A. Pengertian Historiografi
Historigrafi terbentuk dari dua akar kata yaitu history dan grafi. Histori artinya sejarah
dan grafi artinya tulisan. Jadi historiografi artinya adalah tulisan sejarah, baik itu yang bersifat
ilmiah (problem oriented) maupun yang tidak bersifat ilmiah (no problem oriented). Problem
oriented artinya karya sejarah ditulis bersifat ilmiah dan berorientasi kepada pemecahan masalah
(problem solving), yang tentu saja penulisannya menggunakan seperangkat metode penelitian.
Sedangkan yang dimaksud dengan no problem oriented adalah karya tulis sejarah yang ditulis
tidak berorientasi kepada pemecahan masalah dan ditulis secara naratif, juga tidak menggunakan
metode penelitian.
Pada dasarnya buku sejarah yang sering kita lihat dan sering kita baca, baik itu yang ada
di perpustakaan maupun di toko-toko buku, pada dasarnya itu historiografi. Buku-buku bacaan
yang di dalamnya bukan kajian sejarah, itu tidak termasuk kategori historiografi, karena tidak
berkaitan dengan kejadian masa lampau. Jadi dengan demikian, suatu karya tulis bisa dikatakan
historiografi apabila kajian di dalamnya mencerminkan kisah sejarah dari suatukejadian sejarah.
Historiografi mulai ada dan dikenal oleh manusia pada dasarnya sejak manusia mengenal
tulisan atau ketika manusia memasuki zaman sejarah. Ketika manusia mengenal tulisan, pada
dasarnya mereka sudah tumbuh kesadaran untuk menulis tentang jati dirinya sebagai manusia
1. Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional adalah karya tulis sejarah yang dibuat oleh para pujangga dari suatu
kerajaan, baik itu kerajaan yang bernafaskan Hindu/Budha maupun kerajaan/kesultanan yang
Seperti kita ketahui di Nusantara Indonesia, bahwa sejak awal bangsa Indonesia memasuki
zaman sejarah, diiringi pula dengan berdirinya kerajaan-kerajaan terutama yang dominan
dipengaruhi oleh budaya hindu dan budha. Contohnya di Kalimantan berdiri kerajaan Hindu
Kutai, di Jawa Barat bediri kerajaan Tarumanegara, Galuh Medang Kamulyan, Aditiawarman
dan lain-lain. Di Jawa Tengah ada kerajaan Airlangga, Mataram Hindu, dan di Jawa Timur ada
kerajaan Singosari, Blambangan, dan lain-lain. Memasuki abad ke-7, di Nusantara Indonesia,
bediri pula kerajaan-kerajaan yang lebih besar wilayah kekuasaannya seperti kerajaan Pajajaran,
Galuh, Sunda, Sriwijaya, Majapahit, Mataram Hindu dan lain-lain. Pada dasarnya di kerajaan-
kerajaan tersebut ada khusus orang-orang yang ditugaskan oleh raja untuk menulis sejarah yaitu
Karya-karya sejarah yang ditulis oleh para pujangga dari lingkungan keraton ini hasil karyanya
biasa disebut Historigrafi Tradisional. Contoh karya sejarah yang berbentuk historiografi
tradisional yang ditulis oleh para pujangga keraton dari kerajaan hindu/budha sebagai berikut : 1.
historiografi tradisional yang ditulis para pujangga dari kerajaan Islam diantaranya : 1. Babad
Cirebon yaitu karya dari Kerajaan Islam Cirebon, 2. Babad Banten yaitu karya dari Kerajaan
Islam Banten, 3. Babad Dipenogoro yaitu karya yang mengisahkan kehidupan Pangeran
Diponegoro, 4. Babad Demak yaitu karya tulis dari Kerajaan Islam Demak, 5. Babad Aceh dan
lain-lain.
raja dan keluarga keraton/istana) dan penulisannya dicampur aduk dengan mitos, legenda dan
kekuatan magis (raja ditulis sebagai orang yang gagah sakti, bisa menghilang, tidak mempan
senjata tajam dll) yang melingkupinya pada saat tersebut. Dengan fakta penulisannya yang
demikian, seperti tertulis di atas, maka ketika kita membaca historiografi tradisional diperlukan
kehati-hatian, ketelitian dalam memaknai setiap rangkaian kata yang menjadi kisah didalamnya.
ironisnya rakyat jelata tidak mendapat tempat didalamnya, dengan alasan rakyat jelata dianggap
a-historis.
2. Historiografi tradisional ditulis bersifat Religio magis, artinya dalam historigrafi tradisional
seorang raja ditulis sebagai manusia yang memiliki kelebihan secara batiniah, dianggap memiliki
kekuatan energi ghoib. Tujuannya agar seorang raja mendapat apresiasi yang luar biasa di mata
rakyatnya, sehingga rakyat takut, patuh, dan mau melaksanakan perintahnya. Rakyat akan
memandang, bahwa seorang raja keberadaannya di muka bumi merupakan sebagai perwujudan
3. Historiografi tradisional ditulis bersifat regio sentrisme, artinya historiografi tradisional ditulis
lebih menonjolkan regio (wilayah) kekuasaan suatu kerajaan. Sebagai contoh, ada historiografi
tradisional dengan secara vulgar memakai judul dari nama wilayah kekuasaannya,seperti Babad
ditulis dengan penekanan pada penonjolan/egoisme terhadap suku bangsa dan budaya yang ada
ditulis oleh para pujangga sangat kental dengan muatan-muatan psikologis seorang raja, sehingga
karya historiografi tradisional dijadikan sebagai alat politik oleh sang raja dalam rangka
tradisional oleh masyarakat setempat dipandang sebagai kitab suci yang didalamnya penuh
Dalam batas-batas tertentu apakah historiografi tradisional bisa dijadikan untuk sumber
penulisan sejarah ? Jawabnya bisa. Sebab kendatipun dalam kandungan isi dan kisahnya tertulis
nama daerah, nama orang dan tahun kejadian. Contoh dalam Babad Galuh, Banten, Cirebon dll,
di sana tertulis nama raja atau para tokoh terkait lainnya, dan tentu saja nama wilayah/daerah dan
tahun kejadian pun tertulis di dalamnya, kendati angka tahun ditulis dengan candera sengkala.
Contoh, kerajaan Majapahit runtuh diungkapkan dengan kata-kata: sirna ilang kertaning bhumi
artinya tahun 1478 M. Dengan demikian maka historiografi tradisional dalam batas-batas tertentu
bisa dijadikan sumber untuk penulisan sejarah, dengan alasan ketiga faktor tersebut di atas.
Untuk itu, menurut hemat penulis, karya-karya tulis dalam bentuk naskah, babad dan lain-lain
yang dewasa ini ada di daerah dan dimiliki oleh tokoh-tokoh tertentu, perlu di-inventarisir, sebab
bagaimanapun di dalamnya tersimpan bukti-bukti dan fakta-fakta yang sangat berharga sebagai
sumber penulisan sejarah dewasa ini. Harapan penulis, seandainya di daerah di mana anda
berdomisili ditemukan ada babad, naskah kuno (HT) dan lain-lain anda harus punya kepedulian
untuk melestarikannya. Sebab bagi sejarawan itu bagaikan bongkahan emas yang tak ternilai
harganya.
2. Historiografi Kolonial
Historiografi Kolonial adalah karya sejarah (tulisan sejarah) yang ditulis pada masa
pemerintahan kolonial berkuasa di Nusantara Indonesia, yaitu sejak zaman VOC (1600) sampai
masa Pemeritahan Hindia Belanda yang berakhir ketika tentara pendudukan Jepang datang di
Indonesia (1942). Perlu ditambahkan, pemerintahan Hindia Belanda yang dikendalikan oleh para
Gubernur Jenderal (GB) melalui para ahli begitu aktif menulis karya sejarah. Atau dengan kata
lain, historiografi kolonial adalah karya tulis sejarah yang ditulis oleh para sejarawan kolonial
kolonial yang paling popular adalah sebuah buku yang ditulis oleh Raffles dengan judul
HISTORY Of JAVA. Karya lainnya adalah karya-karya yang ditulis H.J. de Graaf dengan judul:
Geschiedenis van Indonesia (Sejarah Indonesia). Karya B.H.M. Vleke dengan judul:
Geschiedenis van den Indischen Archipel (Sejarah Nusantara). Karya G. Gonggrijp dengan
judul: Schets ener aconomische Geschiedenis van Nederlands-Indie (Sejarah Ekonomi Hindia
Belanda).
Inti cerita sejarah dari Historiografi Kolonial adalah bangsa Belanda, oleh sebab hanya
Belandalah yang dipandang penting di Hindia Belanda. Hal ini jelas dari istilah Hindia Belanda
atau Hindia Nederlan yaitu daerah Hindia (Indonesia) yang dimiliki oleh Belanda. Bangsa
Belanda sebagai pemilik memandang diri pribadinya sebagai yang dipertuan dan sebagai
bangsa yang termulia, sehingga bangsa Indonesia hanya mendapat gelar bumi putera atau
orang negeri. Kita tidak dipandang sebagai suatu bangsa, tetapi hanya sebagai sejenis manusia
Perhatikan penggalan kutipan kisah sejarah di bawah ini yang ditulis oleh sejarawan kolonial
dalam Historiografi Kolonial yang sangat menyudutkan bangsa Indonesia dan mengagung-
Pada tahun 1653 ada seorang raja di Tanah Goa yang bernama Sultan Hasanudin. Adapun
raja itu tiada mengindahkan Kompeni; orang Maluku yang durhaka kepada Kompeni dibantunya;
Sultan Agung Tirtayasa itu cerdik lagi bijaksana dan tetap hatinya, rukun Islam
dikerjakannya dengan sungguh-sungguh, tetapi kelakuannya kerapkali bengis dan hatinya tiada
lurus; se-umur hidupnya Sultan itu dengki kepada Kompeni; niatnya hendak meramaikan Banten
Jikalau kita bandingkan hal orang kecil pada zaman dahulu dengan zaman yang sekarang,
nyatalah bahwa sekarang lebih senang dan selamat daripada ketika kuasa Raja-raja tiada
berhingga; Raja itu kerapkali menganiaya anak buahnya, karena tiada undang-undang, hanya
Sentrismus artinya sejarah Indonesia di tulis dari sudut pandang kepentingan orang-orang
Belanda yang sedang berkuasa (menjajah) di Nusantara Indonesia saat itu. Dengan demikian,
dalam historiografi kolonial peran orang-orang Belanda dalam panggung sejarah ditulis secara
berlebihan, dan penduduk bumi putra peran kesejarahannya ditulis/diungkapkan hanya sedikit
saja. Bahkan warga penduduk bumi putera oleh Belanda dipandang sebagai non-faktor dalam
sejarah. Sebagai contoh, dalam sejarah perekonomian dan politik pada masa kolonial, orang-
orang Belanda ditulis sebagai manusia-manusia unggul yang bisa mengendalikan sector usaha
ekonomi dan politik di Nusantara Indonesia. Orang-orang Belanda dianggap sebagai manusia
paling sempurna, paling super dalam berbagai aktivitas kehidupan di Nusantara Indonesia.
Sehingga peran mereka ditulis dalam Historiografi Kolonial bisa menghabiskan halaman
berlembar-lembar. Sungguh sangat ironis, sedangkan peran rakyat pribumi sebagai pemilik
negeri Nusantara Indonesia ditulis sangat sederhana dan dituangkan dalam halaman tulisan yang
sangat minim. Sejarawan kolonial menganggap, bahwa rakyat pribumi dianggap sebagai manusia
non-faktor dalam sejarah. Perhatikan secara seksama sipat cerita sejarah Indonesia yang
dilukiskan oleh penulis Belanda bernama Dr. F.W. Stafel yang bisa dilihat dari jumlah halaman
Alhasil dapat ditegaskan, bahwa cerita sejarah Indonesia yang ditulis sebelum tahun 1942
Dalam historiografi kolonial, tokoh-tokoh seperti Imam Bonjol, Dipanegara, Sultan Agung,
Sukarno, Hatta, Wahidin, Bung Tomo dan tokoh pejuang lainnya dipandang sebagai penghianat
dan sebagai pemberontak. Padahal kalau menurut kita, tokoh-tokoh seperti tersebut termaksud di
atas adalah sebagai pahlawan nasional yang telah berjuang demi kepentingan rakyat Indonesia.
karya tersebut dibaca oleh anak didik kita yang ada di jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD)
dan sederajat; Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat; Sekolah Menengah Atas (SMA)
pemahaman kesejarahan mereka (anak didik) dipandang masih dangkal. Tidaklah berlebihan
kalau mereka akan menganggap, bahwa pejabat-pejabat kolonial itu sebagai pahlawannya, dan
para pejuang bumi putra dipandang sebagai pemberontak, pengecut. Padahal mereka sebagai
pejuang yang memperjuangkan hak-hak rakyat. Ringkasnya, dalam Historiografi Kolonial, fakta-
fakta kesejarahan yang terkait dengan rakyat bumi putra atau elite bumi putra, dengan sengaja
diputar balikan, tujuannya guna menyudutkan posisi warga penduduk bumi putra, dan dibalik itu
politis. Tapi jangan salah, warga pribumi yang suka menjilat kepada Belanda, mereka mendapat
tempat dalam sejarah, dan secara finansial mereka hidup diuntungkan dalam berbagai
kesempatan.
Timbul suatu pertanyaan, apakah historigrafi kolonial bisa dijadikan sumber untuk penulisan
sejarah nasional dewasa ini? Jawabnya bisa. Alasannya, karena Historigrafi Kolonial di
dalamnya kaya dengan fakta-fakta kesejarahan yang terjadi di bumi Nusantara Indonesia.
3. Historiografi Nasional
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Ir.Sukarno dan Drs.Muhammad Hatta atas nama rakyat
Setelah NKRI terbentuk, maka tumbuh suatu keinginan dari rakyat Indonesia untuk menulis
sejarahnya sendiri sebagai pengganti dari Historiografi Kolonil. Karya-karya sejarah yang ditulis
oleh sejarawan-sejarawan Indonesia di masa kemerdekaan dewasa ini (1945-2011), biasa disebut
sebagai Historiografi Nasional. Historiografi Nasional adalah karya tulis sejarah yang ditulis oleh
mengungkapkan sisi-sisi kehidupan rakyat Indoneia sepanjang masa yang diungkapkan dari
sudut kepentingan pembangunan bangsa Indonesia itu sendiri. Contoh Historiografi Nasional
yang paling monumental adalah buku babon SEJARAH NASIONAL INDONESIA yang terdiri
Nasional Indonesia (SNI) harus ditulis dari sudut kepentingan rakyat Indonesia itu sendiri.
Tugas dari historiografi nasional adalahmembongkar dan merevisi historiografi kolonial yang
gaya penulisannya diselewengkan oleh para sejarawan kolonial yang sangat merugikan proses
Permasalahan yang kita hadapi dewasa ini adalah, mampukah kita (sejarawan) atau bangsa
Indonesia untuk menulis kembali sejarah yang betul-betul mengungkapkan aktivitas rakyat
Indonesia secara keseluruhan sebagai pengganti peran orang-orang Belanda yang telah demikian
lama menghiasi lembaran-lembaran penulisan sejarah Indonesia. Dewasa ini kita harus mampu
menulis karya sejarah yang total history artinya seluruh aktivitas rakyat Nusantara Indonesia,
terutama pada masa kolonial harus terungkapkan. Dalam hal ini misalnya aktivitas masyarakat
petani, nelayan, buruh tani, kuli, pedagang, santri dan lain sebagainya harus ditulis kembali.
Tentu saja, untuk menulis sejarah Indonesia yang bergaya total history ada konsekwensi
harus menerapkan pendekatan metodologi yang lebih mutakhir, sebab pendekatan metode yang
konvensional tidak akan mampu membongkar secara totalitas dari aktivitas rakyat Indonesia di
masa kolonial yang sangat komplektitas itu. Dengan demikian, pendekatan metode apakah yang
dianggap dapat diandalkan untuk mewujudkan karya historiografi yang total history itu?
Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, guru besar sejarah dari Universitas Gajah Mada(UGM)
multidimensional approach. Sebetulnya model pendekatan seperti tersebut di atas sudah mulai
ditempuh di Perancis yang terutama dipelopori oleh mereka para sejarawan dari aliran analles.
Disebut aliran analles, karena karya-karya mereka terbit dan dimuat dalam majalah yang
bernama analles, dengan tokohnya diantaranya Marc Blok. Masalah pendekatan metodologis
yang interdisipliner dan multidimensional approach ini akan dibahas dalam Seri Kuliah B.
2 komentar:
1.
modernnya mn??
Balas
2.
Balas