Anda di halaman 1dari 11

PERKEMBANGAN CORAK PENULISAN SEJARAH ISLAM KLASIK

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Historiografi Islam
Dosen Pengampu:
Fitri Wulandari, M.Hum.

Oleh:
Aulya Ekanov Yudhanti
NIM. 53010200007

Yoga Izra Guniarto


NIM. 53010200069

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SALATIGA
2023
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................................ i
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
A. Perkembangan Penulisan Sejarah Pasca Ibnu Ishaq ............................................................ 3
B. Perkembangan Corak/Bentuk Penulisan Sejarah Islam ....................................................... 5
C. Perkembangan Langgam Bahasa dalam Karya Sejarah Islam ............................................. 7
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................ 8
A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 8
B. Saran .................................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Historiografi Islam berkembang mengikuti perkembangan peradaban Islam. Penulisan
sejarah sejatinya mencerminkan dan menggambarkan kondisi sosial, budaya dan ekonomi
suatu masyarakat. Historiografi Islam menurut Rosenthal adalah karya sejarah yang
ditulis oleh Muslim dari berbagai aliran.1 Namun tidak menutup kemungkinan orang
nonmuslim juga ikut dalam penulisan sejarah yang berkaitan dengan Islam.
Dalam perkembangan penulisan sejarah Islam pada masa klasik mulai para
cendekiawan muslim, nonmuslim ataupun muallaf, sedikit-banyak melakukan kontak-
kontak pribadi sehingga telah memberikan dorongan untuk penulisan sejarah Islam.
Motivasi utama dorongan tersebut asalnya dari konsep Islam sebagai agama yang
mengandung sejarah. Nabi Muhammad Saw. merupakan tokoh puncak pelaksanaan suatu
proses sejarah yang amat luas untuk diisi dan ditafsirkan oleh para sejarawan. Kesadaran
sejarah yang dipupuk oleh Nabi dalam seluruh manifestasinya yang hakiki, amat penting
dalam perkembangan peradaban Islam.2 Pada sekitar tahun 700 M, penelitian sejarah
yang lebih banyak memfokuskan pada kehidupan Nabi Muhammad Saw. seperti karya
Ibn Ishaq (704-767) berjudul Sirah Nabi, mulai mengisi kebutuhan sosial, politik, dan
agama Islam yang berdampak pada adanya dasar-dasar yang lazim dikenal kemudian
dalam penulisan sejarah. Dasar-dasar dari penulisan sejarah tersebut kemudian
memberikan pencorakan karya penulisan sejarah, seperti khabar, hawliyat, dan
mawdhuiyat.3 Dalam corak-corak tersebut juga terdapat perkembangan lain yang
berkembang seiring berjalan waktu yakni langgam bahasa. Dengan demikian dalam
makalah ini kami membahas mengenai perkembangan penulisan sejarah Islam pasca Ibn
Ishaq.

1
Wilaela, Sejarah Islam Klasik (Riau: Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2016), 34.
2
Ibid., 35.
3
Badri Yatim, Historiografi Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 100.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan penulisan sejarah pasca Ibnu Ishaq?
2. Bagaimana perkembangan corak/bentuk penulisan sejarah?
3. Bagaimana perkembangan langgam bahasa dalam karya sejarah?

C. Tujuan
Setelah melihat rumusan masalah di atas, maka kami simpulkan tujuan masalah dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana perkembangan penulisan sejarah atau historiografi Islam
pasca Ibnu Ishaq
2. Dapat mengidentifikasi perkembangan corak/bentuk penulisan sejarah Islam.
3. Dapat mengetahui perkembangan langgam bahasa yang ada dalam karya sejarah
Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Penulisan Sejarah Pasca Ibnu Ishaq


Sebelumnya kita telah mempelajari bahwa aliran-aliran penulisan sejarah di masa awal
Islam seperti aliran Yaman, aliran Madinah dan aliran Irak melebur di dalam karya-karya
sejarah Muhammad ibn Sa’d, al-Waqidi, dan ibn Ishaq. Peleburan tersebut ternyata
membawa corak baru pada penulisan sejarah Islam menjadi semakin beragam. Hal ini
disebabkan muncul para sejarawan besar yang melakukan pengembaraan untuk menuntut
ilmu dan mengumpulkan informasi sejarah.4 Dalam perjalanannya terjadi dialog
intelektual antara satu aliran dengan aliran lain disamping masuknya wawasan yang
mereka peroleh selama pengembaraan intelektualnya.
Perkembangan intelektual sejarawan muslim membuat sejarawan tidak lagi
mudah untuk dikategorikan sebagai penganut aliran tertentu. Seorang sejarawan dapat
menulis sejarah umum, tetapi pada saat yang lain dia juga menulis al-ansab dan al-sirah,
dan bahkan juga corak-corak baru sesuai dengan kreasi yang mereka ciptakan.5 Pada
masa ini pula penulisan sejarah semakin berkembang pesat mulai dari langgam bahasa
yang digunakan, corak dan tema sejarah semakin banyak, dan metodologi penelitian dan
kritik sejarah semakin kompleks.6 Berikut ini sejarawan besar yang menjadi contoh dari
perkembangan penulisan sejarah pasca ibn Ishaq yang dimulai dari masa Dinasti Bani
Abbas.
1. Ibn Qatadah al-Dinawari (w. 276 H/889 M)
Karya ibn Qatadah yaitu Uyun al-Akhbar buku sejarah umum tertua. Namun ia juga
menulis karya sejarah yang bukan merupakan sejarah umum seperti Thabaqat al-
Syu’ara (Tingkatan Para Penyair). Karya-karyanya berjumlah sekitar 46 buku
diantaranya juga ada Kitab al-Ma’arif (buku tentang pengetahuan) dan al-Imamah wa
al-Siyasah (kepemimpinan dan politik).7 Ibn Qatadah al-Dinawari ketika berhadapan
dengan sumber-sumber sejarah selalu bersikap kritis bahkan juga terhadap opini yang

4
Effendi, “Menguak Historiografi Islam dari Tradisional-Konvensional Hingga Kritis-Multidimensi”, Jurnal TAPIS
9, No. 1 (2013): 130.
5
Badri Yatim, Historiografi Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 92.
6
Ibid.
7
Ibid., 93.

3
berkembang di dalam masyarakat. Penulisan sejarahnya tidak lagi sebatas pada
riwayat lisan, tetapi juga melalui buku-buku.
2. Al-Ya’qubi (w. di Mesir 284 H/897 M)
Al-Ya’qubi atau dengan nama lengkap Ahmad ibn Abi Ya’qub ibn Wadhih penulis
sezaman dengan ibn Qatadah al-Dinawari. Ia merupakan pakar geografi dan
sejarawan pengembara yang hidup di Baghdad pada masa pemerintahan khalifah
Abbasiyah, al-Mu’tamid. Dalam pengembaraannya ia berhasil mengumpulkan
banyak informasi sejarah dan geografi. Karyanya yang ada pada tahun 891 di Mesir
yaitu Kitab al-Buldan, buku tertua dalam jenis geografi sejarah yang menghimpun
informasi penting tentang negeri-negeri yang dikunjunginya (Iran, Jazirah Arab,
Transoksania, Iran, India, Mesir, Hijaz, Afrika Utara, dan sebagainya).8 Dalam buku
tersebut diterangkan juga keadaan sosial, sejarah dinasti-dinasti yang berkuasa di
negeri-negeri itu.
Buku lainnya yakni Tarikh al-Ya’qub yang terdapat dua jilid, yang pertama berisi
sejarah dunia kuno yang terdapat keterangan geografis, iklim, agama, budaya, dan
perkembangan ilmu pengetahuan kerajaan-kerajaan yang ia sebutkan dalam bukunya.
Jilid kedua berisi sejarah Islam yang disusun berdasarkan urutan khalifah sampai
tahun 259 H.9 Dalam penulisannya ia tidak begitu mengikuti metode isnad
(keterangan mengenai jalan sandaran suatu hadits) sebagaimana yang dipergunakan
ahli hadits dan sejarawan yang mendahuluinya.
3. Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H/922 M) dan al-Mas’udi (w.
957)
Al-Tabari merupakan seorang sejarawan besar muslim yang ahli dalam ilmu-ilmu
tafsir, qira’at, hadits, dan fiqh. Ia menulis banyak buku dalam berbagai disiplin ilmu
tersebut. Karya sejarahnya yakni Tarikh al-Rasul wa al-Muluk dan Tarikh al-Rijal.
Adapun karya lainnya yang terkenal dengan Muruj al-Dzahab wa Ma’adin al-Jawhar
dan al-Tarikh wa al-Isyraf. Dalam kitabnya yang ini termuat sejarah Hindu (India),
Persia, Romawi, dan Yahudi. Sedangkan yang al-Isyraf berisi pendapat filsafat
sejarah dan hubungan antara hewan, tumbuh-tumbuhan dan tambang. Di dalamnya

8
Ibid.
9
Ibid., 94.

4
juga terdapat sejarah klasik, sejarah Islam, dan negeri-negeri lain.10 Dari sini terlihat
adanya pembaharuan penulisan sejarah, ia tidak lagi sekedar menyusun peristiwa
berdasarkan kronologi, tetapi juga mengumpulkannya di bawah beberapa judul/topik
seperti bangsa, raja, dan keluarga-keluarga.
Setelah para sejarawan tersebut di atas, dunia Islam terus melahirkan sejarawan-
sejarawan seperti al-Biruni, Ibn al-Atsir, al-Qazwini, Ibn Khaldun, al-Maqrizi, ibn Hajar
al-Aqalani, ibn Iyas dan seterusnya.11

B. Perkembangan Corak/Bentuk Penulisan Sejarah Islam


Seperti yang disebutkan di atas, perkembangan intelektual sejarawan muslim
berpengaruh pada munculnya corak penulisan sejarah yang dikelompokkan menjadi tiga
bagian, yaitu corak khabar, corak hawliyat (kronologi berdasarkan tahun), dan corak
mawdhu’iyat (tematik). Berikut ini penjelasannya.
1. Khabar
Khabar biasanya diartikan sebagai laporan, kejadian atau cerita. Berisi tentang cerita-
cerita peperangan dan kepahlawanan. Mulanya sejarawan muslim menulis sejarah
bersandar kepada riwayat yang sebagaimana dalam penulisan hadits, dengan
menggunakan sanad. Pada abad ke-2 H, para sejarawan ada yang mulai menulis
dengan bersumber pada tulisan-tulisan para penulis sebelumnya, ini menandakan
masa awal kebangkitan sejarah sehingga para sejarawan berangsur-angsur
melepaskan diri dari pengaruh penulisan hadits yang sangat kuat menggunakan
sanad. Seiring berjalan waktu, mereka merasa cukup dengan hanya menyebutkan
matan (teks) khabar-khabar dalam tulisan mereka, seperti al-Ya’qubi dan al-
Mas’udi.12 Adapun ciri dari khabar yaitu; pertama, dalam khabar tidak terdapat
hubungan sebab akibat antara dua atau lebih peristiwa (tiap khabar sudah melengkapi
dirinya sendiri dan tidak membutuhkan referensi pendukung). Kedua, cerita perang
dalam bentuk khabar tetap mempergunakan cerita pendek, memilih situasi dan

10
Ibid., 99-100.
11
Nabila Yasmin, “Historiografi Islam” (Sumatera: Fakultas Ilmu Sosial UIN Sumatera Utara, 2022), 20.
12
Ibid., 100.

5
peristiwa yang disenangi yang kadang menyalahi kejadian sebenarnya. Ketiga, khabar
juga disajikan dalam bentuk puisi serta syair-syair.13
2. Hawliyat
Para sejarawan pada perkembangan selanjutnya menggunakan dua metode penulisan
yakni metode penulisan sejarah berdasarkan urutan tahun dan metode penulisan
sejarah berdasarkan tema (tematik). Hawliyat adalah metode penulisan sejarah yang
menggunakan pendekatan tahun demi tahun.14 Metode hawliyat ini banyak digunakan
oleh sejarawan muslim, Abd al-Hamid al-Ibadi menuturkan bahwa penulisan materi
sejarah berdasarkan tahun, bulan dan hari, jelas hanya digunakan sejarawa muslim.
Kalaupun ada pengaruh dari luar terhadap sejarawan muslim, pengaruh itu
menurutnya datang dari karya-karya sejarah Persia, khususnya tentang sejarah klasik
Iran.15
Pada masa berikutnya, penulisan sejarah Islam yang menggunakan metode ini
semakin berkembang. Perubahan yang terlihat seperti penyusunan peristiwa yang
berdasarkan sepuluh tahunan, tidak lagi pertahun, atau dalam bahasa arab nizham al-
uqud (sistem berdasarkan dekade/dasawarsa).
3. Mawdhu’iyat
Corak mawdhu’iyat adalah corak penulisan sejarah klasik yang timbul akibat adanya
kritik dari corak hawliyat yang mengandung kelemahan. Hawliyat mengandung
kelemahan karena ia memutus kontinuitas sejarah yang panjang yang saling
berhubungan dan berkelanjutan dalam beberapa tahun. Sejarawan yang menggunakan
hawliyat tidak menyebutkan peristiwa-peristiwa sejarah kecuali yang terjadi pada
tahun bersangkutan dan berkelanjutan pda tahun-tahun berikutnya, sehingga peristiwa
itu terpisah-pisah, peristiwa yang terpisah-pisah itu kemudian digabungkan dengan
peristiwa yang lain yang terjadi di tahun itu.16 Al-Ya’qubi dan al-Mas’udi dalam
karyanya sudah lebih dulu menggunakan penulisan sejarah bercorak tematik ini
(mawdhu’iyat), selanjutnya muncul sejarawan yang mengkritik corak hawliyat yakni

13
Nabila Yasmin, “Historiografi…”, 35.
14
Badri Yatim, Historiografi…, 103.
15
Ibid., 106.
16
Ibid., 107.

6
ibn al-Atsir dan Syihab al-Din Ahmad ibn Abd al-Wahhab al-Nuwayri yang
kemudian menggunakan penulisan sejarah secara tematik.

C. Perkembangan Langgam Bahasa dalam Karya Sejarah Islam


Langgam bahasa atau gaya bahasa yang digunakan dalam penulisan sejarah juga ikut
berkembang dalam sejarahnya. Dalam perkembangannya, langgam bahasa sejarah
menjadi bebas, sederhana, jelas, hampir tidak ada lagi syair di dalamnya. Banyak juga
yang menggunakan sajak (kalimat-kalimat yang digunakan di dalamnya bersajak) dalam
tulisan sejarah.
Ada juga sejarawan muslim yang menggabungkan antara tulisan bebas (prosa)
dan kalimat-kalimat bersajak, seperti tulisan Abu Marwan Hayyan bin Khalaf yang
dikenal dengan nama ibn Hayyan seorang sejarawan muslim asal Andalus. Selain itu ada
yang dalam karya sejarahnya menggunakan bahasa yang mudah dipahami, sederhana,
dengan berusaha menghindari bahasa-bahasa yang dibuat-buat agar tidak berbelit-belit.
Seperti ibn Hayyan, ibn al-Atsir, dan ibn Thabathaba. Penulisan sejarah pada masa ini
yang terpenting adalah jelasnya materi sejarah dengan kalimat-kalimat pendek yang
pengertiannya jelas dan cepat dipahami oleh pembaca.17

17
Ibid., 112.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengembaraan sejarawan setelah terjadinya peleburan aliran-aliran (Yaman, Madinah,
Irak) membuat munculnya corak yang semakin beragam. Para sejarawan yang
mengembara menuntut ilmu dan mengumpulkan informasi-informasi sejarah. Dalam
pengembaraan itu juga terjadi dialog intelektual antara satu aliran dengan aliran lain, di
samping banyak masukan-masukan wawasan dan cakrawala baru yang semakin
mendorong perkembangan penulisan sejarah. Hal ini mulai terjadi setelah masa ibn Ishaq
sekitar abad ke-9 dan ke-10.
Corak baru yang kemudian menjadi sebuah kekhasan dari karya seperti corak
khabar, hawliyat, dan mawdhu’iyat bermunculan pada perkembangannya. Kemunculan
corak ini hasil dari kritisi para sejarawan besar yang bermunculan setelah ibn Ishaq.
Pemikiran kritis dari sejarawan muslim ini juga menumbuhkan langgam bahasa yang
baru dan beragam. Penelitian serta kritik sejarah semakin komplek menuju terwujudnya
penulisan sejarah yang kritis dan multidimensional.

B. Saran
Dalam tulisan makalah ini kami menyadari masih terdapat kekurangan terhadap
pembahasan yang kami tuangkan. Untuk itu kami menyarankan kepada pembaca untuk
membaca buku yang berkenaan dengan Historiografi Islam masa klasik atau abad ke-9
sampai 10. Kami juga menerima kritik dan saran apabila diperlukan demi kebaikan kami
dalam penyusunan tugas dikemudian hari. Demikian kami mengucapkan terima kasih.

8
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Wilaela. Sejarah Islam Klasik. Riau: Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2016.
Yatim, Badri. Historiografi Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Jurnal/Artikel
Effendi. “Menguak Historiografi Islam dari Tradisional-Konvensional Hingga Kritis-
Multidimensi”, Jurnal TAPIS 9, No. 1 (2013): 120-132.
Yasmin, Nabila. “Historiografi Islam”. Diktat. Sumatera: Fakultas Ilmu Sosial UIN Sumatera,
2021.

Anda mungkin juga menyukai