu Satu Malam.

2. Prosa Baru

Prosa baru adalah karangan prosa yang timbul setelah mendapat pengaruh sastra atau budaya
Barat. prosa baru memiliki ciri-ciri diantaranya sebagai berikut:

1) Bersifat dinamis

5
Prosa baru bersifat dinamis yang senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat
yang cepat. Unsur-unsur yang membentuk prosa mengalami perkembangan dari masa ke masa.

2) Masyarakatnya sentris

Pokok cerita yang terdapat dalam prosa baru mengambil bahan atau kejadian dari kehidupan
masyarakat sehari-hari yaitu hal yang biasa terjadi di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.

3) Bersifat Rasional

Bentuknya roman, cerpen, novel, kisah, drama yang berjejak di dunia yang nyata berdasarkan
kebenaran dan kenyataan.

4) Bahasa tidak bersifat klise dan dipengaruhi oleh kesusastraan Barat

5) Diketahui siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas

Pembuat prosa baru dinyatakan secara jelas dalam sehingga prosa bukan milik bersama
masyarakat namun milik perorangan.

6) Tertulis

Prosa baru bersifat tertulis yang disampaikan dalam bentuk tulisan.

7) Bersifat modern/ tidak tradisional

Unsur-unsur dalam prosa mengenai hal-hal yang terjadi pada masa sekarang (modern).

8) Memperhatikan urutan peristiwa

Dalam menggambarkan suatu keadaan disesuaikan dengan urutan kejadian sehingga alur yang
digunakan dapat mudah dipahami.

9) Tokoh yang digunakan umumnya manusia

Bentuk-bentuk prosa baru diantarnya adalah sebagai berikut:

1. Roman

Roman adalah bentuk prosa baru yang mengisahkan kehidupan pelaku utamanya dengan segala
suka dukanya. Dalam roman, pelaku utamanya sering diceritakan mulai dari masa kanak-kanak
sampai dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia. Roman mengungkap adat atau aspek
kehidupan suatu masyarakat secara mendetail dan menyeluruh, alur bercabang-cabang, banyak

6
digresi (pelanturan). Roman terbentuk dari pengembangan atas seluruh segi kehidupan pelaku
dalam cerita tersebut.

Berdasarkan kandungan isinya, roman dibedakan atas beberapa macam, antara lain sebagai
berikut:

· Roman transendensi, yang di dalamnya terselip maksud tertentu, atau yang mengandung
pandangan hidup yang dapat dipetik oleh pembaca untuk kebaikan. Contoh: Layar Terkembang
oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Salah Asuhan oleh Abdul Muis, Darah Muda oleh Adinegoro.

· Roman sosial adalah roman yang memberikan gambaran tentang keadaan masyarakat.
Biasanya yang dilukiskan mengenai keburukan-keburukan masyarakat yang bersangkutan.
Contoh: Sengsara Membawa Nikmat oleh Tulis St. Sati, Neraka Dunia oleh Adinegoro.

· Roman sejarah yaitu roman yang isinya dijalin berdasarkan fakta historis, peristiwa-
peristiwa sejarah, atau kehidupan seorang tokoh dalam sejarah. Contoh: Hulubalang Raja oleh
Nur St. Iskandar, Tambera oleh Utuy Tatang Sontani, Surapati oleh Abdul Muis.

· Roman psikologis yaitu roman yang lebih menekankan gambaran kejiwaan yang
mendasari segala tindak dan perilaku tokoh utamanya. Contoh: Atheis oleh Achdiat
Kartamiharja, Katak Hendak Menjadi Lembu oleh Nur St. Iskandar, Belenggu oleh Armijn Pane.

· Roman detektif merupakan roman yang isinya berkaitan dengan kriminalitas. Dalam
roman ini yang sering menjadi pelaku utamanya seorang agen polisi yang tugasnya membongkar
berbagai kasus kejahatan. Contoh: Mencari Pencuri Anak Perawan oleh Suman HS, Percobaan
Seria oleh Suman HS, Kasih Tak Terlerai oleh Suman HS.

2. Novel

Novel berasal dari Italia. yaitu novella ‘berita’. Novel adalah bentuk prosa baru yang
melukiskan sebagian kehidupan pelaku utamanya yang terpenting, paling menarik, dan yang
mengandung konflik. Konflik atau pergulatan jiwa tersebut mengakibatkan perubahan nasib
pelaku. lika roman condong pada idealisme, novel pada realisme. Biasanya novel lebih pendek
daripada roman dan lebih panjang dari cerpen. Contoh: Ave Maria oleh Idrus, Keluarga Gerilya
oleh Pramoedya Ananta Toer, Perburuan oleh Pramoedya Ananta Toer, Ziarah oleh Iwan
Simatupang, Surabaya oleh Idrus.

3. Cerpen

Cerpen adalah bentuk prosa baru yang menceritakan sebagian kecil dari kehidupan
pelakunya yang terpenting dan paling menarik. Di dalam cerpen boleh ada konflik atau
pertikaian, akan tetapi hal itu tidak menyebabkan perubahan nasib pelakunya. Contoh: Radio

7
Masyarakat oleh Rosihan Anwar, Bola Lampu oleh Asrul Sani, Teman Duduk oleh Moh. Kosim,
Wajah yang Bembah oleh Trisno Sumarjo, Robohnya Surau Kami oleh A.A. Navis.

4. Riwayat

Riwayat (biografi), adalah suatu karangan prosa yang berisi pengalaman-pengalaman


hidup pengarang sendiri (otobiografi) atau bisa juga pengalaman hidup orang lain sejak kecil
hingga dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia. Contoh: Soeharto Anak Desa, Prof. Dr. B.J
Habibie, Ki Hajar Dewantara.

5. Kritik

Kritik adalah karya yang menguraikan pertimbangan baik-buruk suatu hasil karya dengan
memberi alasan-alasan tentang isi dan bentuk dengan kriteria tertentu yang sifatnya objektif dan
menghakimi.

6. Resensi

Resensi adalah pembicaraan / pertimbangan / ulasan suatu karya (buku, film, drama, dll.).
Isinya bersifat memaparkan agar pembaca mengetahui karya tersebut dari berbagai aspek seperti
tema, alur, perwatakan, dialog, dll, sering juga disertai dengan penilaian dan saran tentang perlu
tidaknya karya tersebut dibaca atau dinikmati.

7. Esai

Esai adalah ulasan / kupasan suatu masalah secara sepintas lalu berdasarkan pandangan
pribadi penulisnya. Isinya bisa berupa hikmah hidup, tanggapan, renungan, ataupun komentar
tentang budaya, seni, fenomena sosial, politik, pementasan drama, film, dll.

C. Unsur Unsur Dalam Prosa

A.Unsur Intrinsik

1) Tema

Jika kita membaca cerita fiksi misalnya novel, sering terasa bahwa pengarang tidak
sekedar ingin menyampaikan sebuah cerita demi cerita saja, namun ada konsep sentral yang
dikembangkan dalam cerita itu. Alasan pengarang hendak menyajikan cerita karena akan
mengemukakan suatu gagasan, ide atau pilihan utama yang mendasari suatu cerita karya sastra
itu yang biasa disebut tema. Dengan adanya tema membuat karya sastra lebih penting dari pada
bacaan hiburan.

8
Mochtar Lubis menyatakan bahwa suatu cerita pendek harus mempunyai dasar (tema).
Dasar inilah yang paling penting dari seluruh cerita, jika tidak mempunyai dasar tidak ada
artinya sama sekali dan atau tidak berguna (1986: 18). Supaya mendapat gambaran yang jelas
tentang pengertian tema, penulis akan mengutip pendapat para ahli. M. Saleh Saad menyatakan,
“Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran, sesuatu yang menjadi persoalan bagi pengarang. Di
dalamnya terbayang pandangan hidup atau cita-cita pengarang, bagaimana ia melihat persoalan
itu.” (1989: 118). Pendapat ini sesuai dengan pendapat M.S. Hutagalung yang menyatakan,
“Tema adalah persoalan yang berhasil menduduki tempat utama dalam cerita.” (1987: 77). Jakob
Sumardjo dan Saini KM juga menyatakan, “Tema adalah ide sebuah cerita.” (1996: 56).

Adapun Suhariyanto menyatakan, “Tema disebut juga dasar cerita yakni pokok
permasalahan yang mendominasi suatu karya sastra dari halaman akhir.” (1982: 28). Sedangkan
Aminuddin menyatakan, “Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita hingga berperanan juga
sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.” (1985:
25). Lebih lanjut Hartono dan Rahmanto menyatakan tema adalah merupakan gagasan dasar
umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur
semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (1986: 142).

Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang
menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik dan situasi tertentu. Tema dalam banyak hal
bersifat “mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik, situasi tertentu, termasuk
unsur intrinsik yang lain, karena hal-hal tersebut haruslah bersifat mendukung kejelasan tema
yang ingin disampaikan. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema itu pun
bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas
dan abstrak. Dengan demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, hal itu haruslah
disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita.

Tema menurut Stanton (1965: 21) yaitu tema sebagai “makna sebuah cerita yang secara
khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana”. Tema menurutnya
kurang lebih bersinonim dengan ide utama (central idea) dan tujuan utama (central purpose).
Tema ada yang diambil dari khasanah kehidupan sehari-hari dan dimaksudkan pengarang untuk
memberikan saksi sejarah, atau mungkin sebagai reaksi terhadap praktek kehidupan masyarakat
yang tidak disetujui. Tema adalah masalah hakiki manusia, seperti misalnya cinta kasih,
ketakutan, kebahagiaan, kesengsaraan, keterbatasan, dan sebagainya.

Pengarang yang baik mempunyai tema yang universal dan mempunyai kesanggupan
untuk menjabarkan tema tersebut menjadi sub-sub yang menyangkut kehidupan pribadi.
Meskipun pengarang tersebut sanggup menulis detil-detil kehidupan yang kecil, namun yang
penting bukan detil itu sanggup mengirimkan kilau yang indah dan memberi kesan bahwa kilau-
kilau ini tidak terjadi oleh detil saja, namun oleh keseluruhan (Budi Darma, 1984: 68-69).

9
Dari beberapa pendapat di atas dapatlah disimpulkan bahwa tema adalah inti persoalan,
pokok pembicaraan merupakan dasar penceritaan serta merupakan patokan dalam menggerakkan
cerita dari awal sampai akhir.

Tema tidak perlu selalu berwujud moral atau ajaran moral, tema hanya bisa terwujud
pengamatan pengarang terhadap kehidupan. Tema yang akan dijadikan dasar penciptaan karya
sastra biasanya diambil dari hal-hal yang menarik bagi seorang pengarang yang bersumber pada
pengalaman kehidupannya, misalnya kisah kehidupan manusia yang penuh konflik,
kesengsaraan, cinta baik itu nama manusia maupun dirinya sendiri. Konflik inilah yang
menimbulkan persoalan-persoalan yang menarik untuk diangkat dan dijadikan bahan cerita.

Pengarang yang baik mampu menemukan tema hakiki manusia. Ia mempunyai kekuatan
mata seperti rontgen yang dapat menembus tubuh manusia dan seperti televisi kuat yang dapat
menangkap gambar-gambar dari pemancar-pemancar yang jauh, serta menerima suara-suara
masyarakat, dan lagi bagaikan memiliki indera tambahan yang mampu menangkap getaran
masyarakat yang menderita (Budi Darma, 1984: 69). Mochtar Lubis menyatakan bahwa wilayah
pengarang luas sekali, seolah-olah tanpa batas. Wilayah yang paling baik adalah menjelajah ke
“ruang dalam” manusia sendiri, artinya kepada batin manusia yang memiliki berbagai
permasalahan kehidupan (1980: 182).

Dalam cerita novel yang berhasil, tema justru tersamar dalam seluruh elemen. Pengarang
menggunakan dialog-dialog dengan tokoh-tokoh, jalan pikiran, perasaan, kejadian-kejadian, dan
setting cerita.

Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yang berbeda tergantung dari segi
mana penggolongan itu dilakukan. Pengkategorian tema yang akan dibahas berikut ini ada tiga
macam antara lain: 1) yang bersifat tradisional dan nontradisional, 2) dilihat dari tingkat
pengalaman jiwa menurut Shipley, dan c) dari tingkat keutamaannya.

 Penggolongan tema tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Tema Tradisional dan Nontradisional

Tema tradisional dimaksudkan sebagai tema yang menunjuk pada tema yang hanya “itu-itu”
saja, dalam arti telah lama dipergunakan dan dapat ditemukan dalam berbagai cerita, termasuk
cerita lama. Pernyataan-pernyataan tema yang dapat dipandang sebagai tema yang bersifat
tradisional itu, misalnya:

(1) kebenaran dan keadilan mengalahkan kejahatan

(2) tindak kejahatan walau ditutup-tutupi akan terbongkar juga

10
(3) tindak kebenaran atau kejahatan masing-masing akan memetik hasilnya (Jawa: becik ketitik
ala ketara).

(4) cinta yang sejati menuntut pengorbanan

(5) kawan sejati adalah kawan di masa duka

(6) setelah menderita, orang baru teringat Tuhan

(7) atau (seperti pepatah-pantun) berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, dan


sebagainya.

Tema-tema tradisional, walau banyak variasinya boleh dikatakan, selalu ada kaitannya dengan
masalah kebenaran dan kejahatan (Meredith & Fitzgerald, 1972: 66).

Tema nontradisional adalah tema yang tidak sesuai dengan harapan pembaca, karena bersifat
melawan arus, mengejutkan, bahkan boleh jadi mengesalkan, mengecewakan, atau berbagai
reaksi afektif yang lain.

b) Tingkatan Tema Menurut Shipley

Shipley dalam Dictionary of World Literature (1962: 417), mengartikan tema sebagai subyek
wacana, topik umum, atau masalah utama yang dituangkan ke dalam cerita. Shipley
membedakan tema-tema karya sastra ke dalam tingkatan-tingkatan semuanya ada lima tingkatan.
Kelima tingkatan tema yang dimaksud adalah sebagai berikut:

(1) Tema tingkat fisik, manusia sebagai molekul, man as molecul. Tema karya sastra pada
tingkat ini lebih banyak menyaran dan atau ditunjukkan oleh banyaknya efektifitas fisik daripada
kejiwaan. Ia lebih menekankan mobilitas fisik daripada konflik kejiwaan tokoh cerita yang
bersangkutan.

(2) Tema tingkat organik, manusia sebagai protoplasma, man as protoplasm. Tema karya sastra
tingkat ini lebih banyak menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas, suatu
aktifitas yang hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Berbagai persoalan kehidupan seksual
manusia mendapat penekanan kehidupan seksual yang bersifat menyimpang, misalnya berupa
penyelewengan dan pengkhianatan suami istri, atau skandal-skandal seksual yang lain.

(3) Tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial. Kehidupan bermasyarakat, yang
merupakan tempat aksi interaksi manusia dengan sesama dan dengan lingkungan alam,
mengandung banyak permasalahan, konflik, dan lain-lain yang menjadi obyek pencarian tema.
Masalah-masalah sosial itu antara lain berupa masalah ekonomi, politik, pendidikan,
kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, hubungan atasan bawahan, dan berbagai
masalah dan hubungan sosial lainnya yang biasanya muncul dalam karya yang berisi kritik
sosial.
11
(4) Tema tingkat egoik, manusia sebagai individu, man as individualism. Di samping sebagai
makhluk sosial, manusia sekaligus juga sebagai makhluk individu yang senantiasa “menuntut”
pengakuan atas hak individualitas-nya. Dalam kedudukannya sebagai makhluk individu, manusia
pun mempunyai banyak permasalahan dan konflik, misalnya yang berwujud reaksi manusia
terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Masalah individualitas itu antara lain berupa
masalah egoisitas, martabat, harga diri, atau sifat dan sikap tertentu manusia lainnya, yang pada
umumnya lebih bersifat batin dan dirasakan oleh yang bersangkutan. Masalah individualitas
biasanya menunjukkan jati diri, citra diri, atau sosok kepribadian seseorang.

(5) Tema tingkat divine, manusia sebagai makhluk tinggi, yang belum tentu setiap manusia
mengalami dan atau mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tema tingkat ini adalah
masalah hubungan manusia dengan sang Pencipta, masalah religiositas, atau berbagai masalah
yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi, dan keyakinan. Karya sastra yang
bersifat kontemplatif (ketafakuran) pun dapat dikategorikan ke dalam tema tingkat ini.

c) Tema Utama dan Tema Tambahan

Tema utama atau tema pokok cerita, atau tema mayor artinya makna pokok cerita dasar atau
gagasan dasar umum karya itu, Menentukan tema pokok atau tema utama sebuah cerita pada
hakikatnya merupakan aktifitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai, di antara sejumlah
makna yang ditafsirkan ada dikandung oleh karya yang bersangkutan. Makna pokok cerita
tersirat dalam sebagian besar, untuk tidak dikatakan dalam keseluruhan, cerita, bukan makna
yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita saja. Makna pokok cerita bersifat
merangkum berbagai makna khusus, makna-makna tambahan yang terdapat pada karya itu.

Tema tambahan atau tema minor adalah makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu
cerita dapat diidentifikasikan sebagai makna bagian atau makna tambahan. Makna tambahan itu
bersifat mendukung dan atau mencerminkan makna utama keseluruhan cerita. Bahkan
sebenarnya, adanya koherensi yang erat antar berbagai makna tambahan inilah yang akan
memperjelas makna pokok cerita. Jadi, makna-makna tambahan itu, atau tema-tema minor itu,
bersifat mempertegas eksistensi makna utama, atau tema mayor.

1) Tokoh

Yang dimaksud dengan tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami
peristiwa-peristiwa atau lakukan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh
berwujud manusia, dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan.

Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral
dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.

 Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu

12
a) Tokoh sentral protagonis. Tokoh sentral protagonis adalah tokoh yang membawakan
perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai pisitif.

b) Tokoh sentral antagonis. Tokoh sentral antagonis adalah tokoh yang membawakan
perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.

Tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh
bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu

a) Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercataan tokoh sentral
(protagonis atau antagonis).

b) Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam
peristiwa cerita.

c) Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar
cerita saja.

Berdasarkan cara menampikan perwatakannya, tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu

a) Tokoh datar/sederhana/pipih. Yaitu tokoh yang diungkapkan atau disoroti dari satu segi watak
saja. Tokoh ini bersifat statis, wataknya sedikit sekali berubah, atau bahkan tidak berubah sama
sekali (misalnya tokoh kartun, kancil, film animasi).

b) Tokoh bulat/komplek/bundar. Yaitu tokoh yang seluruh segi wataknya diungkapkan. Tokoh
ini sangat dinamis, banyak mengalami perubahan watak.

2) Penokohan

Yang dimaksud penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada
beberapa metode penyajian watak tokoh, yaitu

a) Metode analitis/langsung/diskursif. Yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan


watak tokoh secara langsung.

b) Metode dramatik/taklangsung/ragaan. Yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran,


percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan
fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.

c) Metode kontekstual. Yaitu penyajian watak tokoh melalui gaya bahasa yang dipakai
pengarang.

Menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM., ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu

13
a) Melalui apa yang dibuatnya, tindakan-tindakannya, terutama abagaimana ia bersikap dalam
situasi kritis.

b) Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang
tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.

c) Melalui penggambaran fisik tokoh.

d) Melalui pikiran-pikirannya

e) Melalui penerangan langsung.

Tokoh dan latar memang merupakan dua unsur cerita rekaan yang erat berhubungan dan saling
mendukung.

3) Alur

Alur adalah urutaan atau rangkaian peristiwa dalam cerita rekaan. Urutan peristiwa dapat
tersusun berdasarkan tiga hal, yaitu

a) Berdasarkan urutan waktu terjadinya. Alur dengan susunan peristiwa berdasarkan kronologis
kejadian disebut alur linear

b) Berdasarkan hubungan kausalnya/sebab akibat. Alur berdasarkan hubungan sebab-akibat


disebut alur kausal.

c) Berdasarkan tema cerita. Alur berdasarkan tema cerita disebut alur tematik.

Struktur Alur

Setiap karya sastra tentu saja mempunyai kekhususan rangkaian ceritanya. Namun demikian, ada
beberapa unsur yang ditemukan pada hampir semua cerita. Unsur-unsur tersebut merupakan pola
umum alur cerita. Pola umum alur cerita adalah

a) Bagian awal

1. paparan (exposition)

2. rangkasangan (inciting moment)

3. gawatan (rising action)

b) Bagian tengah

4. tikaian (conflict)

5. rumitan (complication)
14
6. klimaks

c) Bagian akhir

7. leraian (falling action)

8. selesaian (denouement)

Bagian Awal Alur

Jika cerita diawali dengan peristiwa pertama dalam urutan waktu terjadinya, dikatakan
bahwa cerita itu disusun ab ovo. Sedangkan jika yang mengawali cerita bukan peristiwa pertama
dalam urutan waktu kejadian dikatakan bahwa cerita itu dudun in medias res.

Penyampaian informasi pada pembaca disebut paparan atau eksposisi. Jika urutan
konologis kejadian yang disajikan dalam karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi
sebelumnya, maka dalam cerita tersebut terdapat alih balik/sorot balik/flash back.

Sorot balik biasanya digunakan untuk menambah tegangan/gawatan, yaitu ketidakpastian


yang berkepanjangan dan menjadi-jadi. Dalam membuat tegangan, penulis sering menciptakan
regangan, yaitu proses menambah ketegangan emosional, sering pula menciptakan susutan, yaitu
proses pengurangan ketegangan. Sarana lain yang dapat digunakan untuk menciptakan tegangan
adalah padahan (foreshadowing), yaitu penggambaran peristiwa yang akan terjadi.

Bagian Tengah Alur

Tikaian adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang
bertentangan. Perkembangan dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks cerita disebut rumitan.
Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks. Klimaks
adalah puncak konflik antartokoh cerita.

Bagian Akhir Alur

Bagian sesudah klimaks adalah leraian, yaitu peristiwa yang menunjukkan perkembangan
peristiwa ke arah selesaian. Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita.

Dalam membangun peristiwa-peristiwa cerita, ada beberapa faktor penting yang perlu
diperhatikan agar alur menjadi dinamis. Faktor-faktor penting tersebut adalah

a) faktor kebolehjadian (pausibility). Yaitu peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya meyakinkan,


tidak selalu realistik tetapi masuk akal. Penyelesaian masalah pada akhir cerita sesungguhnya
sudah terkandung atau terbayang di dalam awal cerita dan terbayang pada saat titik klimaks.

15
b) Faktor kejutan. Yaitu peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat secara langsung
ditebak/dikenali oleh pembaca.

c) Faktor kebetulan. Yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi.

Kombinasi atau variasi ketiga faktor tersebutlah yang menyebabkan peristiwa-peristiwa cerita
menjadi dinamis.

Selain itu ada hal yang harus dihindari dalam alur, yaitu lanturan atau digresi. Lanturan atau
digresi adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau
menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.

Macam Alur

Pada umumnya orang membedakan alur menjadi dua, yaitu alur maju dan alur mundur. Yang
dimaksud alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu
kejadian. Sedangkan yang dimaksud alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya
tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian.

Pembagian seperti itu sebenarnya hanyalah salah satu pembagian jenis alur yaitu pembagian alur
berdasarkan urutan waktu. Secara lebih lengkap dapat dikatakan bahwa ada tiga macam alur,
yaitu

a) alur berdasarkan urutan waktu

b) alur berdasarkan urutan sebab-akibat

c) alur berdasarkan tema. Dalam cerita yang beralur tema setiap peristiwa seolah-olah berdiri
sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih dapat dipahami.

Dalam hubungannya dengan alur, ada beberapa istilah lain yang perlu dipahami. Pertama, alur
bawahan. Alur bawahan adalah alur cerita yang ada di samping alur cerita utama. Kedua, alur
linear. Alur linear adalah rangkaian peristiwa dalam cerita yang susul-menyusul secara temporal.
Ketiga, alur balik. Alur balik sama dengan sorot balik atau flash back. Keempat, alur datar. Alur
datar adalah alur yang tidak dapat dirasakan adanya perkembangan cerita dari gawatan, klimaks
sampai selesaian. Kelima, alur menanjak. Alur menanjak adalah alur yang jalinan peristiwanya
semakin lama semakin menanjak atau rumit.

4) Latar (Setting)

Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan
suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar meliputi penggambaran letak geografis
(termasuk topografi, pemandangan, perlengkapan, ruang), pekerjaan atau kesibukan tokoh,

16
waktu berlakunya kejadian, musim, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional
tokoh.

Macam Latar

Latar dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Latar fisik/material. Latar fisik adalah tempat dalam ujud fisiknya (dapat dipahami melalui
panca indra).

Latar fisik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

a. Latar netral, yaitu latar fisik yang tidak mementingkan kekhususan waktu dan tempat.

b. Latar spiritual, yaitu latar fisik yang menimbulkan dugaan atau asosiasi pemikiran tertentu.

2. Latar sosial. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial dan
sikap, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan lain-lain.

Fungsi Latar

Ada beberapa fungsi latar, antara lain

1. memberikan informasi situasi sebagaimana adanya

2. memproyeksikan keadaan batin tokoh

3. mencitkana suasana tertentu

4. menciptakan kontras

5) Sudut Pandang (Point Of View)

Bennison Gray membedakan pencerita menjadi pencerita orang pertama dan pencerita orang
ketiga.

1. Pencerita orang pertama (akuan).

Yang dimaksud sudut pandang orang pertama adalah cara bercerita di mana tokoh pencerita
terlibat langsung mengalami peristiwa-peristiwa cerita. Ini disebut juga gaya penceritaan
akuan.Gaya penceritaan akuan dibedakan menjadi dua, yaitu

a. Pencerita akuan sertaan, yaitu pencerita akuan di mana pencnerita menjadi tokoh sentral
dalam cerita tersebut.

b. Pencerita akuan taksertaan, yaitu pencerita akuan di mana pencerita tidak terlibat menjadi
tokoh sentral dalam cerita tersebut.
17
2. Pencerita orang ketiga (diaan).

Yang dimaksud sudut pandang orang ketiga adalah sudut pandang bercerita di mana tokoh
pencnerita tidak terlibat dalam peristiwa-peristiwa cerita. Sudut pandang orang ketiga ini disebut
juga gaya penceritaan diaan. Gaya pencerita diaan dibedakan menjadi dua, yaitu

a. Pencerita diaan serba tahu, yaitu pencerita diaan yang tahu segala sesuatu tentang semua
tokoh dan peristiwa dalam cerita. Tokoh ini bebas bercerita dan bahkan memberi komentar dan
penilaian terhadap tokoh cerita.

b. Pencerita diaan terbatas, yaitu pencerita diaan yang membatasi diri dengan memaparkan
atau melukiskan lakuan dramatik yang diamatinya. Jadi seolah-olah dia hanya melaporkan apa
yang dilihatnya saja.

Kadang-kadang orang sulit membedakan antara pengarang dengan tokoh pencerita. Pada
prinsipnya pengarang berbeda dengan tokoh pencerita. Tokoh pencerita merupakan individu
ciptaan pengarang yang mengemban misi membawakan cerita. Ia bukanlah pengarang itu
sendiri.

Jakob Sumardjo membagi point of view menjadi empat macam, yaitu

a) Sudut penglihatan yang berkuasa (omniscient point of view). Pengarang bertindak sebagai
pencipta segalanya. Ia tahu segalanya.

b) Sudut penglihatan obyektif (objective point of view). Pengarang serba tahu tetapi tidak
memberi komentar apapun. Pembaca hanya disuguhi pandangan mata, apa yang seolah dilihat
oleh pengarang.

c) Point of view orang pertama. Pengarang sebagai pelaku cerita.

d) Point of view peninjau. Pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh
kejadian kita ikuti bersama tokoh ini.

Menurut Harry Shaw, sudut pandang dalam kesusastraan mencakup

a) Sudut pandang fisik. Yaitu sudut pandang yang berhubungan dengan waktu dan ruang yang
digunakan pengarang dalam mendekati materi cerita.

b) Sudut pandang mental. Yaitu sudut pandang yang berhubungan dengan perasaan dan sikap
pengarang terhadap masalah atau peristiwa yang diceritakannya.

c) Sudut pandang pribadi. Adalah sudut pandang yang menyangkut hubungan atau keterlibatan
pribadi pengarang dalam pokok masalah yang diceritakan. Sudut pandang pribadi dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu pengarang menggunakan sudut pandang tokoh sentral, pengarang

18
menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, dan pengarang menggunakan sudut pandang
impersonal (di luar cerita).

Menurut Cleanth Brooks, fokus pengisahan berbeda dengan sudut pandang. Fokus pengisahan
merupakan istilah untuk pencerita, sedangkan sudut pandang merupakan istilah untuk pengarang.
Tokoh yang menjadi fokus pengisahan merupakan tokoh utama cerita tersebut. Fokus pengisahan
ada empat, yaitu

a) Tokoh utama menyampaikan kisah dirinya.

b) Tokoh bawahan menyampaikan kisah tokoh utama.

c) Pengarang pengamat menyampaikan kisah dengan sorotan terutama kepada tokoh utama.

d) Pengarang serba tahu.

6) Gaya Bahasa

Bahasa dalam cerpen memilki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai
penyampai gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya. Beberapa cara
yang ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa cerpen ialah dengan menggunakan
perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan
sebagainya. Itulah sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas.
Nada pada karya sastra merupakan ekspresi jiwa.

7) Amanat

Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada para pembaca
melalui karyanya, yang akan disimpan rapi atau disembunyikan pengarang dalam keseluruhan
cerita.

B. Unsur Ekstrisik

Selanjutnya dalam uraian ini penulis akan menguraikan salah satu unsur ekstrinsik saja
yaitu berupa faktor sejarah. Obyek karya sastra adalah realitas, apabila realitas itu berupa
peristiwa sejarah maka karya sastra dapat:

1) Mencoba menterjemahkan peristiwa itu dalam bahasa imajinatif dengan maksud untuk
memahami peristiwa sejarah menurut kadar kemampuan pengarang.

2) Karya sastra dapat menjadi sarana bagi pengarangnya untuk menyampaikan pikiran, perasaan
dan tanggapan mengenai suatu peristiwa sejarah.

19
3) Seperti juga karya sejarah, karya sastra dapat merupakan penciptaan kembali sebuah peristiwa
sejarah sesuai dengan pengetahuan dan daya imajinasi pengarang.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Prosa terbagi kedalam dua bagian yaitu prosa lama dan prosa baru. Prosa lama adalah
prosa bahasa indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat, sedangkan Prosa baru adalah
prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apa pun.

Bentuk-bentuk prosa lama adalah Hikayat, Dongeng dan cerita Bingkai. Dalam dongeng
terbagi kedalam beberapa bentuk yaitu Fabel, Mite (mitos), Legenda, Sage, Parabel, dan
Dongeng jenaka. Sedangkan bentuk-bentuk dalam prosa baru adala Roman, Novel, Cerpen,
Riwayat, Kritik, Resensi, dan Esai.

21

Anda mungkin juga menyukai