Anda di halaman 1dari 19

Historiography of Islam Indonesia

Hikayat Banjar (Hikayat Raja-Raja Banjar dan Kotaringin)


Akhmad Rahim Mubtadi
21220221000023
Identitas Naskah
https://khastara.perpusnas.go.id/landing/detail/103847
Deskripsi Koleksi
(Dilansir dari situs resmi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia)
Catalog ID 103847
BIBID 0010-1107004811
Jenis Bahan Naskah Kuno
Judul Hikayat Raja Banjar dan Kotaringin
Pengarang -
Penerbitan -
Deskripsi Fisik 170 hlm
Subjek -
Nomor Panggil W 200
Deskripsi Naskah
Hikayat Banjar adalah nama yang dipakai untuk menyebut
kumpulan berbagai naskah-naskah tambo/babad
sejarah Kesultanan Banjar dan Kerajaan Kotaringin
(Kotawaringin) yang ditulis dalam aksara Arab-Melayu.
Hikayat Banjar terdiri dari Hikayat Banjar resensi I dan
Hikayat Banjar resensi II. Hikayat Banjar resensi I diambil
Cerita Turunan Raja-raja Banjar dan Kotaringin
(Kotawaringin) dan episode-episodenya serta naskah yang
serupa yang lainnya, sedangkan Hikayat Banjar resensi II
diambil dari Sejarah Lambung Mangkurat, Tutur Candi, dan
lain-lain.
Menurut satu sumber, Hikayat Banjar ditulis sebelum tahun
1663 dalam bentuk prosa, dan karena kandungan isinya
mengandung unsur sejarah, maka dapat digolongkan menjadi
karya sastra sejarah.
Orang pertama yang tertarik dan menaruh perhatian terhadap Hikayat Banjar adalah Raffles
pada awal abad 19, dengan meminta kepada Sultan Pontianak untuk mencarikan naskah
tersebut. Kemudian puncaknya, naskah tersebut menjadi bahan penelitian oleh para ahli
sebagai sumber penulisan sejarah Banjar, dan terakhir menjadi bahan penelitian untuk
disertasi (Ph.D.) oleh dua orang sarjana Belanda di Universitan Leiden AA. Cense (1928) dan
JJ. Ras (1968).

Thomas Stamford Raffles (1781-1826) Sultan Syarif Abdurrahman Prof. Anton Abraham Cense Prof. Johannes Jacobus Ras
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Alkadrie (1742-1808) (1901-1977) (1926-2003)
Sultan Pontianak ke I Peneliti Sejarah dari Belanda Peneliti Sejarah dari Belanda
Menurut Tedi Permadi, naskah Hikayat Banjar dikelompokkan menjadi dua
kategori, yaitu naskah koleksi Indonesia dan naskah koleksi Eropa. Naskah
koleksi Eropa banyak ditemukan di Leiden, Belanda dan merupakan hasil
Salinan dari naskah Indonesia yang notabene masih asli dan tersimpan di
Jakarta.
• Di Leiden, naskah Hikayat Banjar dapat ditemukan di University
Library Leiden, Library of the Royal Institute of Linguistics and
Anthropology, koleksi pribadi Prof GF. Pijper dan koleksi pribadi Prof
AA. Cense.selain di Leiden, naskah ini juga ditemukan di Jerman,
London dan Manchester, Inggris Raya.
Di Leiden, naskah Hikayat Banjar dapat ditemukan di University Library
Leiden, Library of the Royal Institute of Linguistics and Anthropology,
koleksi pribadi Prof GF. Pijper dan koleksi pribadi Prof AA. Cense.selain di
Leiden, naskah ini juga ditemukan di Jerman, London dan Manchester,
Inggris Raya.
Filolog Belanda JJ. Ras yang dikenal sebagai Hans Ras
pada tahun 1968 melakukan telaah naskah dengan
melacak konteks sejarah, budaya dan kesusasteraan.
Hasil penelitian ini kemudian diterjemahkan ke dalam
Bahasa Malaysia pada tahun 1990 oleh Siti Hawa
Salleh.
Dari segi isi, naskah ini banyak bercerita tentang sejarah asal-usul dan sejarah berdirinya Kerajaan Banjar, sejarah
para raja-raja Kerajaan Banjar dari masa Hindu-Budha sampai proses Islamisasi di Tanah Kerajaan Banjar. Selain itu
juga banyak berisi nasehat kehidupan (pitutur luhur) dan kata-kata hikmah yang mencerminkan falsafah kehidupan
masyarakan Banjar ketika itu.
Pengaruh Islam di Dalam Naskah
Menurut Prof. Chamamah Soeratno di dalam disertasinya Hikayat Iskandar Zulkarnain, tokoh
Iskandar Zulkarnain (yang diyakini sebagai cikal bakal raja-raja di Nusantara) muncul secara
eksplisit pada naskah Hikayat Banjar resensi II, sedangkan pada resensi I tidak dimunculkan
secara jelas. Kondisi ini menunjukkan adanya pengaruh Islam secara menonjol di dalam
penulisan Hikayat Banjar resensi II, sedangkan di Hikayat Banjar resensi I pengaruh Islam
masih nampak implisit.
Selain adanya tokoh Iskandar Zulkarnain, pengaruh Islam di dalam Hikayat Banjar juga
tergambarkan dari cerita Nabi Khidhir (Beliau menyebut dirinya sebagai Syekh
Madyan/Madiun) yang tiba-tiba muncul dengan memakai jubah hitam dan menikahkan
Pangeran Suryanata dan Putri Junjung Buih.
Sejarah berdirinya Kerajaan
Banjar (Nagara Dipa)

Proses berdirinya Kerajaan Banjar dimulai dari perintah Saudagar Mangkubumi


kepada anaknya Empu Jatmiko (Empu Jatmika), “Adapun lamun kamu hendak
berdiam pada tempat lain dari sini, cari tanah itu maka tabuk kira-kira sapancaluk
di tengah malam itu. Ambil sekepal tanah itu, lamun rasanya hangat serta bau harum
itu, baik tempat berdiam, banyak berkatnya pada bumi itu, barang ditanam menjadi,
penyakit pun jauh, orang dagang banyak datang, seteru pun jauh, sukar ia mengira-
ngirakan menyerang, berkat tuah tanah itu, banyak makmur sedikit yang sukar.
Adapun tanah itu baunya harum tetapi dingin, kurang berkat tanah itu, sama jahat
sama timbang dengan baiknya itu. Manakala tanah hangat tiada harum baunya,
banyak jahat sedikit baiknya. Manakala tanah itu dingin, baunya busuk atau bangar,
tanah itu celaka, tiada baiknya itu, jikalau tempat diam itu sejari talawa beroleh
kebinasaan, jikalau tempat bertanam-tanam barang sesuatu tiada menjadi”.
Di dalam naskah ini juga diceritakan relasi sosial politik
antara Jawa dan Banjar (ketika itu masih bernama Nagara
Dipa/Nagara Daha). Relasi Jawa-Banjar ini tercermin dari
pernikahan antara Putri Junjung Buih dengan Raden Putra
atau Raden Suria Nata putra Raja Majapahit.
Hubungan Jawa-Banjar (Pengaruh Jawa di Kerajaan Banjar)
Relasi Jawa-Banjar tersebut terus berlangsung sampai Kerajaan Demak di Jawa
berdiri. Puncaknya ketika Pangeran Samudera yang diangkat sebagai Raja di
Kerajaan Banjar (Kuin) berkonflik dengan pamannya sendiri Pangeran Tumenggung
yang memerintah di Kerajaan Nagara Daha. Pangeran Samudera mendapat bantuan
dari Kerajaan Demak dengan syarat Pangeran Samudera dan rakyatnya bersedia
masuk Islam.
Hubungan Melayu-Banjar
Naskah Hikayat Banjar ini juga bisa menjadi
pijakan awal untuk melacak genealogi sosial
masyarakat Banjar. Penggunaan Bahasa
Melayu di dalam naskah ini menunjukkan
sudah masuknya Bangsa Melayu di Tanah
Banjar.
Menurut Idwar Saleh, Kerajaan Tanjung Puri yang disebut di dalam naskah ini merupakan pusat koloni
orang Melayu dari Kerajaan Sriwijaya. Mereka berdagang sampai ke Tanah Banjar dengan membawa
bahasa dan kebudayaan Melayu.
Meski naskah Hikayat Banjar hanya berupa naskah sastra dengan
bumbu mistik yang tidak dapat dijadikan sebagai sumber sejarah
akademik, namun dari naskah ini sudah dapat tergambarkan
bagaimana konstruksi nilai dan falsafah hidup urang Banjar.

“Karya sastra mampu menampilkan gambaran


kehidupan masyarakat pada kurun waktu dan situasi
tertentu. Karya sastra mengandung unsur penting
dalam realitas sosial yang dilukiskan. Dengan
demikian realitas sosial suatu masyarakat dalam
kurun waktu tertentu dapat terlihat dalam karya
sastra”.
(Umar Yunus)
Tarima Kasih Banar!!!

‫ترميا اكسيه برن‬


Dihadangi banar buhan
andika bailang ka wadah
awak di banua naya, himung
banar awak bila buhan andika

Anda mungkin juga menyukai