Segala puji dan syukur kepada Allah SWT. Semoga kita semua selalu mendapat rahmat-Nya.
Salawat dan salam kita persembahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW
beserta segenap keluarga dan sahabat-sahabat belaiau. Kami bersyukur atas petunjuk dan
hidayah Allah SWT pada akhirnya berhasil juga menyusun makalah yang berjudul “Tarekat
Syattariyyah” makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Ahlak Tasawuf .
Makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan tentang Tarekat Syattariyyah. Sepanjang
pengamatan penulis yang pendek ini, makalah yang khusus menguraikan Tarekat
Syattariyyah. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu
perpustakaan dan Informasi.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen kami yang telah membimbing dan semua
pihak yang telah ikut berpartisipasi untuk selesainya makalah ini, semoga Allah SWT
membalasnya dengan pahala yang belipat ganda. Kami menyadari bahwa keseluruhan uraian
di dalam makalah ini masih jauh dari sempurna, karena itu kami akan terus memperbaikinya.
Saran dan kritik yang bersifat perbaikan dan penyempurnaan akan diterima dengan segala
senang hati.
Akhirnya kepada Allah SWT kita berserah diri semoga apa yang kita lakukan ini ada
manfaatnya.
Darussalam, 1 Juli 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................... .... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Akar Historis Dan Ajaran Syattariyah.................................................... 3
2.2. Ajaran Zikir Tarekat Syattariyyah........................................................... 6
2.3. Tentang Talqin........................................................................................ 6
2.4. Baiat dan Tata Caranya........................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam konteks dunia Melayu-Indonesia, tarekat sejak awal telah memainkan peran
penting, terutama karena Islam yang masuk ke wilayah ini pada periode awal adalah yang
bersorak tasawuf, sehingga karenanya tarekat sebagai organisasi dalam dunia tasawuf
senantiasa dijumpai di wilayah manapun di Melayu-Indonesia ini Islam berkembang.
Pada makalah ini, penulis akan mencoba membahas salah satu Tarekat Muktabaroh,
yakni Tarekat Syattariyah, dimulai dari melacak sejarahnya, ajarannya, penyebarannya dan
seorang biografi penyebar di Indonesia yakni Abdur Rauf al-Sinkli, meskipun tidak
komprehensif.
Tarekat Syattariyah yang merupakan salah satu jenis tarekat terpenting dalam proses
islamisasi di dunia Melayu-Indonesia, sejauh ini diketahui bahwa persebarannya berpusat
pada satu tokoh utama, yakni Abdur Rauf al-Sinkli di Aceh. Melalui sejumlah muridnya,
ajaran Tarekat Syattariyah kemudian tersebar ke berbagai wilayah di dunia Melayu-
IndonEsia. Diantara murid-murid al-Sinkli adalah Syeikh Burhanudin dari Ulakan, Pariaman,
Sumatera Barat dan Syeikh Abdul Muhyi dari Pamijahan, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Keduanya berhasil mengembangkan Tarekat Syattariyah di wilayahnya masing-masing.
Kebenaran aliran Tarekat Syattariyah jika ditinjau dari segi syariat, sering menarik
perhatian dari beberapa pengamat. Satu pihak menganggap tarekat itu sebagai ajaran yang
sesat, di lain pihak menganggapnya sebagai suatu aliran yang sesuai dengan syariat Islam.
Ulama yang membenarkan ajaran tarekat tersebut diperkirakan karena dua hal: pertama,
mereka berasal dari kelompok aliran tersebut sehingga penilaiannya bersifat subjektif. Kedua,
ulama yang memberikan pandangannya itu dengan membedakan antara ajaran tarekat dengan
penganutnya, dengan asumsi bahwa ajarannya tetap dipandang sebagai ajaran yang benar
tetapi penganutnya yang diperkirakan terpengaruh oleh unsur kepercayaan lain.
Berdasarkan data-data yang ada, maka penulis merasa perlu mengadakan pembahasan
lebih dalam terhadap tarekat Syattariyah, meskipun sepenuhnya adalah kajian teks-teks yang
sudah itulis oleh ahlinya. Dengan harapan agar kajian ini berfaedah bagi pembangunan
bidang spiritual, khususnya bagi penulis.
Itulah sekilas tentang Tarekat Syattariyah, lebih lanjut tentang Tarekat Syattariyah
insya Allah akan dibahas dalam makalah ini. Semoga makalah ini bisa menambah khazanah
keilmuan kita tentang dunia tarekat.
1.2. Rumusan masalah
Dalam makalah ini kami akan merumuskan beberapa rumusan masalah yang menjadi
landasan dalam pembuatan makalah ini antara lain:
1) Sejarah perkembangan tarekat syattariyah?
2) Toko-tokoh besar dalam perkembangan tarekat syattariyah?
3) Akar ajaran tarekat syattariyah?
BAB II
PEMBAHASAN
Di dalam tarekat ini, dikenal tujuh macam dzikir muqaddimah, sebagai pelataran atau
tangga untuk masuk ke dalam Tarekat Syattariyah, yang disesuaikan dengan tujuh macam
nafsu pada manusia. Ketujuh macam dzikir ini diajarkan agar cita-cita manusia untuk
kembali dan sampai ke Allah dapat selamat dengan mengendarai tujuh nafsu itu. Ketujuh
macam dzikir itu sebagai berikut:
1. Dzikir thawaf, yaitu dzikir dengan memutar kepala, mulai dari bahu kiri menuju bahu
kanan, dengan mengucapkan laa ilaha sambil menahan nafas. Setelah sampai di bahu kanan,
nafas ditarik lalu mengucapkan illallah yang dipukulkan ke dalam hati sanubari yang letaknya
kira-kira dua jari di bawah susu kiri, tempat bersarangnya nafsu lawwamah.
2. Dzikir nafi itsbat, yaitu dzikir dengan laa ilaha illallah, dengan lebih mengeraskan suara
nafi-nya, laa ilaha, ketimbang itsbat-nya, illallah, yang diucapkan seperti memasukkan suara
ke dalam yang Empu-Nya Asma Allah.
3. Dzikir itsbat faqat, yaitu berdzikir dengan Illallah, Illallah, Illallah, yang dihujamkan ke
dalam hati sanubari.
4. Dzikir Ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah, Allah, yang dihujamkan ke tengah-tengah
dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya hidup dan kehidupan manusia.
5. Dzikir Taraqqi, yaitu dzikir Allah-Hu, Allah-Hu. Dzikir Allah diambil dari dalam dada dan
Hu dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak, markas pikiran). Dzikir ini dimaksudkan agar
pikiran selalu tersinari oleh Cahaya Ilahi.
6. Dzikir Tanazul, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Allah. Dzikir Hu diambil dari bait al-makmur,
dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Dzikir ini dimaksudkan agar seorang salik senantiasa
memiliki kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya Ilahi.
7. Dzikir Isim Ghaib, yaitu dzikir Hu, Hu, Hu dengan mata dipejamkan dan mulut dikatupkan
kemudian diarahkan tepat ke tengah-tengah dada menuju ke arah kedalaman rasa.
Ketujuh macam dzikir di atas didasarkan kepada firman Allah SWT di dalam Surat al-
Mukminun ayat 17: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu semua tujuh
buah jalan, dan Kami sama sekali tidak akan lengah terhadap ciptaan Kami (terhadap adanya
tujuh buah jalan tersebut)".
Khusus dzikir dengan nama-nama Allah (al-asma' al-husna), tarekat ini membagi dzikir
jenis ini ke dalam tiga kelompok. Yakni,
a) menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan keagungan-Nya, seperti al-
Qahhar, al-Jabbar, al-Mutakabbir, dan lain-lain;
b) menyebut nama Allah SWT yang berhubungan dengan keindahan-Nya seperti, al-Malik,
al-Quddus, al-'Alim, dan lain-lain; dan
c) menyebut nama-nama Allah SWT yang merupakan gabungan dari kedua sifat tersebut,
seperti al-Mu'min, al-Muhaimin, dan lain-lain. Ketiga jenis dzikir tersebut harus dilakukan
secara berurutan, sesuai urutan yang disebutkan di atas.
Dzikir ini dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang, sampai hati menjadi
bersih dan semakin teguh dalam berdzikir. Jika hati telah mencapai tahap seperti itu, ia akan
dapat merasakan realitas segala sesuatu, baik yang bersifat jasmani maupun ruhani.
Satu hal yang harus diingat, sebagaimana juga di dalam tarekat-tarekat lainnya, adalah
bahwa dzikir hanya dapat dikuasai melalui bimbingan seorang pembimbing spiritual, guru
atau syekh. Pembimbing spiritual ini adalah seseorang yang telah mencapai pandangan yang
membangkitkan semua realitas, tidak bersikap sombong, dan tidak membukakan rahasia-
rahasia pandangan batinnya kepada orang-orang yang tidak dapat dipercaya.
Di dalam tarekat ini, guru atau yang biasa diistilahkan dengan wasithah dianggap
berhak dan sah apabila terangkum dalam mata rantai silsilah tarekat ini yang tidak putus dari
Nabi Muhammad SAW lewat Ali bin Abi Thalib ra, hingga kini dan seterusnya sampai
kiamat nanti; kuat memimpin mujahadah Puji Wali Kutub; dan memiliki empat martabat
yakni mursyidun (memberi petunjuk), murbiyyun (mendidik), nashihun (memberi nasehat),
dan kamilun (sempurna dan menyempurnakan).
c) rendah hati;
g) selalu berpuasa;
j) menundukkan ego dengan penuh kerelaan kepada disiplin dan penyiksaan diri;
l) menjaga mata, telinga, dan hidung dari melihat, mendengar, dan mencium segala sesuatu
yang haram;
n) mematuhi aturan-aturan yang terlarang bagi orang yang sedang melakukan ibadah haji,
seperti berhias dan memakai pakaian berjahit.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Demikianlah, hingga saat ini, Tarekat Syattariyah masih bertahan di berbagai wilayah
di Indonesia, dan menjadi salah satu tarekat yang senantiasa memperjuangkan rekonsiliasi
antara ajaran tasawuf dengan ajaran syariat, atau apa yang disebut sebagai neosufisme. Tentu
saja, saat ini, perkembangannya tidak sedahsyat pada masa awal kemunculannya, tetapi,
setidaknya Tarekat Syattariyah masih dapat bertahan di tengah kuatnya arus modernisasi dan
globalisasi.
Makalah ini dibuat secara global saja, artinya hanya sebagai pembuka wacana bagi
yang tertarik untuk menggali informasi lebih dalam lagi tentang Syattariyah. Karena
pembahasan tentang Syattariyah sangatlah luas, di Indonesia dikenal tokoh-tokoh penyebat
tarekat syattariyah seperti Syeh Abdur Rauf as-Sinkli, syeh Abdul Muhyi Pamijahan, Syeh
Burhanuddin Ulakan dan lain-lain yang mengembangkan Tarekat Syattariyah ini nusantara,
dan hal itu tidak dibahas banyak disini.
Sebagai penulis, saya memohon maaf jika terdapat kekeliruan dalam penulisan
makalah ini. Demikianlah telah kita torehkan, semoga bisa kita pertanggungjawabkan. Fal-
haqqu ahaqqu ay-yuttaba’. Ma’as salamah! Happy ending full barokah.
Wallahu A’lam.
3.2.Kritik Saran
Dizaman modern ini manusia kurang sekalimemperhatikan hal-hal yang menyangkut
akhirat, manusia lupa siapa yang menciptakan dirinya, dunia beserta isinya, manusia terlena
akan kecanggihan teknologi sebenarnya belum terlambat untuk bertaubat dan banyak jalan
untuk melaksanakannya salah satunya beribadah dengan tekun serta bisa juga dengna masuk
tarekat karena di dalam tarekat akan diajarkan jalan untuk beribadah serta dekat dengan Allah
dan di antara tarekat-tarekat yang ada salah satunya adalah tarekat Syattariyah yang sejak
zaman Nabi sudah ada, padaera sekarang ini tarekat Syattariyah ini masih cocok untuk
diterapkan dan dianut karana tarekat ini adalah salah satu tarekat yang muktabarah.
[1] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII XVIII, (Bandung: Mizan, 1994), hal 109
[2] Sri mulyati, tarekat-tarekat muktabarah di indonesia, (jakarta:kencana,2004)
hal.153
[3] Ahmad tafsir, kamus tasawuf, (bandung: Remaja Rosdakarya,2002)Hlm.197
[4] Ahmad tafsir, kamus tasawuf, (bandung: Remaja Rosdakarya,2002)Hlm.198
[6] Sri mulyati, Tarekat-tarekat muktabarah, (Jakarta: Prenda media Group), Hal 174