Anda di halaman 1dari 16

Makalah Historiografi Masa Kebesaran Islam

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

Historiografi Umum yang diampu oleh:

Danar Widiyanta, M.Hum.

Ditulis oleh:

Dheassy Noormalitasari (21407141002)


Yosep Sukmana (21407141010)
Nurwita Amroe Safira (21407141017)
Hersa Aji Putra (21407141036)
BAB I

PENDAHALUAN

A. Latar Belakang

Historiografi Islam merupakan ranah kajian menarik untuk ditulis. Hal tersebut
tidak terlepas dari pergulatannya dengan realitas sosial yang meliputinya. Perannya sebagai
suatu diskusi yang menelaah berbagai langgam bentuk tulisan dan pembabaran kisah-kisah
sejarah masa lalu, menjadi vital sebagai raison d’etre ketika membincang gerak jalan corak
penulisan yang dinamis dan tidak menutup kemungkinan estetis. Ketika bandul waktu
berarak menuju Abad Pertengahan Islam sekitar tahun 1250-1800, berbagai ledakan besar
peristiwa yang ditetakkan oleh umat manusia menandakan pergulatan zaman yang kian
massif dan modern. Sama dengan wilayah historiografi yang semakin dewasa menembus
lorong waktu yang ditandai dengan beberapa pembaruan dan perom-bakan dalam segi
penulisannya. Hal ini tidak terlepas dari jerajak zaman yang ikut mempengaruhi peta
pemikiran para sejarawan muslim kala itu. Tak ayal, tradisi penulisan sejarah menjadi satu
bentuk dari timbunan produk peradaban yang akan selalu “siap saji” untuk ditelaah. Hasil
panenan dari ladang-ladang kisah Orang Besar yang bertempat di setiap lembarnya ibarat
jalin jemalin benang yang dipintal menjadi mahakarya yang kain tak terkira eloknya
bahkan hingga membentang jauh ke berbagai lubang peradaban. Beragam sentuhan-
sentuhan magis para pembangun peradaban itu berbalut-erat di kitab-kitab sejarah yang
dipahat dalam putihnya kertas sang sejarawan. Historiografi menyu-guhkan berbagai
langgam penulisan yang paling baru di zamannya. Tulisan ini akan membincangkan kajian
tentang historiografi Islam pada kurun abad pertengahan Islam. Sejarawan Islam kala itu
semakin sofistikatif dengan mengetengahkan bentuk-bentuk penulisan yang kian segar dan
variatif. Rihlah dan Khabar merupakan salah stau mode tulisan yang mencuat dalam era
ini, Karena penyajiannya yang natural dan lekat sekali dengan rasa penulisnya ketika
berdialog dengan keadaan-keadaan sekitarnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan historiografi kebesaran islam dari tahun 1250 sampai saat
ini?
2. Apa karya historiografi islam abad pertengahan yang masih ada dan masih digunakan
hingga saat ini?
3. Mengapa historiografi islam dibagi menjadi tiga periode? Periode yaman, irak, dan
madinah?

C. Tujuan
➢ Untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bapak dosen
➢ Mengedukasi pembaca tentang materi kami
➢ Membuka mata kita untuk mencintai sejarah dan memahami akar suatu masalah lewat
track record nya
➢ Untuk mengedukasi bagaimana perkembangan historiografi masa kebesaran islam

D. Manfaat
Menambah wawasan bagi pembaca, dan penulis bahwa makalah ini berisi pemahaman
bagaimana dan apa perkembangan historiografi masa kebesaran islam.

E. Metode
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode studi pustaka. Penulis
akan melakukan studi kepustakaan baik sebelum maupun selama melakukan penulisan.
Studi kepustakan memuat sitematis tentang kajian literatur dan hasil penulisan sebelumnya
yang ada hubungannya dengan penulisan yang akan dilakukan dan diusahakan
menunjukkan kondisi mutakhir dari bidang ilmu tersebut, studi kepustakaan yang
dilakukan sebelum malakukan penulisan yang bertujuan untuk:
1. Menemukan sebuah masalah guna diteliti dan di tulis
2. Mencari informasi yang relevan dengan masalah yang akan diteliti.
3. Memperdalam pengetahuan penulisan mengenai masalah dan bidang yang akan
ditulis. Mengkaji hasil-hasil riset terdahulu yang terdapat kaitannya dengan riset yang
zaman sekarang mengenai historiografi masa kebesaran islam.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Perkembangan historiografi kebesaran islam dari tahun 1250 hingga saat ini
Pada Era Pertengahan, terjadi beberapa pembaruan dalam corak historiografi Islam.
Hal ini tak terlepas dengan keadaan agama ini yang semakin diterima oleh penganut lain,
menembus batas angin gurun khas Hijaz dan mulai bermastautin di ceruk peradaban dunia
seperti Syria dan Persia. Alih-alih tetap berpegang pada gaya klasik yang melulu bertumpu
pada tradisi penulisan Arab dan senantiasa kembali ke qur’an dan hadis, masing-masing
sejarawan telah memadukan berbagai kepakarannya dengan unsur-unsur lokal di mana ia
berpijak. Kemunculan tiga sungai besar langgam penulisan: Madinah, Yaman, dan Irak
menjadi indikasi betapa kubah pemikiran para historiograf sudah mampu mencerap
perbagai kearifan lokal di wilayah setempat, sehingga dapat keluar dengan pendekatan-
pendekatan yang baru pada zamannya.1
Yusri Abdul Ghani Abdullah mengungkapkan bahwa gerak zaman keberislaman
amatlah berakaitkelindan dengan beberapa faktor yang menjadi katalisnya, antara lain:
Pertama, Melimpahruahnya bahan-bahan kesejarahan sebagai akibat maraknya
pembangunan lembaga-lembaga peme-rintahan pada masa Dinasti Abbasiyah, utamanya
lembaga administrasi, kemili-teran, perpajakan, dan pos. Kedua, Maraknya aktivitas
penerjemahan karya-karya dari bahasa Persia, Yunani, Suryani, dan Latin ke dalam bahasa
Arab. Ketiga, Ketersediaan sarana mobilitas yang memadai yang memanjakan para pelajar
dan sejarawan untuk melakukan penjelajahan ilmiah guna mencari riwayat, melihat
keajaiban- keajaiban di daerah lain serta peninggalan sejarahnya2. Keempat, Eksplosi
perdagangan ke dunia Timur Jauh, terutama ke Malaka, sehingga ikut membawa serta rasa
ingin tahu yang mendalam akan tradisi dan budaya liyan. Jika dilihat dari judulnya saja,
misalnya seperti Tarikh Baghdad buah tangan Abu Bakar al-Baghdadi sudah
mengindikasikan suatu kefokusan atau dalam bahasa lain disebut juga kepakaran akan

1
Badri Yatim, Historiografi Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997) hlm. 41- 79.
2
Yusril Abdul Ghani Abdullah, Historiografi Islam; dari Klasik HIngga Modern, ( Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2004) hlm. 17
suatu cakupan wilayah Islam. Hal ini menjadi indikasi betapa langgam tulisan semisal
maghazi dan ansab sudah mengalami stagnansi-untuk tidak mengatakan semua-sehingga
banyak di kalangan sejarawan sudah mulai meninggalkan pola lama dan beralih pada suatu
kajian yang mengupas suatu kisah sejarah secara lebih intim, kendati dalam skup yang
lebih kecil, namun terasa lebih mendalam pembahasannya. Pun dengan tulisan sejarah yang
berbentuk traveler notes menjadi varian anyar yang tak kurang hangat disambut di dunia
historiografi Islam. Yang paling populer, tentu saja adalah karya Ibnu batutta yang ditulis
pada abad ke 15, bahkan ia sempat menuliskan keadaan Pasai yang sempat dikunjunginya
pada tahun 1343 dan 1346. 3Boleh dikatakan point dari meluncurnya gaya penulisan yang
berisikan heterogenitas pembahasan di luar Arab menemukan momentumnya dengan
munculnya karya monumental Abul Abbas al-Baladhuri, sejarawan Muslim klasik pada
paruh ketiga hijriyah (sekitar 892 atau 893 M), dengan masterpiece-nya Futuh al-Buldan
yang begitu apik mengisahkan penaklukan-penaklukan di luar Arab. Misalanya, al-
Baladhuri memaparkan bagaimana proses dan hal lain seputar penaklukan Media Utara
(Rayy, Kumas, Kazwin, dan Zanjan), Azerbaijan, Mosul (Iraq), Jurjan dan Tabaristan,
Tigris, Kurdistan, Fars, Kirman, Sijistan dan Kabul (Asia Tengah), Khurasan (Uzbekistan),
dan Sind (India). Penulisan telah bergulir membahas kota-kota terpenting, sebagai acces
guide dalam efektifitas penelusuran pelbagai kisah awal terkait penaklukannya. Disajikan
per babnya membahas satu atau dua kota.4
Historiografi pertama kali masih bersifat Arab murni, tidak ada peran Persia atau
Yunani. Dalam perkembangannya, barulah mendapatkan pengaruh dari ahli kitab dan
Persia. Husein Nashshar menyimpulkan bahwa penulisan sejarah Arab Islam tumbuh dari
dua arus berbeda, yaitu:
a. Arus lama, terdiri atas cerita-cerita khayal dan folklore yang berbentuk syair.
b. Arus baru, terdiri atas berita-berita autentik dan mendalam yang biasanya berupa kisah
nyata. Perkembangan historiografi Islam berlanjut pada masa kerajaan besar, yaitu
Dinasti Abbasiyah.

3
Ross E. Dunn, Petualangan Ibnu Batutta, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011), Cet. 2, hlm. 289.
4
Lebih lanjut lihat al-Baladhuri, Futuh al-Buldan, Part 2, trans. by Francis Clark Murgotten (New York: Longman,
Greens & Co., 1924).
Pada akhir abad ke-18, Mesir menunjukkan tanda-tanda kebangkitan di mulai dengan
munculnya beberapa orang penulis dari berbagai disiplin ilmu. Sejarah historiografi Islam
secara umum ditulis oleh Franz Rosenthal dalam karyanya berjudul A History of Moslem
Historiography yang terbit pada 1952. Karyanya ini telah memberikan suatu pengaruh
besar dalam menelusuri pengaruh sejarah Islam. Baca juga: Kekhalifahan Abbasiyah:
Sejarah, Masa Keemasan, dan Akhir Kekuasaan. Sampai saat ini, menurut penulis,
historiografi islam masih menggunakan penulisan arus baru.

2. Karya Historiografi Islam Abad Pertengahan yang Masih Ada dan digunakan
hingga saat ini

Kemajuan historiografi Islam salah satunya dapat dibuktikan melalui semakin beragamnya
isi karya sejarah Islam. Pada masa pra Islam historiografi Islam belum diwujudkan dalam
bentuk penulisan namun masih secara penuturan. Seiring perkembangan zaman maka
muncul budaya penulisan dan semakin beraneka ragam isi karya-karya sejarah. Bentuk
historiografi Islam pada dasarnya terbagi kepada tiga, yakni: khabar, kronologi, dan bentuk
yang lebih kecil -historiografi dinasti, thabaqat dan susunan genealogis.

Jonathan Barkey menyebut abad pertengahan Islam (Islamic medieval ages) berkisar antara
tahun 1000-1500. Di era pertengahan muncul perbagai peristiwa besar yang ikut serta
merubah tatanan dan segi sosial umat Islam. Kurun yang semakin terpisah jauh dari era
kenabian membuat tafsir akan kemempinan dunia Islam menjadi beragam. Posisi khalifah
bukan hanya hidup pada otoritas sosio-keagamaan, namun juga mulai bergeser ke ranah
politik. Pada era ini, kutub kummatan terpecah menjadi tiga bagian yakni; Abbasiyah (750-
1258 M), Umayyah Andalusia (929-1031 M), dan Fathimiyah (909-1171 M). 5

Semakin tersebarnya umat Islam ikut pula menggerakkan bahtera peradaban ke masa-masa
keemasan. Baghdad bukan saja menjadi pusat pemerintahan di dunia Islam melainkan telah
menjelma menjadi kota besar yang kosmopolit. Pelbagai manusia dari belahan manapun
datang ke Baghdad dan ikut menghirup angin-angin progresifitas yang bebas. Tak bisa
dipungkiri, Abbasiyah memainkan peran kunci dalam pengorganisasian pelbagai tradisi
yang menjadi trend setter di zamannya. Kondisi kota yang inklusif menjadi tengara betapa

5
Philip K. Hitti, History of Arab, Terj. Cecep Lukman Hakim, (Jakarta: Serambi, 2008) hlm. 229
iklim toleransi dan kebebasan bergaul antarbudaya semakin terjaga sehingga melahirkan
produkproduk peradaban yang mutakhir pada zamanya.6

Yang tak kalah mengejutkan, adalah posisi Baghdad yang merupakan cradle of civilization.
Dari rahimnya lahir peradaban besar seperti Mesopotamia dan Persia, yang menjadi tulang
punggung penyokong kejayaan Islam di tanah tersebut. Alih-alih ditinggalkan, unsur-unsur
Persia kerap digunakan dalam proses birokrasi dan tata kelola kerajaan Abbasiyah dimana
teokrasi absolut menjadi tradisi yang terus dilanggengkan. Guna efisiensi manajemen
kepemerintahan, khalifah tak ragu untuk menunjuk keluarga Barmaki, keluarga yang
dipandang sebagai profesor ketatanegaraan Persia, untuk mengatur hal ihwal
penyelenggaraan kerajaan. Sebuah penggal kisah menarik ikut pula ditorehkan ketika
mengetahui Abbasiyah era Harun as-Rasyid begitu disanjung oleh peradaban barat sebagai
raja besar dunia Timur. Adalah Charlemagne , Raja kekaisaran Romawi Suci Prancis
menjalin hubungan yang akrab dengan sultan Baghdad. Sebagai bentuk penghargaan sang
sultan sempat memberikan patung gajah bernama Abu al-Abbas kepada raja Prancis itu
pada tahun 800 M. Gajah sendiri merupakan simbol kebesaran dan keagungan selama
beberapa abad. Kendati berbeda tardisi dan agama, tak lantas membuat hubungan kedua
raja saling bermusuhan justru yang tercipta adalah merebaknya iklim filatropis yang
mengawinkan Timur dan Barat.

Pasca menyurutnya kekuasaan leluhurnya di Damaskus, tak lantas membuat cita-cita


Abdurrahman berjuluk “the Falcon of Quraysh”, cucu dari Hisyam, khalifah terakhir
Dinasti Umayyah berpikir keras untuk memugar kembali kejayaan karya agung leluhurnya.
Muawwiyah bin Abi Sufyan. Setelah mengadakan kontemplasi mendalam juga didorong
oleh pengejaran tanpa henti dari orang-orang Abbasiyah, Sang Elang memutuskan untuk
berlayar ke Andalusia. Di negeri itu, dengan cepat ia mendapatkan kepercayaan dari para
pemuka lokal dan diangkat menjadi emir. Tanpa membuang waktu, ia mengorganisasikan
pasukan muslim yang kuat dan langsung mengadakan serangkaian pertempuran dengan
orang Kristen sejak 756 sampai 788. Dalam masa itulah namanya semakin disanjung
sebagai Sang Pendobrak sehingga dibelakang namanya tersemat gelar ad-Dakhil.

6
A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta; Bulan Bintang, 1987) hlm. 251-261 Dan 330-332
Layaknya Baghdad, Cordova yang menjadi pusat pemerintahan Islam di Andalusia, disulap
menjadi kota yang molek lagi modern di zamannya. Sebenarnya, Cordova adalah kota lama
yang direkonstruksi kembali dengan model kota yang astistik penuh dengan gaya Islam.
Menurut catatan Jurzi Zaidan, bangunan yang terdapat dalam kota ini terdiri atas;

1) 113.000 rumah rakyat;

2) 430 istana besar dan kecil;

3) 6. 300 rumah pegawai negeri;

4) 3. 873 masjid;

5) 900 tempat pemandian (hamamaat);

6) 8. 455 toko besar dan kecil7

Beberapa Sejarawan Islam dan Karyanya :

• Al-Dzahabi, dengan karyanya Tarikh al-Islam Wa Thabaqat Masyahir al-A’lam


• Khatib al-Baghdadi, dengan karyanya Tarikh Baghdad.
• Bahauddin Abu-I-Mahasin Yusuf bin Rafi’ (Ibn Syaddad), lahir di Mosul pada
tahun 1145 M. Diantara karyanya An-Nawadir al-Sulthaniyah Wa al-Mahasin al-
Yusufiyah.
• Al-Zubair Ibn Bakkar Ibn ‘Abdullah, dalam karyanya Nasb Quraisy.
• Abu al-Mundzir Hisyam Ibnu Muhammad Ibnu Al-Saib Ibn Basyar al-Kalbi ,
dengan karyanya Akhbar al-‘Arab.
• Ibn al Adiem dalam karyanya Tarikh al Halb berisikan tentang uraian khusus
mengenai Syria Utara, Ibn Saddad menulis tentang sejarah Syria Utara dan
Mesopotamia sesuai dengan pembagian wilayah-wilayah mereka, dan ahli-ahli
sejarah Mesir, maka sejarah-sejarah lokal menjadi bernilai sebagai buku pegangan
mengenai geografi.
• Al Mas’udi sebelum menyajikan cerita sejarah di dalam kitab sejarahnya, lebih
dahulu menguraikan tentang bentuk bumi, kota-kota, fenomena geografi, lautan-

7
Hasjmy, Sejarah Kebudayaan, op. cit, hlm. 202.
lautan, gunung-gunung, sungai-sungai, pulau-pulau, danau-danau, gedung-gedung
dan lain sebagainya. Dalam kitabnya al Tanbih wa al Isyraf di mana al Mas’udi
menerangkan karya-karya sejarah yang ditulis oleh penulis-penulis Kristen yang
kenal padanya, dan terlihat adanya kombinasi antara geografi dan sejarah yang
ditulis oleh penulis kristen yang sezaman atau dengan penulis-penulis terdahulu.
• Sinan Ibn Tsabit yang banyak memuat berkaitan biografi dengan pengenalan uraian
tentang etika dan politik Plato.
• Karya Ibnu Khaldun, yang berjudul muqaddimah, berisi tentang filsafat sejarah.
• Pada akhir abad ke-13 M, Ibnu Al-Tiqtaqa’ dalam bukunya yang berjudul Fakhri,
memberikan uraian berkaitan dengan penguasa muslim yang ideal beserta beberapa
contohnya.
• Ibnu Isfandiar dalam karyanya Tarikh Thabaristan.
• Abu ‘Ubaid Ibn Sallam, dengan karyanya yang berjudul Kitab al-Amwal, yang
berisi tentang administrasi keuangan.

Peninggalan Abad Kebesaran Islam yang masih ada yaitu:

1. Kitâb Sîrah Nabawîyah, kitab ini merupakan bentuk dan model penulisan sejarah
individual paling awal dibuat dibanding dengan model penulisan sejarah yang
bertemakan sejarah kolektif atau umum. Di tangan Ibn Hisyam tradisi penulisan
sîrah begitu populer pada masanya, hal ini berkait erat karena sîrah Nabâwî yang
dikembangkannya merupakan bagian penting dari tradisi penulisan hadis, karena
informasi yang ditulisnya adalah sebagai bagian yang integral dari keseluruhan
kehidupan Nabi Muhammad SAW. Mengapa sampai saat ini sirah nabawiyah
masih berpengaruh? karena di dalam sirah nabawiyah diajarkan sebuah tolak ukur
bagi kehidupan beragama saat ini. Dan saat membaca sirah nabawiyah timbulah
rasa kenikmatan ruhiyah dan gizi bagi hati yang suci. Belajar sirah membantu
setiap Muslim untuk mengetahui kebanyakan hukum-hukum fiqh, nilai-nilai
pendidikan (durus tarbawiyah), siyasah syar'iyyah, dan sebagainya.
2. Kitâb Shahîh al-Bukhârî, di dalam kitab ini terdapat bab khusus tentang hadis-hadis
yang menggambarkan keistimewaann para sahabat Nabi Muhammad SAW. dengan
judul Bâb al-Fadhâ’il Ashhâb al-Nabi, Bâb al-Manâqib al-Muhâjirîn, dan Bâb al-
Manâqib al-Anshâr. Dalam bab-bab tersebut ia telah merekam tentang sanjungan
dan komentar baik Nabi Muhammad SAW. terhadap beberapa prestasi sahabat
yang disebutkan dalam kumpulan hadisnya tersebut. Dalam konteks ini nampaknya
ia sebagai tokoh yang dianggap paling awal dalam mempopulerkan istilah dan kata
‘al-manâqib,’ untuk menunjuk keistimewaan atau sesuatu yang dianggap istimewa
dalam diri seseorang. Dalam hal ini para sahabat

Nabi Muhammad SAW. yang digambarkan dan disebutkan secara khusus dalam hadis-
hadis dengan sifat-sifat dan karakter yang istimewa. Hadis-hadis dalam kitab Shahih
Al-Bukhari masih berpengaruh hingga saat ini karena hadis-hadis dalam kitab tersebut
banyak di ikuti oleh masyarakat muslim zaman sekarang. Karena hadist merupakan
sumber hukum islam yang sahih keberadaannya setelah al-qur'an.

3. Mengapa Historiografi Islam dibagi menjadi Tiga Periode? Periode Yaman,


Madinah, dan Irak

Kalau diamati secara mendalam perkembangan penulisan sejarah (historiografi


Islam) di awal masa kebangkitannya, Menurut Husein Nashshar terdapat tiga aliran
penulisan sejarah Islam, yaitu aliran Yaman, aliran Madinah, dan aliran Irak8. Karya-karya
“sejarah” jaman di awal kebangkitan Islam (aliran Yaman) banyak bercampur antara
informasi historis dengan dongeng atau legenda, dan historiografi jaman ini merupakan
kelanjutan dari historiografi Arab pra Islam, yang biasa disebut dengan al-ayyam dan al-
ansab. Ilmu sejarah tidak dapat berdiri sendiri, melainkan mengikuti perkembangan ilmu
hadist. Perkembangan ilmu hadist itu dapat dikatakan sebagai cikal bakal penulisan sejarah.
Dari penulisan hadist-hadist Nabi Muhammad SAW di Madinah, para sejarawan
memperluas cakupannya hingga membentuk satu tema sejarah tersendiri, yaitu al-Maghari

8
Husein Nashshar dalam Effendi. (2013). Jurnal TAPIs. Menguak Historiografi Islam dari Tradisional-Konvensional
hingga Kritis-Multidimensi. Vol 9 , No. 1. Hal 129
(perang-perang yang dipimpin Rasulullah) dan al-sirah al-Nabawiyyah (Riwayat hidup
Nabi Muhammad SAW). Aliran sejarah yang muncul di Madinah ini disebut aliran
Madinah, yaitu aliran sejarah “ilmiah” yang mendalam yang berjalan di atas metode ilmu
hadist yang kritis, yang sangat memperhatikan Sanad (sandaran berita) yang dapat
dipercaya “keaslian” dan “kredibilitasnya”. Sedangkan aliran Irak (Kufah dan Basrah)
memiliki cakupan yang lebih luas. Aliran ini memperhatikan sejarah para khalifah.
Kelahiran aliran Irak ini tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek politik, sosial, dan budaya
Islam yang tumbuh di kota-kota dan komunitas-komunitas baru. Jadi bisa dikatakan bahwa
tiga aliran historiografi islam berdasarkan tempat perkembangan kebudayaan dan
peradaban Arab.

• Aliran Yaman
Yaman merupakan sebuah negeri yang terletak di bagian selatan Jazirah
Arab, karena itu sering juga disebut sebagai Arab Selatan. Berbeda dengan Arab
bagian Utara, negeri Yaman pernah mengalami kemajuan peradaban. Kalau
penduduk Arab utara di awal kebangkitan Islam belum memperhatikan pentingnya
tulis menulis, maka penduduk Yaman sejak lama sudah menulis peristiwa-peristiwa
yang mereka alami. Mereka juga telah mengenal kalender sejak tahun 115 SM.
Tulisan-tulisan yang ditemukan di tempat-tempat peribadatan mereka sebelum
Islam, yang terpenting adalah berita tentang runtuhnya bendungan Ma’arib,
kerajaan Saba’ dan Ratu Bilqisnya, yang ada kaitannya dengan Nabi Sulaiman,
tentang kerajaan Himyar, tentang penaklukan Habasyah (Ethiopia) atas Yaman,
tentang serbuan Yaman (atas nama Habasyah) ke Mekah dengan tentara gajah pada
tahun 571 M, dan tentang keberhasilan peperangan yang dipimpin oleh Sayf ibn
Yaz al-Himyari dalam rangka mengusir orang-orang Habasyah dari negeri Yaman
atas bantuan Persia.9

Berita-berita di atas, terutama yang berkembang pada masa Islam, di


dalamnya bercampur antara yang faktual (historis) dan yang bersifat dongeng atau
legenda. Munculnya hal semacam itu menurut Muhammad Ahmad Tarhini (dalam
Badri Yatim), adalah akibat dari tingginya fanatisme kedaerahan orang-orang

9
A. Muin Umar. Pengantar Historiografi Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1978) hlm. 8-10.
Yaman pada abad pertama hijriyah. Dengan legenda-legenda itu, mereka ingin
memperlihatkan bahwa Arab Selatan lebih unggul dari pada Arab Utara, karena
Nabi Muhammad saw. muncul di Hijaz, yang mana orang-orang Arab Utara dengan
demikian merasa unggul dari Arab Selatan.10 Jadi, yang mendasari lahirnya aliran
historiografi Yaman pada mulanya adalah fanatisme kedaerahan, percampuran
antara fakta historis dengan legenda atau dongeng sebagai buahnya.

• Aliran Madinah
Perkembangan sejarah di kalangan umat Islam sejalan dengan
perkembangan ilmu-ilmu keagamaan lainnya. Perkembangan ilmu-ilmu
keagamaan Islam itu sendiri bermula di Madinah, sebab kota ini merupakan ibukota
negara Islam pertama, dan dipandang sebagai “gudang” ilmu pengetahuan
keagamaan Islam. Adapun ilmu pengetahuan keagamaan yang pertama kali
berkembang adalah ilmu hadits, karena melalui hadits inilah kaum muslimin
pertama-tama mengetahui hukum-hukum Islam, penafsiran al-Qur’an, sunnah
Rasulullah dan para sahabat, keteladanan Rasulullah, dan lain sebagainya. Adapun
perkembangan ilmu hadits ini berlangsung melalui periwayatan.

Melalui perkembangan ilmu hadits itu, dikatakan sebagai cikal bakal dari
penulisan sejarah. Dari penulisan hadits-hadits Nabi inilah, para sejarawan segera
memperluas cakupannya hingga membentuk satu tema sejarah tersendiri, yaitu al-
maghazi (Perang-perang yang dipimpin oleh Rasulullah), dan al-Sirah al-
Nabawiyah (Riwayat Hidup Nabi Muhammad saw.) Dapat dikatakan bahwa ilmu
hadits adalah emberio bagi lahirnya historiografi Islam, sebab penulisan sejarah
Islam yang pertama tentang al-Maghazi maupun Sirah al-Nabawiyah menggunakan
prinsip yang ada dalam periwayatan hadits, yaitu isnad. Aliran Sejarah yang muncul
di Madinah ini kemudian disebut dengan aliran sejarah ilmiah dan mendalam.

• Aliran Irak

10
Badri Yatim, Historiografi Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997) hlm. 69.
Aliran Irak adalah aliran yang terakhir kali lahir, yang meliputi Kufah dan
Bashrah. Aliran ini lebih luas dibandingkan dengan dua aliran terdahulu, karena
memperhatikan arus sejarah sebelum Islam dan masa Islam sekaligus, dan sangat
memperhatikan sejarah para khalifah. Dalam karya-karya sejarawan aliran ini, pada
umumnya sejarah Irak diuraikan lebih terperinci dan panjang, sedangkan mengenai
kota-kota lain hanya sepintas saja. Jadi, ciri khusus yang membedakan aliran Irak
dengan kedua aliran sebelumnya adalah cerminan arus sejarah pra-Islam dan masa
Islam, sangat memperhatikan sejarah para khalifah, dan penguraian sejarah Irak
secara terperinci dan panjang.

Berdirinya kota Kufah dan Basrah merupakan keberhasilan dari ekspansi


umat Islam di masa khalifah Umar ibn al-Khaththab. Bangsa Arab yang pindah ke
Kufah dan Bashrah membawa adat istiadat Arab. Sebagaimana di Jazirah Arab,
mereka di dua kota ini kembali hidup mengelompok berdasarkan kabilah dan klan.
Di sini mereka menghidupkan kembali tradisi-tradisi yang ada pada zaman pra
Islam, seperti mendirikan pasar-pasar pagelaran puisi, di mana mereka dapat
bersuka ria, berdiskusi, dan membangga-banggakan kabilah atau klan mereka.
Dengan demikian, kelahiran aliran Irak ini erat kaitannya dengan perkembangan
budaya dan peradaban Arab.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini adalah Historiografi pada era pertengahan mengalami
beberapa pembaharuan. Historiografi islam memunculkan tiga sungai besar langgam penulisan
yang menjadi indaksi kubah pemikiran para historiografi yang mampu menserap berbagai
kearifan lokal di wilayah setempat :

a. Madinah
b. Yaman
c. Irak

Husein Nashshar menyimpulkan bahwa penulisan sejarah Arab Islam tumbuh dari dua arus
berbeda, yaitu:

1. Arus lama, terdiri atas cerita-cerita khayal dan folklore yang berbentuk syair.
2. Arus baru, terdiri atas berita-berita autentik dan mendalam yang biasanya berupa kisah
nyata.

Bentuk historiografi Islam pada dasarnya terbagi kepada tiga, yakni: khabar, kronologi,
dan bentuk yang lebih kecil -historiografi dinasti, thabaqat dan susunan genealogis. Aliran
sejarah yang muncul di Madinah ini disebut aliran Madinah, yaitu aliran sejarah “ilmiah”
yang mendalam yang berjalan di atas metode ilmu hadist yang kritis, yang sangat
memperhatikan Sanad (sandaran berita) yang dapat dipercaya “keaslian” dan
“kredibilitasnya”. Sedangkan aliran Irak (Kufah dan Basrah) memiliki cakupan yang lebih
luas. Aliran ini memperhatikan sejarah para khalifah. Kelahiran aliran Irak ini tidak dapat
dipisahkan dari aspek-aspek politik, sosial, dan budaya Islam yang tumbuh di kota-kota
dan komunitas-komunitas baru. Aliran Yaman : Yaman merupakan sebuah negeri yang
terletak di bagian selatan Jazirah Arab, karena itu sering juga disebut sebagai Arab Selatan.
Berbeda dengan Arab bagian Utara, negeri Yaman pernah mengalami kemajuan
peradaban. Jadi bisa dikatakan bahwa tiga aliran historiografi islam berdasarkan tempat
perkembangan kebudayaan dan peradaban Arab.

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, baik dari tulisan maupun
pembahasan yang terdapat di makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik di masa yang akan
datang. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan menambah wawasan
mengenai historiografi masa kebesaran islam.

Daftar Pustaka
Arif. 2019. Peradaban Islam Abad Pertengahan. Link diakses pada Rabu 9 Maret 2022. Link bisa
diakses pada berikut:
https://files.osf.io/v1/resources/35juv/providers/osfstorage/5a7aed6b48b4c0000dd125da?
action=download&direct&version=1

Sunanto, M. 2010. Sejarah Peradaban Islam Indonesia . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Supardie, dkk. 2011. Pengantar Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Yaqub, AM. 2000. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi . Jakarta: Pustaka Firdaus.

Yatim, B. 2008. Sejarah Peradaban Islam . Jakarta; Grafindo.

Zed, M. 2003. Sejarah dan Teori Sosial/Peter Burker . Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Zuhairini, Pendidikan Agama Islam, hlm 276

Anda mungkin juga menyukai