Anda di halaman 1dari 23

BIOGRAFI SEJARAWAN ISLAM MASA MODERN

Cyeta Atyanta Nursyahbana

Jurusan Sejarah Peradaban Islam

Fakultas Adab dan Humaniora

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Email: cyeta29@gmail.com

Abstrak

Perkembangan sejarah Islam tidaklah lepas dari peranan para ilmuwan-ilmuwan yang
berfokus mencari pengetahuan guna memperluas khazanah pengetahuan. Abad modern adalah
abad dimana segala disiplin ilmu berkembang begitu pesat dan luas, banyak penelitian terkait
disiplin ilmu yang memperluas sejarah-sejarah di dunia khususnya islam.

Islam merupakan agama yang memiliki peradaban tinggi. Hal ini terlihat ketika kita
membicarakan perkembangan ilmu pengetahuannya yang begitu menawan. Boleh dikatakan,
modernisasi yang kita lihat sekarang ini tentu tidak dapat tergelar tanpa sumbangsih Islam.
Bagaimanapun, Islam telah menorehkan tinta emas sebagai agama yang tidak saja
menenggelamkan diri dalam ibadah melainkan juga turut memperhatikan perkembangan umat
manusia. salah satu hal yang menjadi perhatian Islam adalah perkembangan penulisan sejarah. Di
abad pertengahan Islam, banyak ditemukan langgam-langgam historiografi yang berbeda dengan
masa sebelumnya.

Tulisan ini menyuguhkan pembahasan menegenai perjalanan hidup ilmuwan-ilmuwan


muslim setelah kerajaan-kerajaan islam yang selama hidupnya berkontribusi bagi perkembangan
sejarah di dunia khususnya agama islam di timur tengah dengan metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif naratif dengan mengumpulkan, mempelajari, dan mensintesiskan
data yang di dapat melalui kajian pustaka dari beberapa sumber primer dan sekunder, yang
kemudian diklasifikasikan, dianalisa secara seksama, dan terakhir disimpulkan untuk mendapatkan
jawaban atas permasalahan yang dikemukakan, banyak bermunculan ilmuwan yang sangat
kompeten di bidangnya masing-masing yang menjadikan semangat untuk ilmuwan di masa ini.
Mereka berhasil tampil sebagai filosof yang mengisi berbagai bidang keilmuwan, seperti
kedokteran, matematika, kimia, fisika dan sebagainya. Keilmuwan mereka sangat berharga
terutama bagi perkembangan sains pada masa sekarang. Begitu berharganya keilmuwan dan apa
yang dipersembahkan oleh mereka.

Pendahuluan

Historiografi Islam merupakan ranah kajian menarik untuk dikupas. Hal tersebut tidak
terlepas dari pergulatannya dengan realitas sosial yang meliputinya. Perannya sebagai suatu
diskursus yang menelaah berbagai langgam bentuk tulisan dan pembabaran kisah-kisah sejarah
masa lalu, menjadi vital sebagai raison d’etre ketika membincang gerak jalan corak penulisan yang
dinamis dan tidak menutup kemungkinan estetis1.

Ketika roda sang waktu berputar menuju Abad Pertengahan islam sekitar tahun 1250-1800,
terjadi ledakan besar peristiwa yang ditetakkan oleh umat manusia menandakan pergulatan zaman
yang kian massif dan modern. Pun, dengan wilayah historiografi yang semakin dewasa menembus
lorong waktu yang ditandai dengan beberapa pembaruan dan perombakan dalam segi
penulisannya. Hal ini tidak terlepas dari jerajak zaman yang ikut mempengaruhi peta pemikiran
para sejarawan muslim kala itu.

Maka tak ayal, tradisi penulisan sejarah menjadi satu bentuk dari timbunan produk
peradaban yang akan selalu “siap saji” untuk ditelaah. Hasil panenan dari ladang-ladang kisah
Orang Besar yang bertempat di setiap lembarnya ibarat jalin jemalin benang yang dipintal menjadi
mahakarya kain tak terkira eloknya bahkan hingga membentang jauh ke pelbagai ceruk peradaban.
Beragam sentuhan-sentuhan magis para pembangun peradaban itu berbalut-erat di kitab-kitab
sejarah yang dipahat dalam putihnya kertas sang sejarawan. Historiografi menyuguhkan berbagai
langgam penulisan terbarukan di zamannya.

1
Johan wahyudi, jurnal, fakultas adab dan humaniora, Universitas Islam negeri syarif hidayatullah, Jakarta, 2013, hal 40.
Di era modern, sekitar awal abad ke-19, negri muslim mulai menampakkan tanda-tanda
akan maju kembali dalam hal ilmu pengetahuan, setelah sekian lama mengalami kemunduran.
dan juga perkembangan sejarah islam pun mengalami kemunduran. Mesir dalam hal ini yang
mulai menampakan kemajuan itu, dengan munculnya ilmuwan-ilmuwan muslim seiring dengan
bangkitnya gerakan intelektual di negri tersebut. Seperti dalam bidang sejarah, abdurrahman Al-
Jabarti dapat dikatakan sebagai perintis kembali dan pelopor kebangkitan intelektual muslim pada
masa itu. Al-jabarti patut dibahas karena telah berperan besar bagi tumbuhnya kembali semangat
keilmuan umat islam di abad modern ini. Dan juga Karena kebanyakan orang, lebih suka merujuk
karya dari para sejarawan zaman klasik dan pertengahan, dari pada zaman modern, karna diangap
kurang otentik.

Tulisan ini akan mengisahkan Biografi Sejarawan Islam Masa Modern. Sejarawan Islam
kala itu giat dengan mengetengahkan bentuk-bentuk penulisan yang kian segar dan variatif.
Naratif-Deskriptif, merupakan salah stau model tulisan yang mencuat dalam era ini, Karena
penyajiannya yang natural dengan penggambaran setiap kronologi dan lekat sekali dengan yang
dirasa penulisnya ketika berdialog dengan keadaan-keadaan sekitarnya dan seakan ikut ke zaman
tersebut.

Biografi Al-Jabarti

Al-Jabarti bernama lengkap Abdurrahman bin Hasan al-Jabarti. Dia di lahirkan di Kairo,
Mesir. Nama al-Jabarti dinisbatkan kepada Jarbart, yaitu sebuah karang kecil di negri Habsyah
(ethiopia), nagri asal nenek moyangnya.2 Ia merupakan sejarawan mesir yang terkenal yang hidup
di periode politik mesir. Yaitu zaman pemerintahan turki usmani di mesir yang berakhir pada tahun
1798, zaman pendudukan perancis (1798-1801), dan zaman pemerintahan ali pasya yang dimulai
pada tahun 1805.3

Keluarga al-Jabarti sebagai sebagai keluarga ulama yang mengajari pusat komunitas
(riwaq) warga jabarat di Kairo. Yang paling terkenal di antara mereka ialah ayah al-Jabarti yaitu
Hasan Al-Jabarti sebagai ahli ilmu keagamaan islam dan ilmu pasti terutama astronomi. Selain
mengajar ilmu falak di universitas Al-Azhar, rumahnya menjadi tempat pertemuan para ulama dan

2
Badri Yatim, perkembangan Historiografi islam, lembaga penelitian UIN syarif hidayatullah Jakarta: 2009. Hal. 169
3
Badri Yatim, Loc. Cit,.
tokoh-tokoh agama dari berbagai tempat. Disamping itu, dia juga memiliki hubungan erat dengan
para pejabat dinasti Mamluk-utsmani yang berkuasa di Mesir pada saat itu. Dalam lingkungan
inilah, jabarti kecil tumbuh dewasa. Ternyata Ia mengikuti jejak sebagian besar keluarganya yang
mengabdikan diri di dunia ilmu pengetahuan, terutama sejarah.4 Hal ini yang membuat al-jabarti
juga sangat mencintai ilmu pengetahuan hingga dia menjadi ilmuwan besar sepanjang kepenulisan
sejarah islam.

Al-Jabarti menempuh pendidikan formal pertamanya di Madrasah as-Sananiyah di Kairo.


Disamping menuntut ilmu di madrasah ini, dalam waktu yang sama, sepulang sekolah, ia juga
belajar berbagai ilmu keagamaan dari ayahnya dan dari ulama-ulama yang datang ke rumahnya.
Setelah itu, al-Jabarti melanjutkan pendidikanya di al-Azhar sambil terus belajar ilmu Astronomi,
matematika dan hikmah dari ayahnya. Demikian pendidikan yang dilaluinya sampai ayahnya
meninggal dunia pada tahun 1179 H, ketika ia masih berusia 21 tahun. Dalam lapangan ilmu al-
Jabarti sebenarnya melanjutkan tradisi ilmiah yang telah dikembangkan oleh anggota keluarganya
terdahulu. Sebagaimana ayahnya, Ia juga menjadi seorang ulama besar di al-azhar kairo.
Disamping itu, Dia juga memberi pengajian di masjid-masjid dan dirumahnya.5 Ketika usia
senjanya al-Jabarti mennghabiskannya untuk mendekatkan diri kepada Allah sampai meniggal
pada tahun 1237 H/1822 M dalam perjalanan dari kediamannya menuju Kairo.

Karya-karya Al-Jabarti

Karya al-Jabarti dalam bidang sejarah, Ia menulis dua buku penting yaitu aja’ib al-atsar fi
al-tarajum wa al-akhbar berjumlah 4 jilid, yang lebih dikenal dengan tarikh al-jabarti, dan buku
yang berjudul mazhar at-taqdis.6 Tarikh al-jabarti dimulai dengan mukadimah, dilanjutkan dengan
peristiwa-peristiwa dari pada tahun 1099 H, dan berakhir dengan peristiwa pada tahun 1236 H.
Dalam kitab ini banyak memuat tema kelompok sosial, seperti pedagang, profesi lain, dan
kalangan ahlu dzimmah, tapi fokus kajiannya adalah sejarah dan biografi kalangan ulama dan
penguasa dinasti Mamluk.7 Karya ini juga berisi catatan berbagai persitiwa dan data-data
kematian. Jilid I buku tersebut ditutup dengan catatan kematian Muhamad bek abi Dzahab.

4
Yusril Abdul ghani Abdullah, Historiografi islam, dari klasik hingga modern. Rajawali presss, Jakarta :2004. Hal, 57.
5
Badri Yatim, Op. cit, hal 170
6
Ibid, hal 169
7
Yusril Abdul Ghani, Op. cit, hal 57
Adapun karyanya yang berjudul madzhar at-Taqdis, merupakan sebuah catatan terinci
mengenai proses pendudukan prancis atas mesir. Buku ini di terbitkan kembali dalam bahasa arab
dalam bentuk ringkasan pada tahun 1960-an. Tanpa suntingan, dan dibagikan ke sekolah-sekolah
yang berada dibawah koordinasi deperteman pendidikan dan pegajaran mesir. Bentuk utuh buku
ini dalam bahasa arab tidak pernah terbit lagi, tetapi terjemahan oleh Cardin terbit di Paris pada
1838 dalam bahasa turki dan bahasa prancis.8

Kelebihan karya al-Jabarti dibandingkan dengan para sejarawan Mesir lainnya karna Ia
memberikan potret utuh masyarakat Mesir ketika itu dan mengungkapkan berbagai peristiwa dan
tema-tema. Uraian itu tak bertujuan untuk melayani tokoh tertentu atau mengikuti selera penguasa.
Iapun tidak pertah menjilat pemerintahan, mengkritik, atau memujinya atas dasar sentimen pribadi
atau tujuan yang bersifat materi.9 Hal mencirikan bahwa al-Jabarti merupakan sejarawan yang
objektif, tanpa terpengaruh oleh sentimen kepentingan manapun.

Metode sejarah Al-Jabarti

Dalam kitabnya yang berjudul aja’ib al-atsar fi al-Tarjum wa al-akhbar, al-Jabarti


menuliskannya dengan motode riwayat dari generasi sebelumnya dan mengandalkan peninggalan-
peninggalan tertulis. Informasi dari tahun 1099 sampai 1170 H yang terdapat dalam kitabnya
didapatkannya dari generasi yang lebih tua, di samping dari dokumen-dokumen resmi, prasasti,
nisan kubur, dan peninggalan tertulis lainnya.10 Sedangkan dari Tahun 1171 H dan seterusnya,
menurut al-jabarti sendiri, bersumber dari ingatannya sendiri, karena peristiwa pada masa itu
dialaminya sendiri. Banyak peristiwa yang dialaminya sediri terjadi ketika Ia sebenarnya masih
sangat muda. Peristiwa yang bersumber dari ingatnnya ini bisa dibagi menjadi dua.
Yaitu: pertama peristiwa tahun 1171-1190 H ditulisnya dengan dengan tulisan yang tingkat-
singkat. Kedua peristiwa setelah tahun 1190 H, ditulisnya dengan terinci dan panjang lebar,
menulis semua peristiwa didalamnya, mirip seperti laporang jurnalistik dalam surat kabar.

Kelebian al-Jabarti yang lain dibanding sejarawan muslim lainnya dalam menuliskan karya
sejarahnya, adalah ketika menuliskan sejarah Mesir pada masa Turki Utsmani. Hal ini
dikarenakan, pertama Ia menggambarkan masyarakat Mesir pada masa itu dengan sempurna serta

8
Badri yatim, Op. cit, hal 171
9
Yusril Abdul, Op.cit, hal 58
10
Badri yatim, Op. cit, hal 170
berusaha melakukan penelitian mendalam terhadap peristiwa yang ditulisnya; kedua Ia
menyatakan dalam bukunya bahwa Ia menulis sejarah bukan atas perintah sang penguasa karna Ia
adalah seorang ilmuwan yang independen. Tidak ada tanda Ia berusaha menjilat dengan memuji-
muji para peguasa agar memperoleh keuntungan, baik moral maupun materil, dalam hal ini Ia
bersikap netral, bahkan Ia kritis terhadap penguasa.11 Membuktikan bahwa dia merupakan
sejarawan yang sangat objektif.

Dalam menulis karyanya, al-Jabarti masih mempertahankan corak penulisan sejarah islam
yang dikembangkan para sejarawan muslim seribu tahun sebelumya, yaitu dengan menggunakan
metode hauliyat atau periodesasi berdasarkan waktu. Didalamnya Ia menulis peristiwa-peristiwa
yang terjadi setiap tahunnya. Selain itu, dia sudah menulis dengan pendekatan tematik, namun
penulisan tema-tema itu tak lebih dari sebuah bentuk Khabar, karna antara tema satu dan tema
yang lain tidak saling terkait, baik dalam hubungan tematis maupun hubungan kausalitas. Bahkan
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa akhir, dikumpulkannya pada tema bulan, tidak lagi
pada tema tahun.12 Hal ini membuktikan betapa rincinya penulisan sejarah di masa akhir-akhirnya.

Biografi Muhammad Iqbal


Muhammad Iqbal merupakan seorang penya’ir, filsuf, ahli hukum, pemikir politik, dan
reformasi politik. Beliau lahir di Sialkot pada 22 Februari 1873, lahir dari keluarga yang nenek
moyangnya berasal dari lembah Kashmir. Beliau memulai pendidikanya pada ayahnya yang
bernama Nur Muhammad, seseorang yang dikenal sebagai ulama’. Kemudian setelah menamatkan
pendidian sekolah dasar di kampong kelahirannya pada tahun 1895 segera melanjutkan
pelajarannya ke Lahore. Di kota ini ia telah mendapat binaan dan gemblengan dengan jiwa muda
yang berhati baja oleh Maulana Mir Hasan, seorang ulama’ kawakan yang merupakan teman
ayahnya. Dan ulama’ ini memberikan dorongan dan semangat yang mewarnai dan mendasari jiwa
Iqbal dengan ruh agama yang senantiasa bersemayam dalam jiwa, menggelora dalam hati, serta
menentukan gerak, langkah, tujuan dan arah. Sehingga keberhasilan ulama tersebut dalam
membinanya membawa kesan yang mendalam di hati Muhammad Iqbal. 13 Selain itu, di kota ini
Muhammad Iqbal juga bergabung dengan perhimpunan sastrawan yang sering

11
Badri Yatim, Loc. cit
12
Ibid, hal 171
13
A.Mustofa, Filsafat Islam (Bandung, Pustaka Setia, 1997) hal, 330.
diundang Musya’arah. Dalam perkumpulan ini, dimana sasatra Urdu berkembang pesat dan bahasa
Persi semakin terdesak, pada usia mudanya Iqbal membacakan sajak-sajaknya. Berikutnya,
Muhammad Iqbal juga memberanikan diri untuk memberanikan sajaknya tentang Himalaya
dihadapan para anggota terkemuka organisasi sastra di Lahore. Sehingga dengan adanya hal ini
namanya semakin mencuat, dan menjadi semakin populer diseluruh tanah air setelah sajaknya
dimuat dalam majalah Maehan, suatu majalah bahasa Urdu. Melaui majalah itu pula masyarakat
luas semakin mengenal sehingga mendorong majalah dan harian lainnya berebut meminta izin
untuk menyiaran sajak-sajaknya.

Selain sebagai penya’ir, Muhammad Iqbal merupakan ahli politik terkemuka, yang mana
sumbagan dan perjuangannya merupakan modal pokok terbentuknya Negara Republik Islam
Pakistan di Barat Laut India. Disamping ahli politik, beliau juga ahli pendidikan dan pengacara
yang dijabatnya sejak 1908 sampai1937. Tujuan utamanya hanya sekedar untuk menartik hidup.
Beliau jujur dan ramah, sehingga tidak pernah menerima suatu perkara kalau sudah diyakini bahwa
perkara itu tidak dapat dibela olehnya Begitulah Muhammad Iqbal, masih banyak bidang-bidang
lain yang dikuasainya. Dan pengaruh yang sedemikian besarnya sebagai penyair maupun filosof
diabadikan sebagai nama beberapa lembaa di Jerman, Italia, dan negara-negara lainnya. Dan dalam
penderitaan sakit yang begitu lama, beliau juga berpesan melalui sya’irnya:

Kukatakan padamu tanda seorang mukmin.

Bila maut dating, akan merekah senyum di bibir

Bahkan, setengah jam sebelum menghembuskan nafas terakhir, beliau masih sempat membisikkan
sajaknya yang terkenal:

Modal perpisahan boleh menggema atau tidak

Bunyi Nafiri boleh bertiup lagi dari Hijaz atau tidak

Saat si Fakir telah sampai ke batas akhir

Pujangga lain boleh dating atau tidak

Dan, kata paling terakhir sekali yang oleh beliau ucapkan adalah Allah. Saat itulah, fajar 21 April
1938 menjelang matahari terbit menyinari kota Lahore, dunia kehilangan seorang pujanga besar.
Saat itu pula, beliau Muhammad Iqbal yang jenazahnya dimakamkan di dekat pintu gerbang
masjid Shai di Lahore, pakistan meninggalkan banyak kesan dan pesan yang dapat dipelajari serta
direnungkan oleh generasi masa datang.14

Karya-karya Muhammad Iqbal

Iqbal dapat di golongkan sebagai seorang pemikir dan penyair muslim terbesar pada abad
XX yang kreatif dan penuh kedinamisan.hal ini terbukti dengan adanya beberapa karya-karya yang
di wariskan kaum muslim dan umat manusia. Sebahagian besar karya-karyanya muncul dalam
bentuk prosa.Kecendrungan Iqbal dalam mengekspresikan ide-ide, pikiran, dan perasaannya,
melalui puisi sesungguhnya di latar belakangi oleh jiwa dan bakat kepenyairannya yang tumbuh
sejak dini dan berkembang melalui bimbingan orang yang mengerti akan bakat dan potensi yang
dimiliki Iqbal, yaitu : gurunya Mir Hasan yang telah mendorong dan memberikan semagat dalam
mengekspresikan ide-ide dan getaran sukmanya. Pada 1935, ia diundang untuk memberi
serangkaian kuliah di Universitas Oxford, namun dia terpaksa tak bisa memenuhi undangan
tersebut karena jatuh sakit. Berikut karya-karya pentingnya :

1. Payãm-i Mashriq, Karya dalam bahasa Persia yang terbit di Lahore pada tahun 1823,
versi Inggrisnya terjemahan R.A. Nicholson yang berjudul The Message of
the East tahun 1920.
2. The Develompment of Metaphysics in Persia: A Contribution to The
History of Muslim Philosophy, Karya akademiknya untuk jenjang doctoral
di Munich pada tahun 1908, terbit di Lahore tahun 1964.
3. Asrãr-i Khûdi, Iqbal berkonsentrasi pada pertanyaan dan penjelasannya tentang aktivisme
dinamis dan nilai utama dari Islam. Terbitnya karyanya Asrãr-I Khûdi pada tahun 1918 di
Lahore, versi Inggrisnya salah satunya terjemahan R.A. Nicholson berjudul The Secret of
The Self: Philosophical Poem, London 1920 dan di Lahore pada tahun 1955.
4. Rumûz-i Bekhûd, Karya dalam bahasa Persia terbit di Lahore pada tahun 1918, versi
Inggrisnya antara lain terjemahan A.J.Arberry yang berjudul The Mistery of Selflessness
yang terbit di London tahun 1953, dan terjemahan A.R Tariq dengan judul The Secrets of
Collective Self yang terbit di Lahore tahun 1970.

14
Ibid, hal 335
5. Bãng-i Darã, Karya dalam bahasa Urdu terbit di Lahore tahun 1924, A.J. Arberry
menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris berjudul The Complaint and the answer terbit
di Lahore pada tahun 1955.
6. Zabûr-i ‘Ajam, Karya dalam bahasa Persia yang terbit pada tahun 1927, versi Inggrisnya
diterjemahkan oleh A.J. Arberry dengan judul Persian Psalms terbit di Lahore tahun 1948.
7. Six Lextures on The Reconstruction of Relegious Thought in Islam, Dalam bahasa Inggris
terbit di Lahore tahun 1930, 1934 di London dan 1951 di Lahore dengan tambahan satu
artikelnya berjudul Is Religion Possible? Pada tahun 1923-1929 Iqbal menyampaikan
kuliah-kuliah tentang Islam di Universitas Madras, Heyderabad dan Aligargh.Dalam
kuliahkuliah itu, dia membuat statemen-statemen yang merefleksikan filsafatnya
sendiri.Kuliah-kuliahnya tersebut di terbitkanlah dalam judul Six Lextures on The
Reconstruction of Relegious Thought in Islam. Kemudian kuliahnya yang ke tujuh, Is
Religion Possible ditambahkan pada buku itu dengan versi baru oleh Oxford University
Press pada 1934 dengan judul The Reconstruction of Relegious Thought in Islam. Bukunya
ini sangat mengesankan para intelektual di Universitas Oxford. Pada 1935 ia
diundang untuk memberi serangkaian kuliah di Universitas Oxford, namun dia terpaksa
tidak bisa memenuhi karena jatuh sakit.
8. Jãvd Nãmah, Terbit di Lahore tahun 1932, versi Inggrisnya diterjemahkan oleh A.J.
Arberry dengan judul Javid Nama terbit di London 1966.
9. Pas Cha Bãyad Kard, dalam bahasa Persia, terbit di Lahore tahun 1936.
10. Musãfir, dalam bahasa Persia, terbit di Lahore tahun 1936.
11. Bãl-i Jibrl, karya dalam bahasa Urdu, terbit di Lahore tahun 1936.
12. Zarb-i Kalm, karya dalam bahasa Urdu, terbit di Lahore tahun 1937.
13. Stray Reflection: a Note Book of Allama Iqbal, yang berisi pemikiran Iqbal dalam tulisan-
tulisan tangannya sendiri yang di edit oleh Javid Iqbal, terbit di Lahore tahun 1961.

Pemikiran-Pemikiran Muhammad Iqbal

a. Pemikiran Politik

Sepulangnya dari Eropa, Iqbal kemudian terjun kedunia politik dan bahkan menjadi tulang
punggung Partai Liga Muslim India. Ia terpilih menjadi anggota legistalif Punjab dan pada tahun
1930 terpilih sebagai Presiden Liga Muslim. Karir Iqbal semakin bersinar dan namanya pun
semakin harum ketika dirinya diberi gelar ‘Sir’ oleh pemerintah kerajaan Inggris di London atas
usulan seorang wartawan Inggris yang aktif mengamati sepak terjang Iqbal di bidang intelektual
dan politiknya. Gelar ini menunjukan pengakuan dari kerajaan inggris atas kemampuan
intelektualitas dan memperkuat bargening position politik perjuangan umat Islam India pada saat
itu. Ia juga dinobatkan sebagai Bapak Pakistan yang pada setiap tahunnya dirayakan oleh rakyat
Pakistan dengan sebutan Iqbal Day. Pemikiran dan aktivitas Iqbal untuk mewujudkan Negara
Islam ia tunjukkan sejak terpilih menjadi Presidaen Liga Muslimin tahun 1930. Ia memandang
bahwa tidaklah mungkin umat Islam dapat bersatu dengan penuh persaudaraan dengan warga India
yang memiliki keyakinan berbeda. Oleh karenanya ia berfikir bahwa kaum muslimin harus
membentuk Negara sendiri. Ide ini ia lontarkan keberbagai pihak melalui Liga Muslim dan
mendapatkan dukungan kuat dari seorang politikus muslim yang sangat berpengaruh yaitu
Muhammad Ali Jinnah (yang mengakui bahwa gagasan Negara Pakistan adalah dari Iqbal), bahkan
didukung pula oleh mayoritas Hindu yang saat itu sedang dalam posisi terdesak saat menghadapi
front melawan Inggris. Bagi Iqbal dunia Islam seluruhnya merupakan satu keluarga yang terdiri
atas republik-republik, dan Pakistan yang akan dibentuk menurutnya adalah salah satu republik
itu. Sebagai seorang negarawan yang matang tentu pandangan-pandangannya terhadap ancaman
luar juga sangat tajam. Bagi Iqbal, budaya Barat adalah budaya imperialisme, materialisme, anti
spiritual dan jauh dari norma insani. Karenanya ia sangat menentang pengaruh buruk budaya Barat.
Dia yakin bahwa faktor terpenting bagi reformasi dalam diri manusia adalah jati dirinya. Dengan
pemahaman seperti itu yang ia landasi diatas ajaran Islam maka ia berjuang menumbuhkan rasa
percaya diri terhadap umat Islam dan identitas keislamannya. Umat Islam tidak boleh merasa
rendah diri menghadapi budaya Barat. Dengan cara itu kaum muslimin dapat melepaskan diri dari
belenggu imperialis. Muhammad Asad mengingatkan bahwa imitasi yang dilakukan umat Islam
kepada Barat baik secara personal maupun social dikarenakan hilangnya kepercayaan diri, maka
pasti akan menghambat dan menghancurkan peradaban Islam. Paham Iqbal yang mampu
mambangunkan kaum muslimin dari tidurnya adalah “dinamisme Islam” yaitu dorongannya
terhadap umat Islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam. Intisari hidup adalah gerak, sedang
hukum hidup adalah menciptakan, maka Iqbal menyeeru kepada umat Islam agar bangun dan
menciptakan dunia baru. Begitu tinggi ia menghargai gerak, sehingga ia menyebut bahwa seolah-
lah orang kafir yang aktif kreatif "lebih baik" dari pada muslim yang "suka tidur". Iqbal juga
memiliki pandangan politik yang khas yaitu; gigih menentang nasionalisme yang mengedepankan
sentiment etnis dan kesukuan (ras). Bagi dia, kepribadian manusia akan tumbuh dewasa dan
matang di lingkungan yang bebas dan jauh dari sentiment nasionalisme. M. Natsir menyebutkan
bahwa dalam ceramahnya yang berjudul Structure of Islam, Iqbal menunjukkan asas-asas suatu
negara dengan ungkapannya: “Didalam agama Islam spiritual dan temporal, baka dan fana,
bukanlah dua daerah yang terpisah, dan fitrah suatu perbuatan betapapun bersifat duniawi dalam
kesannya ditentukan oleh sikap jiwa dari pelakunya. Akhir-akhirnya latar belakang ruhani yang
tak kentara dari sesuatu perbuatan itulah yang menentukan watak dan sifat amal perbuatan itu.
Suatu amal perbuatan ialah temporal (fana), atau duniawi, jika amal itu dilakukan dengan sikap
yang terlepas dari kompleks kehidupan yang tak terbatas. Dalam agama islam yang demikian itu
adalah seperti yang disebut orang "gereja" kalau dilihat dari satu sisi dan sebagai "negara" kalau
dilihat dari sisi yang lain. Itulah maka tidak benar kalau gereja dan negara disebut sebagai dua
faset atau dua belahan dari barang yang satu. Agama Islam adalah suatu realitet yang tak dapat
dipecah-pecahkan seperti itu”. Demikian tegas Iqbal berpandangan bahwa negara dan agama
adalah dua keseluruhan yang tidak terpisah. Dengan gerakan membangkitkan Khudi (pribadi;
kepercayaan diri) inilah Iqbal dapat mendobrak semangat rakyatnya untuk bangkit dari
keterpurukan yang dialami dewasa ini. Ia kembalikan semangat sebagaimana yang dulu dapat
dirasakan kejayaannya oleh ummat Islam. Ujung dari konsep kedirian inilah yang pada akhirnya
membawa Pakistan merdeka dan ia disebut sebagai Bapak Pakistan.

b. Pemikirannya Tentang Landasan Islam

1). Pemikiran Tentang Al-Qur’an Sebagai seorang yang terdidik dalam keluarga yang kuat
memegang prinsip Islam, Iqbal meyakini bahwa Al-Qur’an adalah benar firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Al-Qur’an adalah
sumber hukum utama dengan pernyataannya “The Qur’an Is a book which emphazhise deed rather
than idea (Al-Qur’an adalah kitab yang lebih mengutamakan amal daripada cita-cita). Namun dia
berpendapat bahwa al-Qur’an bukanlah undang-undang. Dia berpendapat bahwa penafsiran Al-
Qur’an dapat berkembang sesuai dengan perubahan zaman, pintu ijtihad tidak pernah tertutup.
Tujuan utama al-Qur’an adalah membangkitkan kesadaran manusia yang lebih tinggi dalam
hubungannya dengan Tuhan dan alam semesta, Al-Qur’an tidak memuatnya secara detail maka
manusialah yang ditutntut untuk mengembangkannya. Dalam istilah fiqih hal ini disebut ijtihad.
Ijtihad dalam pandangan Iqbal sebagai prinsif gerak dalam struktur Islam. Disamping itu Al-
Qur’an memandang bahwa kehidupan adalah satu proses cipta yang kreatif dan progresif. Oleh
karenanya, walaupun Al-Qur’an tidak melarang untuk memperimbangkan karya besar ulama
terdahulu, namun masyarakat harus berani mencari rumusan baru secara kreatif dan inovatif untuk
menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Akibat pemahaman yang kaku terhadap ulama
terdahulu, maka ketika masyarakat bergerak maju, hukum tetap berjalan di tempatnya. Satu segi
mengenai al-Qur'an yang patut dicatat adalah bahwa ia sangat menekankan pada aspek Hakikat
yang bisa diamati. Tujuan al-Qur'an dalam pengamatan reflektif atas alam ini adalah untuk
membangkitkan kesadaran pada manusia tentang alam yang dipandang sebagai sebuah symbol.
Iqbal menyatakan hal ini seraya menyitir beberapa ayat, diantaranya: “Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna
kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang Mengetahui.” (Qs. 30:22)

2). Perspektif Tentang Al-Hadits Sejak dulu hadist memang selalu menjadi bahan yang menarik
untuk dikaji. Baik umat Islam maupun kalangan orientalis. Tentu saja maksud dan titik berangkat
dari kajian tersebut berbeda pula. Umat Islam didasarkan pada rasa tanggung jawab yang begitu
besar terhadap ajaran Islam. Sedangkan orientalis mengkajinya hanya untuk kepentingan ilmiah.
Bahkan terkadang hanya untuk mencari kelemahan ajaran Islam itu lewat ajaran Islam itu sendiri.
Iqbal memandang bahwa umat Islam perlu melakukan studi mendalam terhadap literatur hadist
dengan berpedoman langsung kepada Nabi sendiri selaku orang yang mempunyai otoritas untuk
menafsirkan wahyunya. Hal ini sangat besar faedahnya dalam memahami nilai-nilai hidup dari
prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang dikemukakan al-Qur’an. Iqbal sepakat dengan
pendapat Syah Waliyullah tentang hadits, yaitu cara Nabi dalam menyampaikan dakwah Islam
dengan memperhatikan kebiasaan, cara-cara dan keganjilan yang dihadapinya ketika itu. Selain itu
juga Nabi sangat memperhatikan sekali adat istiadat penduduk setempat. Dalam penyampaiannya
Nabi lebih menekankan pada prinsip-prinsip dasar kehidupan social bagi seluruh umat manusia,
tanpa terkait oleh ruang dan waktu. Jadi peraturan-peraturan tersebut khusus untuk umat yang
dihadapi Nabi. Untuk generasi selanjutnya, pelaksanaannya mengacu pada prinsip kemaslahatan,
dari pandangan ini Iqbal menganggap wajar saja kalau Abu Hanifah lebih banyak mempergunakan
konsep istihsan dari pada hadits yang masih meragukan kualitasnya. Ini bukan berarti hadits-hadits
pada zamannya belum dikumpulkan, karena Abu Malik dan Az-Zuhri telah membuat koleksi
hadits tiga puluh tahun sebelum Abu Hanifah wafat. Sikap ini diambil Abu Hanifah karena ia
memandang tujuan-tujuan universal hadits daripada koleksi belaka.

3). Perspektif Tentang Ijtihad Menurut Iqbal ijtihad adalah “Exert with view to form an
independent judgment on legal question” (bersungguh-sungguh dalam membentuk suatu
keputusan yang bebas untuk menjawab permasalahan hukum). Kalau dipandang baik hadits
maupun Al-Qur’an memang ada rekomendasi tentang ijtihad tersebut. Disamping ijtihad pribadi
hukum Islam juga memberi rekomendasi keberlakuan ijtihad kolektif. Ijtihad inilah yang selama
berabad-abad dikembangkan dan dimodifikasi oleh ahli hukum Islam dalam mengantisipasi setiap
permasalahan masyarakat yang muncul. Sehingga melahirkan aneka ragam pendapat (mazhab).
Sebagaimana mayoritas ulama, Iqbal membagi ijtihad kedalam tiga tingkatan yaitu:

1. Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang secara praktis hanya terbatas pada
pendiri mazhab-mazhab saja.

2. Otoritas relative yang hanya dilakukan dalam batas-batas tertentu dari satu madzhab

3. Otoritas khusus yang berhubungan dengan penetapan hukum dalam kasus-kasus tertentu,
dengan tidak terkait pada ketentuan-ketentuan pendiri madzhab. Iqbal menggaris bawahi pada
derajat yang pertama saja. Menurut Iqbal, kemungkinan derajat ijtihad ini memang disepakati
diterima oleh ulama ahl-al-sunnah tetapi dalam kenyataannya dipungkiri sendiri sejak berdirinya
mazhab-mazhab. Ide ijtihad ini dipagar dengan persyaratan ketat yang hampir tidak mungkun
dipenuhi. Sikap ini adalah sangat ganjil dalam suatu system hukum Al-Qur’an yang sangat
menghargai pandangan dinamis. Akibatnya ketentuan ketatnya ijtihad ini, menjadikan hukum
Islam selama lima ratus tahun mengalami stagnasi dan tidak mampu berkembang. Ijtihad yang
menjadi konsep dinamis hukum Islam hanya tinggal sebuah teori-teori mati yang tidak berfungsi
dan menjadi kajian-kajian masa lalu saja. Demikian juga ijma hanya menjadi mimpi untuk
mengumpulkan ulama, apalagi dalam konsepnya satu saja ulama yang tidak setuju maka batallah
keberlakuan ijma tersebut, hal ini dikarenakan kondisi semakin meluasnya daerah Islam. Akhirnya
kedua konsep ini hanya tinggal teori saja, konsekwensinya, hukum Islam pun statis tidak
berkembang selama beberapa abad.

Biografi Ismail Raji Al-Faruqi


Ismail Raji Al-Faruqi, lahir pada tanggal 1 Januari 1921 di Palestina dan meninggal dunia
pada tanggal 24 Mei 1986 di rumahnya. Ayahnya bernama Abd al Huda Al-Faruqi adalah
seorang hakim muslim yang sangat patuh pada agamanya. AlFaruqi memperoleh pendidikan
agama dari guru-guru dan madrasah setempat.15

Pendidikan dasarnya dimulai dari pendidikan di rumah, masjid, dan madrasah. Lalu
pendidikan menengah di College des Ferese, Libanon yang mengunakan bahasa Prancis sebagai
bahasa pengantarnya, kemudian di American University, Beirut, jurusan Filsafat. Pada 1941,
setelah memperoleh gelar Bachelor of Arts (BA), ia bekerja sebagai pewagai pemerintah (PNS)
Palestina di bawah mandat Inggris. Empat tahun kemudian, karena kepemimpinannya yang
menonjol, Al-Faruqi diangkat sebagai Gubernur di provinsi Galelia, Palestina, pada usia 24
tahun 1945. Namun, jabatan ini tidak lama diembannya, karena tahun 1947, provinsi tersebut jatuh
ke tangan Israel sehingga ia hijrah ke Amerika.

Setahun di Amerika, Al-Faruqi melanjutkan studinya di Indiana University sampai meraih


gelar Master dalam bidang Filsafat, tahun 1949. Dua tahun kemudian, ia memperoleh gelar Master
kedua dalam bidang yang sama dari Universitas Harvard. Tahun 1952, Al-Faruqi mendapat gelar
Ph.D dari Universitas Indiana, dengan disertasi judul On Justifying the God:
Metaphysic and Epistemology of Value (Tentang Pembenaran Tuhan, Metafisika dan Epistemologi
Nilai). Namun, karena yang dicapai tidak memuaskannya, Al-Faruqi pun pergi ke Mesir untuk
lebih mendalami ilmu-ilmu keislaman di Universitas Al-Azhar, Kairo.16

Pada tahun 1959, Al-Faruqi pulang dari Mesir dan mengajar di McGill, Montreal, Kanada,
untuk mempelajari Yudaisme dan Kristen secara intensif. Dua tahun kemudian 1961, ia pindah ke
Karachi, Pakistan, untuk mengambil bagian dalam kegiatan Central Institute for Islamic Research
(CIIR) dan jurnalnya, Islamic Studies. Pada tahun 1963, Al-Faruqi kembali ke Amerika dan
mengajar di School of Devinity, Universitas Chicago, sambil melakukan kajian keIslaman di
Universitas Syracuse, New York. Selanjutnya, pada tahun 1968, Al-Faruqi pindah dan menjadi
guru besar Pemikiran dan Kebudayaan Islam pada Temple University, Philadelphia. Kemudian Al-
Faruqi mendirikan Departemen Islamic Studies sekaligus memimpinnya sampai akhir hayatya, 27
Mei 1986. Menurut bebrapa sumber, Al-Faruqi meninggal karena diserang oleh orang yang tak

15
Masyhur Abadi Al-Fikr, Lamnya Al-Faruqi: Masa Depan Kaum Wanita, (Surabaya: Pustaka), 1991, hal.227
16
A. Khudori Soleh, Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media), 2013, hal 324
dikenal yang diidentifikasi sebagai agen Mossad, agen rahasia Israel. Tragedi ini menewaskan
istrinya yang bernama, Dr. Louis Lamnya, dan kedua putranya.3 Selama hidupnya Al-Faruqi juga
aktif dalam gerakan-gerakan keIslaman dan keagamaan bersama istrinya, Dr. Louis Lamnya, ia
membentuk kelompok-kelompok kajian Islam, seperti Muslim Students Association (MSA),
American Academy of Religion (AAR), mendirikan Himpunan Ilmuan Sosial Muslim (The
Association of Muslim Social Scientist -AMSS), Islamic Society of North America (ISNA),
menerbitkan jurnal American Journal of Islamic Social Sciences (AJISS), dan yang monumental,
mendirikan Perguruan Tinggi Pemikiran Islam (The International Institue of Islamic Thought
(IIIT).

Ia juga kerap diundang sebagai tutor oleh para pemimpin muda muslim yang terlibat dalam
gerakan-gerakan Islam. Ismail Raji Al-Faruqi juga duduk sebagai penasihat di berbagai
Universitas di dunia Islam dan ikut mendesain program studi Islam di Pakistan, India, Afrika
Selatan, Malaysia, Libya Saudi Arabia, Mesir, dan di tempat-tempat terpencil Mindanao State
University, Filipina dan University Islam Kum, Teheran. Al-Faruqi merupakan salah satu tipe
Intelektual yang sangat produktif dalam karya menulis. Selama hidupnya ia menulis sebanyak
seratus artikel, yang mencakup berbagai persoalan, diantaranya, etika, seni, sosiologi, kebudayaan,
metafisika, dan politik. Semua dikuasainya dan kemudian disajikan dalam bentuk yang lebih
komprehensif dan saling berkaitan. Kehidupan akademis Al-Faruqi pada tahun 1962,
sangat produktif ia menerbitkan buku pertamanya yaitu: On Arabism, ‘Urabah and Religions. An
Analysis of the Dominant Ideas of Arabism and of Islam as it’s Highest Moment of Conciousness;
pada 1964, Usul al-Sahuniyyah fi al-Din al-Yahudi (Analytical Study of tha Growth of
Particularism in Hebrew Scripture); dan pada 1967, Christian Ethics lalu diikuti dengan buku
Historical Atlas of the Religions of the World. Selain itu, Al-Faruqi juga menjadi penulis bersama
dalam buku Historical Atlas of the World, The Great Asian Religions, dan The Curtural
Atlas of Islam.17

Karya-karya Ismail Raji Al-Faruqi

Sebagai seorang intelektual muslim, Al-Faruqi sangat produktif dalam menyalurkan ide-
idenya. Ia sangat eksploratif dalam lapangan keilmuan, sehingga tidak asing lagi jika ia mampu

17
Ismail Raji Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam: Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang, (Bandung: Mizan), 1998, hal.6
menguasai berbagai macam keilmuan, diantaranya: seni, kebudayaan, filsafat, metafisika,
epistemologi, keagamaan, pendidikan, sejarah, dan politik. Karya-karya Al-Faruqi sangat
bermanfaat bagi perkembangan islam. Pendekatan yang dipakainya selalu memberikan inspirasi
dan wawasannya selalu mengarah pada idealisasi. Ismail Raji Al-Faruqi percaya bahwa islam
adalah solusi bagi masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia. Semasa hidupnya Al-Faruqi telah
menulis banyak karya, baik berupa majalah ilmiah, maupun dalam konteks buku. Menurut
Nasution, Al-Faruqi setidaknya menghasilkan lebih dari 20 buku dan kurang lebih 100 artikel.
Karya-karya Al-Faruqi berupa buku, yaitu: Christian Ethics; An Historical Atlas of the Religions
of the World; Trialogue of Abrahamic Faiths; The Cultural Atlas of Islam yang
dikarang bersama Istrinya, Lois Lamya Al-Faruqi, dan terbit beberapa saat setelah mereka wafat.
Karya-karya Al-Faruqi dalam bentuk artikel antara lain: Islamization of Knowledge: Problem,
Principles, Prospective Islamization of Knowledge, General Principles and Work Plan; The
Essence of Islamic Civilization; Toward Islamic English; Islamization Sosial Science; Science and
Traditional Values in Islamic Society; Social and Natural Science: The Islamic Perspective;
Devine Transendence and Its Expression, on the Nature of Work of Art in Islam; Urufah and
Religion; Misconceptions of the Nature of the Work of Art in Islam; Islam and Art; Jauhar Al-
Hadharah Al-Islamiyah.18 Dalam menyalurkan ide-ide, Al-Faruqi tidak cukup berkarya berupa
buku dan artikel, dan juga pemikiran-pemikiran yang sangat mempuni. Karena, dalam berbagai
bidang membicarakan keagamaan dan bidang intelektual lainnya.

Dari berbagai karya Ismail Raji Al-Faruqi, banyak bukubuku di terjemahkan dalam
berbagai bahasa, dan termasuk dalam bahasa Indonesia. Adapun buku-buku yang diterjemahkan
salah satunya yaitu: Atlas Budaya Islam, Tauhid, Seni Tauhid, dan lain sebagainya.

Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi

Ismail Raji Al-Faruqi adalah seorang tokoh Intelektual yang sangat produktif dalam karya
penulisannya. Pemikiran AlFaruqi banyak mengemukakan gagasan serta pemikiran yang
berhubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Diantaranya pemikiran Al-
Faruqi yaitu:

18
Rio Ardi, Sejarah Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi, http://www.medianeliti.com (akses 9 November 2020, 24.00)
a. Pemikiran tentang Pendidikan Menurut Al-Faruqi, umat Islam saat ini berada dalam keadaan
yang lemah. Kemerosotan mulai dewasa ini telah menjadikan Islam berada pada zaman
kemunduran. Kondisi yang demikian telah ikut andil penyebab terjadinya kebodohan. Di kalangan
kaum muslimin berkembang buta huruf, kebodohan, dan tahayul. Akibatnya, terjadi kemerosotan
akhlak (dekadensimoral) dan bergesernya tempat rujukan akhlak dari yang bukan Islami. Dengan
demikian kondisi ini menimbulkan aspek dualisme dalam sistem pendidikan dan kehidupan umat
Islam. Menurut Al-Faruqi sebagai efek dari “malaisme” yang dihadapi umat Islam sebagai bangsa-
bangsa di anak tangga terbawah, mengakibatkan timbulnya dualisme dalam sistem pendidikan
Islam dan kehidupan umat. Sebagai prasyarat untuk menghilangkan dualisme tersebut dan
sekaligu, mencari jalan keluar dari “malaisme” yang dihadapi umat, maka pengetahuan harus
diadakan assimilasi pengetahuan agar seimbang dengan ajaran tauhid dan ajaran islam.9
b. Pemikiran tentang Tauhid Dalam sebuah masalah ada titik sentral pemikiran Islam yaitu
pemurnian tauhid, karena nilai dari keislaman seseorang adalah pengesahan kepada Allah Swt,
yang terangkum dalam syahadat. Upaya pemurnian tauhid ini telah banyak dilakukan oleh para
ulama terdahulu, diantaranya umat Islam mengenal adanya gerakan wahabiah yang dipimpin oleh
Muhammad bin Abdul Wahab.19 Menurut Al-Faruqi, kalimat “tauhid” mengandung dua arti “nafi”
(negatif) dan “itsbat” (positif). La ilaaha (tiada Tuhan yang berhak diibadahi) berarti tidak ada
apapun illaahi (melainkan Allah), berarti yang benar dan berhak diibadahi hanyalah Allah
Swt.,yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan secara real di dalam bukunya Kitab Al-tauhid beliau
menyebutkan setiap takhayul. Setiap bentuk sihir,melibatkan pemanfaatannya dalam syirik adalah
pelanggaran tauhid. Tauhid adalah yang memberikan identitas peradaban Islam, yang mengikat
semua bagian-bagian, sehingga menjadikan mereka suatu badan yang integral dan organis yang
kita sebut dengan peradaban. Secara tradisional, tauhid adalah keyakinan dan kesaksian bahwa
“tak ada tuhan kecuali Allah”. Dalam pandangan dunia tauhid merupakan suatu unsur yang
berkaitan dengan realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu, serta sejarah manusia. Adapun yang
mencakup prinsip-prinsip Al-Faruqi sebagai berikut:

1. Dualitas, yaitu realitas yang terdiri dari dua jenis: Tuhan dan bukan Tuhan; Khalik dan makhluk.
Tatanan pertama hanya ada satu anggota yakni Allah Swt. Dialah tuhan, yang abadi, kekal, tidak

19
Samsul Nizar, Tokoh Pendidikan Islam: Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia, (Ciputat: Quantum Teaching), 2010,
Cet.1.h.104
ada satupun makhluk yang serupa dengan Dia. Yang kedua adalah tatanan ruang,
waktu, pengalaman, ciptaan. Meliputi semua makhluk, dunia, benda, tumbuhan dan hewan,
manusia, jin, malaikat, dan sebagainya. Kedua jenis realitas tersebut yakni khalik dan makhluk
mutlak berbeda sepanjang dalam wujud dan antologinya, dari segi eksistensi maupun karir mereka.

2. Ideasionalitas, yaitu hubungan antara dua tatanan realitas yang bersifat ideasional. Titik
acuannya dalam manusia adalah kekuatan pemahaman. Sebagai organ tempat menyimpan
pengetahuan, pemahaman meliputi semua fungsi gnoseologis. Anugrah ini cukup luas untuk
memahami kehendak tuhan melalui pengamatan terhadap ciptaan.

3. Teleologi, yaitu hakikat kosmos adalah teleologis, yaitu bertujuan, melayani tujuan penciptanya,
dan melakukan sesuai rencana. Dunia merupakan “kosmos”, ciptaan yang teratur. Di dalamnya,
kehendak Pencipta selalu terjadi. Pola-pola-Nya terpenuhi dengan keniscayaan
hukum alam. Karena mereka menyatu dalam hakikat segala sesuatu. Tidak ada makhluk selain
manusia, bertindak atau dengan cara selain yang sudah diterapkan Tuhan. Manusia adalah satu-
satunya makhluk di mana Kehendak Tuhan terjadi tidak begitu saja, tetapi dengan kesadaran
pribadinya sendiri.

4. Kemampuan Manusia dan Pengolahan Alam, yaitu sesuatu yang dapat diciptakan hanya untuk
satu tujuan, yaitu dalam ruang dan waktu. Jika pun tidak, tak ada jalan lepas dari sinisisme. Ciptaan
itu sendiri dan proses ruang dan waktu akan kehilangan makna. Adapun kemungkinan ini taklif
(kewajiban moral) menjadi siasia, dengan kesiasiaannya. Maka tujuan atau kuasa-Nya
dihancurkan. Realisasi maksud penciptaan dari Tuhan harus ada dalam sejarah, yaitu, dalam proses
waktu antara penciptaan dan hari kiamat. Sebagai subjek tindakan moral, manusia harus mengubah
dirinya, masyarakat, dan lingkungannya. Adapun objek tindakan moral, manusia maupun
masyarakat dan lingkungannya harus mampu menerima tindakan etikasi manusia. Tanpa
itu, kemampuan manusia untuk melakukan tindakan moral akan mustahil dan maksud alam
semesta pun akan binasa.

5. Tanggung Jawab Penilaian, yaitu manusia yang berkewajiban mengubah dirinya, masyarakat,
danlingkungannya, supaya selaras dengan pola tuhan, danmampu berbuat demikian, kemudian jika
seluruh objektindakannya dapat dibentuk dan dapat menerima tindakannya serta mewujudkan
maksudnya, maka diabertanggung jawab. Kewajiban moral mustahil tanpa adanya tanggung
jawab. Penilaian atau pelaksanaan tanggung jawab, merupakan syarat mutlak kewajiban moral. Ia
berasal dari alam “normatif” itu sendiri.

c. Pemikiran tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Secara umum, islamisasi ilmu penegetahuan tersebut yaitu untuk memberikan respon positif
terhadap realitas ilmu pengetahuan modern yang sekularistik dalam model pengetahuan baru yang
utuh dan integral tanpa pemisahan di antaranya. Dalam bidang ilmu pengetahuan menurut Al-
Faruqi, fakta bahwa apa yang dicapai sains modern, dalam berbagai aspeknya merupakan sesuatu
yang sangat menakjubkan. Namun, kemajuan tersebut ternyata juga memberikan dampak lain yang
tidak kalah mengkhawatirkannya. Menurut Al-Faruqi, akibat dari paradigm yang sekuler,
pengetahuan modern menjadi kering, bahkan terpisah dari nilai-nilai tauhid yang kesatuan,
diantaranya: Kesatuan Tuhan, Kesatuan alam, Kesatuan kebenaran, Kesatuan hidup, dan Kesatuan
umat manusia. Dari sinilah sains modern telah melepaskan diri dari nilai-nilai teologis. Perceraian
sains modern dari nilai-nilai teologis ini memberikan dampak negatif. Pertama, dalam aplikasi
sains modern melihat alam beserta hukum dan polanya, termasuk manusia sendiri, hanya sebagai
sesuatu yang bersifat material dan incidental yang eksis tanpa intervensi tuhan. Karena itu,
manusia bisa mengekploitasi kekayaan alam tanpa memperhitungkan nilai-nilai spiritualitas.
Kedua, secara metodologis, sains modern ini, tidak terkecuali ilmu-ilmu sosialnya, menjadi sulit
diterapkan untuk memahami realitas sosial masyarakat muslim yang mempunyai pandangan hidup
berbeda dari Barat. Menurut Al-Faruqi, model pendidikan masyarakat Islam bisa dipolakan
menjadi tiga: Pertama, sistem pendidikan tradisional yang mempelajari ilmu-ilmu keislaman, sisi
hokum, dan ibadah mahdhah. Kedua, sistem pendidikan yang lebih menekankan ilmu-ilmu secular
yang diolah secara mentah dari Barat. Ketiga, sistem yang menimbulkan dualisme (split) dalam
kepribadian masyarakat muslim.14 Untuk membandingkan gagasannya tentang islamisasi ilmu,
Al-Faruqi meletakkan pondasi epistemologinya pada prinsip tauhid yang terdiri lima macam
kesatuan.
1) Keesaan (kesatuan) Tuhan,

2) Kesatuan ciptaan,

3) Kesatuan kebenaran dan pengetahuan,

4) Kesatuan hidup,
5) Kesatuan manusia.

d. Pemikiran tentang Peradaban

Beberapa esensi peradaban Islam adalah tauhid atau pengesahan terhadap Tuhan. Tindakan
yang menegaskan bahwa Allah sebagai Yang Maha Esa. Tauhid adalah yang memberikan identitas
peradaban Islam, yang mengikuti semua unsur-unsur secara bersamaan, sehingga unsur tersebut
menjadi badan yang integral dan organis yang disebut peradaban. Diantaranya pemikiran Ismail
Raji Al-Faruqi yaitu : Tauhid sebagai prinsip sejarah, tauhid sebagai prinsip pengetahuan, tauhid
sebagai metafisika, tauhid sebagai pandangan dunia, tauhid sebagai inti pengalaman agama, tauhid
sebagai intisari islam, tauhid sebagai prinsip tata sosial, tauhid sebagai prinsip etika, tauhid sebagai
prinsip estetika, tauhid sebagai prinsip ummah, tauhid sebagai prinsip tata politik, tauhid sebagai
prinsip tata ekonomi, tauhid sebagai prinsip keluarga. sempurna. “Khalifah adalah prasyarat
mutlak bagi tegaknya paradigm Islam di muka bumi. Khalifah merupakan induk dari lembaga-
lembaga lain dalam masyarakat. Tanpa itu, lembagalembaga lain akan kehilangan dasar pijaknya,”
tegasnya.

e. Pemikiran tentang Pan-Islamisme

Pemikiran tentang Pan-Islamisme (persatuan Negara- negara Islam) pun tak kalah penting.
Seakan tak pernah merasa rishi dan pesimis, pemikiran Pan-Islamismenya terus didengungkannya
di tengah berkembangnya Negara-negara nasional di dunia islam dewasa ini. Demikian Al-Faruqi
tidak sependapat dengan berkembangnya nasionalisme yang membuat Islam terpecah-pecah.
Baginya, sistem khalifah umat (kekhalifahan Islam) adalah bentuk Negara Islam yang paling
sempurna. "Khalifah adalah prasyarat mutlak bagi tegaknya paradigm Islam di muka bumi.
Khalifah merupakan induk dari lembaga-lembaga lain dalam masyarakat. Tanpa itu, lembaga-
lembaga lain akan kehilangan dasar pijaknya," tegasnya.

f. Pemikiran tentang Seni

Al-Faruqi berpendapat bahwa seni umat Islam merupakan ekpresi seni yang tak terbatas
yang sering disebut dengan arabesque, dan arabesque ini tidak boleh dibatasi pada jenis desain
daun tertentu yang disempurnakan oleh umat islam. Ia bukan semata-mata pola dua dimensi
abstrak yang menggunakan kaligrafi, bentuk geometris, dan bentuk tumbuhan yang modis. Oleh
karena itu, entitas struktural inilah yang selaras dengan prinsip estetis ideologi islam. Arabesque
membangkitkan pada pandangan intuisi kualitas dari yang tak terbatas, dari yang berada
diluar ruang dan waktu. Ekpresi estetis dari tauhid ini mewujudkan dalam beragam bentuk, seperti;
kaligrafi, ornamentasi, musik, nseni suara, sastra, dan seni ruang. Keseluruhan ekpresi seni Islam
ini memiliki enam karakteristik, yaitu: abstrak, struktur modular, kombinasi berurutan,
pengulangan tingkat tinggi, dan dinamis. Maka dari itu, teori seni Islam yang diterima adalah teori
yang mendasari premisnya pada faktor agama dan budaya, bukan pada faktor yang dipaksakan
oleh tradisi asing. Dengan demikian teori yang berdasarkan pada unsur terpenting yang
mempengaruhi budaya, bukan unsur kecil ataupun kebetulan.

Kesimpulan

Dari uraian panjang di atas, dapat disimpulkan bahwa al-Jabarti merupakan sejarawan
muslim yang dianggap menjadi pelopor kebangkitan ilmu sejarah di zaman modern, sejak kecil Ia
sudah menempuh pendidikan Islam baik formal maupun dari keluarganya yang juga seorang ulama
pada masa itu. Hal itu yang membuat Ia sangat cinta terhadap Ilmu pengetahuan. Dan dari
kepalanya, muncul karya yang luar biasa yang patut dijadikan acuan dalam manulis buku-buku
sejarah penerusnya. Dan al-Jabarti pada masa tuanya Ia habiskan untuk beribadah kepada Allah
dan tatap terus berkarya mengabdikan dirinya pada ilmu pengetahuan. Metode yang dipakai al-
jabarti dalam menulis sejarah yaitu: pertama dalam mencari informasi sejarah yang akan
ditulisnya, Ia mangandalkan riwayat dari ulama pada generasi sebelumnya, disamping itu juga Ia
mengingat sendiri kejadian yang dijadikan sumberpenulisan sejaranya, karna Ia mengalami sendiri
kejadiannya; kedua menuliskan sejarah mesir secara menyeluruh, dan terinci dan menurutnya, Ia
merupakan sejarawan yang independen, tanpa intervensi dari manapun; ketiga dalam menulis
sejarahnya, Ia mempertahankan metode para pendahulunya, yaitu Hauliyat, atau pembabakan
berdasarkan waktu.

Iqbal adalah seorang intelektualis asal Pakistan telah melahirkan pemikiran dan peradaban
besar bagi generasi setelahnya . Iqbal merupakan sosok pemikir multi disiplin. Ia adalah seorang
sastrawan, negarawan, ahli hukum, filosof, pendidik dan kritikus seni. Menilai kepiawaiannya
yang multidisiplin itu, tentulah sukar bagi kita untuk melukiskan tiap-tiap aspek kepribadian Iqbal.
Jiwanya yang piawai tidak saja menakjubkan tetapi juga jarang ditemui. dalam tataran praktek,
Iqbal secara konkrit, yang diketahui dan difahami oleh masyarakat dunia dengan bukti berupa
literature-literatur yang beredar luas, justru dia adalah sebagai negarawan, filosof dan sastrawan.
Hal ini tidak sepenuhnya keliru karena memang gerakan-gerakan dan karya-karyanya
mencerminkan hal itu. Dan jika dikaji, pemikiran-pemikirannya yang fundamental (intuisi diri,
dunia dan Tuhan) itulah yang menggerakkan dirinya untuk berperan di India pada khususnya dan
dibelahan dunia timur ataupun barat pada umumnya baik sebagai negarawan maupun sebagai
agamawan. Karena itulah ia disebut sebagai Tokoh Multidimensional. Mohammad Iqbal
memaparkan gagasan-gagasannya dalam biang politik dan landasan islam.

Ismail Raji Al-Faruqi merupakan tokoh filsafat yang mempengaruhi kebangkitan islam
dalam bidang inteleqtual. Ia amat produktif menulis dan tema tulisannya berkisar dalam bidang
filsafat dan pemikiran. Karena gagasan keislamannya tampak bebas dari segala pengaruh madzhab
manapun, banyak yang menyebut Ismail Raji Al-Faruqi sebagai pemikir neosalisme. Ia penganut
paham islam murni berdasarkan Qur’an dan Sunnah dengan penafsiran modern dan kontekstual.
Proyek islamisasi sains Ismail Raji Al-Faruqi telah memberikan pengaruh pada para pemikir islam
di Indionesia, dimana dalam program islamisasi ilmu Ismail Raji Al-Faruqi menekankan
perombakan total atas keilmuan sosial barat karena dianggap bersifat Eurosentris yang mana
bersifat lebih utuh, jelas dan terinci dibanding dengan islamisasi ilmu yang dilontarkan pemikir
lain. Gagasan Ismail Raji Al-Faruqi secara diam-diam telah menumbuhkan semangat untuk
memperbincangkan nasib dan masa depan kaum muslim di tengah-tengah supremasi dan
superioritas bangsa barat. Kaum muslim memerlukan energi kolektif untuk penerapan sistem
pendidikan islam yang sangat dibanggakan.

Daftar Pustaka

Johan wahyudi, jurnal, fakultas adab dan humaniora, Universitas Islam negeri syarif hidayatullah,
Jakarta, 2013

Badri Yatim, perkembangan Historiografi islam, lembaga penelitian UIN syarif hidayatullah
Jakarta: 2009.

Yusril Abdul ghani Abdullah, Historiografi islam, dari klasik hingga modern. Rajawali presss,
Jakarta :2004.

A.Mustofa, Filsafat Islam, Bandung, Pustaka Setia, 1997


Masyhur Abadi Al-Fikr, Lamnya Al-Faruqi: Masa Depan Kaum Wanita, (Surabaya: Pustaka),
1991,

A. Khudori Soleh, Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media),
2013,

Ismail Raji Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam: Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang, (Bandung:
Mizan), 1998

Rio Ardi, Sejarah Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi, http://www.medianeliti.com

Samsul Nizar, Tokoh Pendidikan Islam: Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan
Indonesia, (Ciputat: Quantum Teaching), 2010

Anda mungkin juga menyukai