Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ada banyak kerajaan yang ada di Indonesia, baik itu sebelum masuknya
ajaran Islam maupun sesudah masuknya ajaran Islam. Di antaranya adalah
kerajaan yang ada di daerah Banjar, Kalimantan selatan. Pada makalah ini kami
membahas tentang kerajaan Banjar sebelum Islam.

Misalnya, kerajaan yang ada sejak tahun 1502, runtuh pada tahun 1860
namun muncul kembali pada tahun 2010 semenjak diangkatnya Sultan Khairul
Saleh sebagai Raja Muda Banjar. Sejarah berdirinya kesultanan
Banjarmasin,berawal dari kerajaan bercorak Hindu pertama di Kalimantan Selatan
bernama Negara Dipa. Kerajaan ini terletak di daerah pedalaman Kalimantan
Selatan yang disebut Hujung Tanah. Dari sini muncul berbagai jenis kebudayaan.
Kebudayaan tersebut menjadi ciri suatu masyarakat yang tinggal di daerah sana
hingga pada akhirnya menyebar luas ke segala penjuru.

B. Rumusan Masalah

1. Apa dan bagaimana kerajaan kerajaan banjar sebelum islam?

2. Bagaimana bentuk bentuk kebudayaan sebelum islam?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui kerajaan kerajaan banjar sebelum islam

2. Untuk mengetahui bentuk bentuk kebudayaan sebelum islam

1
2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerajaan kerajaan Banjar sebelum Islam


Kesultanan Banjarmasin atau Kesultanan Banjar,adalah kesultanan
yang terletak di sebelah selatan dari Pulau Kalimantan,tepatnya di daerah yang
kita kenal sebagai kota Banjarmasin.Kerajaan ini sudah berdiri sejak tahun
1502,runtuh pada tahun 1860 namun muncul kembali pada tahun 2010
semenjak diangkatnya Sultan Khairul Saleh sebagai Raja Muda Banjar. Sejarah
berdirinya kesultanan Banjarmasin,berawal dari kerajaan bercorak Hindu
pertama di Kalimantan Selatan bernama Negara Dipa.Kerajaan ini terletak di
daerah pedalaman Kalimantan Selatan yang disebut Hujung Tanah.
Beberapa kerajaaan banjar sebelum Islam:
1. Kerajaan Nan Sarunai

Kerajaan Nan Sarunai adalah pemerintahan purba yang muncul dan


berkembang di wilayah yang sekarang termasuk dalam daerah
administratif Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia, tepatnya di antara
wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tabalong. Kerajaan
Nan Sarunai merupakan bagian awal dari riwayat panjang Kesultanan
Banjar, salah satu pemerintahan kerajaan terbesar yang pernah ada di
Kalimantan Selatan. Kerajaan Nan Sarunai terkait erat dengan kehidupan
orang-orang Suku Dayak Maanyan, salah satu sub Suku Dayak tertua di
tanah Borneo.1

Suku Banjar pernah mempunyai pemerintahan bernama Kesultanan


Banjar yang berdiri sejak tahun 1526 Masehi. Kesultanan ini memiliki
perjalanan sejarah yang panjang karena diawali dari masa yang jauh
sebelum masuknya pengaruh Islam yang ditandai dengan berdirinya Candi
Laras dan Candi Agung pada masa Hindu-Budha. Kesultanan Banjar
merupakan babak akhir dari rangkaian riwayat sejumlah kerajaan di
1 https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Nan_Sarunai

2
3

Kalimantan Selatan pada masa-masa sebelumnya. Pemerintahan yang


pertama kali menjadi cikal-bakal Kesultanan Banjar adalah Kerajaan Nan
Sarunai. Kerajaan purba yang dikelola oleh orang-orang Suku Dayak
Maanyan ini disebutkan dengan nama yang berbeda-beda. Selain Nan
Sarunai, nama-nama lain yang juga diyakini sebagai nama kerajaan ini
adalah Kerajaan Kuripan, Kerajaan Tanjungpuri, dan Kerajaan Tabalong.
Nama Kerajaan Tabalong disertakan karena kerajaan ini terletak di tepi
Sungai Tabalong. Sungai Tabalong adalah anak sungai Bahan, sedangkan
Sungai Bahan adalah anak Sungai Barito yang bermuara ke Laut Jawa.2

Nama Sarunai sendiri dimaknai dengan arti “sangat termasyhur”.


Penamaan ini bisa jadi mengacu pada kemasyhuran Suku Dayak Maanyan
pada masa silam, di mana mereka terkenal sebagai kaum pelaut yang
tangguh, bahkan mampu berlayar hingga ke Madagaskar di Afrika. Selain
itu, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa nama Sarunai berasal dari
kata “serunai” yakni alat musik sejenis seruling yang mempunyai tujuh
buah lubang. Alat musik ini sering dimainkan orang-orang Suku Dayak
Maanyan untuk mengiringi tari-tarian dan nyanyi-nyanyian. Konon, Raja
dan rakyat Kerajaan Nan Sarunai sangat gemar menari dan menyanyi.
Sebenarnya istilah lengkapnya adalah Nan Sarunai. Kata "nan" diduga
berasal dari bahasa Melayu yang kemudian dalam lidah orang Maanyan
dilafalkan hanya dengan ucapan Sarunai saja. Dengan demikian, nama
"Nan Sarunai" berarti sebuah kerajaan di mana raja dan rakyatnya gemar
bermain musik.3

2. Kerajaan Negara Dipa


Negara Dipa didirikan oleh seorang saudagar dari negeri Keling
bernama Ampu Jatmika beserta kedua anaknya,Lambu Mangkurat dan
Mpu Mandastana. Yang menarik dari berdirinya Negara Dipa ini
adalah,dalam konsepsi Hindu dianggap tidak mungkin seseorang dari kasta

2 https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Nan_Sarunai

3 Ibid.
4

waisya (pedagang) dapat menjadi seorang raja. Sehingga Ampu Jatmika


mengakalinya dengan membuat patung yang ia anggap merupakan
visualisasi dari dirinya.Sehingga ia dengan ada nya patung ini ia merasa
bahwa dirinya pantas untuk memimpin sebuah kerajaan. Setelah beberapa
tahun memerintah,Ampu Jatmika jatuh sakit dan akhirnya
meninggal.Sebelum meninggal ia menyampaikan wasiat kepada kedua
anaknya untuk mencari penerus penguasa kerajaan baru yang sah, sebab ia
sadar bahwa kedua anaknya bukanlah keturunan raja sehingga tidak pantas
untus memerintah Negara Dipa. Menurut legenda setelah Ampu Jatmika
meninggal,diyakini Lambu Mangkurat pun menemukan penguasa Negara
Dipa yang baru ketika ia sedang bertapa di sungai. Ketika Lambu
Mangkurat sedang bertapa tiba-tiba dari pusaran air keluar buih yang
bersinar, lalu keluar seorang putri. Putri itu kemudian disembah,diangkat
menjadi ratu di Negara Dipa, dan dinamakan Putri Junjung Buih yang
berarti “ratu yang dimuliakan dan dihormati.4
Adapun raja raja yang pernah memimpin kerajaan dipa itu adalah
Ampu Jatmaka, Lambung Mangkurat, Raden Galuh Ciptasari alias Puteri
Ratna Janggala Kediri, Raden (Rahadyan) Putra alias Raden Aria
Gegombak Janggala Rajasa, Aria Dewangsa, dan Raden Sekar Sungsang.
Kerajaan Negara Dipa semula beribukota di Candi Laras (Distrik
Margasari) dekat hilir sungai Bahan tepatnya pada suatu anak sungai
Bahan, kemudian ibukotanya pindah ke hulu sungai Bahan yaitu Candi
Agung (Amuntai), kemudian Ampu Jatmika menggantikan kedudukan
Raja Kuripan (negeri yang lebih tua) yang mangkat tanpa memiliki
keturunan, sehingga nama Kerajaan Kuripan berubah menjadi Kerajaan
Negara Dipa. Ibukota waktu itu berada di Candi Agung yang terletak di
sekitar hulu sungai Bahan (sungai Negara) yang bercabang menjadi sungai
Tabalong dan sungai Balangan dan sekitar sungai Pamintangan (sungai

4 http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/07/negara-dipa-dan-negara-daha-cikal-
bakal-kesultanan-banjarmasin
5

kecil anak sungai Negara). Kerajaan ini dikenal sebagai penghasil intan
pada zamannya.5
3. Kerajaan
Negara Daha
Kerajaan Negara Daha adalah sebuah kerajaan Hindu (Syiwa-
Buddha) yang pernah berdiri di Kalimantan Selatan sezaman dengan
kerajaan Islam Giri Kedaton. Kerajaan Negara Daha merupakan pendahulu
Kesultanan Banjar. Pusat pemerintahan/ibukota kerajaan ini berada di
Muhara Hulak atau dikenal sebagai kota Negara (sekarang kecamatan
Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan), sedangkan bandar perdagangan
dipindahkan dari pelabuhan lama Kerajaan Negara Dipa yaitu Muara
Rampiau (sekarang desa Marampiau) ke pelabuhan baru pada Bandar
Muara Bahan (sekarang kota Marabahan, Barito Kuala).6
Pusat Kerajaan Negara Daha terletak di tepi sungai Negara dan
berjarak 165 km di sebelah utara Kota Banjarmasin, ibukota provinsi
Kalimantan Selatan.
Kerajaan Negara Daha merupakan kelanjutan dari Kerajaan Negara
Dipa yang saat itu berkedudukan di Kuripan/Candi Agung, (sekarang kota
Amuntai). Pemindahan ibukota dari Kuripan adalah untuk menghindari
bala bencana karena kota itu dianggap sudah kehilangan tuahnya. Pusat
pemerintahan dipindah ke arah hilir sungai Negara (sungai Bahan)
menyebabkan nama kerajaan juga berubah sehingga disebut dengan nama
yang baru sesuai letak ibukotanya yang ketiga ketika dipindahkan yaitu
Kerajaan Negara Daha.7
Adapun Raja-raja Negara Daha yanng pernah memimpin kerajaan:
1. Raden Sakar
Sungsang/Raden Sari Kaburungan/Ki Mas Lalana bergelar Maharaja
Sari Kaburungan atau Panji Agung Rama Nata putera dari Putri
Kalungsu/Putri Kabu Waringin, ratu terakhir Negara Dipa.

5 https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Negara_Dipa diakses pada 27 Maret 2018

6 https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Negara_Daha diakses pada 27 Maret 2018

7 Ibid.
6

2. Raden
Sukarama bergelar Maharaja Sukarama, kakek dari Sultan Suriansyah
(Sultan Banjar I).
3. Raden Paksa
bergelar Pangeran Mangkubumi, kemudian bergelar Maharaja
Mangkubumi.
4. Raden
Panjang bergelar Pangeran Tumenggung.
Wilayah pengaruh kerajaan ini meliputi provinsi Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kerajaan
Tanjungpura, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kerajaan Kutai
Kartanegara.
Karena kemelut di Kuripan/Negara Daha, beberapa tumenggung
melarikan diri ke negeri Paser di perbatasan Kerajaan Kutai Kartanegara
dan kemudian mendirikan Kerajaan Sadurangas di daerah tersebut.8
B. Bentuk bentuk Kebudayaan sebelum Islam

Suku Banjar adalah suku bangsa yang menempati wilayah Kalimantan


Selatan, serta sebagian Kalimantan Tengah dan sebagian Kalimantan Timur.
Populasi Suku Banjar dengan jumlah signifikan juga dapat ditemui di wilayah
Riau, Jambi, Sumatera Utara dan Semenanjung Malaysia karena migrasi orang
Banjar pada abad ke-19 ke Kepulauan Melayu. Berikut beberapa bentuk
kebudayaan banjar sebelum islam:
1. Ritual Mandi (Badudus)
a) Mandi Pangantin

Pelaksanaan Badudus untuk peralihan status calon pengantin


dalam rangkaian upacara pernikahan adat banjar, atau sering disebut
dengan istilah Mandi Pengantin. Tujuan pelasanaan ritual Mandi
Pengantin adalah untuk membentengi pengantin dari berbagai
gangguan yang tidak diinginkan. Jika tidak dipersiapkan penangkalnya,
dikawatirkan kedua mempelai yang hendak malangsungkan pernikahan

8 https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Negara_Daha. diakses pada 27 Maret 2018


7

akan terserang penyakit dan kehidupan rumah tangganya kelak akan


digoyahkan oleh berbagai macam rintangan.9

b) Mandi Penobatan
Adalah ritual Badudus yang dilakukan oleh orang yang akan
menerima gelar kehormatan. Misalnya sebagai bagian dalam upacara
penobatan raja atau upacara pemberian anugerah kebangsawanan dari
kerajaan kepada orang-orang yang telah ditentukan. Maksud
dilaksanakannya ritual Badudus dalam konteks ini adalah sebagai
pelindung agar raja yang akan dinobatkan terbebas dari segala macam
penyakit, baik lahir maupun batin, dan dapat menjalankan pemerintahan
atau tugasnya dengan baik, bersih dari tindakan yang tercela, dapat
berlaku adil, dan memikirkan kepentingan rakyat banyak.10
c) Mandi Hamil
Wanita yang hamil pertama kali (tian mandaring) harus
diupacara mandikan. Keharusan melakukan upacara mandi hamil ini
konon hanyalah berlaku bagi wanita nag turun temurun melakukan
upacara ini. Seorang wanita yang keturunannya seharusnya tidak
mengharuskan dilakukannya upacara itu, tetapi karena kondisi si bayi
dalam kandungan mengharuskannya melalui ayahnya, si wanita itu
harus pula menjalaninya. Jika tidak konon wanita itu dapat dipingit,
sehingga umpamanya si bayi lambat lahir dan akibatnya ia sangat
menderita karenanya.11
Asal-muasal munculnya ritual Badudus ditengarai dari tradisi yang
berlaku pada zaman Kerajaan Negara Dipa (sekitar tahun 1355 Masehi)
dan Kerajaan Negara Daha (sekitar tahun 1448 M). Dua kerajaan yang

9 http://ibnusyihab.blogspot.com/2012/01/adat-banjar-mandi-pengantin.html. diakses
pada 27 Maret 2018

10 Ibid.

11 Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1997, hal.
263.
8

muncul secara berurutan ini merupakan bagian dari mata rantai sejarah
Kesultanan Banjar yang baru didirikan pada tahun 1526 M.
Masyarakat Banjar meyakini bahwa ritual Badudus harus
dilakukan pada waktu-waktu tertentu sebagai bentuk penghormatan
kepada tokoh-tokoh Kerajaan. Masyarakat lokal percaya bahwa leluhur
mereka itu masih hidup di alam gaib dan sewaktu-waktu dapat diundang
dalam acara-acara ritual tertentu. Kepercayaan ini di anut secara turun-
temurun, dan jika tidak dilaksanakan, maka diyakini dapat menimbulkan
malapetaka.

2. Bentuk Kegiatan Balampah dalam Masyarakat Banjar


Dalam bahasa Banjar, balampah adalah suatu kegiatan asketis yang
berarti “bertapa”. Kata lampah sering juga berarti berpantang sesuatu
selama waktu tertentu dalam rangka kegiatan balampah tersebut.
3. Kegiatan menanam Padi Masyarakat Maratus
Sistem bercocok tanam berupa perladangan berpindah dan menanam
padi bagi Orang Bukit dipercayai lebih utama dan lebih tinggi derajatnya
dibandingkan dengan pekerjaan lainnya, seperti berkebun karet dan kayu
manis, atau meramu hasil hutan. Berladang menanam padi (bahuma)
diyakini sebagai pekerjaan Orang Langit, sebaliknya pekerjaan lain tersebut
sebagai pekerjaan Orang Bumi.
4. Rumah Banjar (Rumah Baanjung)
Rumah Baanjung (Ba'anjung) adalah nama kolektif untuk rumah
tradisional suku Banjar dan suku Dayak Bakumpai. Suku Banjar biasanya
menamakan rumah tradisonalnya dengan sebutan Rumah Banjar atau
Rumah Bahari.
Umumnya, rumah tradisional Banjar dibangun dengan beranjung
(bahasa Banjar: ba-anjung), yaitu sayap bangunan yang menjorok dari
samping kanan dan kiri bangunan utama, karena itulah disebut Rumah
Ba'anjung (ber-anjung).
Anjung merupakan ciri khas rumah tradisional Banjar, walaupun ada
pula beberapa jenis Rumah Banjar yang tidak beranjung. Rumah tradisional
Banjar pada umumnya beranjung dua yang disebut Rumah Ba-anjung Dua,
namun kadangkala rumah banjar hanya hanya beranjung satu, biasanya
9

rumah tersebut dibangun oleh pasangan suami isteri yang tidak memiliki
keturunan.
Sebagaimana arsitektur tradisional pada umumnya, demikian juga
rumah tradisonal Banjar berciri-ciri antara lain memiliki perlambang,
memiliki penekanan pada atap, ornamental, dekoratif dan simetris.
Rumah tradisional Banjar adalah jenis rumah khas Banjar dengan
gaya dan ukirannya sendiri sejak sebelum tahun 1871 sampai tahun 1935.
Pada tahun 1871, pemerintah kota Banjarmasin mengeluarkan segel izin
pembuatan Rumah Bubungan Tinggi di kampung Sungai Jingah yang
merupakan rumah tertua yang pernah dikeluarkan segelnya.
Jenis rumah yang bernilai paling tinggi adalah Rumah Bubungan
Tinggi yang diperuntukan untuk bangunan Dalam Sultan (kedaton) yang
diberi nama Dalam Sirap. Dengan demikian, nilainya sama dengan rumah
joglo di Jawa yang dipakai sebagai kedhaton (istana kediaman Sultan).12
5. Bentuk Kepercayaan Masyarakat Banjar
Dalam kepercayaannya sejumlah jenis benda di anggap memiliki
kekuatan sakti yang memberi manfaat atau keburukan bagi sipemakai,
umpamanya kekuatan sakti yang ada pada besi sebagai senjata, yang biasa
disebut tuah besi. Selain itu masyarakat Banjar mempercayai akan adanya
kekuatan sakti dari batu, dalam hal ini ada dual hal jenis batu yang khas
kedudukannya dalam hal pemilikan tanaga ghaib yaitu batu akik dan batu
zamrut. Batu akik mempunyai pancaran khusus bila tidak mempunyai
pancar ia hanya sebagai perhiasan biasa. Batu akaik dan zamrut selain
sebagai perhiasan ia juga berfungsi sebagai kekuatan sakti untuk
mendapatkan rizki, penolak bencana, pemanis bagi laki-laki atau perempuan
yang memakainya.

12https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Rumah_Baanjung&action=edit diakses
pada 27 Maret 2018
10

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah berdirinya kesultanan Banjarmasin,berawal dari kerajaan bercorak


Hindu pertama di Kalimantan Selatan bernama Negara Dipa. Kerajaan ini terletak
di daerah pedalaman Kalimantan Selatan yang disebut Hujung Tanah. Dari sini
muncul berbagai jenis kebudayaan. Kebudayaan tersebut menjadi ciri suatu
masyarakat yang tinggal di daerah sana hingga pada akhirnya menyebar luas ke
segala penjuru. Maka dari itu segala hal tentang kerajaan yang ada di daerah kita
ini menjadi hal yang luar biasa jika dikaitkan dengan segala kebudayaan yang
menjadi corak utama sebelum Islam masuk dan datang.

B. Saran
11

Sebaiknya semua pihak yang mempelajari sejarah dan kebudayaan sebelum


Islam masuk ke Kesultanan Banjar agar dapat mengetahui segalanya tentang
Kerajaan pra-Islam sehingga kita tidak mengada-ada atau merekayasanya.
Mengetahui sejarah Kerajaah Banjar sebelum masuknya Islam juga penting agar
kita dapat mengetahui bahwa inilah sebenarnya kita dan budaya kita sebelum
Islam masuk.

Daftar Pustaka
11
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Nan_Sarunai

https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Negara_Daha

https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Negara_Dipa

http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/07/negara-dipa-dan-negara-
daha-cikal-bakal-kesultanan-banjarmasin

http://ibnusyihab.blogspot.com/2012/01/adat-banjar-mandi-pengantin.html

https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Rumah_Baanjung&action=edit
12

Daud Alfani, Islam dan Masyarakat Banjar, Jakarta, Raja Grafindo Persada,
1997.

Anda mungkin juga menyukai