Anda di halaman 1dari 8

Sejarah Kesusasteraan Melayu

Indonesia memiliki beragam kekayaan dalam hal karya sastra. Hal ini dibuktikan
dengan adanya karya-karya sastra modern yang ramai diperbincangkan oleh khalayak umum.
Banyak karya-karya sastra yang dikenal oleh masyarakat Indonesia, diantaranya yaitu: puisi
Aku Ingin karya Alm. Sapardi Djoko Damono, novel Bumi Manusia karya Pramoedya
Ananta Noer, novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, dan lain sebagainya. Karya-karya
sastra tersebut pada saat ini mudah untuk diakses melalui media cetak maupun non-cetak.
Berkembangnya kesusasteraaan di Indonesia pada masa sekarang tidak luput dari persebaran
kesusasteraan Melayu zaman dulu keseluruh penjuru Indonesia, Asia maupun penjuru dunia.
Awal mula kesusasteraan Melayu berasal dari perkembangan sastra lisan dan sastra
rakyat yang begitu pesat di kalangan kerajaan-kerajaan Melayu. Sastra lisan berkembang
begitu pesat dalam bentuk dongeng maupun legenda rakyat pada masa itu. Sastra rakyat atau
yang lebih dikenal dengan sastra lisan merupakan karya sastra yang hidup di tengah-tengah
masyarakat. Penutur sastra rakyat pada zaman kuno berasal dari lingkup keluarga, lebih
jelasnya pada kisah atau dongeng yang dituturkan oleh ibu atau ayah. Setelah berkembang
pada lingkup keluarga, sastra rakyat berusaha untuk dikembangkan kepada masyarakat
sekitar melalui penutur yang dikenal dengan tukang dongeng. Tukang dongeng pada zaman
Melayu kuno biasanya melakukan penuturan dongeng pada kampung atau desa-desa setempat
untuk hiburan masyarakat sekitar.
Kesusasteraan Melayu dapat dibagi menjadi beberapa bagian-bagian topik yang
menarik untuk dibahas. Hal ini bertujuan untuk mengenalkan kesusasteraan Melayu kuno dan
kesusasteraan lampau agar tidak tergerus oleh zaman modern.

Sastra Rakyat (lisan) dan Sastra Istana (tulis)


Kebanyakan sastra lisan atau sastra rakyat pada zaman kerajaan Melayu berbentuk
mitos atau asal-usul tumbuhan dan binatang (flora dan fauna). Bentuk mitos-mitos yang
tersebar pada masyarakat zaman kuno seperti buaya putih yang merupakan jelmaan dewa
atau makhluk yang berbahaya, menanam pohon beringin di area sekitar desa yang berguna
untuk menangkal bala, dan lain sebagainya. Sastra rakyat pada zaman kuno tidak hanya
berbentuk mitos. Bentuk-bentuk karya sastra seperti puisi, mantra, nyanyian, dongeng juga
ramai dipergunakan masyarakat. Masyarakat mempergunakan karya-karya sastra rakyat
sebagai bentuk untuk bersosialisasi antar sesama manusia, pemujaan mantra terhadap Tuhan
atau kepercayaan setempat, hiburan pengisi waktu luang, dan lain-lain.
Selain sastra rakyat terdapat sastra istana yang juga berkembang pada zaman Melayu
kuno. Sastra Istana merupakan karya sastra yang lahir pada masa zaman kerajaan-kerajaan.
Sastra istana atau sastra tulis muncul pada kalangan raja-raja dan bangsawan pada masa
Melayu kuno. Raja-raja atau para bangsawan pada masa Melayu kuno mengumpulkan
beberapa karya sastra rakyat. Setelah karya-karya sastra rakyat tersebut dikumpulkan, para
raja dan bangsawan mulai menyusun kembali karya-karya tersebut menjadi kisah yang lebih
menarik (berkaitan dengan kisah-kisah kerajaan). Contoh sastra rakyat yang terkenal yaitu
Hikayat Hang Tuah, Hikayat Sri Rama, dan Hikayat Ahmad dan Muhammad.
Perkembangan sastra lisan pada masa melayu kuno terbilang cukup pesat daripada
sastra istana. Hal ini dipengaruhi oleh lingkup persebaran sastra rakyat berada dalam lingkup
masyarakat. Munculnya sastra istana atau sastra lisan tidak membuat sastra rakyat pada
zaman itu redup. Sastra rakyat dan sastra istana pada zaman Melayu kuno berkembang secara
berdampingan, terutama pada lingkup masyarakat kampung atau desa. Bukti bahwa sastra
rakyat dan sastra istana hidup berdampingan adalah terbitnya judul karya seperti Selampit, Si
Gembang, Cerita Raja Donan dan Cerita Raja Dera.

Epos Ramayana dan Mahabarata


Pada sastra istana terdapat epos-epos yang beredar pada masa zaman Melayu kuno.
Menurut KBBI (dalam kbbi.kemdikbud.go.id) epos merupakan erita kepahlawanan; syair
panjang yang menceritakan riwayat perjuangan seorang pahlawan; wiracarita. Epos yang
terkenal pada masa Melayu kuno adalah epos Ramayana dan Mahabarata. Epos Ramayana
mengisahkan tentang kisah kepahlawanan Rama yang menyelamatkan Dewi Sinta yang
disekap oleh Rahwana, sedangkan epos Mahabarata mengisahkan tentang peperangan antara
Pandawa dan Kurawa. Epos Ramayana dan Mahabarata populer di negera India. Seiring
perkembangan zaman, kedua epos tersebut tidak hanya terkenal di negera India saja, tetapi
juga terkenal di negera Indonesia.
Epos Ramayana dan Mahabarata terkenal sejak lama dan menjadi epos yang memiliki
nilai religius bagi masyarakat di negara India. Persebaran kedua epos tersebut dimulai dari
pedagang India yang mulai singgah berbisnis di wilayah Asia Tenggara, Tiongkok, dan
Semenanjung Tanah Melayu. Persebaran epos yang dilakukan oleh para pedagang negeri
India berbuah hasil dengan berdirinya kerajaan-kerajaan kecil yang menganut agama Hindu.
Kerajaan-kerajaan Hindu inilah yang memiliki pengaruh besar dalam persebaran epos
Ramayana dan Mahabarata pada wilayah Asia Tenggara, Tiongkok dan Semenanjung
Melayu.
Seiring berkembangnya zaman, epos Ramayana dan Mahabarata ditulis ulang dan
dimodifikasi secara kreatif. Usaha ini dilakukan agar kedua epos ini dapat tersebar diseluruh
penjuru negeri dengan versi yang sesuai dengan negara masing-masing. Modifikasi kedua
epos ini juga dapat menjaga dari arus globalisasi yang membuat kisah-kisah zaman dahulu
mulai ditinggalkan.
Pada zaman modern, epos Ramayana dan Mahabarata memiliki berbagai macam
bentuk media pengenalan. Ada yang berbentuk media cetak seperti buku dan media visual
yang berbentuk semacam series televisi. Epos Mahabarata pernah tayang dalam pertelevisian
Indonesia pada tahun 2010 hingga 2013, di saluran ANTV. Series ini bertahan cukup lama
karena masyarakat Indonesia pada saat itu sedang ramai-ramai nya menyukai drama India di
pertelevisian Indonesia. Hal ini membawa respon positif karena masyarakat Indonesia dapat
mengetahui kisah-kisah kesusasteraan pada masa lampau yang dibawakan dengan media
visual.

Cerita Panji
Selain kisah epos Ramayana dan Mahabarata yang berasal dari negara India, di
Indonesia juga terdapat cerita panji. Cerita panji merupakan hasil dari sastra Jawa yang
digemari oleh orang Indonesia terutama orang Jawa dan Bali. Orang Melayu dan beberapa
orang Eropa juga menyukai kisah-kisah yang ada di dalam cerita panji. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya naskah cerita panji yang tersimpan rapih di berbagai perpustakaan di
London, Leiden (Belanda), Jakarta dan Kuala Lumpur. Kepopuleran cerita panji dapat dilihat
dari sifatnya yang menyerupai cerita penglipur lara yang menceritakan kisah pengembaraan
dan peperangan. Berdasarkan teks sejarah Melayu, persebaran cerita panji dipengaruhi oleh
perkawinan Raja Malaka, Sultan Mansyur Syah dengan Putri Raja Majapahit. Para keluarga
kerajaan-kerajaan ini menyebarkan kisah-kisah dengan verbal mulut ke mulut.

ilustrasi cerita panji(historia.id)


Terdapat juga fragmen-fragmen cerita panji yang ada di karya-karya Melayu. Hal ini
dikarenakan cerita panji sebenarnya adalah suatu cerita perkawinan. Salah satu contohnya
adalah Hikayat Cekel Weneng Pati, yait pengembaraan Raden Inu dan Candra Kirana
berlangusng. Dengan menganggap Putra Kuripan sebagai titisan Wisnu, Putri Daha sebagai
Dewi Sri, cerita ini menjadi lambang alegroris penyatuan dan perkawinan Wisnu dan Dewi
Sri.

Sastra Zaman Peralihan


Sastra zaman peralihan merupakan pertemuan antara karya sastra berunsur Hindu dan
Islam. Sebelum masuk ke sastra Indonesia terdapat zaman peralihan, zaman yang mulai berisi
tentang karya-karya sastra dengan unsur Hindu dan Islam di dalamnya. Beberapa unsur di
dalam karya sastra ada yang dirubah dengan mengganti nilai-nilai yang ada di dalamnya.
Salah satu contoh dapat di ambil dalam Hikayat Sri Rama disebutkan kutipan Tuhan yang
dijunjung tinggi yang mula-mula adalah Dewata Mulia diganti dengan Sultan Alam Syah atau
Allah Subhanahu Wa Ta’Ala.
Di dalam plot cerita sastra zaman peralihan selalu membahas tentang dewa-dewi atau
bidadari yang turun ke dunia untuk menjadi raja. Jika mereka lahir sebagai anak raja,
kelahiran mereka akan disertai dengan gejala alam yang luar biasa. Peristiwa tersebut
digambarkan dengan hal-hal yang diluar nalar manusia, contohnya anak raja yang lahir
bersamaan dengan panah atau pedang sakti dalam Hikayat Indra Bangsawan.
Kisah yang terdapat pada sastra zaman peralihan biasanya menggunakan dua judul,
satu judul yang menggunakan unsur Hindu dan satu judul yang lain menggunakan unsur
Islam. Seringkali karya dengan judul Islam lebih banyak dikenal daripada karya dengan judul
unsur Hindu. Contohnya Hikayat Si Miskin lebih dikenal daripada Hikayat Marakarma,
Hikayat Mardan lebih dikenal daripada Hikayat Indra Jaya, dan Hikayat Ahmad Muhammad
lebih dikenal daripada Hikayat Serangga Bayu.

Berikut beberapa contoh karya sastra zaman peralihan:


1. Syair Abdul Muluk karya Siti Suleha.
2. Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji.
3. Kisah pelayaran Abdullah ke Negeri jeddah karya Abdullah Munsyi.
4. Kisah pelayaran Abdullah ke Kelantan karya Abdullah Munsyi.
5. Syair Singapura dimakan Api karya Abdullah Munsyi.
Sastra Sejarah
Sastra sejarah merupakan salah satu cabang sastra Melayu yang memiliki unsur paling
kaya. Setiap kerajaan di Indonesia atau tanah Melayu memiliki kisah sejarahnya sendiri.
Kisah sejarah tersebut dikisahkan dengan peristiwa yang terjadi secara nyata di istana dan
nasib beberapa keturunan kerajaan selama beberapa tahun. Topik atau isi penulisan dari
sastra sejarah juga ditulis sendiri oleh beberapa bangsawan kerajaan, hal ini menyebabkan
sastra sejarah jarang dicetak di kalangan masyarakat bawah.
Contoh dari sastra sejarah yaitu Hikayat Raja-Raja Pasai yang menceritakan tentang
peristiwa yang terjadi pada tahun 1250 hingga 1350, yaitu pada zaman Malikul Saleh hingga
ditaklukkan oleh Kerajaan Majapahit pada tahun 1350. Sebagian sejarah pada hikayat ini
tertulis sebelum tahun 1511, bersamaan dengan penulisan karangan tentang Sejarah Melayu.
Hikayat Raja-Raja Pasai juga tidak mungkin dikarang setelah tahun 1524, karena pada tahun
itu Aceh telah mengusir penjajah Portugis yang telah menundukkan Pasai.

ilustrasi Aceh yang telah mengusir Portugis(kompas.com)


ilustrasi Hikayat Raja-Raja Pasai(historyofcirebon.id)

ilustrasi Hikayat Raja-Raja Pasai(kompas.com)


Sastra Kitab
Sastra kitab merupakan salah satu bidang sastra dengan cakupan unsur yang luas.
Menurut Roolvink, kajian tentang Al-Qur’an, tafsir, tajwid, arkan ul-Islam, usuluddin, fikih,
ilmu sufi, ilmu tasawuf, tarikat, zikir, rawatib, doa, jimat, risalah, wasiat, dan kitab tib,
semuanya dapat digolongkan ke dalam Sastra Kitab. Tetapi menurut pendapat Siti Baroroh
Baried, yang dimaksud dengan Sastra Kitab adalah sastra tasawuf yang berkembang di Aceh
pada abad ke-17. Sesungguhnya sastra tasawuf adalah bagian yang penting dalam Sastra
Kitab. Menurut A. Johns, sastra tasawuf pernah memainkan peranan yang penting dalam
perkembangan agama Islam di Nusantara. Itulah alas an mengapa karya keagamaan Islam
termasuk dalam Sastra Kitab.
Pada sastra kitab terdapat dua aliran, yakni aliran ortodoks dan heterodoks. Salah satu
penganut aliran ortodoks yakni Nurrudin ar-Raniri dan Abdurrauf as-Singkeli berpendapat
bahwa ajaran ortodoks adalah yang berpegang teguh kepada Al-Qur’an. Sebaliknya penganut
aliran heterodoks yakni Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani berpendapat bahwa
ajaran yang dianggap sesat karena dalam praktek tasawufnya tidak berpegang teguh pada
akidah tasawuf yang sebenarnya.

Nurrudin ar-Raniri
Abdurrauf as-Singkeli

Hamzah-Fansuri

DAFTAR LAMAN

https://www.historyofcirebon.id/2018/09/naskah-hikayat-raja-raja-pasai.html diakses
pada 18 April 2023
https://historia.id/kuno/articles/majapahit-dalam-kisah-panji-P4e9Z diakses pada 18
April 2023
https://www.ideapers.com/2022/07/syekh-abdurrauf-as-singkili-sosok-penerjemah-
al-quran-pertama-di-nusantara.html diakses pada 18 April 2023
https://www.kompas.com/stori/read/2021/09/22/090000079/mengapa-aceh-
menyerang-portugis-di-malaka?page=all diakses pada 18 April 2023
https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/09/150000479/hikayat-raja-raja-pasai-
isi-dan-ringkasan-ceritanya?page=all diakses pada 18 April 2023

Anda mungkin juga menyukai