Anda di halaman 1dari 21

4 MAQOM MUSYAHADAH

By. Suhardi
“ Segala Puji bagi Allah semata yang telah memuliakan Anak cucu Adam
(Manusia) dan memilih dari jumlah manusia itu sejumlah Ulama-ulama. Dan
Allah memilih pula dari golongan itu mereka yang zahid. Para AhliHikmat dan
Para Ahli Karomah.
            Allah utamakan dari golongn-glongan tersebut mereka yang Arifin (Ahli
Ma’rifat ) kepda Allah, sifat-sifatNya serta asmaNya. Allah rasakan pula buat
mereka kelezatan cinta kasih dan Allah tunjukkan pula untuk mereka hakekat
segala sesuatu di bumi dan di langit. Solawat dan salam terhadap junjungan
kita Muhammad s.a.w  penutup segala Nabi-nabi yang Ia ciptakan NUR
MUHAMMAD itu dari ZAT-NYA dan Ia ciptakan pula segala sesuatu itu daripada
NUR MUHAMMAD itu. Salawat dan salam pula untuk seluruh Sahabat Beliau
sebagai Pimpinan Para Auliya. Demikian juga selanjutnya solawat dan salam
untuk para Tabi’in dan Tabi’ittabi’in semoga kebaikan selalu buat mereka
sampai Hari Pembalasan.”
MENJELASKAN TENTANG HAL-HAL YANG BISA MERUSAKKAN DAN
MENGGAGALKAN SESEORANG SAMPAI KEPADA ALLAH S.W.T
            Hendaklah anda ketahui, bahwa yang terpenting, anda harus
memelihara diri anda agar jangan sampai jatuh ke lembah maksiat, maupun
maksiat lahir ataupun batin
Begitu juga hendaknya anda dapat melepaskan diri Anda dari hal-hal yang
dapat merusakkan perjalanan cita-cita menuju keredaan Allah, atau yang dapat
menggagalkan maksud anda kearah yang dimaksud.
Hal-hal yang dapat “merusakkan” perjalanan menuju Allah s.w.t. itu banyak
sekali, diantaranya :
a)      KASAL
(Malas), malas untuk mengerjakan ibadat kepada Allah s.w.t. padahal
sebenarnya anda dapat dan sanggup untuk melakukan ibadat tersebut.
b)     FUTUR
(Bimbang/lemah pendirian), tidak memiliki tekad yang kuat karena
terpengaruh oleh kehidupan duniawi.
c)      MALAL
(Pembosan), cepat merasa jemu dan bosan untuk melaksanakan ibadah karena
merasa terlalu sering dilakukan, padahal tujuan belum juga tercapai.
Timbulnya hal-hal tersebut di atas adalah disebabkan kurang kuatnya rasa
keimanan, kurang mantapnya keyakinan, dan banyak terpengaruh oleh
hawanafsunya sendiri.
Selanjutnya hal yang mengakibatkan “Gagalnya” untuk mencapai tujuan,
antara lain SYIRIK KHOFI (syirik tersembunyi) atau dengan kata lain timbul
suatu tanggapan dalam hatinya, bahwa golongannyalah yang paling benar yang
paling diterima ibadahnya, golongan lain di luar golongannya itu semua salah
dan menyalahkan semua hukum dan akidah yang tidak sesuai dengan
golongannya, padahal mereka tidak berpegang pada satu mas’af pun, dan
beranggapan bahwa semua amal ibadah yang dia lakukan adalah sepenuhnya
dari kemampuannya sendiri, tidak dirasakannya  dan diyakininya, bahwa apa
yang dilakukannya itu semua, pada Hakekatnya dari pada Allah s.w.t.
Segala sesuatu yang Allah ciptakan ini (Mahkluk) pada dasarnya/hakikatnya
adalah seakan-akan alat belaka dari Allah, namun Mahasuci Allah daripada
memerlukan alat.
Hal-hal yang tergolong dalam syirik-khofi antara lain adalah sebagai berikut :
RIA’ (Memamerkan)
Sengaja mempertontonkan, menampak-nampakkan ibadah atau amalnya
kepada orang lain atau ada suatu maksud tertentu “yang lain daripada
Allah”  misalnya beramal semata-mata mengharapkan Sorga.
SUM’AH (Memperdengar-dengarkan)
Sengaja menceritakan tentang amal ibadahnya kepada orang lain bahwa dia
beramal dengan ihklas karena Allah dengan suatu maksud agar orang lain
memberikan pujian dan sanjungan kepadanya.
UJUB (Membanggakan diri)
Rasa Hebat sendiri yang timbul dari dalam hatinya karena banyak amal
ibadahnya, tidak dia rasakan bahwa semua itu adalah semata-mata karena
karunia dan Rahmat Allah s.w.t.
‫ﻟﻌﺒﺎدة‬۱‫ ۅقوڧﻣﻊ‬ ‫ۅله‬۱‫ﺳﻘﻃ‬
( Suqut awwaluhu wuquf ma’al-ibadah)
“Gugur permulaannya karena terhenti pada ibadahnya semata-mata”
HAJBUN (Hijab/Dinding)
Dinding yang dimaksud adalah karena terlena dan kagum atas keindahan
amalnya, sehingga tertahan pandangan hatinya (syuhudnya) kepada
kekaguman itu semata-mata, atau dengan kata lain, terpengaruh kepada
keindahan amal ibadahnya sendiri, tidak dirasakannya bahwa semua itu adalah
karunia Allah s.w.t.
Oleh sebab itu, agar anda dapat terlepas dari hal-hal/penyakit tersebut-hal
mana dapat membahayakan perjalanan anda,maka tidak ada jalan lain, kecuali
memantapkan pandangn batin (musyahadah) dengan penuh keyakinan,
bahwa “segala apapun yang terjadi pada hakekatnya/dasarnya adalah dari
Allah s.w.t.” sebagaimana yang akan diuraikan pada bagian berikut ini.
TAUHIDUL AF’AL
(Ke-Esaan perbuatan)
Hendaklah anda ketahui bahwa segala apapun juga yang terjadi didalam alam
ini pada hakekatnya adalah AF’AL (Perbuatan ) Allah s.w.t.
Yang terjadi didalam alam ini dapat digolongkan pada 2 (dua) golongan :
a)      Baik pada bentuk (rupa) dan isi (hakekatnya) seperti Iman dan Taat.
b)      Jelek pada bentuk (rupa) namun baik pada pengertian isi (hakekat)
seperti KUPUR dan MAKSIAT.
Dikatakan ini jelek pada bentuk karena adanya ketentuan hukum/syara yang
mengatakan demikian. Dikatakan baik pada pengertian isi (hakekat) karena hal
itu adalah suatu ketentuan dan perbuatan dari Allah Yang Maha Baik.
Maka “Kaifiyat” (cara) untuk melakukan pandangan (Syuhud/musyahadah)
sebagaimana dimaksudkan di atas ialah :
“Setiap apapun yang disaksikan oleh mata hendaklah di tanggapi oleh hati,
bahwa semua itu adalah AF’AL (perbuatan) dari pada Allah s.w.t.”
Bila ada sementara anggapan tentang ikut sertanya “ yang lain pada Allah” di
dalam proses kejadian sesuatu, maka hal tersebut tidak lain hanya dalam
pengertian majazi (bayangan) bukan menurut pengertian hakiki.
Catatan :
            Misalnya si A bekerja untuk mencari makan dan/atau memberi makan
anak-anaknya. Maka si A tergolong dalam pengertian “yang lain dari pada
Allah” dan juga dapat dianggap “ikut serta dalam proses” memberi makan
anaknya. Fungsi si A dalam keterlibatannya ini hanya majaz (Bayangan) saja,
bukan dalam arti hakiki. Karena menurut pengertian hakiki yang memberi
makan dan minum pada hakekatnya ialah Allah, sebagaimana tersebut dalam
Al Qur’an S. As-Syu’ara ayat 79.
“DIALAH ALLAH YANG MEMBERI MAKAN DAN MINUM KEPADAKU”
Segala macam “perbuatan” (sikap atau laku) apakah perbuatan diri sendiri
ataupun perbuatn yang terjadi diluar dirinya, adalah termasuk dalam 2 macam
pengertian. Pengertian Pertama dinamakan MUBASYARAH dan pengertian ke
dua dinamakan TAWALLUD. Kedua macam pengertian ini tidak terpisah satu
sama lain.
Contohnya adalah sebagai berikut :
a)      Gerakan Pena ditangan seorang penulis, ini
dinamakan MUBASYARAH (terpadu) karena adanya “perpaduan” dua
kemampuan kodrati yaitu kemampuan kodrati gerak tangan dan kemampuan
kodrati gerak pena.
b)      Gerakan batu yang lepas dari tangan pelempar. Hal ini
dinamakan TAWALLUD (terlahir) karena lahirnya gerakan batu yang
dilemparkan itu adalah kemampuan kodrati gerak tangan.
Namun pada hakekatnya kedua macam pengertian itu (Mubasyarah dan
Tawallud) adalah af’al Allah s.w.t., didasarkan kepada dalil/nas Al Qur’an :
‫وﷲﺧﻠﻘﻜﻢوﻣﺎﺗﻌﻤﻠﯣن‬
(Wallahu Kholaqakum wa maa ta’maluun)
Artinya : Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu lakukan
            Syekh Sulaiman Al Jazuli r.a. menyebutkan dalam syarah/penjelasan
Kitab Dala-ilul Khairat bahwa apapun juga yang dilakukan oleh hamba,
perkataan, tingkah laku, gerak dan diam, namun semua itu sudah lebih dahulu
pada Ilmu, Qodo dan Qodar/Takdir Allah s.w.t.
Firman Allah di dalam Al Quran :
‫وﻣﺎرﻣﻴﺖ إذ رﻣﻴﺖ وﻟﻜنﷲ رﱉ‬
(Wa ma ramaita idz ramaita walaakunnallahu ramaa)
Artinya : Tidaklah Engkau yang melempar (Hai Muhammad) tetapi Allah-lah
yang melemparkan ketika Engkau melempar
‫ﻟﻌﻆﻴﻢ‬١‫ﻟﻌﻠﻲ‬١‫ﻻﺑﺎﷲ‬١‫ﻻﺣول وﻻﻗوۃ‬
 (La haula wa la quwwata illaa Billahil’aliyyil azhiem)
Artinya : Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan (daya dan kekuatan) Allah
yang Maha Tinggi dan Maha Agung
‫ﻻﺗﺘﺤﺮك ذرۃإﻻﺑﺎءذنﷲ‬
Hadist Rasulullah s.a.w.
(La Tataharru dzarratun illaa bi idznillaahi)
Artinya : Tidak bergerak satu zarrah juapun melainkan atas izin Allah.
Penjelasan :
”  ‫” ﻻ‬    Lam lifA
Dalam Ayat dan Hadist Rasullah tersebut diatas terdapat Alif Lam yang
dinamakan Alif Lam “Istigraqil Jinsiyah” yang artinya “La” (Tidak) atau (ketidak
mampuan) mahluk dalam pengertian yang sebenar-benarnya, bukan
pengertian majas yang bisa berubah ataupun diberi pengertian yang berbeda.
Alif lam tersebut  (Qadim) mutlak adalah hanya Allah yang Maha berkehendak,
Maha memberi Gerak, Maha Berkuasa atas apapun, dalam artian, manusia
atau mahluk tak dapat melakukan apapun, kecuali atas kehendak Allah atas
mahluknya, jadi gerak dan diamnya seluruh mahluk dan alam semesta ini
terlebih dahulu telah berada pada ketentuan Qadar/Qadanya Allah, maka
sesungguhnya yang di maksud usaha ataupun ihktiar pada mahluk (manusia)
tak lain adalah datangnya dari ketentuan Allah juga, bukan atas kehendak
mahluk (manusia) nya itu sendiri.
Atas pandangan tersebut (musyahadah) inilah, maka Rasulullah s.a.w. tidak
mendoakan kehancuran bagi kaumnya yang telah menyakiti Beliau.
Catatan :
Bermacam macam hinaan, cacian, bahkan siksaan yang dilancarkan oleh
golongan Jahiliyah kepada Rasullullah s.a.w. namun beliau balas dengan doa :
۱‫ﻫﺪﻗﻮﻣﻲٳﻧﻬﻢﻻﯾﻌﻠﻤﻮن‬۱‫ﻟﻠﻬﻢ‬
(Allahummah diiqaumi innahum la ya’lamuun)
Artinya : “Ya Allah, Tunjukilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak
mengetahui”
Apabila anda tetap selalu atas pandangan (Musyahadah) Tauhidul Af’al dengan
penuh yakin (Tahkik) maka terlepaslah anda dari pada penyakit dan bahaya
Syirik Khofi sebagaimana tersebut diatas.
Sehingga akhirnya anda dapat menyaksikan dengan jelas bahwa yang berupa
UJUD MAJASI (Ujud bayangan) ini lenyap dan hilang sirna, dengan nyatanya
NUR UJUDULLAH yang hakiki.
Catatan :
Apalah artinya cahaya pelita yang dinyalakan disiang hari, dibandingkan
dengan cahaya mentari yang cerah memancar.
Apabila secara terus menerus anda melati dengan pandangan/musyahadah
demikian sedikit demi sedikit dengan tidak tercampur baur antara pandangan
lahir dan pandangan batin, maka sampailah anda pad suatu “Maqom
(Tingkatan)” yang dinamakan MAQOM WIHDATUL AF’AL.
Pada tingkatan ini, berarti Fana (lenyap) segala perbuatan mahluk-perbuatan
anda sendiri ataupun perbuatan yang lain dari anda –  karena “nyatanya”
perbuatan Allah Yang Maha Hebat.
Suhardi.Alon Desember 20, 2015 pukul 10:35 am said:
TAUHIDUL AF’AL
By. Suhardi.
“ Segala Puji bagi Allah semata yang telah memuliakan Anak cucu Adam
(Manusia) dan memilih dari jumlah manusia itu sejumlah Ulama-ulama. Dan
Allah memilih pula dari golongan itu mereka yang zahid. Para Ahli Hikmat dan
Para Ahli Karomah.”
Allah utamakan dari golongan-golongan tersebut mereka yang Arifin (Ahli
Ma’rifat ) kepda Allah, sifat-sifatNya serta asmaNya. Allah rasakan pula buat
mereka kelezatan cinta kasih dan Allah tunjukkan pula untuk mereka hakekat
segala sesuatu di bumi dan di langit. Sholawat dan salam terhadap junjungan
kita Muhammad s.a.w penutup segala Nabi-nabi yang Ia ciptakan NUR
MUHAMMAD itu dari ZAT-NYA dan Ia ciptakan pula segala sesuatu itu dari
pada NUR MUHAMMAD itu. Salawat dan salam pula untuk seluruh Sahabat
Beliau sebagai Pimpinan Para Auliya. Demikian juga selanjutnya solawat dan
salam untuk para Tabi’in dan Tabi’ittabi’in semoga kebaikan selalu buat
mereka sampai Hari Pembalasan.”

Menjelaska Hal-hal yang Bisa Merusakkan dan Menggagalkan Seseorang


Sampai Kepada Allah S.W.T
By. Suhardi.
Hendaklah anda ketahui, bahwa yang terpenting, anda harus memelihara diri
anda agar jangan sampai jatuh ke lembah maksiat, baik maksiat lahir ataupun
batin.
Begitu juga hendaknya anda dapat melepaskan diri Anda dari hal-hal yang
dapat merusakkan perjalanan cita-cita menuju keredaan Allah, atau yang dapat
menggagalkan maksud anda kearah yang dimaksud.
Hal-hal yang dapat “merusakkan” perjalanan menuju Allah s.w.t. itu banyak
sekali, diantaranya :
a) KASAL (Malas), malas untuk mengerjakan ibadat kepada Allah s.w.t. padahal
sebenarnya anda dapat dan sanggup untuk melakukan ibadat tersebut.
b) FUTUR (Bimbang/lemah pendirian), tidak memiliki tekad yang kuat karena
terpengaruh oleh kehidupan duniawi.
c) MALAL (Pembosan), cepat merasa jemu dan bosan untuk melaksanakan
ibadah karena merasa terlalu sering dilakukan, padahal tujuan belum juga
tercapai.
Timbulnya hal-hl tersebut di atas adalah disebabkan kurang kuatnya rasa
keimanan, kurang mantapnya keyakinan, dan banyak terpengaruh oleh
hawanafsunya sendiri.
Selanjutnya hal yang mengakibatkan “Gagalnya” untuk mencapai tujuan,
antara lain
d) SYIRIK KHOFI (syirik tersembunyi) atau dengan kata lain timbul suatu
tanggapan dalam hatinya, bahwa golongannyalah yang paling benar yang
paling diterima ibadahnya, golongan lain di luar golongannya itu semua salah
dan menyalahkan semua hukum dan akidah yang tidak sesuai dengan
golongannya, padahal mereka tidak berpegang pada satu mas’af pun, dan
beranggapan bahwa semua amal ibadah yang dia lakukan adalah sepenuhnya
dari kemampuannya sendiri, tidak dirasakannya dan diyakininya, bahwa apa
yang dilakukannya itu semua, pada Hakekatnya dari pada Allah s.w.t.
Segala sesuatu yang Allah ciptakan ini (Mahkluk) pada dasarnya/hakikatnya
adalah seakan-akan alat belaka dari Allah, namun Mahasuci Allah daripada
memerlukan alat.
Hal-hal yang tergolong dalam syirik-khofi antara lain adalah sebagai berikut :
1.RIA’ (Memamerkan) Sengaja mempertontonkan, menampak-nampakkan
ibadah atau amalnya kepada orang lain atau ada suatu maksud tertentu “yang
lain daripada Allah” misalnya beramal semata-mata mengharapkan Sorga.
2. SUM’AH (Memperdengar-dengarkan) Sengaja menceritakan tentang amal
ibadahnya kepada orang lain bahwa dia beramal dengan ihklas karena Allah
dengan suatu maksud agar orang lain memberikan pujian dan sanjungan
kepadanya.
3.UJUB (Membanggakan diri) Rasa Hebat sendiri yang timbul dari dalam
hatinya karena banyak amal ibadahnya, tidak dia rasakan bahwa semua itu
adalah semata-mata karena karunia dan Rahmat Allah s.w.t.
‫ﻟﻌﺒﺎدة‬۱‫ۅله ۅقوڧﻣﻊ‬۱‫ﺳﻘﻃ‬
( Suqut awwaluhu wuquf ma’al-ibadah)
“Gugur permulaannya karena terhenti pada ibadahnya semata-mata”
4. HAJBUN (Hijab/Dinding)
Dinding yang dimaksud adalah karena terlena dan kagum atas keindahan
amalnya, sehingga tertahan pandangan hatinya (syuhudnya) kepada
kekaguman itu semata-mata, atau dengan kata lain, terpengaruh kepada
keindahan amal ibadahnya sendiri, tidak dirasakannya bahwa semua itu adalah
karunia Allah s.w.t.
Oleh sebab itu, agar anda dapat terlepas dari hal-hal/penyakit tersebut-hal
mana dapat membahayakan perjalanan anda, maka tidak ada jalan lain, kecuali
memantapkan pandangn batin (musyahadah) dengan penuh keyakinan, bahwa
“segala apapun yang terjadi pada hakekatnya/dasarnya adalah dari Allah
s.w.t.” sebagaimana yang akan diuraikan pada bagian berikut ini :
A.Tauhidul Af’al
(Ke-Esaan perbuatan)
Hendaklah anda ketahui bahwa segala apapun juga yang terjadi didalam alam
ini pada hakekatnya adalah AF’AL (Perbuatan ) Allah s.w.t.
Yang terjadi didalam alam ini dapat digolongkan pada 2 (dua) golongan :
a) Baik pada bentuk (rupa) dan isi (hakekatnya) seperti Iman dan Taat.
b) Jelek pada bentuk (rupa) namun baik pada pengertian isi (hakekat) seperti
KUPUR dan MAKSIAT.
Dikatakan ini jelek pada bentuk karena adanya ketentuan hukum/syara yang
mengatakan demikian. Dikatakan baik pada pengertian isi (hakekat) karena hal
itu adalah suatu ketentuan dan perbuatan dari Allah Yang Maha Baik.
Maka “Kaifiyat” (cara) untuk melakukan pandangan (Syuhud/musyahadah)
sebagaimana dimaksudkan di atas ialah :
“Setiap apapun yang disaksikan oleh mata hendaklah di tanggapi oleh hati,
bahwa semua itu adalah AF’AL (perbuatan) dari pada Allah s.w.t.”
Bila ada sementara anggapan tentang ikut sertanya “ yang lain pada Allah” di
dalam proses kejadian sesuatu, maka hal tersebut tidak lain hanya dalam
pengertian majazi (bayangan) bukan menurut pengertian hakiki.
Catatan :
Misalnya si A bekerja untuk mencari makan dan/atau memberi makan anak-
anaknya. Maka si A tergolong dalam pengertian “yang lain dari pada Allah” dan
juga dapat dianggap “ikut serta dalam proses” memberi makan anaknya.
Fungsi si A dalam keterlibatannya ini hanya majaz (Bayangan) saja, bukan
dalam arti hakiki. Karena menurut pengertian hakiki yang memberi makan dan
minum pada hakekatnya ialah Allah, sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an S.
As-Syu’ara ayat 79.
“DIALAH ALLAH YANG MEMBERI MAKAN DAN MINUM KEPADAKU”
Segala macam “perbuatan” (sikap atau laku) apakah perbuatan diri sendiri
ataupun perbuatn yang terjadi diluar dirinya, adalah termasuk dalam 2 macam
pengertian. Pengertian Pertama dinamakan MUBASYARAH dan pengertian ke
dua dinamakan TAWALLUD. Kedua macam pengertian ini tidak terpisah satu
sama lain.
Contohnya adalah sebagai berikut :
a) Gerakan Pena ditangan seorang penulis, ini dinamakan MUBASYARAH
(terpadu) karena adanya “perpaduan” dua kemampuan kodrati yaitu
kemampuan kodrati gerak tangan dan kemampuan kodrati gerak pena.
b) Gerakan batu yang lepas dari tangan pelempar. Hal ini dinamakan
TAWALLUD (terlahir) karena lahirnya gerakan batu yang dilemparkan itu
adalah kemampuan kodrati gerak tangan.
Namun pada hakekatnya kedua macam pengertian itu (Mubasyarah dan
Tawallud) adalah af’al Allah s.w.t., didasarkan kepada dalil/nas Al Qur’an :
‫وﷲﺧﻠﻘﻜﻢوﻣﺎﺗﻌﻤﻠﯣن‬
(Wallahu Kholaqakum wa maa ta’maluun)
Artinya : Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu lakukan
Syekh Sulaiman Al Jazuli r.a. menyebutkan dalam syarah/penjelasan Kitab
Dala-ilul Khairat bahwa apapun juga yang dilakukan oleh hamba, perkataan,
tingkah laku, gerak dan diam, namun semua itu sudah lebih dahulu pada Ilmu,
Qodo dan Qodar/Takdir Allah s.w.t.
Firman Allah di dalam Al Quran :
‫وﻣﺎرﻣﻴﺖإذ رﻣﻴﺖ وﻟﻜن ﷲرﱉ‬
(Wa ma ramaita idz ramaita walaakunnallahu ramaa)
Artinya : Tidaklah Engkau yang melempar (Hai Muhammad) tetapi Allah-lah
yang melemparkan ketika Engkau melempar
‫ﻟﻌﻆﻴﻢ‬١‫ﻟﻌﻠﻲ‬١‫ﻻﺑﺎﷲ‬١‫ﻻﺣول وﻻﻗوۃ‬
(La haula wa la quwwata illaa Billahil’aliyyil azhiem)
Artinya : Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan (daya dan kekuatan) Allah
yang Maha Tinggi dan Maha Agung
‫ﻻﺗﺘﺤﺮك ذرۃإﻻﺑﺎءذنﷲ‬
Hadist Rasulullah s.a.w.
(La Tataharru dzarratun illaa bi idznillaahi)
Artinya : Tidak bergerak satu zarrah juapun melainkan atas izin Allah.
Penjelasan :
” “‫ ”ﻻ‬Lam Alif
Dalam Ayat dan Hadist Rasullah tersebut diatas terdapat Alif Lam yang
dinamakan Alif Lam “Istigraqil Jinsiyah” yang artinya “La” (Tidak) atau (ketidak
mampuan) mahluk dalam pengertian yang sebenar-benarnya, bukan
pengertian majas yang bisa berubah ataupun diberi pengertian yang berbeda.
Alif lam tersebut (Qadim) mutlak adalah hanya Allah yang Maha berkehendak,
Maha memberi Gerak, Maha Berkuasa atas apapun, dalam artian, manusia
atau mahluk tak dapat melakukan apapun, kecuali atas kehendak Allah atas
mahluknya, jadi gerak dan diamnya seluruh mahluk dan alam semesta ini
terlebih dahulu telah berada pada ketentuan Qadar/Qadanya Allah, maka
sesungguhnya yang di maksud usaha ataupun ihktiar pada mahluk (manusia)
tak lain adalah datangnya dari ketentuan Allah juga, bukan atas kehendak
mahluk (manusia) nya itu sendiri.
Atas pandangan tersebut (musyahadah) inilah, maka Rasulullah s.a.w. tidak
mendoakan kehancuran bagi kaumnya yang telah menyakiti Beliau.
Catatan :
Bermacam macam hinaan, cacian, bahkan siksaan yang dilancarkan oleh
golongan Jahiliyah kepada Rasullullah s.a.w. namun beliau balas dengan doa
‫ﻫﺪﻗﻮﻣﻲٳﻧﻬﻢﻻﯾﻌﻠﻤﻮن‬۱‫ﻟﻠﻬﻢ‬
(Allahummah diiqaumi innahum la ya’lamuun)
Artinya : “Ya Allah, Tunjukilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak
mengetahui”
Apabila anda tetap selalu atas pandangan (Musyahadah) Tauhidul Af’al dengan
penuh yakin (Tahkik) maka terlepaslah anda dari pada penyakit dan bahaya
Syirik Khofi sebagaimana tersebut diatas.
Sehingga akhirnya anda dapat menyaksikan dengan jelas bahwa yang berupa
UJUD MAJASI (Ujud bayangan) ini lenyap dan hilang sirna, dengan nyatanya
NUR UJUDULLAH yang hakiki.
Catatan :
Apalah artinya cahaya pelita yang dinyalakan disiang hari, dibandingkan
dengan cahaya mentari yang cerah memancar.
Apabila secara terus menerus anda melati dengan pandangan/musyahadah
demikian sedikit demi sedikit dengan tidak tercampur baur antara pandangan
lahir dan pandangan batin, maka sampailah anda pada suatu “Maqom
(Tingkatan)” yang dinamakan MAQOM WIHDATUL AF’AL.
Pada tingkatan ini, berarti Fana (lenyap) segala perbuatan mahluk-perbuatan
anda sendiri ataupun perbuatan yang lain dari anda – karena “nyatanya”
perbuatan Allah Yang Maha Hebat.
Jahat/jelek ataupun baik pada hakekatnya dari pada Allah.
Sebagaimana Saya kemukakan di atas berkali kali bahwa segala macam
perbuatan, kejadian, peristiwa apapun yang terjadi pada hakekatnya adalah
perbuatan Allah s.w.t., yang jahat ataupun yang baik.
Dapat dikatakan demikian, karena didasarkan atas keterangan Hadis Rasulullah
s.a.w. di dalam doa Beliau :
‫ءﻮذڊﻚﻣﻨك‬١‫ﻟﻟﻬﻢٳﻧﻲ‬١
(Allahumma Inni A’udzubika minka)
“Ya Allah, Hamba berlindung kepadaMu dari segala kejahatan yang datang dari
padaMu”
Catatan :
Dalam Hadis lain ada pula isti’adzah (permohonan berlindung diri) yang
diajakarkan oleh Rasulullah s.a.w. “Allahumma inni a’udzubika min syarri ma
kholakta” artinya : Ya Allah hamba berlindung kepadaMu dari segala kejahatan
yang Engkau ciptakan.
Kalau sekiranya kejahatan/kejelekan itu bukan dari pada Allah pada
hakekatnya, maka tidak mungkin Beliau mengucapkan doa demikian.
Allah berfirman :
‫ﻗﻞﻛﻞﻣﻦﻋﻨﺪﷲ‬
(Qul Kullun Min Indillahi)
“Katakanlah olehmu (hai Muhammad) segala-galanya adalah dari sisi Allah”
Sebagian dari Arif Billah memberikan sebuah misal (contoh) untuk sekedar
mendekatkan paham- namun bukan berarti tepat demikian hubungan hamba
dengan Allah, Ialah :
“Laksana wayang yang dimainkan oleh dalang dengan bermacam gerak dan
laku”
Namun semua gerak dan laku si wayang itu adalah suatu “kenyataan” (Mashar)
dari pada perbuatan dan laku pak dalang semata-mata, bukanlah gerak dan
laku dari wayang itu sendiri.
Meskipun demikian bahwa segala macam perbuatan, peristiwa, kejadian dan
sebagainya dalam arti hakiki adalah Af’al Allah- tapi janganlah anda tafsirkan
“gugur taklif syara” artinya hilang bagi anda kewajiban hukum. Jangan pula
hendaknya di itikadkan, lalu melepaskan Syariat Muhammad (ketentuan
hukum Islam)
Apabila sekiranya anda sampai berkeyakinan/beritikad, gugur taklif syara (atau
tidak perlu bersyariat lagi) maka jatuhlah anda kedalam golongan yang
dinamakan Kafir Zindik (na’udzubillahi min dzalik).
Oleh sebab itu pegang teguhlah Syariat Muhammad tetap dan terus menerus
musyahadah Af’al sehingga anda selamat dalam arti yang sebenarnya.
Bila mana tidak dengan musyahadah Af’al, meskipun anda sudah lepas dari
pada Syirik Jali (Syirik yang nyata) namun belum tentu anda dapat lepas dari
pada syirik khofi.
Allah berfirman :
‫ﻛﺜﺮﻫﻢﻮﻫﻢﻣﺸﺮﻛﻮن‬۱‫ﻮﻣﺎﻳﺆﻣﻦ‬
( Wa maa yu’minu akstarahum wa hum musyrikun)
“Sebagian besar antara mereka masih tidak beriman kepada Allah, malah
berlaku syirik”
Sayyid Umar bin Al Farid r.a. berkata dengan dua bait syairnya:
‫دۃ‬۱‫ر‬۱‫ك‬۱‫ﻮﻟﺆﺧﻂﺮٺﱄﰱﺳﻮ‬
‫ﲈﻰﺧﺎطريﺳﻬواﻗﻀﻴﺖﺑردﺗﻰ‬
(Wa lau khothorat lii fi siwaaka iraadatun alaa khotirii sahwan qodloitu bi
riddatii)
‘Anda kata terlintas kilas khatarku, getaran hati di dalam dada, suatu kehendak
yang selain padaMu Ya Tuhan,disadari ataupun tidak. Wahai celakanya diri ini
remuk hancur dilumpur murtad.
Dengan pandangan, tanggapan dan anggapan yang keliru itu, menyebabkan
anda tidak termasuk dalam golongan Mukmin yang sempurna.
Tetapi bila Musyahadah anda benar.
“Tidak ada yang berbuat pada hakikatnya melainkan Allah, tidak ada yang
hidup pada hakikatnya melainkan Allah dan tidak ada yang Maujud pada
hakikatnya melainkan Allah”
Maka dengan demikian, termasuklah anda dalam golongan Ahli Tauhid Yang
Benar, suatu golongan yang dijanjikan Allah dengan 2 surga, surga yang
pertama adalah surga Makrifatullah di dunia, dan surga kedua adalah Surga
Akhirat yang sudah di kenal berdasarkan dalil dan nash.
Syeikhuna ‘Alimul Allamah Al-Bahru ‘arieq Abdullah ibnu Hijazi As-syarqowi al-
Mishrie r.a. telah berkata : “siapa yang memasuki surga makrifatullah di dunia,
niscaya tidak berhasrat dia kepada surga akhirat yang berupa bidadari, istana,
pakaian, makanan dan lain-lain. Hasratnya hanyalah ingin sedekat-dekatnya
pada Hadirat Allah dengan Rukyatullah (Melihat Allah dengan nyata) di akhirat
kelak”.
Nikamat yang paling tinggi di akhirat adalah Ru’yatullah. Jauh sekali beda nilai
antara nikmat itu dibandingkan dengan nikmat surga dalam pengertian yang
sering dikemukakan.
Demikin juga dengan kenyatan melihat Allah dalam artian Makrifatullah di
dunia ini yang telah terbuka pada hati orang yang telah Arifbillah, hanya
sebagian kecil saja dibandingkan dengan Rukyatullah di akhirat kelak, namun
mereka akan mendapatkannya karena mereka telah memuliakanya.
Bermusyahadahlah Wihdatul Af’al yang memungkinkan anda untuk dapat
memandang keindahan Dzat Wajibal Ujud.
Penjelasan penting :
Berkata Syekh Abdul Wahab Sya’rani qaddasallahu sirahu dalam kitab Jawahiru
wad-Durar beliau memetik ucapan Syehk Mahyudi ibnu Araby r.a. :
bahwa Syekh Ibnu Araby telah mencantumkan dalam kitab beliau yang
benama Futuhatul Makkiya pda bab 422 dimana beliau menjelaskan apa yang
dimaksud segala perbuatan dari pada Allah dan hamba sebagai sandaran
perbuatanNya, karena memng si hamba inilah yang menanggung beban siksa
dan pahala.
Bila sekiranya kita terhenti pada suatu dakwan (perkiraan) bahwa segala amal
perbuatan itu pada hakikatnya dari pada perbuatan kita sendiri, maka berarti
Allah telah menyandarkan (meletakkan) dakwan demikian terhadap diri kita
sebagai suatu cobaan Allah.
Catatan :
Berdoalah kita semoga dakwan demikian jangan sampai datang kepada kita
karena berarti suatu kerugian yang amat besar.
Namun demikian bila sekiranya Allah hendak memasukkan kita kedalam Hidrat
Ihsan (Maksudnya : beribadat seakan akan melihat Tuhan) maka berarti
tipislah hijab (dinding) itu dan kita saksikan selanjutnya bahwa segala amal
pada hakikatnya adalah dari pada Allah, sedang kita sendiri tidak mempunyai
amal apa apa.
Demikian selanjutnya bila Musyahadah menurut mestinya niscaya akan timbul
rasa takut kita, kalau kalau tergelincir “Qidam” (Pendirian) kita.
Sebagian dari kesempurnaan adab (ahlak/tertib hukum) untuk menyatakan
bahwa suatu amal dari kita sendiri sepanjang apa yang kita ketahui, hanya
sekedar untuk mengamalkan apa yang difirmankan Allah s.w.t. :
( Ma Ashobaka Min Hasanatin Faminallah, Wa maa Ashobaka Min Salatin
Famin Nafsika )
Artinya : “apa saja yang menimpa dirimu dari pada yang baik, adalah dari pada
Allah, dan apa saja yang menimpa dirimu dari pada yang jelek (buruk) maka hal
itu datang dari dirimu sendiri”
Syekhuna Al-Allamah Maulana Syekh Yusuf Abu Zarrah Al Mishrie , berkata,
ketika Beliau memberikan pelajaran di Masjidil Haram; “Tidak seharusnya
berkata bahwa kejahatan itu dari Allah, kecuali dalam waktu dan tingkat
belajar/mengajar (maqom ta’lim) dalam jurusan ilmu ini (Tasawwuf).
Catatan :
Kata-kata “perbuatan dari pada Allah” adalah khusus dalam pengertian
hakekat yang seharusnya hanya ada pada suara batin. Tetapi boleh diucapkan
dalam saat-saat belajar/mengajar.
Syekhuna Ibnu Hajar r.a. dalam syarah Arba’in, menjelaskan perkataan Nabi
s.a.w. yang tercantum pada bagian doa iftitah yang berbunyi “wassyaru laisa
ilaik” (kejelekan/kejahatan bukan untukMu) tidak lain maksudnya, ialah untuk
mengajar/mendidik adab, karena tidak seharusnya berkata dalam bentuk dan
arti yang menghina terhadap Allah, seperti perkataan “ Ya allah yang
menjadikan anjing” atau “Ya Allah yang menjadikan babi” meskipun
sebenarnya diakui dengan pasti bahwa anjing dan babi itu adalah makhluk
(yang dijadikan) Allah. Pengertian dimaksud sehubungan pula dengan Firman
Allah tersebut diatas.
Syehk abdul Wahab Sya’rani q.s. pernah mengajukan pertanyaan kepada Guru
beliau. Syehk Ali Al Khawwas.
Tanya : Apa maksud yang sebenarnya pengertian “usaha/Ihktiar” yang
dinyatakan oleh Imam Asy’ari (Asy’ariyah)?.
Jawab : Yang dimaksud dengan pengertian “usaha/Ihktiar” adalah ta’alluq
iradat mumkin (hubungan kehendak simahkluk) dengan segala
kejadian/peristiwa yang dalam hal itu sesuai dengan Takdir Ilahi (Ketentuan
Tuhan) . Manakala terjadi “Ta’alluq iradat” (hubungan kehendak) dengan
takdir Tuhan, mereka sebutkan itu dengan Usaha/ihktiar bagi
mumkin/mahkluk, pada ma’na, sedang mengambil manfaat dari usaha ihktiar
itu sendiri, adalah sudah ada pada takdir.
Selanjutnya Syekh Abdul Wahab Sya’rani q.s. berkata: “aku pernah mendengar
perkataan guruku Syekh Ali Al-Khawwas, kata beliau : semestinya setiap orang
harus sudah mengerti “perbuatan mahkluk tidak memberi bekas”
(menentukan) itu, adalah sepanjang keadaan (takwin) menurut hukum semata
mata.
Maka untuk itu hendaklah anda pahami dengan benar karena pada umumnya
masih banyak yang belum mengerti perbedaan antara Hukum dan Astar
(bekas/kekuatan).
“Allah s.w.t. berkeinginan untuk mengadakan harkat (gerak) atau ma’na
(arti/nilai) terhadap pekerjaan apapun, tidak bisa terjadi itu (tidak sah
wujudnya) kecuali pada “maddahnya” (materi pekerjaan itu sendiri). Karena
mustahil pekerjaan itu akan terjadi dengan sendirinya, pasti pada Mahallun
(objek) yang dapat menimbulkan takwin (keadaan/peristiwa).
Objek (mahallun) yang dimaksud adalah Hamba yang mana dapat pula
diartikan “si Mumkin” yang melakukannya, namun sebenarnya apa yang
dilakukan oleh si mumkin tadi tidak sekali kali memberi bekas (menentukan),
semoga anda bisa memahaminya, karna ini sangat rumit.
Syekh Abdul Wahab Sya’rani q.s. berkata lagi : “Aku mendengar saudaraku
Afdaluddin Rahimahullah berkata : Bagi mumkin ini sama sekali tidak memiliki
kodrat tetapi hanya sekedar menerima Astar Ilahi (bekas/ketentuan Tuhan).
Karena sifat Kodrat itu sebenarnya adalah suatu sifat yang tidak pernah
terpisah-cerai (infikak) dengan sifat-sifat Ketuhanan. Oleh sebab itu
menetapkan adanya “kodrat bagi mumkin” adalah suatu dakwan yang tidak
berdasar/dalil.
Catatan : salah satu guru saya berkata, bahwa hamba ini sebenarnya hanya
mustanir (menerima cahaya). Inilah yang dimaksud dengan kata “hanya
sekedar menerima astar Ilahi” seperti yang tersebut diatas.
TAUHIDUS SIFAT
Kaifiyat Tauhidussifat memandang segala sifat yang berdiri pada dzat adalah
sifat Allah. Tidak ada yang mendengar kecuali dengan mendengarnya Allah.
Tidak ada bagi hamba sekalian itu mempunyai sifat, kecuali hanya sebagai
madzhar sifat Allah. Mengesakan Allah ta’ala dalam segala sifat, sirna semua
sifat mahluk di bawah sifat Allah. Sifat sifat 20 itu pada hakikatnya adalah yang
dikehendaki dalam asma’ul husna. Pandang, syuhud, baik dengan mata kepala
atau mata hati, i’tiqodkan hasil pandangan syuhud tersebut yakini bahwa
segala sifat yang berdiri pada dzat yang madzhar pada mahluk seperti sifat
qudroh irodah ilmun hayatun sama’ bashor kalam semua itu nyata terlihat dan
dirasakan oleh kita bahkan oleh mahluk lain bahwa itu semua bersifat majazi
(ja’iz/ ada tapi bukan milik. Hakikatnya yang memiliki semua sifat itu adalah
Allah. Orang yang mengakui yang bukan haknya itulah seburuk buruk orang
dan itulah yang disebut bid’ah dzolalah. Sifat yang berdiri pada dzat Allah yang
bisa kita ketahui adalah kuasa, berkehendak,Ilmu, hidup, mendengar, dan
berkata (sifat maani) sifat sifat itu ada pada manusia yang kemudian menjadi
sifat ma’nawiyah (subyek). berkuasa menjadi yang berkuasa, berkehendak
menjadi yang berkehendak dll. Subyek yang ada pada mahluk itu menjadi
madzhar nya Alloh sebagai sifat yang majazi. Yang terasa pada kita itu
hakikatnya milik Allah, sebut saja itu adalah sekedar pinjaman. Diumpamakan
seperti cahaya, itu adalah cahaya Allah. seperti bumi menjadi terang bukan
karena bumi itu terang tetapi karena cahaya matahari yang menyinarinya. Jika
sudah benar, tahqiq, cara pandang, cara syuhud, niscaya kita akan tenggelam.
Wa Qolbuhu Ladzi Yuddzmiru bi
Kaifiyat tajalli sifat engkau pandang bahwa hamba yang mendengar itu dengan
Allah, hamba yang melihat itu dengan Allah, yang berkata kata itu dengan Allah
yang berkehendak itu dengan Allah dst, maka lengkaplah keyakinan kita, inna
sholati wa nusuki …..lillahi robbil alamin, li adalah milik bukan diartikan untuk.
Syariat qouli wa thoriqotu fi’li wa haqiqotu haali wa ma’rifatul ro’sul maali.
Tidak ada harta yang paling istimewa kecuali ilmu yang yuntafa’ ubih, ilmu itu
bisa berupa ilmu lahir bisa berupa ilmu bathin, ilmu rahasia, ilmu yang
menyinari (linuriyahu) yang rahmah dan berkah, rahmah berkaitan akherat
berkah berkaitan dengan dunia. Ilmu sebagai kunci dunia dan kunci akherat.
Ilmu adalah sifat Allah yang nyata nurnya pada kita.
Ada beberapa cara para malaikat dan ruh (dalam suroh lailatul qodar) turun ke
bumi (intholiqu ila abdi). Ruh itu adalah para auliya’. Malaikat kembali lagi ke
langit tapi para auliya’ itu tidak langsung kembali. Kadang secara jasad barzakhi
dan jasmani wujud menguji kita. Kadang hanya berupa jasad barzakhi dan
meminjam jasmani seseorang di dekat kita (contoh anak) lalu menguji kita
dengan polahnya jika kita nggak sabar lalu menyakitinya menamparnya, maka
auliya’ itu lalu tertawa, ah segitu to sabarnya.
Faidah tajalli memandang Allah dengan tadrij (sedikit demi sedikit). Tidak usah
terburu buru yang penting apa yang diketahui maka amalkan. Jadikan laa ilaha
illalloh menjadi pohon tauhid yang kuat dari hembusan nafsu. Benih itu
tumbuh dengan tadrij. Pandang terus, meski satu menit dalam sehari.
Usahakan di awal kesadaran yaitu bangun tidur dan diakhir kesadaran yaitu
mau tidur. Sehingga paling tidak di awali ingat pada Allah dan diakhiri dengan
ingat Allah meski di tengahnya bolong. Alhamdulillah ternyata saya masih
dihidupkan, ternyata saya masih harus mengahadapi ujian, niscaya Allah akan
menolong kita menghadapi semua.Seperti orang sholat diawali dengan qosd
“Allahu akbar” meski setelahnya lupa lagi nanti diakhiri salam.
Memang susah menerapkan tauhidussifat, karena ini memang maqom para
ambiya dan aulia. Mulailah memandang sifat Allah satu persatu. Kita harus
mengenal semua sifat dua puluh. Dilantunkan, difaham, ditanamkan. Fahami
sifat nafsiah, yaitu wujud. Kemudian lima sifat salbiyah. Wujud itu artinya diri.
Salbiyah itu mahkota wujud, keagungan wujud. selanjutnya tujuh sifat ma’ani.
Ma’ani itu masdar akar kata, sumber, atau inti. dan tujuh sifat ma’nawiyah
sebagai pengembangan sifat ma’ani. Qudroh artinya kuasa, pada saat nyata
berkembang menjadi qodirun, artinya yang kuasa.Ketika sudah berbentuk
ma’nawiyah (maf’ul) maka mengandung makna pelaku dan ada kata kerjanya,
dan mengandung pula objek.
Dalam kajian tauhid sebetulnya penambahan kata maha itu tidak dibenarkan.
karena artinya memberikan jarak antara Allah dengan mahluk.
Ketika Rosululloh menerima wahyu, beliau menerima dengan lantaran jibril,
dengan tabir, dengan suara keras, kecuali pada saat menerima perintah sholat.
Kita tidak pernah melihat Allah. Melihat mahluk kita menemukan sifat kuasa.
Maka munculah yang kuasa, maka yang kuasa itu pandang sedikit demi sedikit
bahwa tidak ada yang kuasa kecuali Allah. Maka fana’lah perbuatan, nama,
sifat pada mahluk kembali pada perbuatan, asma, sifat Allah. Tanam dalam
hati yang kuat, dikunci jangan sampai goyah. Kembangkan sifat dari sifat sifat
ma’ani sampai ke ma’nawiyah.
Adam sebagai kholifah fil ardz. Yang namanya bapak jasmani disebut kholifah
fil ardz, maka anak keturunannya juga diberi predikat kholifah fil ardz. Apa itu
kholifah? Ilustrasinya adalah:
Sebuah negara mengirimkan perwakilannya kepada yang lain namanya duta
besar. Di kantor maupun di rumah dubes itu di pagar dengan rapat untuk
membatasi hukum yang berlaku. Apapun yang dikata oleh dubes adalah
mewakili negaranya. Apapun hukum yang dikata oleh dubes maka itu mewakili
negara. Jika kita memaksa melompat pagar, maka kita terkena hukum
negaranya.
Contoh lagi adalah seorang mak comblang. Apapun yang dikata oleh si
comblang maka seolah itu datang dari arjuna di telinga srikandi. Karena semua
merasa terwakili.
Bagaimana dengan kholifah Allah. Kita tidak pernah melihat Allah. Maka
kholifah Allah itu yang mewakili di tengah tengah kita yang menyalurkan kita
kepada Allah yang gho’ib. Man arofa nafsah arofa robbah. Barang siapa
mengenali diri yang kholifah maka akan mengenal Allah.Kholifah adalah yang
diutus Allah untuk menunaikan hukum hukumnya. Dia adalah orang yang
sudah ma’rifat kepada Allah yang baginya nggak ada yang tersembunyi. Yang
mencapai nafsu muthma’innah.
Kholifah pertama di bumi adalah adam. adam secara bahasa adalah berarti
dulu. Sebagai kholifah Adam telah diberi bekal mengetahui segala asma’. Tidak
ada yang tersembunyi baik yang terkecil maupun yang terbesar.
Huwa lladzi kholaqo samawati wal ardz….. dia mencipta. Dia siapa? dia insan
kamil para arifin billah.Kepadanya dia dilimpahkan ilmu laduni. Dengan Ilmu
laduni itu ialah yang sebenarnya yang dikatakan alim (alim robbany). Abu yazid
bahkan mengatakan kepada ulama’ dhohir “Akhodztum Ilma Minal Mayyit ila
Mayyit Wa Akhodzna Ilma Mina lladzi la yamut”.

Anda mungkin juga menyukai