Pengertian Rabithah
Rabithah dalam pengertian bahasa(lugat) artinya bertali, berkait atau berhubungan.
Sedangkan dalam pengertian istilah thareqat, rabithah adalah menghubungkan ruhaniah murid dengan
ruhaniah guru dengan cara menghadirkan rupa / wajah guru mursyid atau syaikh ke hati sanubari murid
ketika berdzikir atau beramal guna mendapatkan wasilah dalam rangka perjalanan murid menuju Allah
atau terkabuknya do’a. Hal ini dilakukan karena pada ruhaniah Syekh Mursyid itu terdapat Arwahul
Muqaddasah Rasulullah Saw atau Nur Muhammad. Syaikh Mursyid adalah Khalifah Allah dan
Khalifah Rasulullah. Mereka adalah wasilah atau pengantar menuju Allah. Jadi tujuan merobith adalah
memperoleh wasilah.
Seorang murid dengan sungguh-sungguh menuntut ilmu dari gurunya, dan seorang guru
dengan tulus ikhlas memberikan pendidikan dan pengajaran kepada muridnya, hingga dengan demikian
terjadilah hubungan yang harmonis antara keduanya. Murid yang mendapatkan ilmu pengetahuan dari
gurunya dengan cara demikian akan memperoleh ilmu yang berkah dan bermanfaat. Persambungan
antara mereka itu lazim disebut dengan rabithah.
Kalau rabithah antara murid dengan guru biasa adalah transfer of knowledge, yakni
mentransfer ilmu pengetahuan, maka rabithah antara murid dengan guru mursyid adalah transfer of
spiritual, yakni mentransfer masalah-masalah keruhanian. Di sinilah letak perbedaannya. Kalautransfer
of knowledge tidak bisa sempurna tanpa guru, apalagi transfer of spiritual yang jauh lebih halus dan
tinggi perkaranya, maka tidak akan bisa terjadi tanpa guru mursyid.
Dasar-dasar utamanya adalah penunjukan yang dilakukan oleh Tuhan lewat guru mursyid
atau ilham dari Allah Swt Karena itu tidak semua orang bisa menjadi guru mursyid. Seorang mursyid
adalah seorang yang ruhaninya sudah bertemu Allah dan berpangkat waliyan mursyida, yakni kekasih
Allah yang layak menunjuki umat sesuai dengan hidayah Allah yang diterimanya. Hal iniseperti
dijelaskan dalam surat al Kahfi ayat 17.
Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan
bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat
yang Luas dalam gua itu. itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa
yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka Dialah yang mendapat petunjuk; dan Barang siapa yang
disesatkan-Nya, Maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi
petunjuk kepadanya. (QS. al Kahfi : 17)
Jadi jelas fungsi guru mursyid adalah sebagai pembimbing ruhani, di samping itu juga sebagai
orang tua yang harus dipatuhi segala perintahnya dan dijauhi segala yang dilarangnya. Dengan
demikian seorang murid merasa takut manakala meninggalkan perintah agama dan atau melanggar
larangan agama, karena waktu itu akan terbayanglah bagaimana marahnya wajah guru mursyid
manakala dia berbuat demikian.
Hal yang demikian ini pulalah yang menyebabkan nabi Yusuf merasa takut dan enggan ketika
hendak diajak berzina oleh Siti Zulaikha. Terbayanglah oleh nabi Yusuf as wajah ayahnya (nabi
Ya’kub) atau wajah suami Zulaikha (Qithfir) manakala ayahnya atau suami Zulaikha mengetahui apa
yang akan diperbuatnya.
Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf
pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari)
Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian.
Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. (QS. Yusuf : 24)
Kata warabithu dalam ayat ini adalah diambil arti hakikinya, lebih dalam dari sekedar makna
lahiriahnya yaitu mengadakan penjagaan di pos-pos penting dalam situasi peperangan, agar musuh
tidak menerobos. Kalau perang fisik, seseorang menjaga pertahanan wilayah dari serbuan musuh-
musuh dari orang kafir, maka dalam perang metafisik, orang mengadakan rabithah di wilayah hati agar
syetan tidak menyusup ke wilayah hati sanubari tersebut. Itulah yang menjadi dasar-
dasar rabithah bagi para pakar tawasuf / thareqat. Menurut mereka rabithah mursyid adalah salah satu
memperoleh wasilah menuju Allah. Firman Allah Swt.
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah / jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihatlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat
keberuntungan. (QS. al Maidah : 35)
Menurut pendapat ahli thareqat, mafhum al-wasilah dalam ayat ini bersifat umum. Wasilah
dapat diartikan dengan amal-amal kebajikan Berkumpul dan bergandengan dengan guru mursyid
secara lahir atau batin termasuk amal yang baik dan terpuji. Berkumpul dan bergabung itulah oleh
kalangan ahli thareqat disebut dengan rabithah mursyid. Jika diperintah mencari wasilah, maka
rabithah adalah wasilah yang terbaik diantara jenis wasilah yang lain. Firman Allah
Katakanlah : jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosa kamu. Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran :
31)
Ayat di atas menurut kalangan thareqat, isyarat kepada rabithah, sebab “mengikut” itu
menghendaki melihat yang diikuti. Dan melihat yang diikuti ada kalanya melihat tubuhnya secara
nyata (konkret) dan ada kalanya melihatnya secar hayal (abstrak). Melihat dalam hayal itulah yang
dimaksud dengan rabithah. Jika tidak demikian, tentu tidak dapat dinamakan mengikut. Allah Swt
berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah Swt dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar. (QS. at Taubah : 119)
Asy Syekh Ubaidillah Ahrar menafsirkan kebersamaan dengan orang-orang yang benar, yang
diperintahkan oleh Allah Swt dalam ayat itu terbagi dua:
Bersama-sama jasmaniah, yaitu semajelis, sehingga kita mendapatkan keberuntungan dari
orang-orang yang shiddiq.
Bersama-sama maknawi, yaitu bersama-sama ruhaniah yang diartikan dengan rabithah.
Asy Syekh Muhammad Amin al Kurdi menyatakan wajibnya seorang murid terus-menerus
me-rabithah-kan ruhaniahnya kepada ruhaniah Syekh gurunya yang mursyid, guna mendapatkan
karunia dari Allah Swt. Karunia yang didapati itu bukanlah karunia dari mursyid, sebab mursyidtidak
memberi bekas. Yang memberi bekas sesungguhnya hanya Allah Swt, sebab di tangan Allah Swt
sajalah seluruh perbendaharaan yang ada di langit dan di bumi, dan tidak ada yang dapat berbuat untuk
men-tasaruf-kannya kecuali Allah Swt. Hanya saja Allah Swt men-tasaruf-kannya itu, melalui pintu-
pintu atau corong-corong yang telah ditetapkan-Nya, antara lain melalui para kekasih-Nya, para wali-
wali Allah Swt yang memberikan syafaat dengan izin-Nya (Amin al Kurdi: 1994, hlm. 448).
Adapun dalil sunah tentang rabithah antara lain tertera dibawah ini
Hadits Bukhari menyatakan:
ََّّ َع ْنهََّّ َحتىَّ َّفى.ى َّ َعدَ ََّم َّا ْنفكاَكه
َِّّ ىَّهللا َّ َع ْنهََّّشكا َّللنب ِّ َّ َّأَنَّ َّا َ َباَّ َب ْكر
ََّ الصدِّيْقَّ َرض
َّْال َخالَء
Bahwa Abu Bakar as Shiddik mengadukan halnya kepada Rasulullah Saw bahwa ia tidak pernah
lekang (terpisah ruhaninya) dari Nabi Saw sampai ke dalam WC.
d. Syaikh Ubaidullah al Ahrar menyatakan bahwa maksud surat at Taubah ayat 119, yang artinya :
Wahai orang-orang mukmin takutlah kepada Allah dan jadilah kalian bersama orang-orang yang
benar. Di sini kita diperintahkan supaya berada bersama-sama dengan orang-orang yang benar,
baik dari segi rupa maupun dari segi makna.
Namun demikian, walaupun rabithah merupakan faktor terpenting dalam thareqat, kalangan ulama di
luar tasawuf masih menganggapnya sebagai bid’ah bahkan divonisnya sebagai perbuatan isyrak
(menyerikatkan Allah) dengan guru atau syaikh. Dan permasalahan rabithah sampai kini masih tetap
belum ada titik temu. Paham Wahabisme yang dijadikan ideologi Arab Saudi (sebagai negara Islam
dan pusat peradaban Islam), sangat keras menentang rabithah, bahkan tidak hanya rabithah melainkan
dzikir-dzikir dalam thareqat juga dianggap sebagai bid’ah.
Pengertian Tata Cara Rabitah Dalam Tarekat
Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke
sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri
sedang mereka berada dalam tempat yang Luas dalam gua itu. itu adalah
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa yang diberi
petunjuk oleh Allah, Maka Dialah yang mendapat petunjuk; dan Barang siapa
yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak akan mendapatkan seorang
pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. (QS. al Kahfi : 17)
Jadi jelas fungsi guru mursyid adalah sebagai pembimbing ruhani, di samping
itu juga sebagai orang tua yang harus dipatuhi segala perintahnya dan dijauhi
segala yang dilarangnya. Dengan demikian seorang murid merasa takut
manakala meninggalkan perintah agama dan atau melanggar larangan
agama, karena waktu itu akan terbayanglah bagaimana marahnya wajah guru
mursyid manakala dia berbuat demikian.
Hal yang demikian ini pulalah yang menyebabkan nabi Yusuf merasa takut
dan enggan ketika hendak diajak berzina oleh Siti Zulaikha. Terbayanglah
oleh nabi Yusuf as wajah ayahnya (nabi Ya’kub) atau wajah suami Zulaikha
(Qithfir) manakala ayahnya atau suami Zulaikha mengetahui apa yang akan
diperbuatnya.
َ ْع ْنهُ السُّو َء َو ْالفَح
شا َء ۚ إِنَّهُ ِم ْن ِعبَا ِدنَا َ ف ْ َت بِ ِه ۖ َو َه َّم بِ َها لَ ْو ََل أ َ ْن َرأ َ َٰى ب ُْرهَانَ َربِ ِه ۚ َك َٰذَلِكَ ِلن
َ ص ِر ْ َولَقَ ْد َه َّم
َصين ِ ْال ُم ْخ َل
Kata warabithu dalam ayat ini adalah diambil arti hakikinya, lebih dalam dari
sekedar makna lahiriahnya yaitu mengadakan penjagaan di pos-pos penting
dalam situasi peperangan, agar musuh tidak menerobos. Kalau perang fisik,
seseorang menjaga pertahanan wilayah dari serbuan musuh-musuh dari
orang kafir, maka dalam perang metafisik, orang mengadakan rabithah di
wilayah hati agar syetan tidak menyusup ke wilayah hati sanubari tersebut.
Itulah yang menjadi dasar-dasar rabithah bagi para pakar tawasuf / thareqat.
Menurut mereka rabithah mursyid adalah salah satu memperoleh wasilah
menuju Allah. Firman Allah Swt.
َ َّللا َوا ْبتَغُوا ِإلَ ْي ِه ْال َو ِسيلَةَ َو َجا ِهدُوا فِي
َس ِبي ِل ِه َل َع َّل ُك ْم ت ُ ْف ِلحُون َ َّ يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا
Menurut pendapat ahli thareqat, mafhum al-wasilah dalam ayat ini bersifat
umum. Wasilah dapat diartikan dengan amal-amal kebajikan Berkumpul dan
bergandengan dengan guru mursyid secara lahir atau batin termasuk amal
yang baik dan terpuji. Berkumpul dan bergabung itulah oleh kalangan ahli
thareqat disebut dengan rabithah mursyid. Jika diperintah mencari wasilah,
maka rabithah adalah wasilah yang terbaik diantara jenis wasilah yang lain.
Firman Allah
ُ َّ َّللاُ َويَ ْغ ِف ْر لَ ُك ْم ذُنُو َب ُك ْم ۗ َو
ٌ َُّللا َغف
ور َر ِحي ٌم َ َّ َقُ ْل إِ ْن ُك ْنت ُ ْم ت ُ ِحبُّون
َّ َّللا فَات َّ ِبعُونِي يُحْ بِ ْب ُك ُم
Katakanlah : jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kamu. Allah Maha Pengampun
Lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran : 31)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah Swt dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar. (QS. at Taubah : 119)
Artinya : “Tidak dapat bumi dan langit-Ku menjangkau/ memuat akan zat-Ku
(yang membawa Asma-Ku / Kalimah-Ku), melainkan yang dapat
menjangkaunya / memuatnya ialah Hati Hamba-Ku Yang Mukmin / suci, lunak
dan tenang.” (Hadis Qudsi R. Ahmad dari Wahab bin Munabbih).
“Jadilah ( Ruhani ) kalian Bersama Allah , Jika ( ruhani ) Kalian Belum Bisa
Bersama Allah, Maka Jadilah Kalian Bersama Dengan Orang Yang (
Ruhaninya ) telah Bersama ALLAH, Sesungguhnya Mereka Akan
menghantarkan ( Ruhani ) kamu Kepada Allah.”
“Jika telah menyesatkan akan kamu sesuatu atau ingin minta pertolongan,
sedangkan dia berada di satu bumi yang tidak ada padanya kawan, maka
hendaklah dia berkata: ‘Wahai hamba Allah, tolonglah aku!’ Maka
sesungguhnya bagi Allah itu ada hamba-hamba yang tidak dapat dilihat. Dan
sungguh terbuktilah yang demikian itu”. (HR. Thabrani)
“Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami,
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)”. Ya’qub
berkata, “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku.
Sesungguhnya Dialah Yang Pengampun lagi Penyayang (kepada seluruh
hamba-Nya)”. (QS. Yusuf[12]: 96-98).
Inilah salah satu bukti bahwa permohonan do’a ampunan tidak hanya
dilakukan si pemohon, tapi dapat dimintakan tolong kepada seseorang yang
dianggap shaleh atau dekat kepada Allah SWT.
Adapun dalil sunah tentang rabithah antara lain tertera dibawah ini
Dan menyertakan pula kepada (dzikir Allah Allah) itu, akan hadirnya Gurunya
yang memberi petunjuk, agar supaya menjadi teman dalam perjalan menuju
kepada Allah Ta’ala. (Sayyid al Bakri dalam kitab Kifayatul atqiya, hlm. 107).
Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (al
Qur’an), kami adakan baginya syetan (yang menyesatkan), maka syetan
itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya
syetan-syetan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan benar dan
mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. (QS. az Zukhruf : 36
– 37)
Wahai orang-orang mukmin takutlah kepada Allah dan jadilah kalian bersama
orang-orang yang benar. Di sini kita diperintahkan supaya berada bersama-
sama dengan orang-orang yang benar, baik dari segi rupa maupun dari segi
makna.
Menurut beberapa Ulama shufi, berabithah itu lebih utama daripada dzikirnya
seorang Salik. Melaksanakan rabithah bagi seorang murid lebih berguna dan
lebih pantas daripada dzikirnya, karena Guru itu sebagai perantara dalam
wushul ke hadirat Allah Jalla wa ‘Alaa bagi seorang murid. Apabila bertambah
rasa dekat dengan gurunya itu, maka akan semakin bertambah pula
hubungan batinnya, dan akan segera sampai kepada yang dimaksud, yakni
makrifat. Dan seyogyanya bagi seorang murid harus Fana dahulu kepada
Guru Mursyidnya, sehingga akan mencapai Fana dengan Allah Ta’ala”.[1]
Dan diucapkan pada syara’ dan adat, contohnya adalah seperti permintaan
tolong kita kepada orang lain: ‘tolong ambilkan barang itu’. Maka apa yang
sebenarnya adalah kita meminta tolong dengan sebab orang tadi, hakikatnya
Tuhan Yang Kuasa atas segala sesuatunya. Apabila kita meyakini orang itu
mengambil sendiri secara hakikatnya, maka barulah boleh dikatakan syirik.
Maka begitu pulalah berabithah itu sebagai sebab yang menyampaikan bukan
tujuan.
Berbicara mengenai sebab, telah banyak ayat Al-Quran dan Hadits Qudsi
yang menyatakan bahwa segala perkara yang dibutuhkan manusia dan
makhlukNya didapat dan dikaruniakan oleh Allah Yang Kuasa, apakah itu
makanan, minuman, pakaian, rizki, kesembuhan, dan sebagainya. Maka
untuk kesemuanya itu perlu adanya sebab yang menyampaikan.
Penyampaiannya bisa cepat atau lambat. Dan seseorang yang menerima
rizki dari seseorang lainnya, sepantasnyalah berterimakasih kepadanya
sebagai adab atas penyampaian rizkinya itu. Begitu pulalah seseorang
meminta akan sesuatu hanya kepada sahabat atau lainnya, tentu ada adab-
adab atau tatacara tertentu yang harus dilakukan, agar hajatnya itu terpenuhi
sesuai dengan kehendaknya. Dan tidak hanya lahiriyyah saja, perkara-
perkara ruhaniyah memiliki adab atau tatacaranya, agar tercapai
penyampaian maksudnya ke Hadhirat Allah Yang Suci.
Menurut apa yang telah kita ketahui bersama, ketika kita membahas tentang
rabithah, maka tak lepas dari pembahasan tentang wasilah. Rabithah dan
wasilah adalah perintah Allah SWT.
Setelah diri murid terhubung melalui tali silsilah yang jelas, tidak terputus,
maka melalui "saluran" itulah rahmat dan keberkatan Allah SWT mengalir
kepada sang murid. Dari "saluran" yang terbentuk itulah petunjuk, ilmu, dan
beragam hal yang positif akan diterima.
َس ِبي ِل ِهۦ لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِلحُون ۟ ٱَّلل َوٱ ْبتَغُ ٓو ۟ا ِإلَ ْي ِه ْٱل َو ِسيلَةَ َو َٰ َج ِهد
َ ُوا ِفى َ َّ وا ۟ َُٰ َٓيأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمن
۟ ُوا ٱتَّق
Dari kedua ayat tersebut, Allah SWT telah menegaskan bahwa kalau kedua
hal itu (rabithah dan berwasilah) dikerjakan, maka kita akan menjadi orang
yang beruntung.
ِسكَ َم َع ٱلَّذِينَ يَ ْدعُونَ َربَّ ُهم ِب ْٱلغَ َد َٰوةِ َو ْٱل َع ِش ِى ي ُِريدُونَ َوجْ َههُۥ َو ََل ت َ ْع ُد َع ْينَاكَ َع ْن ُه ْم ت ُ ِري ُد ِزينَةَ ْٱل َحيَ َٰوة
َ ص ِب ْر نَ ْف
ْ َوٱ
ًعن ِذ ْك ِرنَا َوٱتَّبَ َع ه ََو َٰىهُ َو َكانَ أَ ْم ُرهُۥ فُ ُرطا ْ ْ َ
َ ٱل ُّد ْنيَا َو ََل ت ُ ِط ْع َم ْن أ ْغفَلنَا قَلبَهُۥ
Besertalah kamu dengan Allah SWT, jika kamu belum bisa menjadikan dirimu
beserta dengan Allah maka jadikanlah dirimu beserta dengan orang yang
telah beserta dengan Allah, maka sesungguhnya orang itulah yang
menghubungkan engkau (rohanimu) kepada Allah SWT