Anda di halaman 1dari 125

1.

Ilmu Zikir dan Salat yang Tidak Dimiliki Ulama

 Rasulullah‫ ﷺ‬bersabda, "Jika engkau menginginkan sesuatu perkara, maka


pelan-pelanlah (tenanglah), hingga Allah‫ ﷻ‬akan menunjukkan padamu jalan
keluarnya." (H.R. Bukhari)

PASANG-SURUT IMAN & KEBAIKAN FATAMORGANA


”Iman itu kadang naik, kadang turun. Maka perbaharuilah iman kalian dengan 'Laa
ilaha illallah'.” (H.R. Ibnu Hibban)
Islam dibangun dengan akidah dan syariah. Akidah itu urusan iman. Syariah itu
urusan ibadah.Akidah dibahas dalam ilmu tauhid. Syariah dibahas dalam ilmu
fiqih."Laa ilaaha illallaah" itu kalimah tauhid. Jadi memperbarui iman itu dengan
ilmu tauhid, bukan dengan ilmu fiqih. Lihat lagi teks hadis di atas.Jadi memperbarui
iman itu bukan dengan memperbanyak wirid "Laa ilaaha ilallah" beribu kali sampai
air liurmu kering jadi tepung. 😂
Jadi, memperbarui iman itu tidak bisa dengan memperbanyak ibadah sebab iman
itu kajiannya di dalam tauhid, bukan di dalam fiqh.Apalagi ibadah syariat itu sudah
ditentukan kadarnya dalam fiqih: tidak boleh kurang, tidak boleh lebih. Kamu salat
Isya 7 rakaat bukan dikatakan bertambah iman, melainkan bertambah gilanya. Jadi,
memperbarui iman itu hanya dengan menggali terus pahaman tauhid--sampai
kamu tiba di maqam "selesainya perjalanan ilmu."
Ilmu itu ada batas perjalanannya. Apa batas perjalanan ilmu itu? Perjumpaan
dengan Allah meskipun kamu belum mati dan masih hidup di alam dunia. "Muutu
qabla Anta muutu." Sedangkan batas perjalanan amal ialah ajal. Itu pun masih
dapat berlanjut dengan doa anak kita yang saleh dan ilmu yang bermanfaat.
Apa batas perjalanan ilmu itu?
"Jika pengetahuan seseorang baru pada Af'al Allah, sampailah ia pada Af'al Allah
saja; Jika pengetahuan seseorang baru pada Asma Allah, sampailah ia pada Asma
Allah saja; Jika pengetahuan seseorang baru pada Sifat Allah, sampailah ia pada
Sifat Allah saja; Jika pengetahuan seseorang baru pada Zat Allah, sampailah ia pada
Zat Allah saja; Jika pengetahuan seseorang sampai pada Allah, sampailah ia pada
Allah."
"Aku sebagaimana persangkaan hamba-Ku" (hadis qudsy)
Kalau ilmu sudah sampai pada Allah, amal pun sampailah pada Allah. Tidak akan
amal tersangkut pada pahala dan tertinggal di surga, melainkan sampai pada Allah.
Apa lagi yang nak diragukan??
Jadi, pasang-surut iman itu biasa. Bisa ditingkatkan dengan menambah
pemahaman ilmu akidah.Jadi, pasang surut iman itu biasa, tandanya kamu masih
beriman. Ibarat laut, iman itu adakalanya pasang-surut di pantai hatimu. Itu
tandanya lautmu masih berair.
Coba lihat lautnya orang tidak beriman. Tidak ada pasang-surutnya.
Karena laut mereka memang tidak ada airnya. 😂
Kebaikan apa pun, sebanyak apa pun, yang dilakukan orang tidak beriman itu
fatamorgana. Dipandang debu oleh Tuhan. Bukan Tuhan yang tidak adil. Suruh
siapa diturunkan 4 Kitab Tuhan masih juga tidak mau membaca dan mengenal
sebenar-benar Tuhan dan Nabi-Rasul-Nya. Logis tidak tuh?Bukan Tuhan yang tidak
adil. Lha kamu tahunya hanya menyembah Tuhan, tapi Pribadi Tuhan sendiri kamu
tidak kenal. 'kan konyol namanya.Bukan Tuhan yang tidak adil.Lha kamu tahunya
hanya berbuat baik,tapi kemauan Tuhan kamu tak mahu tahu.'kan bahlul namanya.
“Dan orang-orang kafir, amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah
yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila
didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya
ketetapan Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-
amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya.” (Q.S. An-Nur:
39) “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
bagaikan debu yang beterbangan.” (Q.S. al-Furqaan: 23)
Pasang-surut iman itu sunatullah. Memperbarui iman itu nikmatullah.
  
MAKRIFAT SETENGAH TIANG, SETENGAH MATANG

"Banyak orang tahu yang salah. Tapi dirinya sendiri tersalah, banyak taktahu "Jadi
memperbarui iman itu bukan dengan memperbanyak wirid "Laa ilaaha ilallah"
beribu kali sampai air liurmu kering jadi tepung."Merasa diri sudah duduk di level
makrifat, tapi pola pikir masih macam orang syariat buta. ”Iman itu kadang naik,
kadang turun. Maka perbaharuilah iman kalian dengan 'Laa ilaha illallah'.” (H.R.
Ibnu Hibban)Kalau kamu orang syariat buta, wajar hadis itu kamu larikan ke wirid-
wirid. itu pun banyak yang malah merusak tauhid dari wiridnya.
Yang disebut zikir kamaliyah itu "laa bi harfin wa laa shautin wa laa musawarin",
'tidak berhuruf, tidak bersuara, tidak berbentuk'.
"Ah..ah..ah..." itu sudahlah masih berhuruf-bersuara.. bukan Asma Allah pula! ■
Ada juga yang mewiridkan secara biasa..lalu merasakan nikmat zikir itu sebagai
"terbarukannya iman". Apanya yang terbarukan dalam imanmu kalau masih
memandang Allah itu berupa Zat. Bukan sedikit umat tertipu lalu untuk tahu
Asma Allah ke-100 yang jadi jaminan surga itu lalu dipasang mahar berjuta-juta
hanya untuk dibisiikkan "Zatul Buhti". Bual benarrrr! Sudahlah jujur saja, seantero
jagat tarikat, nyaris semuanya ambil keputusan: "Allah itu Zat",Begitu datang
hakiki menyatakan "ALLAH BUKAN BERUPA ZAT" lalu bingung. Ilmu baru sampai
di Zat, diajak sampai langsung ke Allah malah meradang. -_-Itulah sebab banyak
ahli zikir bukannya makin bersih zahir-batinnya, malah makin gelap tiada cahaya
ibadahnya, makin linglung, makin pening-pening lalat.Bukan makin tinggi
makrifat, malah makin keparat menyesatkan murid dan umat.”Kami sedang
bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam , lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
memandang bulan purnama di malam itu , seraya bersabda : Sungguh kalian akan
melihat Tuhan pencipta kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama ini,
tidak terhalangi apapun dalam melihat-Nya subhanahu wata’ala, maka
semampunya berusahalah menyempurnakan salat Subuh dan salat Asar maka
perbuatlah “. (Sahih Bukhari )
  
Yang diurai di bawah ini bukan ilmu grand-grand mufti, bukan ilmu syaikh-syaikh,
bukan ilmu kiyai-kiyai, bukan ilmu ustaz-ustaz, bukan ilmu habib-habib, bukan
ilmu maulana-maulana, bukan ilmu hazrat-hazrat, bukan ilmu buya-buya, bukan
ilmu datuk-datuk, bukan ilmu tuan-tuan guru, bukan ilmu gus-gus, bukan ilmu
embah-embah, bukan ilmu eyang-eyang, bukan ilmu ki-ki, bukan ilmu sufi-sufi,
bukan ilmu tarikat-tarikat, bukan ilmu dari mereka yang bukan nabi. Percaya,
Alhamdulillah.

Salat itu ibadah utama. Zikir itu ruhnya. Rusak zikirnya, hancur salatnya. Benar
zikirnya, sahih salatnya: diskon hisab hadiahnya.

Salat itu ibadah utama.Amal yang pertama kali dihisab itu salat. Bagus hisab
salatnya, baguslah pula hisab seluruh amal lainnya. Bagus hisab salatnya, tanpa
hisablah ibadah lainnya.

Mengapa salat itu ibadah yang utama?


●karena dalam salatlah keesaan ultimat antara ruh, nafs, dan jasad terjadi. Ruh,
nafs, dan jasad beribadah secara bersamaan-besertaan. Itu makanya dalam salat ada
rukun qalbi (hadir hati), rukun qauli (bacaan), dan rukun fi'li.
○rukunqalbi itu pekerjaan ruh
○ rukun qauli itu pekerjaan nafs
○ rukun fi'li itu pekerjaan jasad
Kalau ketiga ini sudah esa, maka esalah zahir-batin kita beserta Allah; billāhi.

●karena salat itu hakikatnya berlatih mati.


Apa isyarat bahwa salat itu berlatih mati?
Akhirul kalam Rasulullah Saw. tercinta: “Ummati... ṣalli.” 
Dalil mati itu sakit, ada. Dalil mati itu tidaksakit juga ada. Tinggal pilih mau yang
mana.

 Kedudukan Zikir: ruhnya salat


Adapun ruh salat itu li-zikri, yaitu dengan mengingat (Allah) (Q.S. Tāhā :14).
Mengingat Allah itu dianjurkan dalam setiap keadaan (berbaring, duduk, berdiri) dan
berkekalan setiap waktu (dalam bahasa Quran "dari pagi hingga petang").
Zikr itu artinya mengingat, bukan menyebut-sebut, bukan membaca-baca, bukan
bernapas-napas. ← yang terakhir ini yang paling jauh menyimpang dari makna zikr.
Adapun untuk membantu jasad mengingat, disyariatkanlah mewiridkan puji-pujian
kepada Allah‫ﷻ‬. Namun, tetaplah prinsip zikir itu mengingat, bukan menyebut-sebut,
bukan membaca-baca.

Hakikat Zikir
Zikir itu bukan sampai banyak, melainkan sampai kelu. "Man arafallaha kalla
lisanuhu", siapa mengenal Allah dengan sebenar-benar pengenalan, kelu lidahnya.
(hadis ini tercantum dalam Kitab Ad-Durunnafis yang ditulis oleh Syaikh M. Nafis Bin
Idris al-Banjari ). Mulut kita berucap "Laa ilaaha illallah". Dari mana munculnya
perkataan ini? Dari hati. "Laa ilaaha illalah" yang dari hati ini dari mana asalnya? Dari
sirr hati. Yang dari sirr hati ini dari mana? Tentulah dari dalam sirr. Yang di dalam sirr
itu siapa? Rahasia Allah. Syariatnya, kita berzikir.Makrifatnya, Rahasia Allah itulah
yang berzikir atau yangdidalamsirr itulah yang berzikir. [Ingat, "yang di dalam sirr"
bukan sirr. Orang tasawwuf memandang sirr inilah yang dituju dalam zikir sirri.
Padahal yang dimaksud ialah "wa fi sirri Ana" sebagaimana dalam bunyi hadis
qudsynya] Jadi kalau kita cermati, siapa yang sebenarnya berzikir itu? Syariatnya →
kita berzikir Makrifatnya → Yang Punya Zikir Berzikir

Perkataan ini bukan hendak menjadikan kita adalah Allah atau setara dengan Alah,
melainkan kita meyakinkan Rahasia Allah/Zat Allah itulah Diri Allah, bukan kita
adalah Allah. Kesimpulan kata: Rahasia Allah/Zat Allah itulah yang memuji Tuhannya.
Kalau belum tahu bahwa yang di dalam sirr ini berzikir, bagaimana Anda akan karam
dalam zikir? Paling-paling Anda hanya dapat karam dalam sebutan zikir saja.

Hanya Ada 2 Jenis Zikir:


Zikir Jahri (Nyata) dan Zikir Khafi (Tersembunyi)
Sebaik-baik zikir adalah zikir dengan samar dan sebaik-baiknya rezeki adalah rezeki
yang mencukupi, Nabi‫ ﷺ‬juga bersabda, “Zikir yang tidak terdengar oleh malaikat
pencatat amal  mengungguli atas zikir yang dapat didengar oleh mereka sebanyak
tujuh puluh kali lipat.” (H.R. Baihaqi)

Syariatnya → kita berzikir (jasad melalui mulut dan nafs melalui hati sanubari) →
zikir jahri

Makrifatnya → Rahasia Allah (ruh atau hati rabbani) itulah yang berzikir →
zikir khafi

1. Zikir Jahri (Zikir Hurufiyah)


Syariatnya → kita berzikir (jasad melalui mulut dan nafs melalui hati sanubari) →
Mewiridkan puji-pujian kepada Allah‫ ﷻ‬dengan lisan atau dalam hati.  Zikir ini masih
berhuruf (hurufiyah), bersuara, dan berbentuk. Zikir jahri ini zikir yang dilakukan oleh
nafs dan jasad. Bisa dikatakan zikir jahri ini baru zikir qauli dan fi'li. Mulut atau hati
mengucap, jemari tangan menghitung jumlah. Jadi menyebut-sebut bacaan zikir
"subhanalah" di dalam hati itu masih tergolong zikir jahri karena masih berhuruf,
bersuara, dan berbentuk. Suara hati sanubari masih bisa didengar malaikat. Masih
terdeteksi oleh malaikat. Zikir jahri ini ada kelemahannya, yaitu baru zikir level jasad
dan nafs. Jadi daya tahan kita berzikir bergantung pada stamina jasad. Kita tidak bisa
berkekalan mengingat Allah setiap waktu (nonstop) dalam keseharian . Ketika kita
sedang berbicara, kita tidak bisa mewiridkan puji-pujian dalam hati [tidak percaya?
Coba saja sekarang juga. : Ketika sedang tidur, kita tidak bisa mewiridkan puji-pujian
belum pernah ada orang dalam tidurnya
mengigau“subhanallaah...subhanallaah..subhanallaah” sepanjang malam sampai
terbangunnya

2. Zikir Khafi (Zikir Kamaliyah)

Makrifatnya → Rahasia Allah (ruh atau hati rabbani) itulah yang berzikir → Zikir
Khafi ialah zikir yang tersembunyi; tidak terdeteksi oleh malaikat pencatat amal
karena zikir ini tidak berupa huruf, tidak bersuara, dan tidak berbentuk. Ada juga
yang menyebut zikir khafi ini sebagai zikir sirri atau zikir rahasia. Disebut zikir rahasia
maksudnya bukan zikir yang tidak boleh diketahui umum, melainkan karena itu tadi,
zikir ini tidak berhuruf, tidak bersuara, dan tidak berbentuk.

Maksudnya bagaimana sih zikir yang tidak berhuruf, tidak bersuara, dan tidak
berbentuk itu?Ingat lagi makna kata zikr itu apa? Yup, makna kata zikr itu
mengingat. Mengingat siapa? Mengingat Allah‫ﷻ‬. Allah‫ ﷻ‬itu bagaimana
bentuknya? Laisa kamiṡlihi sya`un (Q.S. Asy-Syura:11), 'tidak sama dengan segala
sesuatu. Allah bukan berupa huruf alif-lam-lam-ha. Alif-lam-lam-ha itu rangkaian
huruf pembentuk Nama-Nya, bukan Diri Allah-nya Sendiri. Lafaz sebutan "Allaah" itu
hanya Nama Tuhan yang disuarakan, bukan Diri Allah itu berupa suara. Allah juga
tidak berbentuk karena justru Allah itu Pencipta segala bentuk. Maka setiap yang
memiliki bentuk, pasti makhluk. Setiap yang memiliki bentuk, bukan Tuhan!Ketika
mengingat sesuatu/makhluk/orang, kita ingat akan bentuk (wajahnya) atau kesan
tentang orang itu. Ketika mengingat sesuatu/makhluk/orang, kita pakai pikiran
dan/atau perasaan. Ketika mengingat Allah yang tidak sama dengan segala sesuatu
bagaimana? Diamkan nafs dengan cara: mendiamkan pikiran dan perasaan. Karena
setiap yang bisa dipikir dan bisa dirasa pasti makhluk, bukan Tuhan.

Bagaimana cara mendiamkan pikiran dan perasaan itu? Ya jangan ada yang dipikir-
pikir dan jangan ada yang dirasa-rasa ketika beribadah. Beribadah ya beribadah saja,
tapi ketika melakukannya, pikiran dan perasaan jangan jalan-jalan ke mana-mana.
Diamkan. Itulah artinya kamu sebenar-benar mengingat Allah. Itulah praktik
sebenar-benar zikrullah.  Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu.(Q.S. Al-Baqarah [2]:185) Zikir khafi ini disebut juga
zikir kamaliyah, artinya zikir yang sempurna. Dikatakan zikir yang sempurna karena
itu tadi, zikir yang akurat dalam mengingat Allah yang takbisa ditafsir itu ya hanya
bisa dengan diam. Zikir khafi ini disebut juga zikir kamaliyah, artinya zikir yang
sempurna. Dikatakan zikir yang sempurna karena zikir ini tidak berhuruf, tidak
bersuara, dan tidak berbentuk. Yang namanya diam,Adakah berupa huruf?
Bukan.Adakah suaranya? Kalau bersuara, bukan diam namanya 'kan?!Adakah diam
itu berbentuk? Tidak ada. Zikir inilah yang bisa tetap berkekalan setiap waktu. setiap
detik, bahkan ketika kita sedang tidur, bekerja, berbicara, dan  melakukan apa pun
yang tidak melanggar syara` dalam keseharian kita: 24 jam nonstop berkekalan
(da`im) beserta Allah. Zikir khafi dengan cara mendiamkan pikiran dan perasaan
inilah yang bisa tetap berkekalan setiap waktu. setiap detik, bahkan ketika kita
sedang tidur, bukan dengan zikir napas!

Bukti zikir napas itu bukan zikir yang sahih dan bukan zikir yang berkekalan: 

  Ingat, zikr itu artinya mengingat, bukan bernapas. Mengingat dan


bernapas itu dua aktivitas yang berbeda. Tidak bisa zikir dijadikan napas
atau napas dijadikan zikir. ← tidak ada sandarannya sama sekali. Zikir dan
ritual ibadah lainnya dalam Islam tidak ada yang disangkut-pautkan
dengan mengatur napas. Camkan itu. 

 Memang benar ketika kita tidur, aktivitas benapas jalan terus. Masalahnya,
apakah ketika kamu menghirup udara dalam tidur, kamu mewiridkan
"Huuuu" lalu ketika menghembuskan napas sambil mewiridkan "Allaah"??
Kalau kamu jawab bisa, berarti kamu belum tidur. Jangankan sadar
menarik-hembuskan napas, ketika tidur kita itu merasa ada-diri saja tidak.
Kalau kamu jawab ketika tidur kamu merasakan ada diri, berarti kamu
belum tidur.

 Kalau hanya para pengamal zikir napas saja yang bernapas selama tidur
[dan yang bukan pengamal zikir napas tidak bernapas dalam tidur], baru
agak masuk akal bahwa yang namanya berzikir itu bisa diwakilkan pada
aktivitas bernapas dan baru agak masuk akal bahwa zikir napas itu zikir yang
berkekalan tiap detik.

Zikir khafi inilah yang sebenarnya menjadi rukun qalbi dalamsetiap ritual ibadah


Islam. Ibadah apa pun, tetap rukun qalbi-nya: diam. Diam di sini maksudnya
mendiamkan batin (pikiran dan perasaan), bukan mendiamkan jasad mematung. ←
yang model ini namanya diam berhala. Zikir khafi inilah yang sebenarnya menjadi
rukun qalbi dalam setiap ritual ibadah Islam. Mengapa selama ini ulama tidak
menyampaikan seperti ini? Karena ulama sendiri tidak tahu. Mengapa ulama sampai
tidak tahu? Karena ilmu ruhaninya terputus. Sanad ilmu jasmaninya (teori syariat)
boleh saja bersambung sampai ke Rasulullah, tetapi ilmu ruhaninya (praktik amalan
hati) terputus.
Dua Jenis Zikir ini Sebenarnya Satu Paket
Bukti keterputusan ilmu para ulama masa kini itu terbukti dari pemisahan dua jenis
zikir yang sebenarnya satu paket. Satu paket bagaimana? Maksudnya, ketika kita
melaksanakan zikir jahar, pada saat itu juga kita lakukan zikir khafi. Ketika lisan
menyuarakan bacaan zikir dan jemari tangan menghitung (jahar), pada saat yang
bersamaan kita mendiamkan pikiran dan perasaan (khafi).  ← musti seperti ini dan
hanya dengan seperti ini zikir kita terhisab sebagai sebuah amal ibadah, baik
dilakukan sendirian maupun secara berjamaah.

Jalan praktik zikir satu paket itu bagaimana?


Ingat selalu bahwa kita ini keesaan dari tiga diri

1. jasad, sifat fitrahnya bergerak;


2. nafs (hati sanubari: pikiran dan perasaan), sifat fitrahnya juga bergerak;
3. ruh, (hati rabbani), sifat fitrahnya diam sediam-diamnya.

Kunci khusyuk ibadah itu ada pada nafs, yaitu kita mendiamkan pikiran dan
perasaan. Kalau kita mendiamkan nafs, otomatis jasad kita selaras dengan ruh
meskipun jasad kita bergerak-gerak. Artinya ketika itu jasad kita sudah digerakkan
oleh ruh (Rahasia Allah) langsung, bukan lagi digerakan oleh nafsu. Jadi,

 kalau kita berzikir jahri disuarakan dengan lisan: mulut mengucap bacaan
zikir, di hati jangan menerjemahkan bacaan Arabnya. 
 kalau kita berzikir jahri di dalam hati: hati sekadar mengucap bacaan zikir
tanpa ada yang dipikir-pikir dan tanpa ada yang dirasa-rasa. 

Bila demikian, barulah zikir jahri kita selaras dengan zikir khafi yang memang bersifat
diam sediam-diamnya. Inilah maksud kedua jenis zikir itu satu paket dalam
pelaksanaannya. Definisi iman menurut jumhur ulama (lagi):

“Membenarkan dengan hati (qalbi), mengikrarkan dengan lisan (qauli) dan


mengamalkan dengan anggota badan (fi`li).”
Jadi kalau zikir hanya di lisan dan di hitungan jemari tangan, lengkap tidak syarat
imannya? Jawab sendiri.

Apa buktinya kalau zikir jahar tidak disertai zikir khafi itu hilang nilai ibadahnya? 

 Bukankah banyak yang berzikir-zikir dengan instruksi memejamkan mata


sambil membayang-bayangkan wajah mursyid? Kamu itu mau zikrullah atau
zikrulmursyid sih? Tunjukkan dalilnya kalau membayangkan wajah mursyid
ketika berzikir itu = zikrullah.  

 Bukankah banyak yang berzikir-zikir lalu timbul kelainan jiwa seperti


mendadak takut atau mendadak menangis setiap dengar orang berkata
“Allah”. Tunjukkan dalilnya kalau paranoia takjelas seperti itu diganjar
dengan pahala. Mana ada :D Yang ada dalilnya itu “hanya dengan
mengingat Allah jiwamu menjadi tenteram”, bukan jadi sèdèng! 

 Bukankah banyak yang berzikir-zikir lalu lengah kesadaran lalu merasakan


sensasi ‘melayang’ atau trance, bahkan sampai hilang kesadaran sama
sekali alias kesurupan? Tunjukkan dalilnya kalau trance atau kesurupan itu
diganjar dengan pahala. Mana ada :D Yang ada dalilnya itu “hanya dengan
mengingat Allah jiwamu menjadi tenteram”, bukan jadi oleng atau
kemasukan jin! 

 Bukankah banyak yang berzikir-zikir lalu timbul halusinasi, terpandang ini-


itu yang gaib: kalau tidak jin, ya alamnya jin yang terpandang. Apakah itu
maksud dan tujuan zikirmu? Kalau ketemu dengan makhluk lagi, bukan
zikrullah namanya.

Definisi iman menurut jumhur ulama (lagi):

“Membenarkan dengan hati (qalbi), mengikrarkan dengan lisan (qauli) dan


mengamalkan dengan anggota badan (fi`li).” Di mulut kamu berkata “Allah”; di hati
kamu ada tidak Allah itu?

 Kalau di mulut berkata “Allah”, di hati kamu adanya “alif-lam-lam-ha” :


batal. Tidak  ada Allah di hatimu. Di mulut ada, di hati tidak ada ←
pendusta. [man abdal Asma faqad kafar] 

 Kalau di mulut berkata “Subhanallah”, di hati kamu adanya  makna


“Mahasuci Allah” : batal. Tidak  ada Allah di hatimu. Di mulut ada, di hati
tidak ada ← pendusta. [man abdal ma`na fa huwa munafiqun]
Begitulah jadinya kalau hanya jasad saja yang berzikir-zikir, sedangkan ruh diabaikan.
Begitulah jadinya zikir tanpa rukun qalbi. Itulah berzikir tanpa ilmu. Lebih
menyedihkan lagi jika kita ingat betapa zikrullah itu ruhnya salat. Kalau selama ini
zikir kita nilainya amburadul, macam mana lagi nilai salat kita? Bagaimana pula
kesiapan kita menghadapi mati jika salat itu juga hakikatnya berlatih mati? Sudah
berapa belas atau puluh tahun zikir dan salat kita seperti itu? Cita-cita masuk surga
tanpa hisab pula? [Silakan menangis kalau mau meleleh. Jangan ditahan-tahan. Toh
si adam ini gak punya ilmu menerawang, jadi gakkan bisa ngintip kamu lagi mewek
bombay, wahai `Abid ahli zikir.] Bersyukur Allah itu bersifat Maha Pengasih-
Penyayang.

Terkait dengan judul tulisan, banyak ulama yang mengajarkan 

 zikir“Hu-Allah” ← ini men-Dia-kan, Allah. ← ada pihak lain antara diri dan
Allah, masih bersekutu, belum esa. 

 niat“Ilahi Anta maqsudi”; masih ada aku dan Engkau ← masih becerai,
belum esa. 

 pahaman“syuhudul wahdah fil kasrah, syuhudul kasrah fil wahdah” alias


pandang satu pada yang banyak; pandang banyak pada yang satu ← masih
ada dualisme, belum esa.

Ada orang salih yang ketika diperjumpakan dengan Nabi Khidr a.s., begitu senang
hatinya seperti anak kecil dapat mainan paling bagus dan paling mahal. Lalu karena
euforianya, ia begitu bersemangat-antusias dan banyak bertanya tentang ini-tentang
itu rahasia-rahasia ilmu Allah, meminta amalan ini-itu. Akhirnya diberilah oleh Nabi
Khidr a.s. apa yang dimintanya itu atas izin Allah. Hadis qudsy “Aku sebagaimana
persangkaan hamba-Ku” dalam kasus ini jadi bermakna what you get is what you
want. Kaudapat yang kaumau. Tapi hanya itu; hanya begitu saja.Dari situ,
kebanyakan mereka menyembunyikan ilmu pemberian Allah‫ ﷻ‬itu. Disimpan dan
dirahasiakan sebagai ilmu andalan ilmu kebanggaan, wasiat khusus hanya bagi
keluarga atau murid-murid terdekat-tersayang saja. Sedikit saja yang disampaikan ke
umat. Akhirnya ilmu yang disebarkan murid pun hanya serupa ampas yang sudah
bercampur dengan ilmu antah-berantah, sisanya berkarat bersama jasadnya sampai
wafat. Umat yang banyak, tetap dalam keawaman. Gagal istiqamah dalam sifat
tablig. Predikat hasil ujian: Lulus dengan predikat mengecewakan. Ada juga orang
yang ketika diperjumpakan,  justru Nabi Khidr a.s.-nya yang terheran-heran. Orang
itu bersikap biasa-biasa saja. Kesan “Wow” bisa bertemu Nabi Khidr a.s. pun tidak
tampak dari gerak-gerik orang itu. Orang ini justru banyak diam dan manut saja.
Tidak berkata-kata tanpa diminta. Lebih banyak diam. Diam. Diam. Dari sikapnya itu
seolah terkatakan, “Bukan saya tidak takzim pada engkau, wahai pribadi mulia Nabi
Allah.... Bukan saya memandang engkau tidak ada apa-apanya dibandingkan Nabi
Muhammad‫ ﷺ‬ ...tetapi saya bukan mencari ilmu-ilmu rahasia, bukan ingin karamah,
bukan ingin ini-itu, melainkan saya mencari sampai pada Allah‫ﷻ‬.”

Justru Nabi Khidr a.s. yang kemudian lebih banyak berbicara. Beliau berkata pada
orang itu bahwa kedudukan dia di dunia itu sebagai ini-itu dan dalam pandangan
Allah wa Rasulullah dan bagi para penduduk langit, dia itu begini-begitu. Orang itu
tidak menampik, juga tidak mengiyakan informasi Nabi Khidr a.s. itu. Tentu bukan
tidak percaya pada Nabi Khidr a.s. jika ia tetap diam saja berkhidmat. Lebih banyak
diam. Diam. Diam.

“Diam itu hiasan bagi orang alim dan selimut bagi orang bodoh.” (H.R. Abusy Syekh
dari Al-Mihrazi)

“Diam itu mengandung hikmah yang banyak, tetapi sedikit orang yang
melakukannya.” (H.R. Al-Qadhai dari Anas dan Ad-Dailami, dari Ibnu Umar)

Oleh sebab itulah akhirnya Nabi Khidr a.s.,atas izin, kehendak, dan ketetapan Allah
‫ﷻ‬, menjelaskan dan mengijazahkan induk segala ilmu pada orang itu. Ilmu sedikit
untuk segala-galanya. Ibarat kata, orang-orang salih sebelumnya ketika berjumpa
Nabi Khidr a.s. itu malah banyak meminta ilmu-ilmu kelas cabang dan ranting,
sedangkan orang yang mengutamakan diam berkhidmat ketika berjumpa Nabi Khidr
a.s. itu tanpa meminta apa pun justru langsung diberi batang pokok dari pohon ilmu.
Yang dari batang itu ia dapat mengetahui segala ranting, cabang, akar, daun, sampai
buah dari pohon ilmu itu. Allaahu Akbar. Dari fenomena ini, ada kemungkinan Nabi
Khidr a.s. tidak akan menemui siapa-siapa lagi sampai era Imam Mahdi tiba sebab
"tongkat estafet akhirul zaman" sudah diserahkan pada yang berhak dari kalangan
umat Muhammad‫ﷺ‬. Allaahua`lam.
Apalagi sejak perjumpaan dengan orang terakhir itu, atas kehendak Allah‫ﷻ‬  taklama
kemudian dua tipu daya Dajjal yang utama mulai banyak terungkap. Petunjuk bagi
orang-orang yang mau berpikir. Allaahua`lam. Yang diurai di atas tadi
bukan ilmu grand-grand mufti, bukan ilmu syaikh-syaikh, bukan ilmu kiyai-kiyai,
bukan ilmu ustaz-ustaz, bukan ilmu habib-habib, bukan ilmu maulana-
maulana, bukan ilmu hazrat-hazrat, bukan ilmu buya-buya, bukan ilmu datuk-
datuk, bukan ilmu tuan-tuan guru, bukan ilmu gus-gus, bukan ilmu embah-
embah, bukan ilmu eyang-eyang, bukan ilmu ki-ki, bukan ilmu sufi-sufi, bukan ilmu
tarikat-tarikat, bukan ilmu dari mereka yang bukan nabi. Percaya, Alhamdulillah.
Tidak percaya, Alhamdulillah.

2. Penjelasan Kenal Diri, Kenal Tuhan


Man 'arafa nafsahu, faqad 'arafa Rabbahu;
man 'arafa Rabbahu, fasadal jasad.
Siapa kenal dirinya, kenallah ia akan Tuhannya;
siapa kenal Tuhan, binasa jasadnya.

Perkataan di atas tampaknya merupakan simpulan dari hadis qudsy berikut:


Kuntu kanzan makhfiyyan fa aradtu an u'rafa khalaqtu 'l-khalq li-kay u'raf
"Aku ialah khazanah (perbendaharaan) tersembunyi. Aku berkehendak untuk
dikenal, maka Ku-ciptakan makhluk sehingga dengan-Ku mereka mengenal-Ku."

Klausa dengan-Ku mereka mengenal-Ku ini ada penjelasannya pada Q.S. Hijr:29
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan Aku telah meniupkan
ruh-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.

Dari ayat ini diketahui bahwa diri manusia itu terdiri atas ruh, jasad, dan (belakangan
timbul) nafs. Dari pertemuan ruh dan jasad ini Allah kehendaki timbul nafs pada
manusia.

Jadi diri kita itu keesaan tiga hal:

 ruh
 nafs (nafsu/jiwa/rasa "ada-diri")
 jasad

Ruh berkehendak dengan kehendak Allah, sedangkan jasad berkehendak dengan


kehendak nafsu yang juga dikompori bisik setan.

Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya
nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat
oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang." [Q.S.
Yusuf:53]

Maka diri kita yang wajib dikenal itu tentu diri yang merupakan rahmat besar dari
Allah, yaitu ruh sebab ruh kita ini Zat Allah alias Nur Ilahi. Hanya manusia (baik
muslim maupun nonmuslim) yang ruhnya dari Nur Ilahi..makanya malaikat dan jin
diperintahkan bersujud pada Adam a.s. karena manusia itu dinobatkan sebagai
khalifah di muka bumi: makhluk ketuhanan, bukan makhluk kehambaan. Makanya
aneh kalau ada ulama mengajarkan umat pakai jin-jin khadam untuk perlindungan
diri atau untuk ini-itu, toh sudah ada ketuhanan pada diri manusia..sudah ada wa fii
anfusikum 'afalaa tubsirun pada kita(Az-Zariyat:20-21), kenapa musti pakai-pakai jin
pula?! Rusak deh akidah-syariah jadinya
Dan di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin,
dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? [Q.S. Az-
Zariyat: 20-21] Kita sudah tahu diri yang wajib dikenal pada kita itu diri ruh. Kita
sudah tahu ruh kita ini Zat Allah. Maka ketahuilah ruh kita alias Zat Allah/Nur Ilahi itu
'laysa kamitslihi syai'un', tidak sama dengan segala sesuatu. Ini buktinya:

(Allah) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu pasangan-pasangan
dari jenis kamu sendiri, dan dari jenis hewan ternak pasangan-pasangan (juga).
Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang
serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat. [Q.S. Asy-Syura:
Ayat 11] Bukankah pernah datang kepada manusia waktu dari masa, yang ketika itu
belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? [Q.S. Al-Insan: Ayat 1]

Ketahuilah juga ruh kita = Zat Allah = Nur Ilahi itu esa beserta Allah. Allah dan Zat-
Nya itu esa; Pencipta Zat dengan Zat itu esa. Ilahi dan Nur Ilahi itu esa; Pemilik Nur
dengan Nur itu esa:

 seperti Matahari dan cahayanya, tidak ada jarak-antara matahari dengan


cahayanya.
 seperti api dengan panasnya, tidak ada batas-pemisah api dari panasnya.

Mari lanjutkan bahasan kita ini,

 ruh kita Zat Allah


 Zat Allah esa dengan Allah
 jadi, ruh kita ini esa beserta Allah (billah)
 maka ruh kita itu berkehendak dengan Kehendak Allah (Iradat)
 Tapi jasad kita berkehendak dengan kehendak nafsu, jadi musti bagaimana?
Sabar, ikuti uraian selanjutnya.

Kembali ke topik,
Man 'arafa nafsahu, faqad 'arafa Rabbahu
Man 'arafa Rabbahu, fasadal jasad
Siapa kenal dirinya, kenallah ia akan Tuhannya
Siapa kenal Tuhan, binasa jasadnya
Maksud frasa binasa jasad atau fana fillah ini bukan dengan cara

 memfana-fanakan diri,
 menafi-nafikan diri,
 meniada-tiadakan diri,
 mengosong-kosongkan diri,
 melenyap-lenyapkan diri,

itu sih malah mempermudah jalan masuk jin-setan ke jasad sebagaimana banyak
dipraktikkan oleh sebagian besar kalangan tasawuf-lalai dengan konsep huluul-
ittihad, wahdatul wujud, maupun manunggaling kawulo-gusti-nya. Allah sudah
menetapkan diri nafs kita ini ada. Mustahil kita mau meniada-tiadakan yang sudah
Allah tetapkan adanya meskipun nafs kita ini sekadar wujud fana. 
Semakin kamu meniada-tiadakan diri nafsu, makin ada-lah dia meraja.
Semakin kamu meniada-tiadakan diri, semakin zindik, kufur wal kafirlah kamu.

Jihad melawan hawa nafsu (jihadunnafs) juga bukan dengan menemui ulama instan
yang bisa melakukan

 pengosongan,
 pengisian,
 pembukaan,
 pengiriman atau transfer,

sesuatu pada muridnya sehingga sang murid seketika bisa begini-begitu untuk ini-
untuk itu. Ingat, ilmu yang instan-instan itu biasanya dari setan.

Jihad melawan hawa nafsu itu jihad melawan diri sendiri. Artinya jihad itu
berlangsung sepanjang hayat. Kamu selesai berjihad kalau kamu sudah mati.
Namanya juga perjuangan menundukkan diri sendiri, maka pergulatannya
berlangsung selama masih ada diri dan perjuangannya bersifat munfarid alias
sendiri-sendiri alias dilakukan oleh diri masing-masing. Gunakanlah akalmu. Mana
mungkin kamu percaya begitu saja pada ulama yang bisa seketika menyetel diri
kamu? Seketika itu juga kamu berubah 180 derajat? Itu namanya cuci otak alias
keimanan hipnosis. Hidayah dari Allah memang terjadi seketika, tetapi pada diri
kamu tetap berlaku proses alami perubahan. Yang namanya proses itu sunatullah
juga dan Allah mengubah kamu tanpa perubahan: artinya orang sekitarmu masih
mengenalmu seperti dirimu sebelumnya, tetapi ada tambahan kesan kebaikan
padamu. Tidak drastis. Apa bedanya mendadak saleh dengan mendadak sakti atau
mendadak gila? Ingat, yang instan-instan itu kalau bukan dari nafsu, biasanya dari
setan. Ulama atau mursyid yang sesungguhnya pasti meneladani Sang Nabi, yaitu
hanya bersifat membimbing dan menunjukkan cara agar kamu bisa menang
menundukkan hawa nafsumu sendiri berdasarkan Quran dan sunnah. Kalau
keimanan hipnosis, adakah dalilnya?! 
Fana fillah itu bukan begitu caranya. Mengesakan diri pada Allah itu ada cara
sahihnya. Bagaimana caranya? Lakukanlah perintah syariat.
 Apa itu Syariat?
Syariat itu hal yang dikehendaki Allah bagi manusia, berlaku pada anggota jasad.
 Untuk apa bersyariat?
Agar manusia--dengan suka maupun terpaksa--esa jasad dan nafsunya dengan ruh.
Jasad dan nafsu esa dengan ruh, maka esalah zahir-batin kita beserta Allah (billah). 
Jadi penghambaan dan peribadatan itu sebenarnya pengesaan zahir-batin pada
Yang Maha Esa.

Sempurnanya syariat itu yang bagaimana? 


Diri kita itu ada ruh dan jasad (beserta nafs); zahir dan batin.
Pada zahir, dalam syariat berlaku rukun fi'li (gerakan) dan rukun qawli (bacaan).
Pada batin, dalam syariat berlaku rukun qalbi (hadir hati)

Hadir hati (musyahadah) dalam ibadah itu bukan dengan menerjemahkan bacaan
Arab dalam hati, bukan juga dengan membayang-bayangkan Allah berupa “alif-lam-
lam-ha” atau makna "Tuhan" dalam lintasan pikiran berupa apa pun.

Ingat,
Man abdal Asma faqad kafar,
Man abdal ma'na fa huwa munafiqun.
Siapa menyembah Asma, maka ia kafir,
Siapa menyembah makna, maka ia munafik.

"..dan untuk menguji orang-orang yang munafik, kepada mereka dikatakan,


"Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)." Mereka berkata,
"Sekiranya kami mengetahui (bagaimana cara) berperang, tentulah kami mengikuti
kamu." Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan.
Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak sesuai dengan isi hatinya.
Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan." [Q.S. Ali 'Imran: 167]

Hadir hati (musyahadah) itu dengan menundukkan diri nafsu. Diri nafsu itu berupa
pikiran dan perasaan kamu. Maka yang disebut musyahadah pada Allah atau hadir
hati ke hadirat Allah itu dengan mendiamkan pikiran dan perasaan.
Kenapa mengingat Allah itu dengan mendiamkan pikiran dan perasaan?
'Kan sudah tahu, Zat saja sudah bersifat laysa kamitslihi syai'un, tidak sama dengan
segala sesuatu yang bisa dipikir dan dirasa. Apalagi Rabbul izzati Sang Pencipta Zat,
pastikan terlebih tidak bisa dipikir-pikir, terlebih tidak bisa dirasa-rasa.
Dalam Kitab Nasaihul Ibad, Syaikh Nawawi al-Bantani mencantumkan sabda Nabi
Saw., “Salat itu tiang agama, sedangkan diam itu lebih utama; sedekah itu dapat
memadamkan murka Allah, sedangkan diam itu lebih utama; puasa itu benteng
neraka, sedangkan diam itu lebih utama; dan jihad itu adalah puncak agama,
sedangkan diam itu lebih utama.”

“Diam adalah ibadah tingkat tinggi.” (H.R. Ad-Dailami dari Abu Hurairah).

Itulah sebabnya dikatakan para arif billah,


Man arafallaaha kalla lisanuhu
"Siapa (sebenar-benar) mengenal Allah, kelu lisannya." 
kelu lisan ← diam pikiran dan perasaannya.

Maka sempurna syariat itu, misalnya dalam salat:

 badan bergerak: berdiri-takbir-ruku-sujud-salam,


 mulut mengucap:bacaan yang disunnahkan,
 hati (pikiran dan perasaan) diam: kekal (billah) beserta Allah Yang Tidak Bisa
Dipikir-pikir dan Tidak Bisa Dirasa-Rasa.

Keadaan syariat yang sempurna itu fasadal jasad


Maksudnya, kalau dalam setiap ibadah syariat kita apapun bentuknya (salat, tadarus,
zikir, dsb.) kita pakai rukun qalbi "diam-hakiki" itu, suatu hari Allah akan tunjukkan
pada kita.. Allah akan karuniakan pada kita: Pada saat ibadah itu kita akan
merasakan fasadal jasad atau "binasa jasad" yang dimaksud. Bukan jasad kita jadi
hilang atau tidak kelihatan, melainkan kita masih melihat jasad kita, tetapi kita tidak
merasakan berjasad lagi. Ujung-ujungnya nanti, pada kesadaran kita: hanya Allah
saja Ada. Laa mawjudun Ilallaah. Laa ilaahaa ilaallaah. Inilah puncak billahi (beserta
Allah).
Inilah keadaan yang diisyaratkan dalam anjuran
Muutu qabla anta muutu.
Matikan diri (nafs)-mu sebelum mati.
Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya
yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan
orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar dari sana?
Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka
kerjakan. [Q.S. Al-An'am: Ayat 122] Kalau sudah billahi, di alam Allaahua'lam-lah
kamu. Kasyaf jugalah kamu. Seisi alam dunia-akhirat terpandang semua. Kenapa
bingung? Namanya juga di Allaahua'lam.
PERINGATAN
Puncak billah itu TUHAN-HAMBA ESA ← ini maksudnya bukan kita jadi Allah dan
bukan Allah jadi kita. TUHAN-HAMBA ESA: Jauh tidak berjarak; dekat tiada antara
dan tiada bersentuh. ESA: TUHAN BESERTA SEKALIAN MAKHLUK ITU SATU-
SATUNYA. Pandai-pandai mengambil paham. Jangan tersalah paham.

Dalam Islam, tidak pernah ada Tuhan menyurup ke makhluk. Dalam Islam, tidak
pernah bisa makhluk jadi setara dengan Tuhan atau menjadi Tuhan. Camkan itu.

Dalam Islam, tidak ada konsep lenyap aku, ada Tuhanku;lenyap Tuhanku, ada
aku.Camkan itu.
Simpulan
Mengenal Allah tidak bisa dengan diri jasad maupun diri nafsu kita yang bersifat
hadis (’barang kasar’ atau baharu). Mau tidak mau kita hanya bisa mengenal dan
‘sampai pada’ Allah melalui diri kita yang qadim, yaitu diri ruh (ruhul qudus) kita
sendiri. Caranya dengan bersyariat yang disanding makrifat. Bersyariat yang
disanding dengan rukun qalbi diam-hakiki. ← Dengan demikian, esalah jasad dan
nafs pada ruh. Kenallah jasad dan nafs kita pada ruhnya sendiri.

Kalau jasad-nafs mengenal ruhnya sendiri, sucilah zahir-batin kita karena ruh itu
Kemahasucian Allah. Jangan lupa bahwa ruh itu Zat Allah alias Nur Ilahi yang bersifat
Mahasuci. 
kalau totalitas diri kita sudah suci, esalah dengan Yang Mahasuci.

Jadi, jihad akbar setiap muslim yang sesungguhnya ialah berproses menjadi wujud
ruhani yang bercahaya-cahaya meskipun masih tampak berupa jasad berkulit-
berdaging-bertulang-berdarah. Supaya bisa total meneladani Rasulullah Saw.: ber-
Mi`raj ke Sidratul Muntaha dengan dengan ruh-nafs-jasad sekaligus. Aamiinullaah.

Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti


kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah
Tuhan Yang Maha Esa." Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan
Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia
menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.

As-syariatu bila haqiqatu, atilah; al-haqiqatu bila syariah, batilah


Syariat tanpa hakikat, sia-sia; hakikat tanpa syariat, sesat yang nyata.

Biar sedikit amal, yang penting mengenal. Setelah mengenal, semakin beramal.
Inilah rangkuman garis besar tauhid hakiki (syariat-tarikat-hakikat-makrifat) yang
disampaikan Nabi Muhammad Rasulullah Saw. taklama setelah tiba hijrah di
Madinah. Inilah disebut Pusaka Madinah. Inilah tariqatul Muhammadiyah, tarikat
yang penghulu utamanya Nabi Muhammad Rasulullah Saw. sendiri, bukan kelas
umat. Tariqatul Muhammadiyah inilah Islam. Islam tanpa embel-embel firqah
apapun. Bukan Sunni-Aswaja, bukan Syiah, bukan Wahhabi-salafy, bukan Sufisme-
tasawuf, bukan Ahmadiyah, bukan IslamLib, bukan lain-lainnya. Islam saja. Islam.

3. Babul Hidayah: Akhirul Kalam


Soal Wujud hanya diri Allah yang ADA karena dalam sifat Nafsiyah, Wujud itu hanya
Diri Allah yang ADA.

Tentang Zat/Diri, dalam tauhid sudah dijelaskan dalam sifat Nafsiyah,


tentang Sifat Zat itu sudah dijelaskan dalam sifat Salbiyah,
tentang Asma-Nya dijelaskan dalam sifat Ma`ani-Nya: Nama bagi Zat, dan
tentang Af`al-Nya dijelaskan dalam sifat Ma`nawiyah-Nya.

Jalan praktik kita menghayati sifat Ma`ani yang 7 sifat dan sifat Ma`nawiyah yang 7
sifat. Apalah artinya bertauhid saja tidak dapat mempraktikkannya. Bukankah amal
itu perbuatan?

Yang dikatakan sifat Ma`ani menerangkan


Zat-lah yang ber-Qudrat,
Zat-lah yang ber-Iradat,
Zat-lah yang ber-Ilmu,
Zat-lah yang Hayat,
Zat-lah yang Sama`,
Zat-lah yang Basar,
Zat-lah yang ber-Kalam.

Kalian hidupkah?
Hidup (Hayat) itu sifat Ma`ani, yaitu sifat yang wajib ada pada Zat. Mewajibkan Zat
itulah yang hidup, bukan kamu. Zahir ini tunggul (batang) yang bersifat mati
dihubungkan dengan yang bersifat Hayat. Zahir kelihatan hidup, tapi mengapa tidak
merasa hidup dari yang bersifat Hidup? Jasad-zahir hidup, jangan lupalah dengan
yang bersifat Ma`ani. Hayat itu sifat Ma`ani. Siapa yang bersifat Hayat dalam
Ma`ani? Zat Allah.

Kamu kuasa tidak kuasa. Kuasa (Qudrat) itu sifat Ma`ani. Sifat Ma`ani menerangkan
bahwa Zat-lah yang Kuasa, mewajibkan Zat-lah yang Kuasa, bukan diri kamu.

Kamu mendengar tidak mendengar. Mendengar (Sama`) itu sifat Ma`ani, yaitu sifat
yang wajib ada pada Zat. Mewajibkan Zat itulah yang mendengar, bukan telinga
kamu karena orang baru mati juga punya telinga, tapi tidak mendengar.

Kamu melihat tidak melihat. Melihat (Basar) itu sifat Ma`ani, yaitu sifat yang wajib
adapada Zat. Mewajibkan Zat itulah yang melihat, bukan mata kamu karena orang
baru mati juga punya mata, tapi tak melihat. Yang tidak pernah lepas dengan Tuhan
itu adalah hati Ma`ani, maka tauhid musti sampai rasa Ma`ani. Misal kamu dapat
rezeki, apa rasamu sampai pada rezeki saja? Tidak kaurasa, Tuhan akan
membalaskannya. Wafi anfusikum `afala tubsirun, ini yang jadi ketuhanan, bukan
kebatinan. Agama itu keruhanian, bukan kebatinan.

Ma`ani itu karamah Kauniyah-Nya, Ma`nawiyah itu karamah Ma`nawi-Nya.


Tidak tahu ini, mau berupa apa pun tetap karamah jin yang didapat: penuh tipu daya
Iblis. Zaman Sulaiman a.s semua manusia di kerajaan ditipu Iblis: mengaku dan
berupa Nabi Sulaiman. Banyak-banyaklah juga membaca bahasan kaum sufi tentang
para tabiut-tabi`in yang hidup sezaman dengan Nabi Muhammad Rasulullah Saw.
Ada mengikuti bahasan Babul Hidayah, makin masak buah tauhid makrifat. Tidak
sama rasa masak dengan tidak masak dan dengan setengah masak. Sekali-kali
makanlah buah masak.

4. Kitab Babul Hidayah: Bab Shalat

Para kyai, ulama, ustad waktu mengajar, sedikit-sedikit lalu menyuruh shalat. Kamu
kasih tahu tidak di mana keberadaan umat di dalam dan di luar shalat? Kalau orang
hakiki tahu tempat dia shalat dan di luar shalat itu di Kiblat Maqami. Di padang pasir
pun dia akan shalat. Dan di mana dia berada tetap shalat. Ini makna hakiki shalat.
Babul Hidayah Bab Shalat mengandung syarat-syarat pendahuluan tertentu.
Penyucian zahir dari najis/kotoran dan secara ruhaniah dari hawa nafsu. Pakaian
musti bersih: ini pakaian jasmani. Pakaian ruhaniah tidak ada dicemari oleh yang
diharamkan. Tempat bersuci ruhaniah bebas dari kerusakan akhlak dan dosa.
Menghadap kiblat. Kiblat ruhaniah rahasia musyahadah. Shalat itu li-zikri. Buka surah
Thaha:14. Tidak ada shalat itu ceritanya huruf-huruf yang shalat. Masa' shalat
dijadikan berhala-berhala berupa huruf. Sudah ada dalam syara`/fiqh: berdiri-ruku-
sujud itu fi`il. Tidak ada direkayasa huruf-huruf. Mengapa shalat bawa berhala huruf-
huruf segala? Guru goblok yang bicara,"Shalat para sufi: selain Allah itu berhala-
berhala." Tapi lalu mengajarkan i`tikad-i`tikad berhala semacam huruf shalat itu.

Zaman Ibrahim batu-batu dibuat berhala dalam penyembahan. Zaman tasawwuf,


huruf-huruf dijadikan berhala di dalam shalat: huruf alif-lam-lam-ha digunakan
dalam shalat; tempat menyimpan berhala dibayang-bayangkan huruf yang shalat.
Buang i`tikad-i`tikad itu! Menyesatkan!

5. Babul Hidayah: Melatih Ihsan dan Memandang Zahiru Rabbi

Zahir kelihatan hidup, tapi tidak merasa hidup dari yang bersifat Hidup. Jadi
zahir ini tunggul bersifat mati dihubungkan dengan yang bersifat Hayat. Jasad-
zahir hidup, janganlah lupa dengan yang bersifat Ma`ani. Hayat itu sifat Ma`ani.
Siapa yang bersifat Hayat dalam Ma`ani? Ialah Zat Allah.
Syariatun illa haqiqatun, atilatun;
Haqiqatun illa syariatun, batilun.
Syariat tanpa hakikat, sia-sia;
Hakikat tanpa syariat, batal.

Kita tahu berkata-kata itu sifat Ma`ani Kalam Zat. Kita tahu jasad kita ini tunggul
mati yang dihidupkan dengan sifat Hayat Zat. Maka apabila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh [ciptaan]
Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (Q.S. Al-Hijr:29)

Dan [ingatlah], ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari


sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka [seraya
berfirman]: "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul [Engkau
Tuhan kami], kami menjadi saksi". [Kami lakukan yang demikian itu] agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami [bani Adam] adalah
orang-orang yang lengah terhadap [keesaan] ini," (Q.S. Al-A`raaf:172)

Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda [kekuasaan Allah] bagi orang-orang yang
yakin, (20) dan [juga] pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada
memperhatikan? (Q.S. Adz-Dzariyaat:20-21)

Aku jadikan pada manusia itu ada istana (qash). Di dalam istana itu ada shadr, di
dalam shadr itu ada kalbu (qalb), di dalam qalb itu ada fu'ad , di dalam fu'ad itu
ada syaghaf, di dalam syaghaf itu ada lubb, di dalam lubb ada sirr, dan di dalam
sirr itu ada Aku (Ana). [Hadis Qudsi]

Syariatnya: kita berbicara, Hakikatnya: Zat-lah yang berbicara. 


Maka hubungkanlah rasa itu ke Zat di sama-tengah hati. Baru kita bicara itu bicara
benar: dari yang Haq, bukan dari diri nafsumu.

  MELATIH IHSAN
Coba berbuat atau mengambil sesuatu itu bukan dengan dorongan sesuatu atau
bukan dengan dorongan "otot" keinginan. Umpama kamu mau menulis. Tentu
dengan memegang pena dulu. Waktu kamu pegang pena bukan dengan kekuatan
otot lalu langsung pegang saja, tidak ada dengan bantuan pikiran dan lain-lain. Ini
cara mempraktikan ihsan.

SADAR ZAHIRU RABBI


Manusia saja secara syariat ketika ingin membangun rumah, terdahulu mencari
tanah lapang. Kemudian dibangunlah rumah. Apa yang terdahulu dari bangunan itu
yang akan kamu bangun, terserah kemauan orang yang mau membangun.

[Ulasan Admin]:
I`tibar dari Abah Sirad di atas itu mengisyaratkan proses penciptaan semesta.
"Tanah lapang" mengacu kepada Zahiru Rabbi = Nur Ilahi = Tubuh
Maharuang/Wilayah yang ada di balik Maharuang.

Yang terdahulu Allah ciptakan setelah Nur Ilahi tersedia adalah Nur
Muhammad: induk/sumber penciptaan sekalian makhluk.
Lau laka laa maa khalaktul aflaka.
"Jika bukan karena engkau (Muhammad), tidak Kuciptakan alam semesta ini."
(hadis qudsy)

"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan
antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman?.'' (Q.S. al-Anbiya:30)

"bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu" ↤
mengacu pada Nur Muhammad yang berasal dari Nur Ilahi/Tubuh Maharuang
ketika belum ada makhluk.

MEMANDANG ZAHIRU RABBI


Kalian semua mau lihat yang ada di dalam TV. Yang kamu lihat itu kaca: tampaklah
gambar. Kalian mau lihat Tubuh yang ada di dalam Kosong itu: lihat yang di sama-
tengah-hati. Pusatmu. 
Tentang Pusat sebagai Sama-tengah Hati.
[Kedudukan sama-tengah hati dalam jenis-jenis sirr hati baca pada tautan ini

Perhatikan secara jasadi, bagian mana yang merupakan pertengahan jasad


manusia dari atas-bawah-kiri-kanan-depan-belakang? Pastilah pusat.
Rasakan lebih ke dalam lagi, bekas tali pusat memang adanya di perut kita.
Artinya di bagian depan badan kita. Tapi yang tampak di perut itu aslinya adalah
ujung bekas potongan tali pusat. Pangkal pusat itu jadi di mana? Tentu di
dalamnya lagi.
 

Sudah mulai terbayang dan terasa titik pusat Anda? Nah, sekarang pakai logika
sekaligus rasa. Inti dari titik pertengahan dari atas-bawah-kiri-kanan-depan-
belakang jasad Anda itu di mana kalau bukan di mana-mana (bukan di atas-
bawah-kiri-kanan-depan-belakang), tidak bisa disebut, tapi ada. Benar 'kan?!
Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika
itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (Q.S. Al-Insan:1)

Aku jadikan pada manusia itu ada istana (qash). Di dalam istana itu ada shadr,
di dalam shadr itu ada kalbu (qalb), di dalam qalb itu ada fu'ad , di dalam fu'ad
itu ada syaghaf, di dalam syaghaf itu ada lubb, di dalam lubb ada sirr, dan di
dalam sirr itu ada Aku (Ana). [Hadis Qudsi] {perhatikan informasinya, makin "ke
dalam" 'kan?!} Simpulan: Jadi Kosong Maharuang yang ada di hadapan mata
kita dengan yang di dalam pusat itu sama: Kosong. Itu sebabnya Abah Sirad
sering berkata, inilah diri (sambil menunjuk Maharuang). Jadi kalau kita
menyembah Kosong, itu sama dengan kita menyembah diri. Zindik. Sembahlah
yang "di balik" Kosong itu. Sembahlah yang "Kosong sekosong-kosongnya".
Kosong sekosong-kosongnya bermakna 'bahkan kosong pun tidak ada lagi'.
Jasad kita dari Nur Muhammad, ruh kita dari Nur Ilahi
:artinya Nur Muhammad dan Nur Ilahi itu esa.

Nur Muhammad dan Nur Ilahi itu esa dengan Tuhannya


:bukan ber-satu, bukan menyatu, melainkan satu; padu; compact.

Inilah bukti bahwa kita dengan Tuhan itu esa: jauh tidak berjarak-dekat tidak
ber-antara dan tidak bersentuh. Tapi, Tuhan tetap Tuhan, hamba tetap hamba.
Camkan itu! Jadi ketika kita tahiyat dalam salat, yang kita tunjuk itu siapa? Nur
Muhammad, Nur Ilahi yang Esa dengan Rabbul Izzati, Allah Azza wa Jalla.
Intinya yang kita tunjuk itu: Yang Ada di "balik" Cahaya Tuhan. Siapa lagi kalau
bukan Tuhan, Sang Pemilik Cahaya itu sendiri. [baca juga: Dipandang, Disebut,
Ditunjuk Pula] [Ingat, jangan dibayang-bayangkan Tuhan itu. Setiap yang
terbayang, bukan Tuhan. Kata Abah Sirad, "Sudah yakin saja Tuhan itu ADA.
Jangan diutak-atik lagi begini-begitu!"]

6. Ruh Qudus dan Nur dalam Tidur

Waktu kamu tidur, siapa yang melihat diri kamu berjalan ke mana –mana itu?
Yang melihat itu Ruh Qudus. Yang seperti kamu itu Nur. Ruh Qudus tetap di tempat.
Ruh Qudus bergerak dari tempatnya kalau ada perintah Tuhan.

10. Mati itu Nikmatullah | Kitab Babul Ihsan


...................................................................................................................................

12. Mahligai dalam Diri Anak Adam

Aku jadikan pada manusia itu ada istana (qash). Di dalam istana itu ada (shadr) ,
didalam shadr itu ada kalbu (qalb), di dalam qalb itu ada Fu'ad , di dalam fu'ad itu
ada syaghaf, di dalam syaghaf itu ada lubb, di dalam lubb ada sirr, dan di dalam sirr
itu ada Aku (Ana). [Hadis Qudsi]

14. Menyembah Zat Allah itu Kafir Zindiq

Jasad kita dari Nur Muhammad; ruh kita dari Nur Ilahi.
Nur Muhammad itu Sifat; Nur Ilahi itu Zat.
Keesaan Nur Muhammad-Nur Ilahi
alias keesaan Sifat dan Zat inilah yang disebut Allah, BUKAN TUHAN.
MENYEMBAH ZAT = MENYEMBAH DIRI = KAFIR ZINDIK
MAKA MENDALAMI TAUHID ITU FARDU.

     
Betul, Bang. Langkah pertamanya, tentu melalui Muhammad Majati, yaitu
Ruhul Qudus yang di sama-tengah hati. Musti bisa merasakan rasanya rasa di
situ (sirrullah), baru qadim menyembah yang terlebih Qadim berlaku. Di taraf
ini, barulah disebut kif yaa Muhammad, Ana Rabbaka yushalli, Cara
mengamalkannya, cukup dengan membiasakan pasang ruqun qalbi di dalam
dan di luar ibadah (tafakur hakiki), Bang. Sebab yanzuru `ala qulubikum, 'Allah
memandang hati'. Meski demikian, ini bukan berarti syariat biasa kehilangan
makna penyembahannya. Ini sekadar masalah kualitas pengesaannya. Itu
sebabnya hamba Allah itu digolongkan ke dalam "kelas", seperti muslim dan
mukmin.

15. Kemahaesaan itu Ada pada Rasulullah

Perlu dituntut manusia tentang kemahaesaan Tuhan yang ada pada Rasulullah.
Sebab esanya Tuhan pada hamba itu ada pada Rasul. [Tulisan amat terkait
sebelumnya: Ruh Qudus itu Muhammad Rasulullah dan Rasa Ketuhanan Allah
yang Sahih.] Esanyat Tuhan pada hamba-Nya itu karena Ruh Qudus itu diri kita
juga. Yang menjadikan dan yang dijadikan itu satu. Islam ini ketuhanan yang
mahaesa. Wajib jasad dibersihkan. Disimpan di tempat yang aman. Induk
akhirat itu maharuang. Kalau tidak ada nahwu dan tafsir, tidak akan jalan
tasawwuf dan filsafat. Karena nahwu dan tafsir itu mengajarkan paham. Jalan
ilmu itu bagaimana? Asah akal dengan pemikiran. Berpikirlah. Iqra-lah.
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.[Q.S. Asy-Syura:11]
Tiada seumpama dengan sesuatu. Tentulah Allah itu tidak bertempat. Karena
setiap yang bertempat itu sesuatu [makhluk], sedangkan Allah itu Pencipta
segala sesuatu. Allah itu Wujud Wajibal Wujud: Yang Wajib ADA. Bukan wujud
jaizal wujud: yang mungkin ada [ini untuk makhluk; boleh di-ada-kan Alah,
boleh juga tidak di-ada-kan Allah]. Allah itu tidak ada yang meng-ada-kan-Nya.
ADA dengan Sendiri-Nya. Itulah yang disifatkan dalam Sifat 20. Terdahulu ADA-
Nya, tidak ber-awal; tidak ber-akhir. Jadi tidak sama Zat-Nya dengan zat baharu
[makhluk]. Zat yang Qadim, tentu Sifat Qadim juga yang ada pada-Nya. Kalau
zat baharu, tentu sifat baharu juga yang ada padanya [pada sekalian makhluk].
*) jadi kalau ada orang sok makrifat bertanya, "Ketika kapankah qadim menjadi
baharu itu pada kita?" Inilah pertanda kekafiran di dalam keislaman orang itu. -

Itu makanya baharu itu bukan tempat Qadim; Qadim bukan tempat baharu.
Maka Zat Allah itu tidak bersuku-suku, tidak berbagi-bagi*). Tentulah Zat Allah
itu tidak berdiri pada selain-Nya. Zat Allah hanya berdiri pada Allah.
Allah tidak datang-pergi; tidak gelap-tidak terang; tidak naik-turun; tidak keluar-
masuk. Maka Allah jangan disamakan dengan napas. Ingat, apa yang kita buat,
itulah yang kita dapat. Kalau kamu buat napas keluar itu sebagai "Allah" dan
napas masuk itu "Hu", akhirul kalam kamu akan disiksa oleh napas.

Maka perlulah dituntut/dicari kemahaesaan Tuhan itu. Jangan napas yang jadi
pegangan. Kemahaesiaan itu Tuhan itu hanya ada pada Rasulullah. Jangan lupa,
Ruhul Qudus itu diri kita juga. Diri zahiriyah/jasadi kita ini wujud berdosa,
mengapa tidak mau berpegang pada wujud yang tidak berdosa? Sudah satu
jasad dengan Rahasia [Ruhul Qudus] itu, yakni dengan yang di sama-tengah
hati. Yang tidak sadar dengan dirinya itu siapa? Firaun. Dalam bertauhid, dalam
shalat, zikir, dan dalam ibadah apa saja, sadar diri inilah sadar billah.
Maksudnya, hendaklah kita merasakan dengan sadar bahwa segalanya itu
dengan Allah. Orang sadar-billah tidak akan merasakan ada perbuatan dirinya
dalam segala gerak-geriknya. Orang sadar-billah akan merasakan dalam gerak-
geriknya dengan Allah. Terapkan dalam batin kita. Karena di dalam batin hati
ada sifat hayat, ada sifat ilmu. Kembali hayat, kembali ilmu. Siapa yang hidup?
Siapa yang mengtahui itu? Laa mawjudun illallaah. Karena yang batiniyah itu
wujud ma'ani, sedangkan yang zahiriyah itu wujud maknawiyah. Sadari
kedudukan ma'ani dan maknawiyah itu.
Siapa tidak bisa merasakan yang ada di dalam batin hatinya, tidak akan bisa
mengatasi nafsu ananiyyah [nafsu laknatullah di Q.S. al-A`raf:12]
.

16. Yang Tidak Bergerak juga Tidak Diam

Tuhan itu tidak Bergerak dan tidak Diam: Diam sediam-diamnya.


Tuhan tidak Bergerak kemudian Diam; tidak pula Diam kemudian Bergerak.
Tuhan Diam sediam-diamnya. Yang Diam sediam-diamnya itulah Tuhan. Zat-lah
yang merasakan ketuhanan. Bukan kita yang mau merasa ketuhanan,
melainkan Zat merasakan ketuhanan. Maka hati kita musti plong: tidak ada
keinginan lagi. Bersih dari ananiyah.

"Maharuang itu Tubuh Diam"

17. Tubuh Diam

Tubuh Diam itu Tubuh asli sebelum ada sesuatu. Di dalam Tubuh inilah segala
sesuatu mengambil tempat dan dari Tubuh Diam inilah segala suatu di-ada-kan.
Tubuh Diam itulah Tubuh Tuhan [Zahiru Rabbi]. Cobalah dirasakan, bertubuh
diamlah kita. Kerahasiaan-kerahasiaan Tuhan itu ada di dalam Tubuh Diam.
Cara mendapatkannya dengan mendiamkan perasaanmu.
Tubuh Diam itu Tubuh Ahadiyah; Tubuh Husnul Khatimah. Inilah lautan
ahadiyah.

Diam itu Tubuh-Nya [Af`al-Nya], yang Kosong itu Sifat-Nya, sedangkan "Allah"
itu Asma-Nya. Asma bagi Zat-Nya yang meliputi sekalian alam ini. Diri kita sudah
esa dengan Zat-Nya, Sifat-Nya, Asma-Nya, dan Af`al-Nya. Pandang kebenaran
Tuhan itu [Q.S. Al-An`am:104]. Pergunakan tauhid dzukiyah. Tauhid dzukiyah itu
tauhid rasa. Pikiran atau akal tidak dapat merasa. Hanya rasa yang dapat
merasa. Di dalam batiniyah, Rasa yang dapat Merasa itulah Allah. Tubuh Diam
itu bersifat Kosong. Adapun Kosong itu Sifat, sedangkan "Allah" itu Nama bagi
Zat yang Meliputi. Jadi Yang Diam-nya itu Tubuh Tuhan. Kita di dalam Tubuh
Diam dan bertubuhkan Diam. Pandang Tubuh Diam dengan rasa, sampai terasa
benar bertubuhkan Diam. Hadapi apa saja dengan bertubuh Diam atau dengan
bertubuh Tuhan: selamat kamu.

"Kosong itu Sifat-Nya; Diam itu Tubuh-Nya, Allah itu Asma Zat-Nya"

18. Ruh Qudus itu Muhammad Rasulullah dan Rasa Ketuhanan Allah yang Sahih
RUH QUDUS ITU MUHAMMAD RASULULLAH

Ruhul Qudus itu Muhammad Rasulullah. Siapa yang berpegang kepada ajaran
Muhammad Rasulullah, akan jaya dan sempurna dunia-akhirat. Rasa ketuhanan
Allah itu bukan timbul dari suara di telinga kanan-kiri, itu jin-setan. Bukan juga dari
mimpi-mimpi , itu juga gambaran-gambaran tipuan buatan jin dan setan. Yang benar
itu yang timbul dari relung hati yang benar-benar paling dalam.

Allah ciptakan ada bentuk jirim dan jisim. Jirim itu berbentuk zahiriyah jasad kita,
jisim itu bentuk batiniyah yang tidak kelihatan nyata. Dalam Isra’ Mi’raj batiniyah
Nabi dibersihkan dulu agar sampai ke Allah. Kita pun perlu kebersihan hati/batiniyah
ini untuk menapaktilasi perjalanan agung itu.

Rasul itu dikendali Allah dan kita dikendali Rasul:


Billa bi rasuluh

19. Teori dan Praktik Merasakan Ketuhanan Allah

La tataharraku zaratin illa bi iznillah


"Tidak bergerak satu zarah pun tanpa izin Alah."

Musti ada proses, pembersihan dengan Rasul [dengan selawat]. Inilah untuk
pembersihan hati. Kedudukan hakikat itu di dalam, bukan di luar. Penting
merasakan ketuhanan itu. Bukankah Tuhan Mengetahui rasa asin, manis, tawar,
dan lain-lain? Kita tahu asin, manis, tawar, dll., tapi merasa ketuhanan tidak
ada. Kita melihat, tapi rasa ketuhanan dapat tidak?! Akhirnya kufur nikmat
tidak itu?! Penting merasa ketuhanan itu. Bukan kita tahu asin, manis saja,
merasakan ketuhanan Allah itu penting. Itulah pembinaan Tuhan. Tauhid
dzukiyah [iman rasa] itulah pembinaan Tuhan karena kita sudah diberi tahu rasa
asin, manis, kecut, tawar, pahit, dsb. Hendaklah penuh ridha karena hati
merasakan banyak kufur; banyak melakukan kufur nikmat. Yang namanya ridha
tidak bisa didapat dengan ilmu. Ridha didapat dengan hidayah Allah, bukan
dapat diusahakan. Kalau ridha, hati akan memandang Allah. Mengapa orang
melakukan shalat? Karena merasa butuh dengan Tuhan. Sifat itu mawjud,
berdiri pada Zat Allah. Islam bukan agama syirik. Islam agama tauhid. Agama
tauhid selalu menauhidkan Tuhan.

Sabda Nabi Saw., "Kalau kamu mau dicintai Allah, ikuti aku." [Q.S. Al-Imran:31]

Orang lihat, kita punya kelebihan, tapi kita tidak merasa punya kelebihan.
Bersyukur kita ada dosa. Kita ini memang keturunan berdosa, tidak bisa ditolak.
Sesungguhnya Allah cinta pada orang yang menyucikan dirinya zahir-batin [Q.S.
Al-Baqarah:222]. Bukan Allah cinta pada orang-orang beramal. Bersuci
[Thaharah] itu zahiriyah dan batiniyah. Jangan zahir saja diberi parfum mahal-
mahal. Batin juga musti bersih dan wangi. Ujub itu merasa diri ada. Merasa ada
diri. Orang banyak yang tidak tahu dalam ibadahnya lebih sering didorong oleh
keinginan. Keinginan itu nafsu. Ada keinginan bertakbir, itu nafsu. Ada
keinginan ruku, sujud sampai salam juga nafsu. Jadi shalatnya mengikuti
perintah nafsu semua. Mau makan-minum pun ikutkan keinginan. Berjalan pun
didorong oleh keinginan. Semuanya mengikuti perintah nafsu. Kita tahu Tuhan
itu Qidam atau Sedia. Musti dirasakan Tuhan itu. Bicaralah dahulu dengan yang
di dalam batiniyah. "Wafii anfusikum `afalaa tubsirun [Q.S. Adz-Dzariyaat:21],"
Aku sudah Sedia Ada dalam kamu. Mengapa kamu tidak mau mengenal Aku?
Mengapa kamu tidak mau menghubungi Aku? Dalam ibadah, musti dirasakan
Tuhan itu Sedia Ada-Nya. Bicaralah dahulu di dalam dengan Tuhan. Nabi Saw.
saja diam-diam dahulu, baru lalu berkata  pada Abu Bakar r.a., "Wa laa takhafu
wa laa tahzan. Innallaaha ma ana." Hendaklah kembali kepada Allah. Tidak
bergerak satu zarah pun tanpa izin Allah. Penting sekali berhubungan rasa
dengan Allah. Baru berbuatlah karena Allah. Jangan berbuat karena dorongan
keinginan atau nafsu. Ingat, kedudukan hakikat itu di dalam, bukan di luar.
Kalau shalat, merasa dengan diri sendiri, berarti tidak mentauhidkan Allah. Yang
berdiri pada kita ini Sifat [Allah] dan kita berdiri pada Zat [Allah] atau pada
Rasa. Rasa itu Zat. Zat-lah yang merasa ketuhanan itu. Rasa tidak dapat
diungkapkan: itulah Zat. Perjuangkanlah rasa ketuhanan itu. Karena Zat-lah
yang merasakan ketuhanan Allah.

Kita  tahu rumah teman kita. Begitu sampai di rumahnya, panggil-panggil saja,
dia pasti keluar menghampiri. Begitu juga, kita sudah tahu maqam Rasulullah,
tahu jugalah maqam Allah. Panggil-panggilah Rasulullah itu dengan selawat.
Beliau akan datang lalu berkata, "Maa haajatuka?" Apa hajat kamu? Lalu
sebutlah apa hajat kamu itu sebab orang yang datang ini kepercayaan Tuhan,
kekasih Tuhan yang siddiq, amanah, tabligh, fathanah. Mustahil Rasul tidak
melayani umat yang memanggilnya. Jangan kamu memanggil beliau seperti
memanggil kawan kamu [Q.S. . Ber-adablah. Dengan adab yang baik, mustahil
tidak dikabulkan karena kita sudah berhubungan dengan ajudan Allah. Mustahil
permohonan tidak diperhatikan Allah. Inilah cara-cara orang arif billah dalam
beramal. Mereka mempergunakan iman rasa [iman dzuk; tauhid dzukiyah],
bukan lagi sekadar dengan iman ilmi.

Berikut ini jalan kita mempraktikan tauhid dzukiyah. Jangan teori saja, musti
ada praktik juga baru dapat pembuktian nyatanya. Jangan ilmu saja, musti ada
amal juga baru dapat muanaiyah-nya. Pandang zahir, di luar jasad kita semua
itu makhluk. Jangan pandang ke luar, makhluk semua. Pandang ke
dalam.  Jangan dari luar dibawa ke dalam. Dari dalamlah bawa ke luar. Di luar
itu makhluk, di dalam itu Allah [Q.S. Al-Hijr:29 ]. Kalau ada rasa, itu wahidiyat.
Kalau tidak ada rasa, itu ahadiyat. Pandanglah ke ahadiyat.

Laa qadirun illallah.  Ini perkataan hakikat di dalam batiniyah. Tiada yang Kuasa
melainkan Allah. Pandangan zahiriyah, merasakan Qudrat Allah yang berlaku.
Allah yang Berqudrat. Siapa merasakan dirinya yang kuasa, syirik.

Laa muriidun illallah. Ini perkataan hakikat di dalam batiniyah. Tiada yang


Berkehendak melainkan Allah. Pandangan zahiriyah, merasakan kehendak Allah
semua. Siapa merasakan dirinya yang berkehendak, syirik.

Laa `aliimun illallah. Ini perkataan hakikat di dalam batiniyah. Tiada yang


Mengetahui melainkan Allah. Pandangan zahiriyah, merasakan Allah
Mengetahui semua. Siapa merasakan dirinya yang berkehendak, syirik.

Laa hayyun illallah. Ini perkataan hakikat di dalam batiniyah. Tiada yang Hidup


melainkan Allah. Pandangan zahiriyah, merasakan hanya Allah yang Hidup.
Siapa merasakan dirinya yang hidup, syirik.

Laa sami'un illallah. Ini perkataan hakikat di dalam batiniyah. Tiada yang


Mendengar melainkan Allah. Pandangan zahiriyah, merasakan hanya Allah yang
Mendengar. Siapa merasakan dirinya yang mendengar, syirik.

Laa bashirun illallah. Ini perkataan hakikat di dalam batiniyah. Tiada yang


Melihat melainkan Allah. Pandangan zahiriyah, merasakan hanya Allah yang
Melihat. Siapa merasakan dirinya yang melihat, syirik.
Laa mutakalimun illallah. Ini perkataan hakikat di dalam batiniyah. Tiada yang
Berkalam melainkan Allah. Pandangan zahiriyah, merasakan hanya Allah yang
Berkata-kata. Siapa merasakan dirinya yang berkata-kata, syirik.

Ingat, agama itu mentauhidkan, bukan men-syirikkan [Q.S. Az-Zumar:3]. Maka


segala sesuatu itu bicaralah dulu di dalam dengan Allah. Karena keyakinan
lahiriyah dengan keyakinan batiniyah itu tidak sama.

Nabi bersabda, "Yakinkan Allah memandang kamu!"(*)


Keyakinan orang syariat, kalau sudah mata-kepala dia sndiri yang memandang
Allah, baru dia yakin dia sudah memandang Allah. Yang begini ini tidak ada beda
dengan yahudi pengikut Musa a.s. yang kafir. Sedangkan keyakinan batiniyah
yang benar itu: perkataan "aku" itu bukan kembali pada dirinya, melainkan
kembali pada "Aku"-nya Tuhan.

"Merasakan Ketuhanan Allah: Amalan Arif Billah".


(*)
Sebuah hadis sahih dari Umar bin Khattab r.a. yang menceritakan tentang kedatangan Jibril
menemui Rasulullah Saw. yang saat itu tengah berkumpul bersama para sahabatnya. Di
antara yang ditanyakan Jibril kepada Rasulullah Saw. adalah tentang makna ihsan lalu beliau
Saw. menjawab,”(Ihsan) hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau
melihat-Nya dan jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguh-Nya Dia melihatmu.” Dan
jawaban ini pun dibenarkan oleh Jibril. [H.R. Muslim; H.R. Tirmidzi; H.R. Abu Daud, H.R.
Nasai]

20. Rasa Wujud | Pengajian Ibu-Ibu

Dua puluh Sifat Wajib bagi Allah itu 20 Sifat. Sifat wajib ini tidak ada pada
baharu/makhluk. Semuanya Sifat Tuhan. Wujud Artinya wajib ADA pada Allah.
Yang wajib ADA hanya Allah. Sudah tahu yang wajib ADA itu Allah, kalau masih
di dalam hati merasa kita ada: syirik. Karena masih merasa ada diri. Di dalam
jangan ada merasa diri lagi. Di dalam [secara batiniyah] merasa hanya Allah saja
ADA. Di dalam hati itu Allah saja ADA. Sewaktu Rasulullah Saw. dan Abu Bakar
r.a. sembunyi di Gua Tsur, di luar musuh mengepung. Kemudian di dalam hati
[diri] Rasulullah Saw. ada perkataan, "Wa laa takhafu wa laa tahzan. Innallaaha
ma Ana." Siapa yang berkata di dalam itu? Allah. Jadi di dalam diri Rasulullah
itu ada Allah. Jadi di dalam diri Rasulullah itu ada Allah. Rasululah esa dengan
Allah; tidak bercerai dengan Allah.

"Wahai Abu Bakar, apa dugaanmu yang bakal terjadi pada dua orang di mana
yang ketiganya adalah Allah." [Shahih Muslim No.4389]
Pandangan syariat, di luar ada musuh. Pandangan di dalam hati, ADA Allah.
Karena rasa kekalnya dengan ADA Allah yang di dalam hati itu, selamatlah
keduanya. Karena berhubungan dengan rasa beserta Allah [billahi]. Hubungilah
Allah dan Rasul itu karena keduanya ada pada kita. Syariatnya: jasad yang
berhubungan dengan Allah. Hakikat-makrifatnya: rasa yang berhubungan
dengan Allah dan Rasul. Kebanyakan orang berdoa tidak ada atau kurang sekali
menghubungkan rasa kepada Allah dan Rasul. Kebanyakan justru
dihubungkannya ke syariat saja. Mana syariat yang dimaksud? Yaitu pada
susah, sedih, kurang, sempit, dan sebagainya. Begitulah pula dalam shalat.
Jasad itu alat syariat, berhubungan kepada Allah. Hati alat makrifat,
berhubungan kepada Allah. RAsa itulah Rasul. Rasa di hati itu merasakan Allah
saja. Rasa itu Rahasia. Rahasia itu Zat. Zat itulah yang berhubungan dengan
Allah.

Contoh:
Taruh gula di atas lidah. Kalau gula sudah meresap di lidah, seluruh diri kita
merasakan manis saja yang ada. Kalau rasa yang di hati kekal ke Allah; kalau
rasa Allah ini sudah meresap di hati, maka hati kita menjadi plong [lapang].
Rasa Allah saja ADA, itulah hati yang sampai pada Allah [qalbun salim]. Rasa
itulah yang sampai pada Allah. Ingat, jangan lupa: Rasa itu Rahasia. Rahasia itu
Zat. Zat itulah yang sampai pada Allah [Zatnya Zat | Rabbul izzati].

"Aku jadikan diri kamu dan segala perbuatan kamu." [Q.S. As-Shaaffaat: 96].
Rasakan diri kita dan perbuatan kita dari Allah. Jangan dirasakan perbuatan
zahir saja, perbuatan batinnya tetap ke Allah.

Sebelum yang zahir berbuat, yang di dalam perlu mengetahui terlebih dahulu.

Contoh:
Kita melihat ada orang asing datang kepada kita. Di dalam merasa tidak suka
dan marah. Itulah setan yang datang.
Kita memandang minuman. Zahir kita memandang minuman, sedangkan batin
kita, sadar tidak dengan Nur Muhammad? Kalau tidak sadar, buta batinnya
karena terpengaruh oleh makhluk saja. Hendaklah meminta izin dulu [sebelum
minum]. Apabila ada mau bicara, itu nafsu. Karena dari keinginan. Keinginan itu
nafsu. Segala-galanya sabar dulu. Kalau timbul keinginan ini-itu, sabar dulu.
Mau marah pun, sabar dulu. Jangan diikuti. Kalau langsung diikuti, setan masuk.
Ini permainan tajalli. Hendaklah dilatih. Setiap lupa, ingat-ingat lagi. Hanya
jangan mengaku. Lupa-ingat itu ibadah. Siapa yang mengingatkan akan Tuhan?
Siapa yang melupakan akan Tuhan? Tuhan Mahakuasa. manusia banyak
dipengaruhi oleh bahasa-bahasa. Orang Arab belum tentu tahu bahasa Arab.
Quran itu bahasa Arab yang halusnya [versi halus]. Ada di dalam lubuk hati Nabi
Muhammad Rasulullah Saw. yang berbahasa, "Wa laa takhafu wa laa tahzan"
yang di dalam diri Rasul itu siapa? Itulah Allah. Inilah perlunya tauhid. Jangan
disepelekan tauhid ini. Buah tauhid itu amal. Kalau tidak ada amal, palsu
tauhidnya dan palsu pula makrifatnya.

"Hubungkan Rasa pada Allah dan Rasul"

21. Insan Kamil dan Perjalanan Hakiki

“Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu yg dia ketahui kemudian dia


menyembunyikannya, maka dia akan dicambuk pada hari kiamat dgn cambuk
dari neraka.”. [H.R. Tirmidzi Nomor 2573 juga diriwayatkan dari Jabir &
Abdullah bin 'Amru, Abu Isa berkata, "Hadits Abu Hurairah adalah hadits
hasan."] Manusia hanya tahu dirinya itu manusia, tetapi banyak yang lupa dan
tidak menyadari bahwa kita ini manusia yang dimanusiakan. Jadi yang sebenar-
benar manusia itu yang mana? Kita ini dimanusiakan. Tuhan itulah manusianya
manusia.
Jadi yang semanusia-manusianya manusia itulah Tuhan. Yang Menjadikan
manusia itulah yang manusia semanusia-manusianya.

Yang sebenar-benarnya diri kita ini

 tidak makan,
 tidak minum,
 tidak berdaging,
 tidak bertulang,
 tidak ber-ibu,
 tidak berbapak,
 tidak masuk kubur,
 tidak masuk surga,
 tidak masuk neraka, dan
 hidup tidak dengan nyawa karena hidup dengan Pembuat nyawa.

Bedanya dengan Tuhan: Tuhan menciptakan, kita yang diciptakan. Apa yang
pertama kali diciptakan Tuhan? Min Nuurihi Nabiyika, Nur Ilahi, Zat Mutlak. Zat
Mutlak ini hidup dengan apa?

 Apakah Zat hidup dengan nyawa?


 Apakah Zat pandai mati?
 Apakah Zat perlu makan-minum?
 Apakah Zat punya ibu-bapak?
 Apakah Zat berdaging-bertulang?
 Apakah Zat masuk kubur, surga-neraka?

Zat tidak hidup dengan nyawa, melainkan dengan Pembuat nyawa. Di akhirat
itu tidak ada mati lagi. Hidup terus karena semua sudah hidup dengan Zat
Mutlak. Contoh, Nabi Muhammad Saw. sebelum di-mi'raj-kan, dibersihkan dulu
hatinya. Dibersihkan dari pengaruh-pengaruh zat asam [Sifat]. Jadi walaupun
tidak ada zat asam, tetap bisa hidup dan bisa ke mana-mana tanpa membawa
oksigen. Mengapa manusia masih mengandalkan zat asam terus? Ilmuwan 'kan
banyak. Buatlah diri manusia tidak lagi mengandalkan zat asam. Ini ada
kenyataannya di Islam, yaitu perjalanan Isra Mi'raj. Zat asam itu makhluk
[baharu]. Di alam zat asam itu banyak kehidupan makluk. Untuk apa mau
masuk ke zat asam?

“Di antara (ayat-ayat) tanda-tanda-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
makhluk-makhluk yang melata Yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia
Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya.”. [Q.S. Asy-
Syura:29]

Sedangkan bagi orang tauhid, untuk masuk ke Zat Mutlak saja lebih cepat
daripada mengedipkan mata. Berkata 'Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: "Aku
akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum
kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk
membawanya lagi dapat dipercaya". Berkatalah seorang yang mempunyai
ilmu dari Al Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum
matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di
hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku
apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa
yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya
sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya
lagi Maha Mulia". [Q.S. An-Naml:39-40]
Orang tauhid mau masuk ke Zat Mutlak tidak perlu dengan acara-acara ritual
kabalis pagan seperti semedi, tapa-brata, meditasi, yoga, meraga sukma,
apalagi dengan bakar-bakar menyan, setanggi, dengan sesajen dan kembang
tujuh rupa. Inilah tauhid Islam, tidak mau pamer-pamer syariat. Cukup dengan
ritual ibadah yang "tampak biasa" saja seperti shalat, puasa, sedekah, tadarus,
dsb. Untuk apa cari-cari pujian makhluk dengan tapa di dalam air, mandi di
tujuh mata air, dsb. Pujian makhluk itu tidak ada ubahnya dengan jin buang
hajat. Busuk lebih busuk daripada yang paling busuk. Orang tauhid tidak takut
karena Zat Mutlak itu induknya jirim, jisim, jahwar, dan aradh. Mana bisa ilmu-
ilmu orang sesat yang hanya bisa main di zat asam menembus Zat Mutlak.
Kalau kita sudah bermain di Zat Mutlak, kita bisa bercerita yang sebenar-
benarnya tentang bidadari-bidadari, tentang bagaimana kita melihat keadaan-
keadaan manusia yang sudah mati di dunia. Ini bukan khayalan. Betul-betul kita
melihat bagaimana keadaan manusia di sana, mereka duduk di satu padang
yang luas seperti duduk tahiyat awal. Kalau kita berjalan, mereka bisa melihat
kita; kita pun bisa melihat mereka, tetapi tidak bisa saling bicara. Sepadang-
padang luasnya di tempat orang-orang mati itu, yang kelihatan hanya satu:
Baitullah.

Orang-orang yang di dunia sudah mati itu semua menuju dan berusaha sampai
ke Baitullah. Ada yang sudah beringsut-ngesot selama 300 tahun belum juga
sampai. Di padang itu ada satu tempat yang tidak bisa ditembus, padahal tidak
ada dinding yang menghalang. Sekelompok besar yang manusia tidak bisa
berjalan menembus dinding tak tampak itu, akhirnya duduk saja di situ.
Wajahnya ada yang menyesal dan bersusah hati mengapa ketika di dunia tidak
mempelajari ilmu dan amal ini, ada juga yang memukul-pukul kepalanya
sendiri. Bahkan, kebanyakan dari kumpulan manusia itu ternyata mereka yang
waktu di dunia adalah ulama-ulama terkenal yang bersorban besar-besar. Dan
kalau semasa hidup di dunia kita pernah lihat mereka, kita saling kenal. Di sana
kita saling kenal. Jadi kita tahu benar-tidaknya ulama-ulama besar yang ketika
masih hidup di dunia mengaku atau diakui orang sebagai wali, baik mereka yang
sudah mati maupun yang masih hidup sekarang. Karena di dunia ini kita sama-
sama punya pengikut, kalau kita ungkap sebenar-benarnya, bisa-bisa jadi
pertikaian antar-ulama. Ini bukan dongeng, ini kenyataan sebenar-benarnya
dari pengalaman perjalanan hakiki. Di padang itu ada yang mengherankan juga.
Kita berpapasan dengan orang yang persis diri kita. Benar-benar diri kita juga.
Kita saling melihat, tetapi tidak saling berbicara. Saling berlalu saja. Bidadari
dan orang-orang akhirat itu giginya kecil-kecil, halus-halus. Bibirnya merah-
merah lebih merah daripada gincu. Kalau dibawa satu ke dunia, bisa-bisa
disembah orang. Kita lihat misalnya mereka makan buah. Kelihatan makanan
itu semuanya dari waktu ditelan sampai makanan itu berjalan di badannya.
Mengapa begitu? Karena sudah bertubuhkan cahaya. Jadi, orang-orang akhirat
dan para bidadari suka bilang kalau gigi manusia dunia itu seperti kampak.
Besar-besar. Kalau melihat bangunan-bangunan rumah, bisa terheran-heran.
Masak di dalam rumah bisa ada gunung?! Siapa arsiteknya? Benar-benar
rumah-rumah di sana besar-besar. Model istana, tapi penghuninya satu dua
orang saja. Di sana tidak ada rumah tipe-36, tipe-45, dsb. Di sana rumah besar-
besar semua.

Setelah melewati padang ini, kita memasuki suatu alam. Kami istilahkan itu
"alam cendol", karena banyak benda beterbangan hijau seperti cendol. Kalau
kena ke badan, benda itu luruh mencair begitu saja. Seperti cendol. Setelah
alam ini, masuk lagi ke alam yang segar. Cuacanya pun menyegarkan, seperti
cuaca dekat magrib. Setelah alam ini, keadaannya agak gerah saja. Seperti
panas pukul 9 pagi di khatulistiwa. Sebenarnya ini pengaruh hawa-hawa neraka,
makanya gerah. Di padang yang gerah itu ada dua jalur jalan-lewat. Seperti
kedudukan dalam shalat, lelaki jalur kanan, perempuan jalur kiri. Dilihat tidak
ada Islam, kafir semua. Kebanyakan digiring untuk kayu bakar neraka. Lepas
dari alam itu, berjalan lagi. Sampai di suatu alam penuh nikmat. Apa saja kita
lihat di alam itu menimbulkan nikmat. Makin jauh berjalan, masuk ke satu
wilayah. Di alam ini bukan lagi nikmat yang kita rasakan, melainkan nikmat
terlebih nikmat daripada alam sebelumnya tadi. Selanjutnya ada satu padang
yang isinya uang melulu. Uang berbagai zaman ada di situ semua.  Setelah itu
sampai di suatu padang yang khusus isinya tulang-belulang manusia saja.
Kemudian di situ bertemu dengan Malaikat bernama Yu _ s _ l _ _ na. Kami
tanya pada malaikat itu, "Tempat belulang semua ini tentang keadaan
manusia?" Dia jawab, "Jalan terus saja kamu, nanti kamu tahu keadaannya."
Setelah berjalan lagi, melihat malaikat sedang membersihkan tulang-belulang
manusia [seperti orang yang sedang melemparkan sampah pakai sekop ke atas
truk]. Kata Malaikat Yu _ s _ l _ _ n a, "Dengarkan apa yang disebut-sebut
malaikat petugas itu."

Malaikat petugas itu bekerja sambil mengomel, "Apalah payahnya... kenapa


selagi hidup tidak mau memandang diri kamu yang putih."

Bukan putih kapur-putih tulang, yang indah dan cantik adalah putih kapas.
Jangan dikhayal-khayalkan, nanti timbul ilusi. Kosong itu putih yang tidak
berwarna. Itulah juga mengapa manusia mati dibalut dengan kapas putih [kain
kafan].

Maka derajat yang paling tinggi di akhirat adalah yang putih, bukan yang hijau.
Pantas Rasulullah Saw. suka pakai baju putih. Cobalah lihat orang mati
dibungkus kain putih. Padahal kain hitam itu kain juga, kain yang berwarna-
warni kain juga. Mengapa musti dengan kain putih? Tentulah ada makna yang
dalam di situ. Kalau sudah dapat pengalaman-pengalaman ini, mana ada
khawatir lagi menghadapi mati. Karena sudah tahu caranya mati. Tidak akan
goncang jiwa karena kita sudah pakai diri yang tidak bertulang, tidak berdaging,
tidak makan-minum, tidak ber-ibu-bapak, yang hidup tidak dengan nyawa lagi.
Insan itu diciptakan atas rupa Allah. Pakailah fitrah manusia ini.

Ada juga satu kampung, nama kampungnya M _ _ e _ _ _ h. Di sinilah terdengar


zikir mahabbah. Malaikatul A_ _ _ s yang tunjukan. Inilah cara manusia
melampiaskan rasa mahabbah pada Nabi Muhammad Rasulullah saw.
Inilah hasilnya tidur hakiki. Mau ke mana saja bisa. Waktu tidur, satukan saja
ingatan dan perasaan. Jadi tidur hakiki itu menyatukan ingatan dan perasaan.
Inilah tidur tafakur-hakiki. Cobalah tiap malam, kalau dilakukan tiap malam,
mustahil tidak dapat. Rasulullah 'kan sudah mengajarkan cara tidur. Bagaimana
cara Rasulullah mengajarkan tidur itu?
Coba lihat bayi itu tidur saja kerjanya karena yang dinamakan tidur itu nikmat.
Kalau kita pandai tidur, kenikmatanlah yang kita dapat. Jangan cari mati nikmat
saja, tidur nikmat pun perlu dicari. Karena tidur ini kakak-beradik mati. Pandai
tidur, berarti pandai mati kelak. Kalau tidur dalam keadaan gelisah terus,
matinya pun gelisah. Mengapa orang tidak mau berlatih mati dalam tidur?

Kalau sudah dapat pengalaman hakiki yang seperti ini, kita duduk dan teringat
surga selama 5 menit saja, wajib mandi hadats besar. Mengapa wajib mandi
hadats besar? Karena nikmatnya lebih daripada berjima'. Ini bukan mimpi,
bukan halusinasi. Ini benar-benar perjalanan sunnah Rasulullah Saw.

CATATAN:
Abah Sirad mendiktekan tulisan ini dini hari sekira pukul 1 malam Ketika itu terjadi
dialog saya dengan Abah berikut ini. Abah Sirad: "Sebenarnya ini tidak boleh
diceritakan, tapi sudah telanjur terlontar. Ya lanjut saja."

22. Muhammad

Muhammad itu namanya,


Mursalin itu badannya,
Nawi itu satunya dengan Ilahi: barulah dia Nur Ilahi.

Nawi itu jasad Allah Ta`ala,


Nur Ilahi jasadnya Ilahi
Muhammad Nur itu sewaktu belum naik [Mi'raj];
waktu sudah naik Mi'raj dan turun kembali ke Bumi, Muhammad Nur hilang di
Madinah [wafat], sampai sekarang yang ada Muhammad Nawi. Muhammad
Nawi inilah Tuhan yang ditemui di yaumil qiyamah kelak. Patut kita tidak
berjumpa Tuhan, hanya berjumpa dengan Kemahasucian-Nya. Itulah
Muhammad Nawi saja yang ada. Tuhan, dari dulu sampai sekarang [sampai
kapan pun] tidak akan pernah muncul. Tubuh-Nya saja ada: inilah jasadnya
Rasulullah Saw.

Muhammad Majati itu meliputi jasad. Muhammad Nur melebam/meliputi ke


qadim. Kita ini Muhammad Majati karena ada Ruhul Qudus. Kalau dia bukan
Nur, tidak bisa naik sampai ke surga. Ruhul Qudus lebih mulia dan lebih
mahasuci daripada malaikat. Nabi Muhammad itu jasadnya Ruhul Qudus, yang
dapat sampai ke nawi, hanya Muhammad. Yang sampai itu Muhammad Nawi.
Tidak mungkin tidak jumpa Rasul dengan Tuhan. Kita selama ini hanya
mengetahui Rasulullah Saw. itu Muhammad Majati (Ruhul Qudus) Kita
nyatakan Muhammad Nur itu. Itulah Nur Muhammad atau itulah Muhammad
yang wafat di Madinah, sedangkan Nabi Muhammad Rasulullah Saw. sejak
pulang Mi'raj mengetahui dirinya Muhammad Nawi dan Muhammad Nawi jasad
Ilahi. Inilah Nama tertinggi Ilahi.

Muhammad mengetahui dirinya.


Laa ya'rifu zaatul ilallah.
"Tidak ada mengenal Diri-Nya, melainkan Diri-Nya."

Umat berkata Nabi Muhammad [Muhammad Nur] itu naik ke langit sampai ke
Nawi, turun dan wafat di Madinah. Sekarang yang ada Muhammad Nawi.

Aku adakan dunia-akhirat karena Muhammad.


Aku adakan Muhammad karena Aku.

Muhammad itu namanya,


Nur atau Mur itu badannya.
Nawi itu satunya dengan Ilahi, barulah dia Nur Ilahi.
Mur itu jasad Muhammad,
Nawi itu jasad Allah Ta'ala,
Muhammad Nawi itu Jasad Ilahi.
Muhammad Nur itu sebelum naik Mi'raj, setelah turun kembali ke Bumi:
Muhammad Nawi.
Muhammad Nawi itulah yang beri syafaat di yaumil qiyamah.

Sebenar-benar Muhammad itu Ruh Qudus dan Ruh Qudus itu tubuhnya hak
Allah Ta'ala. Inilah permulaan yang kuat, yaitu Rahasia. Kita inilah bernama
Muhammad. Muhammad itu bayang-bayang hak Allah Ta'ala. Tidak akan
bercerai bayang-bayang dengan Yang Punya Bayang-Bayang. Pahamilah hakiki
ini.

Ruhul Qudus bukan Tuhan

Ruhul Qudus bukan Tuhan. Ruh Qudus itu Zat Mutlak. Zat Mutlak inilah sumber
kehidupan. Zat Mutlak ini Sifat Tuhan, bukan Tuhan. Kalau Tuhan itu Rabbul
izzati: Zatnya Zat. Itulah Tuhan. Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir
tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari
yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-
sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling? [Q.S. Al-
An`am:95]

Makna dan rahasia hakiki ayat tersebut di sini:

butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan.


Tumbuhan dan buah-buahan itu tumbuh dari biji kering-mati yang kemudian
ditanam. Biji yang mati inilah tamsil rahasia tentang suatu tempat tertinggi
perjumpaan dengan Allah Rabbul Izzati.

"Tempat" perjumpaan Nabi Muhammad Rasulullah Saw. dengan Allah Rabbul


Izzati adalah suatu tempat yang bernama Wannawa. Di tempat ini semua yang
hidup berasal dari yang mati. Artinya juga, setiap yang bisa sampai ke situ, mati
pun bisa hidup kembali. Nawa; Nawi itu sama saja. Yang sampai ke Wannawa
hanya Muhammad: Nabi Muhammad Rasulullah Saw. satu-satunya yang sampai
ke sana. Itulah disebut Muhammad Nawi. Ini juga sunnah. Buka al-Kahfi:110
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". Pengajian hakiki ini bukan
pendapat, melainkan sudah dilihat nyata yang sebenar-benarnya. Pahamilah
hakiki ini.

23. Diam Hakiki dan Semiotika "Ba"

DIAM HAKIKI DAN SEMIOTIKA “BA” (Pesan Singkat Abah Siradj)

Yang dikatakan diam itu:


Mendiamkan perasaan, bukan mendiamkan nafas, …  Biarkan nafas, nanti
pandai berhenti sendiri. Bagaimana mendiamkan perasaan itu? Turunkan pusat.
Jangan ditarik-tarik atau dinaik-naikkan. Kalau sudah tidak ada keluar-masuk…
itulah dikatakan Zat semata-mata. Jadi segala fikiran, zikir-zikir, tanam semua di
perasaan. Kalau ada getaran-getaran merenyam, itulah nurani yang keluar :
itulah zikir.

SEMIOTIKA “BA” :

         biaddihi “ba lil mubalasah”


         birasuli menyatakan
         billahi “dengan” ; “kebesertaan”

.24. Perasaan itu Zat


Perasaan Itu Zat (Pesanan Singkat Abah Siradj)

Kamu duduk lakukan diam dengan perasaan jangan ada campur ingatan dan tidak
ada atur atau tahan nafas. Perasaan diam. Di pusat pun diam. Terus nikmat
senikmat-nikmatnya.

Nikmat senikmat-nikmatnya itulah:


Allah saja ADA.

25. Rasa Melihat

Rasa Melihat (Pesan Singkat Abah Siradj)


Kita merasa melihat. Mata-kah yang melihat atau rasa? Rasa-lah yang melihat.
Kalau sudah tahu bagaimana rasa melihat, pergi ke mana pun, ke Negara mana
pun, tetaplag peperti itu rasa melihat.
Rasa itu tidak bisa dikatakan mata. Sebab orang mati juga puny amata, tetapi
tidak melihat. Rasa itu apa? Rasa itu Rahasia. Rahasia itu siapa? Allah. Jadi kalau
tidak ada Rasa, tidak melihatlah kita.
Coba kalay yang di balik celana tidak ada merasa. Kalau tak ada rasa, tak usah
hidup saja sekalian. Kalau tidak ada rasa yang di balik celana, sama dengan batang
keladi buruk.

26. Tidur di Mahasuci - Rahasia Arif Billah dan Muqarrabin

Mahasuci itu diri kita juga karena kita ini dari Mahasuci. Inilah sebagai bukti
betapa Allah Ta`ala semuanya. Cahaya Tuhan itu meliputi luar dan dalam.
Bukan hanya meliputi langit dan bumi saja, melainkan juga meliputi diri kita
luar-dalam. Kita tidur, makan, minum, bekerja, semuanya Allah Ta`ala semata-
mata. Inilah pakaian orang muqarabin: artinya meliputi maksudnya; yang
kosong sekosong-kosongnya.

Maka bagi orang muqarabin, tidur menyamping kanan itu mengikuti malaikatul
muqarabin, sedangkan bagi orang arif billah tidur menyamping kiri itu lebih
keras daripada tidur menyamping kanan. Karena tidur menyamping kiri itu
mengikuti Rasulullah Saw.

Lihat orang tawaf, 7 kali putaran berlawanan arah jarum jam, Baitullah tetap
ada di sebelah kiri. Apalagi kalau tidur menyamping kiri menghadap Baitullah
langsung. Bagi orang arif billah: daripada membelakangi, lebih baik menghadap.
Karena tidur menyamping kiri itu menghadap Baitullah: akhirat semata-mata,
sedangkan membelakangi Baitullah itu dunia semata-mata. Tentu kita mau
tidak mau tidur menyamping kiri. Itulah, sampai tidur pun diajar Rasulullah.
Kalau tidur menyamping kiri, tidak ada pikiran-pikiran lagi, tinggal
menggunakannya saja. Baring kiri itu akhirat semata-mata. Baring kanan itu
dunia dunia semata-mata. Gunakan  ‫ھ‬, sabda tunggal itu.  ‫ھ‬ ini tidak ada
tafsirnya. Kalau betul tidurnya, bertubuh Mahasucilah kita karena  ‫ھ‬ itu Tubuh
Mahasuci. Tubuh Mahasuci itu Tubuh Tuhan. Inilah cerita penghabisan. Dalam
tidur pun Tuhan kita tubuhkan. Jangan dalam tidur saja kita tubuhkan. Pakailah
Tubuh Tuhan ini dalam shalat: sebelum berdiri di atas sajadah sebelum takbir.
Siapa dapat memandang Tubuh ini sekejap saja, jadilah. Apalagi kalau  ‫ ھ‬itu
sudah jalan sendiri, akhirat pun dilihat.

Waktu tidur menyamping kiri itu dan memakai  ‫ھ‬,  Muhammad [Ruh Qudus]
keluar, memecahkan dirinya ke tubuh jasad. Muhammad itu tempat
berhimpunnya tubuh-hati-nyawa-Rahasia. Kalau dia keluar memecah ke jasad,
berarti jasad esa Zat-Sifat-Asma-Af`al. Esalah dengan Tuhan. Kalau sampai jasad
tidak bisa mengesakan Zat-Sifat-Asma-Af`al-nya dengan Tuhan, menuntutlah
Zat-Sifat-Asma-Af`al itu dan binasalah jasad.

Hal ini tidak mungkin bisa didapat dengan dipikir-pikir dan dipaham-paham
saja, musti didapat dengan jalan praktik. Yang namanya Mahasuci itu tidak ada
matinya sampai yaumil qiyamah. Inilah paham-paham orang muqarabin dan
orang-orang arifbillah. Gunakanlah dalam tidur. Buatlah. Karena Allah sudah
ada-kan semuanya untuk kita lakukan.

Mahasuci Tuhan dengan Sendiri-Nya. Apabila kita mengetahui Mahasuci Tuhan,


maka mahaesa dan mahasuci pulalah kehambaan kita. Zat-sifat-asma-af`al,
mahaesalah semuanya dengan Tuhan. Yang dikatakan diam sediam-diamnya itu
ialah kemahaesaan kita. Inilah dikatakan ruh dan jasad tidak bercerai.
Daripada kita tidur mengisi diri kita dengan nafsu angan-angan, keinginan-
keinginan, lebih baik kita membetulkan menyebut ‫ھ‬. Inilah dikatakan
mengosongkan. Dikatakan juga menyerahkan diri pada Tuhan. Maka
lakukanlah. Buatlah. Semuanya sudah di-ada-kan Tuhan. Tinggal kita
melakukannya.

‫ ھ‬itu Tubuh Mahasuci, artinya Tubuh Tuhan. Kosong itu Sifat. Di Mahasuci mana
ada Sifat lagi. Tubuh Tuhan saja yang ADA. Ambillah, pakai, gunakanlah.
Menzikirkan ‫ھ‬ini tidak pakai huruf; tidak pakai suara. Tidak pakai lidah, tidak
pakai baca-baca. Pakai rasa rabbani. Kalau pakai rasa rabbani, kita akan tahu
kerabbanian-Nya. Kala masih pakai rasa kehambaan, itu rasa nafsu.

Jadi yang dimaksud zikir ‫( ھ‬ha) ini bukan zikir Hu atau Huwa yang biasa dipakai
dalam amalan menyimpang berupa zikir napas oleh kalangan salah kaprah itu
ya. Rasa kehambaan ini rasa kenafsuan. Apalah artinya mati bertubuhkan nafsu.
Ini yang ditakuti oleh orang-orang arif billah dan orang-orang muqarrabin.
Karena sesuatu yang betul-betul dibenci Tuhan di dunia ini ialah orang yang
mengikuti hawa nafsunya. Ini analisis orang-orang rabbani, muqarrabin, dan arif
billah. Hati-hati umat, pahamilah ini. Tuhan sangat benci orang yang mengikuti
hawa nafsu. Ingat, di dalam diri manusia ini ada 3 makhluk:

1. akal;
2. ruh;
3. nafsu

Akal mempergunakan rasa rabbani,


Ruh mempergunakan rasa nurani, sedangkan Nafsu banyak mempergunakan
rasa laknatullah (jin, setan, iblis) Maka orang arif billah dan muqarrabin bilang,
surga-neraka itu rahmat Tuhan. Surga-Neraka itu semata-mata rahmat Tuhan.
Bukan bisa diketahui dan ditetapkan dengan cara syariat. Bukan amal yang
menyampaikan manusia pada surga, melainkan murni rahmat Allah] .Nafsu
dikeluarkan dari neraka, ditanya Tuhan,"Siapa kamu?" Jawab nafsu,"Kau-kau,
aku-aku." Inilah kesombongan nafsu. Sedangkan ketika akal dan ruh ditanya
Tuhan, "Siapa kamu?" Akal dan ruh bersujud kepada Tuhan dan menjawab,
"Aku hamba-Mu dan dijadikan oleh Engkau." Apa kata Nabi Saw.,"Ada perang
lebih besar daripada Badar, yaitu jihadil an-nafs." Secara syariat, Perang Badar
sudah usai, tetapi secara ruhani, belum selesai. Ada yang lebih hebat lagi
daripada Perang Badar, yaitu perang dengan an-nafsu. Nafs itu diri. Dengan diri
yang mana kita perang? Itulah dengan diri nafsu. Sampai dijanjikan Allah dalam
Quran, "Siapa dapat menahan hawa nafsunya, Allah sediakan Surga Ma`wa.
[Q.S. An-Naziat:40-41] Surga di akhirat itu sudah ada di dunia ini. Surga akhirat
yang ada di dunia ini adalah makfrifatullah. Surga Makrifat. Makrifat itulah
surga akhirat di dunia. Maka kata orang arif billah:
Siapa datang menghadap-Ku dengan amal, akan Ku-perhitungkan.
Siapa datang menghadap-Ku dengan makrifat, akan Aku hujjah dengan
memberi petunjuk-petunjuk kepadamu.
Siapa datang dengan tabungan pahala, dituntut;
Siapa datang dengan pengenalan, dituntun.

Daripada kita memegang pahala, lebih baik kita memegang Pemberi Pahala.

Makrifat Tidur; Tidur Makrifat


27. Karunia Esa

Ikan tidak perlu lagi mau masuk ke air dan mau raib ke air karena sudah satu.
Yang dirasakan ikan itu, dia satu dengan air. Setiap saat yang dirasakan ikan itu,
dia satu dengan air. Begitulah kita. Kita sudah di dalam Kosong. Tidak perlu lagi
mau masuk atau raib ke Kosong karena sudah satu. Setiap saat pun begitulah:
dalam shalat, makan-minum, bekerja, esa terus dengan Tuhan. Orang yang sudah
esa dengan Tuhan, tidak ada lagi baharu yang bisa menceraikannya.
Orang yang sudah esa dengan Tuhan, tidak ada lagi baharu yang bisa
membinasakannya. Kalau keesaan ini menjadi, peluru meriam pun bisa kita tahan.
Tubuh dibakar pun tidak akan hangus. Kalau hangus, saya bayar Anda. Kalau tidak
hangus, Anda bayar saya. Beginilah orang yang sudah esa dengan Tuhan. Tidak
akan celaka oleh apa pun. Pada orang yang sudah esa dengan Tuhan tidak akan
terjadi hal-hal yang buruk menimpanya. Orang yang masuk surga itu orang yang
esa dengan Tuhan karena surga itu untuk orang yang esa dengan Tuhan..

28. Allah itu Qadim Azali

Allah itu Qadim Azali, tetapi ADA meliputi sekalian alam. Yang meliputi sekalian
alam itu Zat-Nya, Sifat-Nya, Asma-Nya, Af`al-Nya. Semuanya ada di dalam alam.
Sekalian baharu alam itu mengambil ruang. Ruang itu adalah Tubuh Yang
Kosong. Dalam Kosonglah berbagai-bagai alam itu ada.

Tubuh Kosong itu tidak bisa kita sebut alam, melainkan disebut Tubuh-nya
alam. Kosong itulah Af`al Allah. Af`al itu di sini artinya Tubuh. Dan Tubuh itu
artinya Jasad. Jadi, Tubuh Allah itulah jasadnya Qadim. Jasad Qadim itu jasad
siapa? Tentulah Jasadnya Allah Ta`ala. Kehidupan kita seperti kehidupan ikan di
dalam air. Ikan dan air tidak bisa bercerai. Begitulah tubuh dengan nyawa. Kalau
tidak ada ruang tempat ber-ada, tentulah tidak ada keduanya. Keber-ada-an
kita ini memerluakan ruang. Pahamilah betul-betul sampai paham masalah
ruang ini. Di bangku sekolahan saja ada pelajaran ilmu ukur ruang.

Dalam hati ada cahaya, tentulah ada yang berdiri pada cahaya itu. Cahaya
lampu saja terang, mustahil tidak ada yang berdiri di dalam cahaya itu. Yang ada
di dalam cahaya hati itu Nur Muhammad. Nur Muhammad inilah diri kita yang
batin. Diri ini ada di sama-tengah hati. Biasa disebut Rahasia atau nyawa.
Perhimpunan diri itulah Ruh Qudus. Sewaktu kita takbir ihram, semua
berhimpun di dalam Rahasia yang di sama-tengah hati. Jangan dihimpun-
himpunkan. Sudah begitulah ketentuannya kalau kita takbir ihram. Kalau sudah
tahu, hendaklah berkhidmat pada Allah. Jangan terpengaruh dengan yang
datang-datang, terpandang-pandang, terlintas-lintas. Bisa menjadi bala` kalau
kita terpaku dengan yang datang-datang, terpandang-pandang, terlintas-lintas
itu sebab akan merusakkan shalat kita. Terpaku dengan yang datang-datang,
terpandang-pandang, terlintas-lintas itu akan mendatangkan bahaya pada diri
kita karena jin-setan-Iblis bisa meniru apa saja. Kalau terpaku pada hal-hal itu
lalu ia sampai masuk ke badan kita, akan menjadi bala`. Ini banyak terjadi pada
orang yang sedang berzikir. Terpaku dengan yang datang-datang, terpandang-
pandang, terlintas-lintas ini, lalu orang ini asyik dengan yang datang-datang,
terpandang-pandang, terlintas-lintas itu lalu masuklah ke badannya. Tidak tahu
dia bahwa itu bukan cahaya Allah, justru setan yang masuk ke badan. Maka
perlu dijaga berkhidmat kepada Allah yang laysa kamitslihi syai`un.

Orang yang sudah tahu ke-laysa kamitslihi syai`un-an Allah, tidak mungkin akan
terpengaruh dengan yang datang-datang, terpandang-pandang, terlintas-lintas
karena semua itu bukan Tuhan. Tuhan tetap laysa kamitslihi syai`un. Seperti
bola lampu senter: apabila kuat terangnya, tidak kelihatan kawat di dalamnya.
Seperti besi yang ditempa: tidak kelihatan lagi besinya, bara saja yang kelihatan.
Begitulah semestinya kita dalam ibadah apa saja. Tidak ada pengaruh-pengaruh
lagi. Kita akan merasakan Perbuatan Allah saja yang ADA. Di sinilah kita perlu
berkhidmat pada Allah dan kita akan mendapat pelajaran dari Allah.
Khidmatkan diri kita pada Allah yang laysa kamitslihi syai`un, maka kita akan
merasalah ke-laysakamitslihi-an Allah itu. Rahasia Allah itulah Ruh Qudus: Diri
Yang Kuasa. Ada pada sama-tengah hati. Itulah tempat husnul khatimah.
Shalatlah di tempat husnul khatimah, yakni tempat yang penuh rahmat. Orang
menyebut, "Allah." Yang disebutnya itulah kebesaran Diri Yang Maha Esa.
Tuhan membuktikan kemahaesaan Diri-Nya: di-ada-kan-Nya Zat, Sifat, Asma,
Af`al-Nya menjadi sekalian alam. Itulah sebabnya alam itu Rahasia Tuhan.
Rahasia-Nya. Kalau kita sudah tahu yang dinamakan Rahasia Tuhan itu, tahulah
kita bahwa Tuhan itu tidak ber-Zat, tidak ber-Sifat, tidak ber-Asma, tidak ber-
Af`al. Tuhan menjadikan Zat, Sifat, Asma, Af`al, tentulah Tuhan bukan Zat,
bukan Sifat, bukan Asma, bukan Af`al karena tidak ada yang menjadikan [atau
menciptakan] Tuhan. Untuk apa yang dijadikan Tuhan mau kita samakan
dengan Tuhan. Lebih baik kita khidmatkan saja diri kita pada Tuhan. Akan
terbukalah kerahasiaan Tuhan. Mau bertemu dengan barang yang hilang, kita
mencari ke sana-ke sini. Kalau mau mencari Tuhan, tidak perlu cari ke sana-ke
sini. Sebaik-baiknya diam saja. Karena Tuhan tidak bergerak-tidak diam; tidak
datang-pergi, tidak keluar-masuk, tidak naik-turun, yang naik-turun; keluar-
masuk itu napas, napas bukan Tuhan. Lebih baik masuk ke tempat husnul
khatimah.

Orang tahu diam secara syariat saja, seperti melamun ketika susah. Diam yang
dikatakan di sini bukan yang seperti itu, melainkan diam yang dikatakan
Rasulullah sebagai "diam itu emas". Diam yang bernilai emas ini bagaimana?
Inilah diam yang perlu dicari dan dipelajari. Diam emas yang diperintahkan Nabi
inilah yang musti kita cari dan kita praktikkan.

 29. Iman Rasa | Kitab Alif

Kitab Alif

Iman Rasa yang diperjuangkan Nabi agar umatnya dapat merasa Ketuhanan
Allah. Orang mati tidak ada rasa lagi. Inilah contoh Zat semata-mata: tidak ada
rasa mahluk lagi. Kalau masih ada rasa, kedudukannya di Wahidiyah. Kalau
tidak ada rasa lagi, kedudukannya di Ahadiyat atau di Laa ta'yin: inilah Zat
semata-mata. Orang mati itu bukan di Wahidiyah lagi tapi di Ahadiyah.
Keberadaannya di "yang di atas sabdu". Di situlah tempat kembali semua yang
mati dan semua yg mati itu kembali hidup. Inilah yang dikatakan Wannawa.
Semua yang hidup di Nawi ini dari yang mati, maka dalam hidup ini pakailah
rasa ketuhanan. Tuhan menciptakan rasa dan Tuhan merasakan kita, kita
beriman kepada Allah inilah sifat kenabian. Kalau kita merasa kehambaan saja;
kemakhlukan saja di dunia, itu adalah hawa nafsu.  Yang dibenci Tuhan di dunia
ini ialah manusia yang mengikuti hawa nafsu. Pandai-pandailah
mempergunakan rasa Ketuhanan itu. Lihat dalam Quran zaman Nabi Luth a.s.,
mana ada yang mau memakai Rasa Ketuhanan. Yang dipakai Rasa kehambaan
saja.  Akibatnya hancur satu negeri karena Tuhan tidak suka manusia yang
mengikuti hawa nafsunya dan banyak contoh-contoh yang lain di atas Bumi ini.
Sudah dirasakan sakit [= diberi rasa sakit] oleh Tuhan. Mengapa masih mau saja
berjalan ke sana-sini. Akhirnya apa yang di dapat dari hawa nafsu?
Kecelakaanlah yang didapat.  Ikutilah rasa ketuhanan itu, orang sakit harus
bagaimana? Tapi karena memakai rasa kehambaan (nafsu), apa yang di dapat?
bukan kebaikan, melainkan kebinasaan.
Dalam Tauhid, musti kembali kepada Tuhan dulu. Siapa yang memberi rasa sakit
itu? Pasti Tuhan. Hati kita harus yakin dari Tuhan.  Kalau dari Tuhan yang kita
rasakan, tahulah kita keinginan Tuhan itu orang sakit harus bagaimana. Masalah
rasa ini kami gunakan untuk saling mengingatkan. Jika ada terjadi pada diri kita
masing-masing, jangan lupa dengan Kemauan Tuhan. Semua yang dijadikan
Tuhan ada tanda rasanya. Iman Rasa inilah yang diperjuangkan Nabi
Muhammad Rasulullah Saw. untuk umatnya supaya umatnya bisa merasakan
ketuhanan.

30. Tarikh Rahasia Hakiki

Tuhan datangkan nikmatnya pada jasad kita sewaktu masih dalam perut ibu
dan nikmat Tuhan itu menjadi kekuatan pada jasad, yaitu kekuatan mendengar,
berbicara, bergerak, melihat, dll. Sampailah jasad itu lahir ke dunia nyata
nikmat yang didatangkan itu dapat dirasakan oleh jasad seperti nikmat
memandang, bicara, hidup, dan lain-lain. Nikmat itu adalah Rahasia Tuhan.
Tidak ada ilmu yang bisa memecahkan nikmat itu. Nikmat itu menjadi kekuatan
pada jasad. Jadi kekuatan yang ada pada jasad adalah kekuatan rahasia Tuhan.
Rahasia Tuhan itu Ruhul Qudus. Roh Qudus itu Zat Mutlak. Inilah diri
Muhammad Rasulullah: Diri Rahasia Allah yang ada di sama-tengah hati kita.
Jelaslah kekuatan jasad ini sumbernya ada di sama-tengah hati. Di sama-tengah
hati itulah Rahasia Tuhan dan itu diri kita juga karena RuhQudus itu diri kita
juga, maka Muhammadlah kita karena Dia meliputi sekalian jasad.

Pakailah kekuatan Muhammad ini dalam segala hal karena yang ada pada
Muhammad itu kekuatan Allah. Keadaan Rahasia Allah yang ada di pusat itu
bersifat diam. Kita bukan mendiamkan napas, melainkan mendiamkan
perasaan. Jadi turunkanlah perasaan itu sampai ke tempat diamnya, yaitu di
pusat. Tahan perasaan itu sampai di tempat diamnya, yakni di pusat. Dan
ingatlah bukan mendiamkan napas, melainkan mendiamkan perasaan sampai di
dasarnya, yaitu pusat. Coba lihat orang menjatuhkan jangkar. Bukankah sampai
ke dasar sungai?! Bagaimana kalau jangkar sudah berada di dasar sungai?
Tentulah perahu tidak akan terombang-ambing oleh arus lagi. Inilah contoh
jalan tajalli. Praktikkan saja kalau mau tahu kenyataannya. Bukan untuk dipikir-
pkir karena ini jalan praktik. Dengan jalan praktiklah bisa didapat, bukan dengan
jalan dipikir-pikir-direkayasa, melainkan 70% didapat dengan jalan praktik.

Dari pengalaman praktik inilah kita bisa bicara proses-proses tajalli. Tubuh
tajalli itulah tubuh Rahasia Tuhan. Bukan Tuhan-nya yang tajalli, melainkan
Rahasia Tuhan itu yang tajalli meliputi jasad kita dan baru dapat kita lihat kalau
jasad kita ini sudah bertubuhkan jasad tajalli. Kita lihat jasad kita itu lebih
terang daripada bulan dan matahari. Inilah haji hakiki karena kita lihat kalau
tubuh kita sudah berjasadkan tajalli, lengkap kita lihat jasad kita ber-ihram.

Inilah haji hakiki., artinya tidak dengan kekuatan ratusan juta rupiah, melainkan
dengan jalan tafakur.sampaitajalli.. Inilah jalan wukuf atau puncak haji. Lihat
penghabisan Islam: Adamber-ihram. Berusahalah kejar haji hakiki ini.

Subhanallah karunia besar untuk hamba Allah yang dapat sekejap saja lamanya
70 tahun, kalau dapat. Jangan dengar cerita saja, praktikkanlah jalan tajalli ini
dalam tafakur. Untuk mantapnya dalam praktik, berhadaplah pada guru
pembimbing. 

31. Allah: Muhammad-Adam

Pernyataan yang siap dipertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat:diri manusia itu


Allah. Jangan syok dulu dengan pernyataan ini. Makanya hidup ini jangan hanya cari
makan—bikin anak—lalu main "rumah-rumahan" sampai mati. Carilah juga ilmu
untuk menyelamatkan diri dan sanak-keluarga di hari kemudian. Sebab Allah jauh-
jauh hari sudah mewanti-wanti,"AKU TIDAK MAU TAHU DI YAUMIL AKHIR NANTI
KAMU TIDAK TAHU TENTANG KEESAAN INI!"[Q.S. Al-A`raaf:172]

ALLAH: MUHAMMAD – ADAM (Pesanan singkat Abah Siradj)

Diri kita ini terjadi dari Nur Ilahi dan Nur Muhammad. Nur Ilahi itu Zat Mutlak dan
Nur Muhammad itu Sifat. Jadi diri manusia itu Allah. Kerana Zat-Sifat.

Jadi diri manusia itu: Adam jasadnya, Nur Muhammad nyawanya, Nur Ilahi Diri
Rahasia Ilahi. Diri Rahasia Ilahi itu Zat Mutlak. Zat Mutlak itu Sifat Tuhan; Tuhan
itu Zatnya Zat : Rabbul Izzati.

32. Negeri Akhirat akan Pecah 8

Nanti akhirat itu pecah 8. Itulah sebabnya surga itu ada 8; dan neraka itu ada 7
bagian: bagian kafir tidak ada bagian Islam. Begitulah badan-badan manusia ada
di surga ada di neraka. Kalau tidak ada nahwu dan tafsir tidak akan jalan ilmu
tasawwuf dan filsafat karena pembukaannya untuk menjalankan faham.
Seperti,

La (tiada)
Min (dari)
Hal (adakah)
Kaifa (bagaimana)
Ila (kepada)
Hu (engkau)

Laailaaha illallah Muhammadurrasulullah

Inilah pembukaannya untuk menjalankan faham. Terbuka faham ini, akan


timbullah generasi-generasi tauhid yang disayangi Tuhan. Dapatlah kita
mengetahui Allah dan Rasul. Itulah sebabnya Muhammad itu manusia biasa,
tetapi batang tubuhnya nyawa semata-mata. Jadi tubuhnya tidak sama dengan
manusia biasa. Tidak ada bau amis dan lain sebagainya.

33. Definisi Hati dan Muhammad Nawi

Hati itu macam mana? Kalau ada sebesar butir jagung, seluruh dunia menjadi
terang dan lebih terang daripada bulan dan matahari. Hatilah itu bersifat nabi.
Yang di dalam hati tidak dapat diketahui oleh malaikat. Di dalam hati, yang
dinamakan Ruhul Qudus, ini pun diri kita juga. Makanya mau disatukan.
[Hendaklah diesakan dengan jasad]. Hati jika banyak yang melindunginya
[menghijab atau menghalangi], gelap. Hati inilah yang juga tidak dapat dilihat
oleh jin, setan, dan iblis. Jangankan mau dekat-dekat, melihatnya pun mereka
tidak sanggup. Hati inilah yang bisa mengetahui Tuhan atau yang bisa
bermakrifat kepada Tuhan dan hati dapat berkata-kata dengan Nur yang
bersifat qadim. Di dalam hati ada 8 cahaya. Yang di tengah-tengah itulah hati
(atau Rahasia). Hati yang dapat meliputi jasad. Itulah juga yang meliputi
sekalian alam. Jadi, kosong itulah [yang disebut-sebut sebagai] "hati yang
putih". Yang mengetahui bahwa Kosong adalah hati yang putih, hanya yang di
sama-tengah hati [pusat/pusar]. Dia yang tahu. Hati saja bisa mengetahui dan
mengenal Tuhan, apalagi hanya untuk mengetahui kebenaran orang-orang yang
mengaku wali. Pandang saja pada hati yang putih ini, akan tampak sekalian
alam. Lihat saja di hati yang putih ada-tidaknya di sini pribadio-pribadi yang
konon disebut orang sebagai wali ini-wali itu atau kyai langitan. Kalau dilihat di
hati yang putih ini tidak ada, omong kosong saja karena kenyataannya [mereka]
tidak ada [di situ].

Hati dapat berkata-kata dengan Nur. Siapa yang di dalam hati itu? Itulah Ruhul
Qudus. Ruhul Qudus inilah sama dengan jasad Rasulullah Saw. Mustahil tubuh
Rasulullah tidak mengetahui. Itu makanya yang sama-tengah hati inilah yang
dapat memandang Diri Maharuang (Tubuh Maharuang). Muhammad-lah yang
memandang Diri Maharuang. Memandang sedikit saja, 70 tahun baru selesai
mendapatnya.
Persimpulan yang kuat ada pada diri kita, yaitu Rahasia. Rahasia itulah
persimpulan yang kuat. Santan kalau diperas, keluar isinya. Begitulah kalau
tafakur, sama dengan memeras santan. Sampai Rahasia itu bisa melihat Diri-
Nya. Kalau Rahasia melihat, merasakanlah jasad. Itulah sebabnya, jasad ini
hanya tempat merasakan. Bukan jasad merasakan memandang, melainkan
jasad Diri Rahasia itu yang memandang.

Waktu berdiri shalat, pandang hati yang putih itu. Ada di dalam Kosong, tetapi
tidak berisi lagi. Kita inilah isinya. Kita ini bukan kulit, kita ini isi. Mau cari isi-isi
apalagi? Kita ini sudah isinya. Kalau sudah isi, pasti dia mengenal lembaga.
Seperti kacang tanah dibuka kulit, isinya kacang. Isi kacang pasti mengenal
lembaga. Kalau kacang tidak mengenal lembaganya, kacang bodoh namanya.
Hidup ini jangan cari makan saja. Cari juga pengetahuan untuk membela diri,
ibu-bapak, sanak-keluarga, dan seluruh handai taulan kita di akhirat. Karena
apa-apa yang diceritakan oleh ulama-ulama akan ada kenyataannya di akhirat.
Kalau tidak ada pengetahuannya, dengan apa kita menyelamatkan diri ibu-
bapak, sanak-keluarga, dan seluruh handai taulan kita kelak? Ingat, anak saleh
itu anak yang dapat menolong ibu-bapak, sanak-keluarga, dan seluruh handai
taulannya. Itulah maksud anak yang saleh, bukan sekadar berdoa saja. [sebab
doa itu judulnya masih "semoga" atau "mudah-mudahan"]

Mengenallah pada Muhammad. Muhammad itu nyawa. Adam itu lembaga


Tuhan. Tuhan menyuruh malaikat dan jin sujud pada Adam, mengapa tidak
pada Muhammad? Tuhan memerintahkan makhluk-makhluk sujud pada
lembaga-Nya sendiri. Karena Adam itu cahaya Nurbuah-Nya. Nuurun itu nyawa.
Inilah Jasad Ilahi [Zahiru Rabbi]. Jasad Ilahi inilah yang Mahaesa dengan Tuhan.

Dalam ilmu mantiq, Adam itu khairunnatik: binatang yang pandai berkata-kata.
Sementara Muhammad nawi itu Muhammad Jasad Ilahi (Nur Ilahi). Jasad inilah
yang sampai ke wannawa [Q.S. Al-An`am:95]. Nawi itu tidak ada sebutan lagi.
Kalau tidak ada sebutan bagi kita: Allah-lah itu. Yang sampai ke wannawa itu
hanya Muhammad nawi saja. Tidak mungkin Rasulullah tidak berjumpa dengan
Tuhan. Kita hanya mengetahui Muhammad yang di sama-tengah hati saja
(Ruhul Qudus). Muhammad Nur itu Nabi Muhammad Saw. dan itulah
Muhammad yang wafat diMadinah. Muhammad Saw. juga yang mengetahui
Muhammad Nawi itu Jasad Ilahi. Inilah Nama yang tertinggi Ilahi. Tidak ada
yang mengenal Diri-Nya, melainkan Diri-Nya juga. Muhammad itu orangnya,
Nur itu badannya, Nawi itu esanya dengan Ilahi, barulah disebut Nur Ilahi.
Muhammad Nawi inilah Jasad Ilahi. Muhammad [ibnu Abdullah] di Mekah itu
makamnya ada di Madinah. Yang ada sekarang ini Muhammad Nawi, yaitu
Muhammad yang Jasad Ilahi. Muhammad Nawi inilah yang memberi syafaat di
hari kemudian. Pantaslah kita tidak bertemu Tuhan, yang kita ketemui di
akhirat Muhammad Nawi. Muhammad Nawi saja yang kita ketemui. Itulah
Muhammad Nawi saja yang ada.

Tuhan dari dulu sampai sekarang [dan sampai kapan pun] tidak pernah muncul.
Tubuh-Nya saja yang Ada. Inilah jasad Rasulullah. Jasad inilah yang meliputi
sekalian alam, termasuk meliputi jasad kita juga. Yang ada di sama-tengah hati
kita ini, jasad Muhamad. Itulah Ruh Qudus. Muhammad Saw. naik ke langit
sampai turun lagi ke dunia kemudian hilang [wafat] di Madinah, tapi
Muhammad Nawi tetap ada. Siapa yang diberi kekuasaan oleh Tuhan sampai
dapat memberi syafaat di kemudian hari? Siapa Tuhan yang kelihatan di
kemudian hari? Itulah Muhammad Nawi.

Hati dan Muhammad Nawi


34. Isi Perkataan Allah dan Zatul Buhti

Kamu menyebut "Allah". Mengapa kamu menyebut "Allah"? Apa isi perkataan
itu? Biasa kita lihat ada orang pulang bekerja dalam keadaan letih. Ketika ia
duduk dan bersandar ke dinding, ia gumamkan, "Allah...." Apakah perkataan
"Allah" isinya capek? Ada juga orang yang sedang mengalami kesusahan hidup.
Ia juga berguman, "Allaah...." Masak perkataan "Allah" isinya kesusahan dan
keluh kesah?!

Jadi sebenarnya apa isi perkataan "Allah" itu?

Zat-Sifat-Asma-Af`al itulah isi perkataan "Allah" itu. Lihatlah pada sekalian


alam. Semuanya—termasuk diri kita—mengandung Zat-Sifat-Asma-Af`al. Itulah
Allah. Wajar kita berkata "Allah" karena kata "Allah" itu [Nama] Kebesaran
Tuhan. Jadi setiap kebesaran Tuhan itulah yang disebut "Allah". Coba dipahami
dalam kalimah tauhid: Laa ilaaha illallaaah. Tiada Tuhan melainkan Allah alias
Tiada Tuhan melainkan Kebesaran-Nya [ada pada segala sesuatu]. Karena sudah
nyata yang ada pada sekalian alam, baik alam dunia maupun alam akhirat, yang
ADA hanya Zat-Nya, Sifat-Nya, Asma-Nya, dan Af`al-Nya.
Jadi, ketahuilah mengenai Allah dan Tuhan ini. Jangan sampai kita tidak sadar
selama ini sudah menyembah Nama, bukannya menyembah Tuhan Yang Tidah
Bernama. Uraian ini untuk menaikkan derajat dirimu.

Zatul Buhti Bukan Nama Tuhan. Kebanyakan orang berpandangan bahwa yang
dinamakan Zatul Buhti itu Nama Tuhan. Bagi orang tauhid, Tuhan tidak
bernama. Jika manusia bernama; Tuhan pun ber-Nama, berarti Tuhan sama
dengan manusia. Yang sama dengan manusia, bukan Tuhan. Inilah tauhid.
Karena Quran jelas-jelas menyatakan laysa kamitslihi syai`un; Tuhan tidak ada
persamaan dengan makhluk.

Zatul Buhti itu artinya Zat semata-mata alias Zat Mutlak.

Manusia bertangan-berkaki. Kalau kita katakan Tuhan ber-Tangan dan ber-Kaki,


tentulah sama dengan manusia. Yang sama dengan manusia, bukan Tuhan.
Manusia berwajah. Kalau kita katakan Tuhan ber-Wajah, tentulah sama dengan
manusia. Yang sama dengan manusia, bukan Tuhan.

"Jangan kau sembah Zat-Ku; Jangan kau sembah Sifat-Ku; Jangan kau sembah
Asma-Ku; Jangan kau sembah Af`al-Ku. Sembahlah AKU." [Hadis Qudsy]

"Man abdal Asma faqad kafar; man abdal ma'na munafiqun"


Siapa menyembah Nama, kafir; siapa menyembah makna, munafik.

Jadi, Tuhan itu jangan dimacam-macamkan lagi. Cukup kita yakini Tuhan itu ADA.

Amat terkait:Perbedaan Tuhan dan Allah

Allah Mahasuci. Allah itu sekadar Nama saja, BUKAN Tuhan.


Tubuh-Nya mana? Mahasuci itulah Tubuh-Nya.

Untuk para salik:Tuhan mentajallikan Cahaya Diri-Nya, tentulah IA terlindung oleh


Cahaya-Nya karena Tuhan itu Zat-nya Zat [Rabbul Izzati]. Maka, satulah semua Sifat-
Nya.  Cahaya Tuhan tidak punya warna-warni. Meliputi langit dan bumi. Cahaya Diri
Tuhan itulah Zat Mutlak. Inilah Rahasia Diri Tuhan. Dinamailah Rahasia Diri Tuhan
atau Cahaya Diri Tuhan itu ALLAH. Jadi, ALLAH itu Nama kebesaran Zat Mutlak yang
bersifat Jalal. Dari yang bersifat Jalal inilah diadakannya yang bersifat Jamal. Pada
sifat Jamal-Nya dinyatakan sifat Kahar-Nya. Setelah itu disempurnakan-Nya semua
kejadian itu pada sifat Kamalat-Nya.  Maka dalam kalimat tauhid itu sudah
terkandung Sifat Jalal, Jamal, Kahar, Kamalat. Nyata senyata-nyatanya ada pada
sekalian alam bagi yang paham. Yang sudah paham dengan musyahadah saja, tidak
terhitung-hitung banyaknya.

Sebelum ada makhluk, DIA [Tuhan] sendirian; TAK ADA NAMA sebab siapa yang mau
manggil Tuhan atau Allah, lha hanya DIA sendiri yang ADA.
Terus, DIA Berkehendak untuk dikenal, maka diciptakan makhluk.. TAPI sebelum
langsung ke makhluk, diwujudkan-Nya dulu Cahaya Diri-Nya [Ini yang kemudian
disebut Nur Allah atau Zat-Nya]. Nah, Cahaya Diri Tuhan inilah yang diberi nama
kebesaran: ALLAH. [Q.S. Nur:35 dan Fushilat:54] Inget, aslinya sih kata "ALLAH"
itu bukan Nama bagi Tuhan. Asma ALLAH disebut Ismu Zat = Nama bagi Zat, bukan
Nama bagi Diri Pribadi Yang TakBernama. Tapi.. jangan lupa, bahwa Cahaya Diri
dengan Pemilik Cahaya itu kan ESA. Jadi kalau kita sudah paham ini.. kita nyebut
Allah udah langsung mengacu ke Diri Pribadi TakBernama itu. 

Pahaman di atas diperkuat dalil hadis Qudsy: "Jangan kausembah Zat-Ku, Sifat-Ku,
Asma-Ku, Af`al-Ku, tapi sembahlah AKU.

ZAT-SIFAT-ASMA-AF`AL  = NUR = [TUBUH] MAHASUCI

[Ini makanya prihatin kita, kalau umat Islam tidak tahu kedalaman prinsip tauhid ini,
bisa-bisa selama ini sebagian besar umat Islam baru sampai menyembah Nama
Tuhan, belum menyembah Tuhan langsung. Kan Allah minta dikenal, bukan sekadar
minta dipanggil Nama-Nya. [Tafsir Q.S. Adz-Dzariat:56]

"Man abdal Asma: faqad kafar; Man abdal Ma'na munafiqun"


Siapa menyembah Nama, kafir; Siapa menyembah makna; munafik.

YANG MAHAKUASA [TAK BERNAMA] ==mewujudkan Cahaya Diri-Nya==> jadilah NUR


ALLAH [ZAT MUTLAK] 

NUR ATAU ZAT-NYA INILAH YANG DINAMAI "ALLAH"

[Nah, kalau di postingan blog disebutkan NUR ATAU ZAT, artinya kita mengacu ke
yang sebelah kanan itu. Kalau langsung disebut Tuhan, artinya pembicaraan sedang
langsung menuju Diri Pribadi Allah, bukan mengacu pada Cahaya Diri-Nya. Tapi,
jangan dianggap bahwa Tuhan dan Cahaya Diri-nya ini terpisah. Tuhan dan Cahaya
Diri-Nya itu ESA. Nah, kalau sudah paham ini, kamu memanggil Diri Pribadi Yang
TakBernama dengan panggilan "ALLAH" sudah sah dan tidak menyembah Cahaya
Diri, melainkan langsung menyembah Pribadi Pemilik Cahaya Diri itu. Mudah-
mudahan paham. Aamiin.]

Skema penciptaan lengkapnya begini:


YANG MAHAKUASA [TAK BERNAMA] ==mewujudkan Cahaya Diri-Nya==> jadilah NUR
ALLAH [ZAT MUTLAK] ==karena Nur ini lebih dahsyat dari api neraka sekali pun, perlu
ditabiri agar bisa ada kehidupan makhluk, dari Nur Allah ini diwujudkan lagi ==>NUR
MUHAMMAD==karena ditabiri Nur Nabi kita inilah baru bisa ada kehidupan
makhluk==>jadi alam semesta [Arsy, Lauh Mahfuzh, alam dunia, alam jin, alam
barzakh, alam akhirat termasuk surga-neraka, termasuk diri kita semua].

Inilah makna hakiki dari hadis-hadis Qudsy berikut:


"Jika bukan karena engkau Muhammad, tidak akan Ku-ciptakan sekalian alam"
"Yang pertama diciptakan Allah itu Cahaya Nabi-Mu, yaa Jabir."
  
Kaitan dengan kalimah:  "tiada TUHAN, melainkan ALLAH"
Tiada Tuhan, melainkan Yang Mentajallikan Zat-Nya, Sifat-Nya, Asma-Nya, dan Af'al-
Nya sebagai TEMPAT bagi sekalian alam beserta segala isinya.    

Kaitan dengan Man Rabbuka:


 [dalil mengatakan] Ketika ditanyakan itu oleh malaikat, mulut dalam keadaan
terkunci. Anggota tubuh yang bersaksi dan "berbicara". Tentu berbicaranya dengan
bahasa tubuh lagi. Ketika ditanya Man Rabbuka? orang islam yang selama hidup
bersyariat, jari telunjuk kanannya bisa menunjuk seperti dalam tahiyat. orang islam
yang selama hidup tidak bersyariat, tidak bisa lakukan itu. Apalagi yang nonmuslim.
orang islam yang selama hidup bersyariat dan mengenal sebenar-benar Rabb-Nya,
akan menjawab dengan cara lain yang membuat malaikat terpana. :D

Peringatan keras: 
 Kaji di atas jangan dipandang sebagai prinsip emanasi yang dipegang orang di luar
Islam tentang ketuhanan ya.

1. Emanasi = Tuhan memecah Diri-Nya jadi makhluk2.


hulul dan ittihad itu. 
2. Hulul dan ittihad = penyatuan, atau peleburan Tuhan dan
manusia. Hulul dan ittihad 

Yang diajarkan Rasulullah Saw. itu: Allah, Cahaya Diri-Nya, Nur Muhammad, sekalian
alam itu ESA bukan bersatu, bukan menyatu, bukan melebur, bukan memecah,
melainkan esa. Air asin dan air tawar di muara sungai bercampur tapi tidak satu; satu
tapi tidak bercampur. Begitulah Nur Ilahi dengan Nur Muhammad. Asal kita sudah
tahu pahaman ini, cukuplah. Tidak bingung lagi soal kedudukan Nur Ilahi dengan Nur
Muhammad Kenal ini, sudah selamat. InyaAllah.  Boleh diperhatikan, kalau ada satu
wilayah tidak ada satu pun yang mengenal Tubuh Zahiru Rabbi, lihatlah kehidupan
wilayah itu akan papa: susah penghidupan dan banyak bencana.

SIMPULAN:
 "ALLAH" ITU BUKAN NAMA TUHAN, MELAINKAN NAMA KEBESARAN BAGI ZAT-NYA
ATAU CAHAYA-NYA (NUR ILAHI). 

MESKIPUN DEMIKIAN, ORANG YANG SEMPURNA PENGENALANNYA (MAKRIFAT), DIA


AKAN BERKATA,"ALLAH ITU TUHAN, TUHAN ITU ALLAH" KARENA TAHU BAHWA
TUHAN DAN CAHAYA DIRI-NYA ITU ESA.

35. Tangis Ruh akan Jasad

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari


sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",[Q.S. Al-A`raf:172]

Ruhani sudah Esa dengan Tuhan. Jangan sampai jasad tidak esa dengan Tuhan,
ruhani akan menuntut.
"Itulah kamu jasad, kebinasaan kamu itu karena kamu tidak mau mengenal aku
ini ruhmu. Ruh yang sudah diberi tahu Tuhan sebagai wa fii anfusikum afalaa
tubsirun [Q.S. Adz-Dzariyaat:21]. Karena kamu tidak kenal aku ada pada dirimu
juga, bagaimanalah aku akan memberi petunjuk Tuhan padamu? Kamu tidak
kenal." "Karena kamu tidak kenal, setan-Iblis yang memberimu petunjuk. Kamu
kira itu dari Tuhan. Kalau sudah begini, binasalah kau jasad. Aku juga
merasakan."

"Kalau kamu kenal aku ini, kamu akan tahu mana yang dari setan-Iblis dan dari
makhluk-makhluk lainnya dan  kamu akan tahu yang dari aku itu dari Allah.
Maka kau kenalilah wa fii anfusikum ini. Sudah berapa lama aku bersama
manusia, tapi sedikit sekali manusia yang mau kenal dengan aku."

"Sejak kau lahir sampai mendekat akhir hayat, tidak ada sekali kamu mau
mengenal aku. Jika kaurasakan kesedihanku akan kamu, hai jasad, mungkin
kamu tidak akan berhenti menangis saat ini juga. Apalah artinya hidup bersama-
sama di dunia yang fana ini jika di alam barzakh dan alam baqa kita bercerai.
Hendaklah bersama-sama juga." "Tuhan sudah memberi tahu, wa huwa
ma`akum ainama kuntum: di mana kamu, di situ Aku [Q.S. Al-Hadiid:4]. Berarti
kita berdua tidak boleh bercerai dan tidak ada ingat-mengingat. Jagalah, ingat
itu bukan dekat, melainkan jauh. Bahkan Tuhan menjelaskan lagi, kita berdua
ini tidak ada antara. Kalau urat lehermu itu dekat dengan kamu, aku terlebih
dekat lagi dengan kamu."
"Berarti kamu dengan aku; aku dengan kamu itu sudah esa. Satu. Bukan
bersatu, bukan menyatu, melainkan Satu. Tidak ada antara lagi. Pahamilah
hikmah ini dan selidikilah pengertian satu ini. "Aku selalu mengingatkan jasad,
tetapi kebanyakan jasad berkehendak terus dengan nafsu. Tetapi aku
menghendaki aku dengan jasadku tidak bercerai. Jasad saja yang suka bercerai
denganku karena jasad mengikuti kehendak nafsu, bukannya dengan kehendak
ruhani." Ini sekadar kisah yang ada dalam Kitab Kasyfu Raibiyah. Perlu diketahui
dan diselidiki makna hakiki kisah ini.

36. Wa Nahnu Aqrabu min Hadlil Wariid

Di mana kita berada, di situ ada Allah [Q.S. Al-Hadiid:4]. Kalau dipikir, tidak
perlu diingat lagi. [Maksudnya: mengingat Allah itu bukan dengan diingat-
ingat]. Apabila diingat, syirik khafi. Mengingat Allah syirik khafi; mengingat diri
terlebih syirik lagi. Allah: semakin dipikir semakin salah karena Allah bukan
sesuatu [sedangkan, Allah itu Pencipta segala sesuatu]. Kalau kita katakan "ini"
dan "itu", semakin salah karena bertentangan dengan  laysa kamitslihi syai`un.
Sebaik-baiknya disadari: ada Allah itu di sama-tengah hatimu [Q.S Adz-
Dzariyaat:21]

"Fa ainama kuntum ma`arif turabbi bi rabbi."


Bukankah Aku daripada Engkau. Kau juga daripada-Ku. Aku ini, Kaulah.

"Sirri sirrihi." Aku itulah Kau.


Maka dijadikan Diri-Nya [sebagai] Kosong. Mahaesa; tidak ada seumpama-Nya.
Kosong itu bukan sesuatu atau benda-benda. Disebut "Allaaahu Akbar."  Kata
Allah itu Nama bagi Kebesaran Tuhan [bukan Nama Tuhan]. Tuhan tidak ber-
Zat, tidak ber-Sifat, tidak ber-Asma, tidak ber-Af`al. Kata Allah itu Nama
Kemahaesaan-Nya juga. Allah itu sudah Mahaesa. Yang disebut Mahakuasa lain
lagi, yakni Diri Yang Berkuasa. Diperlihatkan-Nya Nabi naik ke langit. Yang
diperlihatkan-Nya itu kemahaesaan-Nya. Naik ke langit itu ke kemahaesaan.
Jelaslah bahwa manusialah yang mahaesa dengan Tuhan. Hanya manusia yang
mahaesa dengan Tuhan. Manusia yang mana? Itulah Muhammad dan umat-
umat Muhammad yang tahu akan hal ini. Sedangkan malaikat itu makhluk yang
dikuasai-Nya, sementara itu Iblis, jin, dan setan yang dilaknat dan dimurkai-Nya.
Inilah kemurkaan Allah. Mengapa manusia banyak yang gemar bermain dengan
makhluk-makhluk laknatullah ini? Hai manusia, agama Islam yang dicintai-Nya.
Selain Islam, dimurkai-Nya. [Q.S. Imran:19]. Dunia ini alam. Alam bukan Allah.
Alam ini ciptaan Allah dan isinya pun ciptaan/Perbuatan Allah. Yang tidak
diciptakan-Nya, pantat jarum yang bisa dilalui gajah. Ada yang dijadikan-Nya
dengan sebab dan ada yang dijadikan-Nya tanpa sebab. Yang tidak dijadikan-
Nya dengan sebab atau diadakan-Nya sendiri ialah Cahaya-Nya sendiri. Itulah
Zat Mutlak atau Maharuang.

Tahulah kita bahwa Maharuang itu Diri-Nya. Yang melebar dan meluas, itulah
Diri Allah/Nur Ilahi. Adapun kosong yang kita pandang ini [yang kelihatan di
sekeliling kita ini]: Sifat Diri-Nya. Kalau di Maharuang, tidak ada Sifat lagi: yang
ada semata-mata Zat. Itulah sebabnya Zat dan Sifat itu kita tidak tahu kaifiatnya
[= hal keadaan yang sebenar-benarnya]. Maharuang, bentuk dan rupanya tidak
dapat dilihat, tapi suaranya ada. Siapa yang bicara itu? "Wa kallamallahu musa
taklima." Yang berbicara itu Nur. Hanya Nur. Maka suara Nur itu qadim. Suara
Nur itu tidak ada `ain [bentuknya] dan tidak ada bekasnya. Tidak pula
meninggalkan tempat. Sekiranya suara Nur ini bertempat, tentu dapat disadap.
Konyol pendapat-pendapat ilmuwan semuanya. Sadaplah kalau bisa dialog wa
kallamallahu musa taklima ini kalau bisa. Meskipun suara Nur ini tidak
bertempat, orang Islam bisa menyadapnya dan mendengar suara Nur. Bahkan
Nur ini bisa diajak berdialog lagi sekarang juga. Kehebatan orang sebenar-benar
Islam itu, salah satunya bisa mendatangkan bunga dari surga [Syaikh Abdul
Qadir al-Jailani]. Orang sebenar-benar Islam, menjatuhkan meteor ke bumi pun
bisa. Berdiri shalat, ketahui yang ada di Maharuang. Takbirlah 3 alif karena
takbir itu hakiki. Waktu takbir, jangan ada naik-turun-keluar-masuk napas lagi.
Keluarkan suara; jangan ada dimasuk-masukkan. Begitu selesai takbir, diamlah.
Jasad ini air yang beku. Tidak dikarenakan suatu sebab, tetapi karena Allah.
Tuhan tidak ada bayang-bayang-Nya. Kita inilah bayangan Allah. Maka kita
punya bayangan. Esanya Muhammad, hiduplah tubuh. Nyawanya juga yang
dinyawakan. Tubuhnya juga yang ditubuhkan. Inilah yang diartikan pada
seluruh badan. Nur itu suara. Muhammad, tubuh batin. Ruh Qudus itu, inilah
diri kita. Orang yang bernyawakan hewan atau setan adalah orang yang tidur
begitu saja. Orang yang mengeluarkan nyawa hakiki [ketika tidur], itulah nyawa
para nabi dan wali. Betulkan sebelum tidur. Ingatlah akan pesan-pesan Guru:
gunakan ‫ھ‬. Malaikat Rahman akan menunggu di ke-7 pintu surga. Kalau becerai
nyawa dan tubuh, busuklah dia.
Zat [Mutlak] itu putih tidak berwarna [putih yang bukan warna]. Bersih
sebersih-bersihnya [mahasuci]. Yang sama dengan Aku, tidak binasa. [Q.S. Al-
Hijr:41]. Jadi siapalah itu? Diri kita. Zat itu maqamnya Nur. Nur itu hilang di Zat.
Jadi, Zat itulah Rahasia Nur. Jadi, Nur itu raib pada rahasianya, yaitu pada Zat.
Zat Mutlak itu beserta Tuhan. Kalau kita esa pada Zat, beserta Tuhanlah kita. Ini
dikatakan sampai pada Tuhan. Zat dan Sifat itu ada. Zat itu putih tidak
berwarna; tidak berbau; tidak berasa; tidak berbentuk. Itulah disebut putih
tidak berwarna. Putih yang tidak berwarna itu Mahasuci atau Diri Zat Yang
Mahasuci. Putihnya  Zat Allah itu, putih mukhalafah dan laysa kamitslihi sya`un.
Inilah putih yang tidak ada seumpamanya. Yang dinamakan hati yang putih itu
ialah hati yang suci. Hati saja sudah putih/suci, bagaimana lagi yang di dalam
hati itu. Tentulah terlebih putih dan terlebih Mahasuci lagi. [kita tidak dapat
memandang matahari karena silau dengan cahayanya. Cahaya milik matahari
saja sudah menyilaukan, apalagi mataharinya sendiri 'kan?!

Di putih yang tidak berwarna inilah Nur "sembunyi". Nur itu nyawa. Yang
berkembang biak itu Muhammad dan Adam. Nur, Muhammad, dan Adam itu
kita juga. Hendaklah diesakan. Bagaimana mengesakannya? Hendaklah diam
sediam-diamnya. Muhammad bersembunyi di Cahaya Ilahi. Cahaya Ilahi itulah
Nur. Maka Muhammad "bersembunyi" di dalam Nur. Ingat, pengajian kita ini
bukan "masuk-memasuk; raib-meraib." Pengajian Pusaka Madinah kita ini: satu
tidak becerai.

37. Maharuang: Kiblat Maqami

Kosong yang kita pandang ini Sifat. Kalau yang di Maharuang, tidak ada Sifat,
hanya Zat Mutlak semata-mata. Maharuang itu bentuk dan rupanya tidak dapat
dilihat, tapi suaranya ada. Yang bersuara itu hanya Nur. Suara Nur itu qadim.
Suara qadim itu tidak ada `ain-nya (bentuk) dan tidak ada bekasnya. Tidak pula
meninggalkan tempatnya. Hanya para wali yang tahu cerita ini. Dia bermuka
satu, tidak bermuka dua (tidak ada depan-belakang-samping-atas-bawah) dan
tidak menerima bagi. Tempatnya pun kita sudah tahu. Allah itu kebesaran-Nya
yang meluas. Tidak punya garisgaris (batas). Berdiri sendiri.

Tuhan itu nyawa hakiki semata-mata (Nur Ilahi semata-mata). Inilah yang
meluas dan besar dan tidak mengambil tempat. Cahaya iniah Cahaya Qadim
yang terlebih azali. Dalilnya, "nuurun `alaa nuurin"; Yang disebut Cahaya di atas
cahaya itu yang terlebih bercahaya daripada Nur. yang terlebih bercahaya
daripada Nur, Dia-lah itu. Yang begitu, begitulah adanya. Tidak bisa berubah lagi
karena sudah ditetapkan begitu. Tidak bermasa. Begitulah selama-lamanya.
Tidak ada permulaah dan tidak ada penghabisan-Nya. Ada di dalam diam, yakni
diam sediam-diamnya. Bagaimana mau tahu Tuhan Yang Satu kalau tidak tahu
Yang Kedua. Bagaimana mau tahu Yang Kedua, kalau tidak kenal Yang Satu.

Shalat ada di dalam yang diam dan ada yang di dalam diam. Yang ada di dalam
diam: sibuk. Di padang pasir pun masjid juga [Maharuang = Kiblat Maqami.
Masjid itu tempat beribadah dan menyembah Tuhan. Sebelum ada makhluk,
dijadikan-Nya dulu Cahaya Diri-Nya [Nur Ilahi/Zat Mutlak sebagai Kosong
Maharuang yang menjadi tempat bagi sekalian makhluk. Tentulah tempat
beribadah pertama itu Tubuh-Nya. Inilah juga penjelasan tentang Yang Kesatu
dan Yang Kedua. Maksud pembicaraan ini mengarah pada skema penciptaan
(Mux)].
Kif yaa Muhammad, Ana Rabbaka yushalli.

Ini shalatnya tidak cepat. Di dalam diam itu rukun 13. Di tempat ini baru yakin
saja karena di mana tempat pun: masjid. Orang yang tidak pernah bertafakur,
tulangnya lembut semua karena Tuhan itu tidak ada lemahnya. Shalat itu
tafakur juga. Dinamakan tafakur itu hanya sebentar saja. Shalat itu
sunnaturrasul. Kalau tafakur, berilmu tinggi. Orang yang tidak pernah
bertafakur seumur hidup: jahil murakab. Jahil pada dirinya sendiri dan pada
Tuhannya. Tidak ada yang mengetahui Tuhan melainkan Tuhan atau Ruh Qudus.
Ruh Qudus tetap ada di Mekah (Baitullah). Nur, kalau dia meninggalkan
tempatnya, bisa tidur kita. Tuhan hakiki, dari dada sampai Maharuang. Yang
mengenal Ruh Qudus hanya Adam.
Tafakur majati itu: dirasakannya yang diam di sama-tengah hati. Tafakur hakiki
tidak dirasakan, dirasakan semua. Ini dinamai Zahiru Rabbi wal bathinu abdi.
Yang majati itu Rahasia Allah. Bersifat kosong sekosong-kosongnya. Yang utama
dipakai, tafakur hakiki.

Ketika shalat, takbirlah panjangnya 3 alif (harakat) kemudian tafakur hakikilah.


Berdiri shalat, diketahui yang ada di Maharuang. Ruh Qudus yang mengetahui
yang ada di Maharuang itu. Hakiki itulah takbir. Kosong Mahasuci itu Kosong
belum ada titik. Zat dan Sifat itu Kosong yang sudah bertitik: Kosong ber-alif.
Siapa tidak ada pandangan batinnya pada Sifat-Nya, sama dengan binatang.
[Maksudnya tidak ada pengenalan pada Kosong (Mux)]

"… Mereka (manusia) punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami
(ayat-ayat Allah), punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-
tanda kekuasaan Allah), punya telinga tetapi tidak mendengar (ayat-ayat Allah).
Mereka (manusia) yang seperti itu sama (martabatnya) dengan hewan bahkan
lebih rendah (lagi) dari binatang."

“Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia
akan buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).”
[Qs. Al-Isra:72 dan 179]

38. Ka`bah Pusat Semesta dan 'Rahasia Antara' Zat dan Sifat
PUSAKA MADINAH WILAYAH HAKIKI

Nur dan Muhammad diri kita juga, maka hendaklah diesakan. Bagaimana
mengesakannya? Diam sediam-diamnya. Zat itu maqamnya Nur. Nur itu hilang di
Zat. Zat itu tidak ada pangkal dan ujungnya. Zat itu mengetahui dirinya sendiri. Putih,
Zat Allah Ta`ala itu. Di sinilah Nur sembunyi. Zat itu yang mengetahui bahwa dirinya
itu putih tidak berwarna [mukhalafah]. Daripada salah, lebih baik berada di diam.

Tuhan "bersembunyi/terlindung" terang seterang-terangnya. Muhammad


"sembunyi" di dalam cahayanya. Allah "sembunyi" di dalam Nur. Nur "sembunyi" di
dalam zatnya. [Contoh: Di mana matahari bersembunyi? Di balik cahayanya.]
Pengajian [Pusaka Madinah] ini bukan dengan prinsip "masuk-memasuk" atau "raib-
meraib". Apabila masuk-memasuk atau raib-meraib: bersekutu. Yang Mahakuasa itu
Maharuang. Nur menghilang ke Maharuang dan Muhammad hilang ke langit. Sampai
ke fastawa fil ufuuki a`la [penghabisan]. Keluarlah dari batas ufuk ini, tibalah di alam
Tuhan. Inilah pelajaran untuk mengambil gelar profesor ketuhanan.

Apa sebab Zat itu tidak berwarna?


Karena sudah diketahui yang dikatakan putih tidak berwarna itu, tentulah tidak
berwarna. Putih tidak berwarna itu artinya bersih. Oleh sebab itulah siapa melihat
dirinya yang putih di dalam Tubuh Kosong [Maharuang], selesailah pelajaran dan
perjalanan ilmunya. Karena itu sudah Tubuh Yang Mahakuasa. Kalau sudah
memandang Yang Dijadikan, jangan lagi mencari Yang Menjadikan. Ibarat kamu
membuka kamar di dalamnya ada orang. Walaupun pintu kamar itu ditutup lagi,
tetap kamu yakin di dalamnya ada orang. Kita melihat kebanyakan kue apa saja
terbuat dari terigu. Walaupun ditutup dengan bermacam-macam model sajian, kita
tetap yakin ada terigunya. Inilah permisalan untuk mengetahui tentang hakiki. Orang
yang sudah tahu dan melihat hal yang dibicarakan ini tidak akan tertipu. Inilah
pelajaran "otak basah", bukan untuk orang yang berotak kering.

Kontaknya zat asam dengan kita maka kita hidup. Kita tenggelam dalam lautan zat
asam. Kalau sudah bersama-sama zat asam, tentulah kita bukan bersama-sama
dengan zat asam lagi, bersama Zat Mutlak-lah kita. Nur itu zat asam, Allah itu
Rahasia, antarlah dengan jalan Laa ilaaha illallah 300x; Muhammad Rasulullah 300x
dan supaya terbuka jalan dan kita lihat: selawat al-Fatih 10x.
Pohon kelapa saja yang jauh dapat dilihat dan diketahui isinya. Mengapa Allah yang
tidak ada antara, tidak dapat dilihat? Karena manusia tidak tahu antara dirinya dan
pohon kelapa. Tidak diperhatikannya ini. Perhatikanlah, manusia berwarna-warna
karena [pengaruh kontak dengan] zat asam. Kalau yang tidak berzat asam, tentulah
putih yang tidak dapat diumpamakan. Kita sudah bersama di dalam Zat Mutlak,
tentulah dapat kita sampai di alam Allahua'lam. Inilah alam Tuhan.

Yang di dalam diri tidak perlu berkhitan karena sudah esa dengan jasad. Yang di luar,
Zahiru Rabbi; yang di dalam bathinu abdi. Kita, Ruh Qudus. Yang di dalam itu diri kita
juga. Adam dan Muhammad–Zahiru Rabbi–maka kita berdiri shalat. Yang bertemu
Rabbi, Ruh Qudus. Diserahkannya Diri-Nya pada kita. Zahir dinamai Allah.

RAHASIA ANTARA ZAT DAN SIFAT

Pengingatan itu Nur; perasaan kita itu Zat. Perasaan lebih tua daripada pengingatan.
Bangun dengan perasaan yang bagus karena tubuhnya Allah Ta`ala. Apabilah habis
per-ingatan, datanglah perasaan. Penghabisan suara dengan perasaan. Allah Ta`ala
sembunyi di antara Zat dan Sifat. Inilah yang paling tinggi nilainya. Inilah ilmu para
nabi dan wali.

Sembunyi di antara Zat dan Sifat inilah dinamakan rahasia di dalam rahasia. Harta
benda tidak ada gunanya. Di sini [di antara Zat dan Sifat], kita bisa ambil apa yang
diinginkan. Kalau ada  orang mengaku sudah dapat rahasia antara Zat dan Sifat ini
dan ketika dia ada keperluan hidup masih mencari dari pekerjaan, perdagangan,
kedudukan, jabatan, dan pangkat, belum bisa dikatakan wali Allah. Tidak semudah
itu perkataan "wali" itu diucapkan. Yang disebut wali itu tidak ada keperluan [yang
melibatkan selain-Nya]. Kalau mau apa saja tinggal ambil di antara Zat dan Sifat.
Tidak ada mengharap dari makhluk. Malulah dengan syarat ini-itu: umat mau belajar
musti daftar dan bayar "mahar" atau bergabung di bawah bendera ormasnya. Kalau
ada orang mengaku wali masih melakukan itu, namanya wali kentut!

Beritahu para ulama itu, kalau mau tahu wali, carilah rahasia di dalam rahasia, yaitu
antara Zat dan Sifat. Dan di antara Zat dan Sifat ini juga yang paling nikmat senikmat-
nikmatnya. Mati sekalipun kalau tahu rahasia antara Zat dan Sifat ini: nikmat
senikmat-nikmatnya. Tidak ada rasa sembilu atau tertusuk pedang lagi. Ada hadis
mati bagai ditusuk pedang. Maksudnya supaya manusia berpikir dan berusaha untuk
bisa mati tanpa sakit. Tuhan memberi tahu, kita mencari kerahasiaannya supaya
terhindar dari mati semacam itu. Ulama banyak, kiyai banyak, mintalah pada mereka
rahasia yang ada di antara Zat dan Sifat itu.

Allah berkata dengan "Kun" saja: jadi segala-galanya. Carilah rahasia antara "kaf" dan
"nun". Banyak orang coba-coba pakai kata "Kun, Kun" saja. Tak jadi apa-apa, hanya
jadi kurap di badan. Rahasianya ada di Surah Yasin. Orang banyak membaca Surah
Yasin, tetapi rahasia antara "kaf" dan "nun" tidak diketahui. Surah Yasin malah
dipakai untuk mengantar orang sakaratul maut. Ini namanya penghakiman untuk
orang itu. Carilah rahasia antara Zat dan Sifat itu. Kalau benar-benar dapat, tidak
bernilai segala yang ada di dunia ini. Ilmu Siti Jenar pun tidak laku. Untuk apa, rahasia
ini lebih hebat daripada ilmu apa pun. Dibayar bermilyar juta pun tidak akan
diperjual-belikan rahasia ini.

39. Isra Mi`raj: Perjalanan Ruh dan Jasad, serta Perbedaan Zat Mutlak dan Zat-Sifat
[Zat Asam]

Amat terkait:
Prinsip Zat dan Sifat dalam Tauhid.

Ada baharu yang tidak bisa rusak-binasa sampai sekarang. Itulah maharuang
[baharunya Tuhan]. Maharuang ini Zat Mutlak; Zat yang tidak ada wujudnya. Di
dalam tubuh Zat Mutlak ini ada Nur Muhammad [nyawa] atau disebut juga zat asam
[contoh nyatanya ada di bawah hidungmu]. Zat asam ini terbatas adanya.

ISRA MI`RAJ: DENGAN RUH DAN JASAD SEKALIGUS


Dengan izin Tuhan—tatkala sudah dibersihkan [dari pengaruh-pengaruh zat asam]—
Nabi Muhammad Saw. tidak lagi bernyawa dengan zat asam, melainkan sudah
bertubuhkan Zat Mutlak dan bernyawa dengan Zat Mutlak. Itu sebabnya Nabi
Muhammad Saw. ketika naik Mi`raj bisa sampai ke mana saja dan hidup terus karena
sudah tidak menggunakan zat asam lagi, tetapi menggunakan Zat Mutlak. Demikian
juga sampai kembalinya beliau—pulang dari Mi`raj. 

Kekurangan atau kelebihan zat asam: mati.


Kelebihan Zat Mutlak: hayyun sehayyun-hayyunnya.

Apakah benar pendapat para ilmuwan yang menyangka Isra Mi`raj itu dilakukan
tidak dengan jasad dan ruh sekaligus?! Hanya orang Islam bodoh yang masih
menerima perjalanan Isra Mi`raj itu dilakukan tanpa jasad. Hanya orang Islam bodoh
yang masih menerima perjalanan Isra Mi`raj itu memerlukan zat asam.

Kalau orang selalu berpegang pada zat asam dan tidak mengetahui bahwa zat asam
itu ada di dalam Zat Mutlak, ia akan bingung. Mungkin para ilmuwan pun baru
mendengar ini: tentang tidak perlunya zat asam untuk pergi ke mana saja. Kalau
manusia bisa bertubuhkan Zat Mutlak ini [dalam keadaan benar-benar
merasakannya], peluru pun tidak akan tembus! Inilah ilmu jadi Pusaka Madinah.
Tidak perlu zikir-zikir atau komat-kamit lagi.

Penyelidikan Islam sudah sampai pada pembicaraan Zat Mutlak. Mana ada ilmuwan-
ilmuwan penyelidikannya sudah sampai ke sini. Ilmuwan bangsa-bangsa kroco sudah
sampai ke mana penyelidikannya? Baru sampai pada penyelidikan zarah-zarah, tidak
ada bedanya dengan penyelidikan ilmiah kulit kacang! [Buktinya, baru menemukan
Higgs Boson saja langsung benda itu disebut "Partikel Tuhan"]. Bagi orang tauhid,
perlu apa menggali tambang-tambang mencari uranium. Kumpulkan saja empedu-
empedu ikan, itulah uranium. Dengan izin Allah, orang tauhid bisa menggunakan Zat
Mutlak itu untuk menghidupkan pancarannya. Karena efeknya bisa merusak alam
dan menumbangkan benda-benda langit [apalagi kalau sekadar satelit dan stasiun-
stasiun angkasa luar], itu tidak kami lakukan. Ini bukan sekadar cerita omong kosong.
Kalau mau, bisa dibuktikan. Inilah pentingnya mengenal.

Inilah bukti Zat Mutlak itu Tubuh Tuhan. Jadi, perkataan hakiki "TUHAN TUBUHKU"
itu mengacu ke Tuhan, sedangkan "YAA BUDDUHUN" itu mengacu pada Cahaya-Nya.

40. Diri Makrifat dan Ilmu Firasat Nabi Khidir

Tuhan mentajallikan Cahaya-Nya. Cahaya Tuhan itu bernama Nur. Jadi, Nur itu
Cahaya Tuhan. Itulah Rahasia Tuhan. Rahasia Tuhan itulah juga dinamakan
Muhammad yang awal dan Nur Muhammad itu juga dinamani titik Nur yang
awal. Nur Muhammad sudah “lahir”, baru bersuara. Inilah suara Allah langsung
pada Muhammad.

Dari mana awal suara dari mulut dan lidah kita ini? Tentulah dari hati.
Dari mana awal suara dari hati ini? Tentulah dari sirr.
Dari mana awal suara dari sirr hati ini? Tentulah dari Zat.
Dari mana awal suara dari Zat ini? Tentulah dari Allah.

Dari Allah ⇒ Zat [Rahasia Allah] ⇒ sirr ⇒ hati ⇒ lisan


Renungkanlah perjalanan suara ini. Dengan sirr ini kita dapatmembedakan
mana suara dari setan, mana suara dari Allah.

Tuhan menjadikan kita punya zahir dan punya batin. Yang batin itu ruh dan
yang zahir itu tubuh. Ruh ini Zat; tubuh ini sifat. Kelakuan zahir ini kelakuan dari
mana? Dari batin. Kelakuan batin itu kelakuan siapa? Kelakuan Zat. Siapa yang
berkelakuan pada Zat itu? Tentulah Zat-nya Zat, itulah Tuhan.

Maka ketika orang tauhid sudah mengetahui jalan ini, dirasakannya semua dari
Allah: minallah. Kalau sudah dirasakan oleh batinnya semua dari Allah, berarti
batinnya sudah karam musyahadahnya pada Allah dan ketika melihat zahirnya
itu, dirasakannya rasa isbat saja.

Pengetahan ushul ini penting diketahui dan dipahami karena ushul itu
kesempurnaan. Kalau tidak ada ushul, bagaimana kita akan mendapatkan
kesempurnaan? Jadi, belajar itu hendaklah sampai pada pemahaman yang tidak
dimakan oleh ushul. [tidak tertolak atau bertentangan dengan ushul]

Ketahuilah bahwa Zat itu Diri Makrifat. Diri Makrifat itu menghimpunkan semua
Af`al, semua Asma, semua Sifat, dan semua Diri. Sederhananya, Diri Makrifat itu
menghimpunkan semua tubuh-hati-nyawa-rahasia.

Diri Makrifat itulah yang menggerakkan Zat-Sifat-Asma-Af`al. Diri Makrifat ini


Rahasia Tuhan yang ada pada Adam (kita). Kalau sudah paham ini, bagaimana
lagi kita mau menyangkal bahwa tiada perbuatan baharu lagi?

“Jika bukan karena engkau Muhammad, tiada Ku-ciptakan alam ini.”

Apa hikmah perkataan [hadis qudsy] ini dari sisi hakiki? Kalau tidak ada engkau
Diri Makrifat, tidak akan ada pergerakan jasad. Inilah isyarat dua kalimah
syahadat.

Jadi Diri Makrifat itu Sifat Tuhan juga Rahasia Tuhan. Jadi diri Makrifat itu jadi
apa pada kita ini? Jadi ruh.

Cahaya Diri Makrifat inilah yang menjadi firasatan, sedangkan Nur Muhammad
itu menjadi per.ingat.an.

Mengapa Nabi Khidr a.s. bisa mengetahui semuanya dan perbuatannya


bertentangan dengan syara? Karena Nabi Khidr mengetahui Diri Makrifat itu
firasatan. Sedangkan Diri Makrifat itu mustahil berbohong.
Maka orang tauhid hakiki tidak bingung dengan kelakuan Nabi Khidr a.s.
sebagaimana kisah dalam Q.S. al-Kahfi karena orang tauhid hakiki tahu soal
firasatan dan per-ingatan ini. Dari sini diketahui bahwa Nabi Khidr itu Allah
karuniai firasatan yang tinggi [ilmu hikmah].

Sebenarnya ilmu firasatan ini menggunakan bahasa Cahaya: Cahaya Ilahi.


Timbulnya ingatan itu dari firasatan. Timbulnya firasatan itu dari Tuhan.
Ciri bahasa Cahaya Ilahi itu: laa raiba fiihi hudan lil muttaqiin [Q.S. Al-
Baqarah:2] aliastidak ada keraguansatu zarah pun!

Nabi Khidr a.s. itu ahli bahasa Cahaya ini. Jadi, tidak usah heran kalau para wali
Allah itu banyak mengetahui hal-hal yang tidak diketahui orang awam karena
para wali Allah itu belajar dan menguasai ilmu firasatan alias bahasa Cahaya
Ilahi ini dari Nabi Khidr a.s. Sang Murabbi.

Susah mencari guru yang menguasai bahasa firasatan ini. Kalau yang pakai
bahasa nujum, banyak.

41. Haji Syariat - Haji Hakiki

orang naik Mekah, itulah masuk ke Kosong. Yang Kosong itu dari Wujud sampai
Wahdaniyah. Itulah yang dinamakan wukuf. Wukuf itu diam. Itulah puncak haji. Jadi
dalam wukuf itu tidak ada zikir-zikir, tidak ada baca-baca lagi. Kalau tahu masalah
diam ini, haji hakikilah dia. Bukan sekadar haji syariat lagi. Kalau tidak tahu masalah
Kosong ini, bagaimana hajinya?

Apa yang dimaksud wukuf itu? Diam.


Waktu kita baru sampai di Arafah, apa yang kita pandang? Kosong dulu. Arafah itu
berada di mana kalau bukan di dalam Kosong; bertempat di Kosong. Jadi bukan
sekadar wukuf di Arafah. Arafah itu sendiri di dalam Tubuh Kosong. Berbeda wukuf
di Arafah dengan wukuf di Kosong.

Pergi berhaji itu apa maksudnya? wa fii anfusikum afalaa tubsirun.


Ka'bah itu bersifat Sulbiyah; Kosong ini penampang; kita ini hanya Nur. Inilah rukun
yang enam: rukun haji.

Waktu kita baru sampai di Arafah, apa yang kita pandang? Kosong dulu; bukan
Arafahnya yang kita pandang, melainkan Kosong tembus-menembus tidak ada
hijabnya. Inilah yang dikatakan pandangan Allah: tembus-menembus.

Kosong ini Zat yang terdahulu ada. Jadi orang naik haji itu puncaknya masuk ke
Kosong. Jadi, Kosong ini rukun haji. Kalau tidak paham ini, hajinya baru haji wukuf
Arafah. Arafah ini ada di mana kalau bukan di Tubuh Kosong? Yang benar itu kita
wukuf di Arafah atau wukuf di Tubuh Arafah? Masalah wukuf ini jangan disepelekan
sebab inilah puncak segala ritual haji.

"Siapa memandang dirinya putih: ihramlah dia. Hajilah dia. Usailah perjalanan ilmu
dan Islamnya paripurna karena perjalanan Islam itu sampai rukun ke-6, yaitu haji."

Waktu kita baru sampai di Arafah, apa yang kita pandang? Kosong dulu; bukan
Arafahnya yang kita pandang. Kalau Arafahnya yang kita pandang, tidak ada bedanya
dengan kita wukuf di tanah air. Sebab secara bahasa wukuf itu diam; arafah itu
mengenal. Jadi wukuf di Arafah itu diam untuk mengenal. Kalau wukuf di arafah tapi
tak ada pengenalan,apa bedanya dengan tidak wukufdi tanah air?!

Hakikat haji sebenarnya ialah untuk mendapatkan musyahadah tentang Tuhan. Haji


itu bukan untuk bisa melihat Ka'bah dari dekat lalu berfoto di depannya, bukan
untuk mencium Hajar Aswad, melainkan untuk mendapatkan musyahadah tentang
Tuhan.

Meskipun kita wukuf di Mekah tapi tidak mendapatkan musyahadah tentang Tuhan,
sama saja dengan wukuf di Indonesia. Meskipun kita wukuf di tanah air, kalau
mendapatkan musyahadah tentang Tuhan, di tanah sucilah kita. 
Syaikh Bayazid Al-Busthami suatu saat pergi naik haji ke Mekkah. Pada haji kali
pertama, ia menangis. "Aku belum berhaji," isaknya, "karena yang aku lihat
cuma batu-batuan Ka'bah saja." Ia pun pergi haji pada kesempatan berikutnya.
Sepulang dari Mekkah, Bayazid kembali menangis, "Aku masih belum berhaji,"
ucapnya masih di sela tangisan, "yang aku lihat hanya rumah Allah dan
pemiliknya." Pada haji yang ketiga, Bayazid merasa ia telah menyempurnakan
hajinya. "Karena kali ini," ucap Bayazid, "Aku tak melihat apa-apa kecuali Allah
subhanahu wa ta'ala...."
Syaikh Al-Junaid Al-Baghdadi q.s. kedatangan seorang tamu. Beliau bertanya,
“Dari mana saja anda ?”

Tamu itu menjawab, “Aku baru menunaikan ibadah haji”.

“Sejak pertama berangkat dari rumah, apakah kamu telah meninggalkan semua
dosa ?” Syaikh Al-Junaid q.s. kembali bertanya. “Belum”, tamu itu menjawab.
“Berarti engkau tidak sedang dalam perjalanan ruhani. Apakah setiap
beristirahat di malam hari, engkau melintasi semua maqam di jalan menuju
Allah ?” “Tidak”
“Berarti engkau tidak menempuh perjalanan setahap demi setahap. Ketika
memakai pakaian ihram, apakah engkau melepaskan sifat-sifat manusiawi
seperti engkau melepaskan pakaian sehari-hari ?”“Tidak”
“Berarti engkau tidak mengenakan pakaian haji (ihram). Ketika engkau singgah
di ‘Arafah, apakah engkau menyaksikan (musyahadah) Allah ?”“Belum”
“Berarti engkau tidak singgah di ‘Arafah. Ketika ke Muzdalifah dan mencapai
keinginanmu, apakah engkau telah meniadakan hawa nafsumu ?”“Belum”
“Berarti engkau tidak pergi ke Muzdalifah. Ketika tawaf mengelilingi Ka’bah,
apakah engkau telah menyaksikan keindahan non materil Tuhan ?”“Belum”
“Berarti engkau tidak mengelilingi Ka’bah. Ketika sa’i antara sofa dan marwa,
apakah engkau telah menggapai kesucian dan kebajikan ?”“Belum“
“Berarti engkau tidak sa’i antara sofa dan marwa. Ketika sampai ke Mina,
apakah keinginanmu telah sirna ?”“Tidak”
“Berarti engkau belum mengunjungi Mina. Ketika sampai di tempat
penyembelihan kurban, apakah engkau mengurbankan segala hawa
nafsu ?”“Tidak”“Berarti engkau belum berkurban. Ketika melempar batu
jumrah, apakah engkau telah melemparkan pikiran-pikiran hawa nafsu yang
menyertaimu ?”“Belum” “Berarti engkau belum melaksanakan jumrah. Engkau
belum melaksanakan ibadah haji. Kembalilah ! lakukan ibadah haji seperti yang
aku gambarkan agar engkau bisa sampai ke maqam Ibrahim” 

Jadi haji itu untuk mendapatkan musyahadah tentang Tuhan. 

Wahai Anda yang sudah bergelar haji, sudah dapat ihram-nya belum?
Meskipun kita wukuf di Mekah tapi tidak mendapatkan musyahadah tentang Tuhan,
sama saja dengan wukuf di Indonesia. Meskipun kita wukuf di tanah air, kalau
mendapatkan musyahadah tentang Tuhan, di tanah sucilah kita.

Wahai Saudara-saudaraku yang belum mampu pergi berhaji secara syariat, jangan
berputus-asa. Firman Allah, berhaji itu bagi yang mampu. Kalau belum mampu pergi
haji secara syariat, berusahalah pergi haji secara hakiki. Guru kami, Syaikh Undang
Siradj, menjamin Anda meraih haji. Pasti haji. Bahkan gelar haji yang ini dibawa
sampai ke akhirat. Makanya setiap habis shalat itu biasakan wukuf dulu. Setiap habis
shalat itu biasakan bertafakur-hakiki dulu: diam dulu. Bagaimana diam yang
dimaksud itu? Nanti kami uraikan. Ini bukan olok-olok karena pengetahuannya ada.

Wahai kaum awan, janganlah terlalu awam benar. Ketahuilah masalah haji hakiki ini.
Wahai kaum yang membangga-banggakan gelar haji. Kalau sekadar haji syariat, buat
apa? Ini bukan mau membunuh rukun Islam, bukan mau membunuh syariat pergi
berhaji ke tanah suci.
 Orang yang meraih haji hakiki, kalau dia sudah berkumur dalam wudhu,
tidak ada lagi bicara dengan tujuan yang kotor. 

 Orang yang meraih haji hakiki, kalau sudah membasuh kepala dalam
wudhu, tidak ada lagi pikiran-pikiran untuk menipu orang dengan gelarnya. 

 Orang yang meraih haji hakiki, kalau sudah lubang hidungnya terbasuh air
wudhu, tidak ada lagi hidung melambung waktu orang memulakan
panggilan dengan kata haji di depan namanya dan tidak ada lagi
kebanggaan dalam hati, " Aku ini haji". 

 Orang yang meraih haji hakiki, kalau tangannya sudah terbilas air wudhu,
tidak ada lagi perbuatan yang bersifat merusak meskipun dengan alasan
menegakkan yang haq. 

 Orang yang meraih haji hakiki, kalau kakinya sudah diusap air wudhi, tidak
ada lagi melangkahkan kaki ke tempat maksiat.

Kalau ada haji yang masih berbicara dengan tujuan muslihat-kotor; berpikir untuk
menipu orang, berbangga diri, berbuat kerusakan, dan berjalan ke tempat maksiat
zahir dan maksiat batin, itu tanda-tanda haji yang batal. Haji syariat dan haji hakiki
berbeda bagai siang dan malam; bagai langit dan bumi. Sikap seorang haji hakiki itu,
yang jahat dinasihati, bukan dirusak. Baru bisa kelihatan Islam itu kuat karena
bersifat menasihati. Haji-haji itu mestinya jadi penasihat orang maksiat, bukan jadi
perusak tempat-tempat maksiat.

42. Nur: Dipandang, Disebut, Ditunjuk Pula

Perkataan "Allah" dalam tulisan ini dan seisi blog ini mengacu ke:
1. Tuhan; Yang Tak Bernama; Yang Mahakuasa
2. Nama/Asma-Nya;
3. Nur Ilahi alias Zat-Nya [Zat-Mutlak]; Ruh Qudus.

Nah, ketika di blog ini dikatakan Tuhan, ini artinya langsung mengacu kepada Yang
Tak Bernama alias Tuhan sekalian Zat [Rabbul izzati], Pemilik Cahaya Diri-Nya
[Pemilik Nur Ilahi], juga Pemilik Nama "Allah".

Meski demikian, tetaplah pandang dalam koridor keesaan ya. Ini


pembahasan wilayah hakiki. Ambil paham baik-baik.

Kejadian Nur
Nur itu asal kejadiannya: Tuhan minta dikenal dan disembah. Akan tetapi, belum ada
sesuatu. DIA sendiri yang ADA. Siapa yang mau mengenal dan menyembah-Nya,
sedangkan belum ada sesuatu. Zat dan Sifat-Nya pun belum ada. DIA sendiri yang
ADA: siapa yang menyebut Dia "Allah" atau "Tuhan"?

Oleh Tuhan diambil-Nya Nama dan Sifat-Nya, "dipukulkan" keduanya: Jalal dan
Jamal-Nya. Memancarlah Cahaya. 

"Najjalaltu wa jamalu baina huma Muhammad."


Dari pertemuan Sifat Jalal dan Jamal-Nya terjadilah Muhammad.

Cahaya-Nya itu diambil dan dijadikan-Nya nyawa. Bunyinya sangat dahsyat. Berkat
kejadian pertemuan Jalal dan Jamal-Nya itu masih  berupa awan, setelah itu
timbullah sesuatu. Sampai sekarang ini Nur tidak mati karena dijadikan-Nya nyawa.

Nur itu bukan cahaya atau sinar-sinar baharu yang kita kenal, juga bukan kilat-kilat,
melainkan Nur di atas Nur. Cahaya di atas cahaya [berarti bukan berbentuk cahaya
makhluk].  Dari Cahaya Ilahi inilah adanya sekalian alam. Maka dinamailah alam itu
sesuatu. Ketika baru Tuhan dan Nur-Nya, karena kuatnya tekanan ketuhanan,
"menetes" Nur itu. Nur itu qadim. Apabila Nur menyahut, itu karena diberi suara dari
Tuhan. Inilah yang dinamakan qadim seqadim-qadimnya. Adapun Tuhan Yang
Mahakuasa itu Qadim yang terlebih azali. Menetes qadim itu jadi Muhammad atau
tubuh Muhammad. Inilah kejadian dari Nur Allah [Cahaya Tuhan] yang ada di sama-
tengah hati. Nur Allah yang ada di sama-tengah hati ini disebut ruh qudus. Ruh
qudus ini diberi kekuasaan oleh Tuhan untuk menguasai seluruh tubuh manusia dan
tubuh alam.

Sebetulnya yang ada di sama-tengah hati itu Ruh Qudus atau Tubuh yang Suci. Ini
adalah tubuh Muhammad Rasulullah Saw. : Tubuhnya Tuhan [Tubuhnya Allah
Ta`ala]. Dia [Ruh Qudus] inilah yang bisa berhubungan dengan Nur dan berbicara
secara laa bi harfin wa laa shautin, 'tanpa huruf-tanpa suara'. Ruh Qudus yang di
sama-tengah hati atau pusat atau pusar, ini adalah Zat-Mutlak. Zat-Mutlak ini Cahaya
Ilahi. Cahaya Ilahi itulah yang bernama Allah.

Ruh Qudusitu diri kita juga. Inilah wa fii anfusikum afalaa tubsirun (Adz-
Dzariyaat:21). Diri Allah ada di sama-tengah hatimu. Itulah Rahasia Tuhan pada kita
yang disebut Ruh Qudus.
Ruh Qudus ini bersifat diam. Diamnya inilah yang kita rasakan. Bukan mendiam-
diamkan. Diamnya Ruh Qudus yang kita rasakan. Ruh Qudus inilah Rahasia Allah.
Rahasia Allah inilah yang tajalli; satu dengan jasad. Bukan Allah-nya yang
tajalli, melainkan Rahasia-Nya yang tajalli "hancur ke jasad" [satu meliputi jasad].

Ketahuilah, sebenarnya jasad kita ini tidak memiliki wujud hakikat meskipun saat ini
jasad kita ini ada bentuknya [ber-sifat]. Siapa yang menjadikannya? Tentulah Tuhan.
Kalau sudah tahu Tuhan yang menciptakannya, jelaslah jasad kita ini jasad Tuhan
'kan?! Alias Allah Ta`ala jasad. Jadikanlah jasad kita ini ruhani. [Awas, hati-hati
mengambil paham. Jangan dibaharukan. Bukan jasad kita ini Tuhan, melainkan
Tuhan jasad. Mudah-mudahan dibukakan paham]

Kalau jasad kita ini jasad Tuhan, Ruh Qudus keluad dari jasad, dia akan "hancur" ke
jasad atau satu dengan jasad. Kalau dia keluar, tidak satu dengan jasad, binasa jasad.
Busuk jasad. Menerima perkara jasad di alam barzakh.

Contoh:
Di alam rahim ibu saja jasad dan ruh satu: hiduplah janin. Sampai ke alam fana, jasad
dan ruh tetap satu: hidup juga. Sampai ke alam barzakh, jasad dan ruh musti tetap
satu: tetap hidup. Kalau tidak satu, binasalah jasad. Busuk Kalau jasad dan ruh tetap
satu di alam barzakh: bangun ruhani; bangun jasmani. Hiduplah dia dan bertemulah
dia dengan yaumil qiyamah, sampai ke alam akhirat, dan tahu keadaan mahsyar,
titian siratal mustaqim, dll.

Jadi, inti pengajian Pusaka Madinah itu:


Mati sekalipun, jasad dengan ruh tidak becerai.

Hidup di dunia saja jasad dan ruh tidak becerai. Kalau becerai: binasa. Apalagi kalau
binasa di alam bazakh: binasa dan menerima perkara. Jangan salah paham mencari
pengetahuan mati. Banyak yang mencari ingin tahu keputusan mati: mati bercahaya-
cahayalah;  mati wajah berseri-serilah; tapi tidak dipikirkannya bagaimana supaya
bisa tetap hidup di alam barzakh sampai ke alam akhirat. Jadikanl text-shadow:
rgb(0, 0, 0) 1px 1px 0px;ah jasad kita ini ruhani  kalau mau hidup di alam barzakh
sampai alam akhirat. Yang ini justru tidak ada yang mau mencari. Bukan salah. Hanya
tersalah.
Tajalli Ruh Qudus dalam Shalat.

Ruh Qudus ini Zat-Mutlak. Ada di sama-tengah hatimu: pusat. Yang di dalam pusat
inilah tempat perhimpunan tubuh-hati-nyawa-rahasia. Waktu shalat, panjangkan
takbir 3 alif [harakat]. Kalau 3 alif,  akan besertaanlah fi`li, qauli dan qalbi. Begitu
juga tubuh-hati-nyawa-rahasia berhimpun pada ruh Qudus. Jadi, sama-tengah hati
itu perhimpunan.

Jadi, sama-tengah hati itu tempat perhimpunan. Kalau sudah berhimpun [fi`li,
qauli dan qalbi | tubuh-hati-nyawa-rahasia] maka tafadal-lah: Ruh Qudus [tubuh
yang di sama-tengah hati] satu dengan jasad. Tubuh inilah yang memakai mahkota
Cahaya Ilahi. Itu sebabnya harta, pangkat, dan kedudukan tidak berguna di akhirat.
Yang berguna di akhirat adalah mahkota budduhun itu. Inilah "cap bebas". Jadi
jangan mau mencari-cari tajalli saja, shalatlah saja dengan benar. Sudah jadilah.
Shalat itu terdiri atas 13 rukun. ke-13 rukun ini sudah termasuk berupa rukun fi`li,
qauli dan qalbi.

Kita semua sudah mengetahui kalimat tauhid itu laa ilaaha illallaah.
laa ilaaha illallaah itu maknanya tiada Tuhan, melainkan Allah. Berarti: tidak ada Zat-
Nya, tidak ada Sifat-Nya, melainkan Allah saja ADA. Kalau sudah Allah saja Ada. Apa
Allah itu? Bagaimana Allah itu? Kenalilah. Datangilah para ulama. Kita berseru,
"Allaaahu Akbar!" Jadi yang kita lihat apa-Nya? Besar-Nya yang tidak ada yang tahu.

Allah itu Meliputi sekalian alam [Q.S. Fushilat:54] dan Berdiri Sendiri. Diam tidak ada
geraknya. Apa maksudnya itu? Maknanya:

ALLAH MEMANDANGKAN DIRI-NYA.

Berpikirlah. Asah akal dengan pemikiran.

Ruh Qudus itu Zat-Mutlak. Ada di sama-tengah hati. Kalau sudah dipandangkan yang
disebut Ruh Qudus ini, wa awwaluhu wa akhiruhu wa zahiruhu wa bathinuhu. Tidak
kenal di dunia, butalah di akhirat. 

Apalagi yang kurang?

Allah sudah Memandangkan Diri-Nya; 


Rasulullah sudah memandangkan tubuhnya.
Inilah syaratdua kalimah syahadat. 
Sudah dipandang, disebut, ditunjuk pula.
Masih belum yakinkah? 
Karena apa tidak yakin? Karena belum mengenal.

Janganlah hidup ini disia-siakan untuk cari makan terus. Carilah juga cara untuk
membela diri kita di alam barzakh dan alam akhirat yang akan kita jalani. Kalau tidak
hidup, apa yang akan kita jalani?

Kembali ke awal, Nur itu Cahaya Tuhan. Jadi, Nur Ilahi itu Tubuh Tuhan bukan? Jadi
yang disama-tengah hati itu Tubuh siapa? Kalau mau lihat kemauan Tuhan, nyata.
Diadakan-Nya tinggi setinggi-tingginya, kosong sekosong-kosongnya: itulah Allahu
Akbar. Besarnya tidak tahu. Kemauan siapa itu? Itulah kemauan Tuhan. Inilah fa `alu
lii maa yuriid. Tuhan berkuasa dengan sekehendak-Nya.

Paham masalah ini: mati hakikilah kamu.


Bukan lagi mati beriman, sudah Allah Ta`ala surga.
Karena yang dikatakan Allah itu nikmat senikmat-nikmatnya dan nikmat senikmat-
nikmatnya itu adanya di surga. Rasulullah Saw. duduk di mana saja: muka-belakang-
atas-bawah, tampak semuanya. Tembus menembus. Itulah pandangan Allah Ta`ala.
Yang Kosong itu Zat-Mutlak. Sudah tubuh Rasulullah Saw. Hendaklah dipandang
satu.

Jangan dikatakan Kosong itu Zat-Sifat; Kosong itu Zat-Mutlak.


Yang dikatakan zarah-zarah itu baharu yang tidak dapat dipecah lagi. Ini cerita
Quran, bukan cerita hadis. Yakni cerita Kemahasucian-Nya dan atau cerita kenabian.

Wamaa yaqunuuna minannajawa tsalatsa illa Huwa Rabbiuhum.


Tidak terjadi tiga orang yang berbisik-bisik, kecuali yang keempat Tuhan.
Mana 3 orang yang berbisik-bisik itu? Jasmani, ruhani, nurani.
Yang ke-4 Rabbani. Itulah Kosong. Inilah cerita hakikinya.

43. Zat itu Diri bagi Sifat

Zat itu diri bagi sifat atau dirinya sifat itu Zat.
Segala sifat yang ada pada kita: hidup, mengetahui, mendengar, melihat, berkata,
berkuasa, berkehendak, dan sebagainya. Itu semua sifat.
Sifat kelakuan Zat itu, diri siapa yang berkelakuan?
Tentulah diri Zat. Itulah Rahasia Allah.
Rahasia Allah itu Wujud Allah.
Wujud Allah itu Diri Allah.

Kalau sudah paham, katakan saja Allah.


Jangan kau katakan lagi Zat yang berkelakuan.
Katakan yang sebenarnya saja: ALLAH.
Tidak syirik karena sudah kenal.
Kalau ini salah: tuntut saya di akhirat kelak pada Tuhan.
Kosong tidak ada sekutunya. Itu bukan Zat, melainkan....
Ini yang di atas sabdu.
Gunakan amal yang sebaik-baiknya, yakni Mahaesa.

"Diri Sifat ialah Zat"

44. Mengukuhkan Keesaan

Menyatakan keesaan sesuatu itu tidak bisa dibuat-buat, tanpa memiliki


pengetahuannya. Pandang dahulu, semua yang ada dinyatakan keber-ada-annya
oleh Allah dengan Af`al-Nya, Asma-Nya, Sifat-Nya, dan Zat-Nya.
Dari situ, barulah dapat dipandang keesaan segala sesuatu.

Jadi dalam keesaan, tidak mungkin mengukuhkan yang selain Allah.


Setiap keesaan, tidak bisa disifatkan kepada baharu lagi; hanya pada Allah.

Selain Allah: tabir tidak sempurna.


Semakin kamu pikir selain Tuhan, semakin tebal tabir dirimu dengan Tuhan.

"Tauhid Mukasyafah" :membuka tabir-tabir tauhid dalam pengesaan. Ini tema


pengajian kami tadi malam.

45. Tauhid Hakiki: Jalan Jazam Pengesaan

Maharuang itu filsafat. Dalam hati itu sirr hati. Ini tasawwuf. Ahli ushul di mulut
saja. Tentang Tuhan itu, hanya mengerti saja tentang Tuhan itu. Jangan
membaharukan-Nya. Tidak boleh membaharukan Tuhan. Hanya hati yang
memandang. Hati kita yang sebenar itu putih. Betulkan jasad dulu. Baru kita
akan memandang putih diri kita. Dalam shalat, matikan pikiran. Inilah
kesimpulan nabi-nabi dan wali-wali. Shalat itu segala-galanya dimatikan. Dalam
hati inilah persimpulan tubuh. Berarti kita masuk ke dalam Rahasia Allah Yang
Mahakuasa. Inilah ilmu jadi. Keimanan tidak bisa tumbang. Laa ilaaha
illallaah,'tiada Tuhan melainkan Allah'. Berarti tidak ada Zat-Nya dan Sifat-Nya,
melainkan Allah saja ADA. Cukup diketahui saja Allah itu. Dalam tauhid,
Wujuditu satu: Yang Menjadikan dan Meng-ada-kan. Qidam, sedia yang Kosong:
belum ada apa-apa; belum ada sesuatu.Baqa,kekal: yang di-ada-kan   [alam dan
para makhluk] sudah hancur, yang tetap sedia ada: Kosong.Mukhalafah,tidak
ada persamaan dengan selain-Nya; dengan Kosong. Qiyamuhu,yang Kosong
tidak memerlukan tempat.Wahdaniyah,qul hu Allahu ahad, Satu: bukan
muannas [feminin] bukan muzakar [maskulin].

Dalam shalat perlu pensucian. Wajib pensucian dalam pelaksanaan shalat.


Pensucian zahir dan pensucian batin. Syariat [shalat] memerlukan pensucian
jasad; makrifat memerlukan pensucian hati. Pensucian jasad: air harus suci-
mensucikan. Pensucian hati: pengesaan. Iman harus suci.

Karamah yang diberikan sebenarnya untuk mengukuhkan selain Tuhan. Dalam


pengesaan, mengukuhkan selain Tuhan merupakan kemunafikan. Jangan
sampai pandangan kita dapat dikaburkan oleh sebutir zarah kekeramatan
seorang wali. Dari sudut kesempurnaan, zarah adalah tabir antara kita dengan
Tuhan. Kemunafikan ahli makrifat lebih baik daripada ketulusan murid.

Yang merupakan tabir, kebanyakan bagi pemula-pemula adalah tabir.


Kebanyakan pemula ingin memiliki karamah atau sesuatu yang melibatkan
pandangan terhadap Allah, sedangkan para ahli keruhanian ingin memperoleh
Pemberi karamah. Di sinilah pensucian zahir-batin harus berjalan bersama-
sama. Semua aturan agama yang zahir dipadukan dengan batiniyahnya.
Pensucian ruhani: mengosongkan hati dari segala sesuatu yang bukan Tuhan.
Ada orang yang pikirannya terganggu was-was dalam pensucian dengan jalan
pengesaan ini [Q.S. Fushilat:54]. Ingatlah, kesehatan terkandung dalam
pengetahuan. Maka jangan membersihkan dirimu yang lahiriah saja, kesucian
batin pun perlu.

Jangan lalai atau lupa, sucikan lahir dan batin. Banyak istigraflah bagi oran
gyang menuju kebenaran. Jangan lupa, pensucian adalah langkah pertama bagi
orang-orang yang ingin mengabdi pada Tuhan. Pikiran-pikiran selain Tuhan
adalah tabir dan ketidaksempurnaan. Semakin memikirkan selain Tuhan,
semakin ditabiri dari Tuhan. Merasa puas dengan selain Tuhan merupakan
tanda terpecahnya pikiran.

Maka dalam ibadah, jangan sekali pikiran ingin memperoleh sesuatu selain
Tuhan, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Karena pengesaan
menyangkal apa saja yang dikukuhkan pengetahuan manusia tentang sesuatu
selain Tuhan.

Hal seperti ini bisa dibuat tanpa pengetahuan, tetapi masalah pengesaan musti
dengan pengertian yang benar. Tidak ada yang bisa menciptakan alam semesta
dan isi-isinya dan segala ihwal-ihwalnya selain Tuhan.

Dalam pengesaan kita harus dapat memisahkan yang Qadim dari yang baharu.
Ingat, tauhid dan makrifat disandarkan oada mata hati. Buah dari tauhid dan
makrifat itu mukasyafah, musyahadah, dan mu`anaiyah[pembuktian nyata].
Bertauhid supaya kita mengesakan diri pada Allah. Meninggalkan segala yang
baharu untuk menghadap kepada Tuhan. Kita tidak mampu menyaksikan diri
yang bukan Tuhan, apalagi Diri Tuhan, kecuali kepada Tuhan.

Jika seseorang bertauhid, tetapi masih menyaksikan dirinya dalam kondisi


bertauhid, dia masih berpegang pada dua wujud. Berarti belum esa pada Allah
yang Qadim dan Sifat Wahdaniyah-Nya yang disifatkan. Bukankah baharu
bersifat rusak, tapi kita satu dalam keesaan-Nya. Dalam bertauhid, seseorang
hendaknya selalu esa dengan sifat yang ditauhidkan, yakni Zat Yang
Ditauhidkannya. Dijazamkannya. Sirna keberwujudannya dan terbungkus oleh
cahaya tauhid. Sudah esa dengan Zat-Nya. Betul yang dirasakannya. Zat Allah
atau Rahasia Allah yang berlaku. Tidak ada perbuatan makhluk atau dirinya
yang berlaku. Walaupun dia shalat, karena esanya, tidak ada dirasanya
perbuatan dirinya dalam shalat itu. Hanya Perbuatan Wujud Allah atau Zat Allah
atau Rahasia Allah. Inilah Diri Allah. Kalau masih ada dirasanya perbuatan
dirinya: dia masih berpegang kepada dua wujud. Kalau belum fana pada Zat
Allah, bagaimana mau baqa dengan Tuhannya.  Karena fana itu awal baqa.
Setiap fana, musti ada baqa.

Sampai dalam hidup sehari-hari pun. Apa saja yang dikerjakannya, tetap kekal
dengan Zat Allah dan diyakininya Zat Allah itu adalah Wujud Allah dan Wujud
Allah itulah Diri Allah. Jangan lagi kita katakan atau kita rasakan Zat Allah
Memandang, Berkata, dan Hidup. Katakanlah yang sebenar-benarnya: Allah
saja.
Karena kita sudah kenal Wujud Allah itu Zat Allah; Zat Allah itu Diri Allah. Yang
kita yakini, bukan diri kita sama atau menjadi Allah. Akan tetapi, yang kita
yakini Wujud Allah itulah Zat Allah; Zat Allah itulah Diri Allah.

Zat Allah itulah yang kita yakini sebagai Diri Allah,bukandiri kita sama atau jadi
Allah. Itu Fir`aun.  Kalau sudah yakin Diri Allah itu Zat Allah. Janganlah dikatakan
lagi Zat Allah yang berkelakuan. Sudah Diri Allah yang Berkelakuan atau Allah
yang ber-Zat, ber-Sifat, ber-Asma, dan ber-Af`al. Ingat, hakikat tauhid itu laa
mawjudun illallah,'tiada yang ada, hanya Allah. Inilah keselamatan.

  Tauhid Hakiki: Jalan Jazam Pengesaan

46. Oleh Karena Engkau, Beginilah Aku

Ushul Hakiki

Hamba ini kemahaesaan Tuhan, maka perlu hamba dan Tuhan itu Mahaesa. Kalau
sudah Mahasuci, tentulah tidak ada syiriknya dan tidak mempersekutukan Tuhan.
Kemahaesaan inilah yang perlu kita jaga. Dalam kehidupan hamba Allah,
kemahaesaan-Nya tidak ada matinya sampai kapan pun.

Mengapa tidak ada matinya?


Karena dunia-akhirat dan di mana saja, semuanya pendirian Allah Subhanahu wa
ta`ala. Pendirian Allah itulah menunjukkan Allah Berdiri dengan Sendiri-Nya.
Allah itu Qadim azali, tetapi meliputi sekalian alam. Zat-Nya, Sifat-Nya, Asma-Nya,
Af`al-Nya, semuanya ada di dalam alam. Sekalian alam [baharu alam] mengambil
ruang. Ruang itu adalah yang Kosong. Dalam Kosonglah berbagai-bagai jenis alam itu
ada. Ingatlah, Kosong itu tidak bisa dikatakan alam, melainkan Kosong itu tubuhnya
alam. Yang Kosong itulah Tubuhnya Allah Ta`ala atau Af`al-Nya [Q.S. Fushilat:54].
Af`al itu Tubuh dan Tubuh itu Jasad. Kita harus ingat, Jasad Allah itu Qadim dan
Jasad-Nya yang Qadim itu Suara-Nya [Kalam].

Begitulah kehidupan kita ini seperti kehidupan ikan di dalam air. Ikan dan air tidak
bisa becerai. Begitulah tubuh dengan nyawa, kalau tidak ada ruang tempat ber-ada-
nya, tentu tidak bisa berada. Jadi keber-ada-an kita ini memerlukan ruang.
Pahamilah masalah ruang. Bukankah di sekolahan saja juga ada ilmu ukur ruang?! 

Sabda Nabi:
Af`alu nuurun fil qalbi yufarrikun bihii bainal haqqi wal bathil

"Akal ialah cahaya yang ada di dalam hati yang dapat membedakan antara yang
haq dan yang bathil" 

Di dalam hati ada cahaya, tentulah ada yang berdiri pada cahaya itu. Seperti: cahaya
lampu terang. Pasti ada yang di dalam terang itu, yaitu kawat lampu. Yang ada di
dalam hati pada pertengahan hati itu adalah Nur Muhammad. Nur Muhammad
inilah tubuh [kita] yang batin yang dikatakan "ada di sama-tengah hati". Inilah diri
kita yang dinamai Ruhul Qudus; inilah Rahasia yang ada di sama-tengah hati. Sama-
tengah hati inilah perhimpunan tubuh, hati, nyawa, rahasia: yaitu perhimpunan diri.

Perhimpunan semua yang ada pada diri kita itulah Ruh Qudus. Di sinilah kita
menyatukan zahir-batin: di sama-tengah hati; satu dengan Ruh Qudus. Jika sudah
satu, akan bercahaya diri kita seperti kehidupan pelita. Begitulah dia.

Dalam takbir ihram, semua berhimpun dalam Rahasia yang ada pada sama-tengah
hati. Jangan dihimpun-himpunkan lagi. Memang sudah begitulah adanya.
Shalat itu hendaknya kita berkhidmat pada Allah. Jangan terpengaruh dengan yang
terpandang-pandang; jangan terpengaruh dengan yang terlintas-lintas; jangan
terpengaruh dengan yang datang-datang, semua itu merupakan bala` yang akan
merusak shalat kita. Apabila sampai masuk pengaruh-pengaruh sedemikian itu, akan
menimbulkan bahaya bagi diri. Sama-tengah hati ini perhimpunan tubuh-hati-nyawa-
rahasia, sedangkan yang terpandang-pandang, terlintas-lintas itu bukan tempat
perhimpunan. Perhimpunan diri itu Ruh Qudus yang di dalam sama-tengah hati. Di
dalah hati itu Rahasia Allah. Berhimpunlah pada Ruh Qudus karena segala-galanya
berhimpun di situ. Tandanya kita sudah berhimpun: bercahayalah diri kita. Seperti
kehidupan pelita diri kita. Jika kita berada dalam situasi kepepet [terpojok], betulkan
makrifat kita. Baqa billah-kan. Akan terjadi pada diri kita itu tidak kelihatan [hilang[1]],
seperti bola lampu yang kuat terangnya, tidak akan kelihatan kawatnya. Seperti besi
panas: hilang besinya hanya bara yang tampak. Begitulah kita berkhidmat pada Allah
dalam shalat dan zikir. Kalau diri kita sudah hilang, akan timbul zikir "memuji Diri-Nya
Sendiri". Di sinilah kita dapat belajar dengan Ruh Qudus [Q.S. al-Maidah:110 dan al-
Kahfi:65].

Masukkan diri kita ke dalam diri. Maksudnya, masuklah ke sama-tengah hati.


Sesungguhnya Ruh Qudus itu diri kamu juga [Q.S. Adz-Dzariat:21]. Diri Ruh Qudus itu
tidak kelihatan, tetapi diri yang tidak kelihatan itu diri kita juga. Diri yang tidak
kelihatan itulah Ruh Qudus, Diri Yang Mahakuasa. Maka itulah dikatakan,"Ruh Qudus
itu Rahasia Yang Mahakuasa."

Sama-tengah hati itulah tempat husnul khatimah. Masukkanlah zahir-batin kita


dalam husnul khatimah. Tuhan membuktikan Kemahaesaan Diri-Nya, di-ada-kan-Nya
Zat-Sifat-Asma-Af`al-Nya menjadi sekalian alam. Itulah sebabnya alam itu Rahasia
Tuhan. Jika kita sudah ketahui yang dinamakan Rahasia Tuhan, tahulah kita bahwa
Tuhan itu tidak ber-Zat, tidak ber-Sifat, tidak ber-Asma, tidak ber-Af`al.Yang ber-Zat,
ber-Sifat, ber-Asma, dan ber-Af`al itu alam, bukan Diri Tuhan. 

Tuhan menjadikan Zat dan Sifat, 


tentulah Tuhan bukan Zat-Sifat.
Sifat Wujud itu teristimewa hanya bagi Mahasuci saja, yaitu dari sifat Wujud sampai
Wahdaniyah. Pada lingkup tersebutlah [dari Wujud sampai Wahdaniyah]  isinya
cerita yang Qadim saja. Kalau cerita ke atas itu cerita Nur. Dan di atasnya lagi itu
cerita Nuurun `ala Nuurin. Kalau paham Nuurun `ala Nuurin, yang tertinggi Cahaya
Tuhan. Asal manusia, Tuhan. Yang kedua, Nur. Nur diperintahkan naik. Tuhan
sembunyi di tempat yang suci [di Nuurun `ala Nuurin] dan Muhammad sembunyi di
dunia. Allah Ta`ala bukan alam, melainkan wallahua'lam bishawab. Allah Ta`ala itu
Berdiri dengan Sendiri-Nya. Mahasuci: tidak ada warna-Nya. Dia mukhalafah. Ada
beberapa lam  yang tidak dapat diketahui: 

1. Laa ya`rifu zaatuk illallah;


2. Laa yaskuru illallah;
3. Laa mawjudun illallah;
4. Laa ilaaha illallah;
5. Laa hawla wa laa quwwata illa billah;
6. Laqadja`akum Rasuulun min anfusikum;
7. Laa tudrikuhul abshar.

Yang tujuh ini tidak ada yang tahu. Laa ilaaha illlallah Muhammad Rasulullah itu
laysa bi harfin wa laa shautin. Sirr di dalam hati artinya dia yang bergerak. Inilah
perasaannya perasaan; 40.000 tahun tuanya daripada ingatan. Yang bisa
memeliharanya hanya shalat.

Nyawa Muhammad itu Nur. Ada kalanya kita becerai dengan Tuhan, tapi berapa
lama kita tidak bercerai dengan Tuhan? Oleh karena Tuhan itu Qadim Azali,
sedangkan kita ini muhaddas, beginilah keadaan kita.

Ada kalanya kita becerai dengan Tuhan,


tapi berapa lama kita tidak bercerai dengan Tuhan?

"OLEH KARENA ENGKAU, BEGINILAH AKU."[2]


[1]
Ingat riwayat ini:
Dalam ayat di atas Allah SWT mengingatkan Rasulullah saw tentang makar yang
dilakukan kaum Quraisy ketika secara rahasia mereka membuat rencana di Darun
Nadwah untuk menangkap dan memenjarakan Rasulullah saw. atau membunuh
Rasul secara beramai-ramai, atau mengusir Rasul dari Makkah.

Sejarah mencatat, rapat makar mereka kepada Rasulullah saw di Darun Nadwah
berbuah putusan untuk menghabisi nyawa Rasul dengan cara mengirim pasukan
khusus yang terdiri dari wakil masing-masing kaum, lalu membunuh Rasulullah saw.
secara bersama-sama supaya tidak ada tindakan balasan dari Bani Hasyim, keluarga
Rasulullah saw., karena tidak mungkin Bani Hasyim melawan dan menuntut balas
kepada seluruh keluarga dari kaum Quraisy.

Itulah makar yang mereka buat untuk Rasulullah saw. Sehingga malam itu juga
mereka telah mengepung rumah Rasulullah Saw. Namun Rasulullah Saw. yang
mendapatkan bocoran makar mereka dari Allah SWT dan mendapatkan perintah
keluar dari rumah dan hijrah ke kota Yatsrib/Madinah, langsung memerintahkan Ali
bin Abi Thalib, sepupu beliau saw. yang tinggal serumah dengan beliau untuk tidur di
tempat beliau saw. Lalu dengan izin Allah SWT, beliau saw. keluar dari rumah
tanpasepengetahuan pasukan khusus itu. Mata mereka ditutup oleh Allah SWT
sehingga Rasulullah saw. lolos dari kepungan mereka. Pagi harinya pasukan khusus
itu memasuki rumah beliau saw tidak menemukan Rasulullah saw. Mereka hanya
menemukan Ali bin Abi Thalib r.a.

Kisah ini dimuat dalam al-Qur’an. Allah SWT berfirman, “Dan (ingatlah), ketika
orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap
dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan
tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas
tipu daya.” [Q.S. al-Anfal: 30] [kembali]

Seandainya kalimat yang diucapkan al-Halaj ketika itu kalimat seperti di atas. Niscaya
tidak seorang pun akan memenggal kepalanya. Allahua'lam. [kembali]

47. Jika Dipandangkan Tubuh Kosong

Tubuh Kosong ini Wujud Allah.


Wujud Allah itu Zat-Mutlak, bukan Zat-Sifat.
Inilah Rahasia Tuhan.
Inilah yang dikatakan "al insanu sirrihi wa Ana sirruhu".
"Diri kamu itu Rahasia-Ku dan Rahasia-Ku ini diri kamu juga."

Demikianlah makna perkataan itu. Jadi, dari Rahasia Tuhanlah jadi diri kita ini.
Semakin jelaslah, dari Zat-Mutlak inilah kejadian diri kita. Kalau kita mengaji
Kosong ini, tidak akan tergelincir. Orang yang paham soal Kosong ini, bertubuh
batulah dia. Artinya, tiada binasa.

Tubuh Kosong inilah Tubuh asli sebelum ada sesuatu.


Tubuh Kosong ini Zat-Mutlak. Zat-Mutlak inilah tubuh Ruh Qudus; Tubuh
Rahasia Tuhan yang ada di sama-tengah hatimu. [Q.S. Adz-Dzariat:20-21]

Tubuh yang di sama-tengah hati inilah yang dapat berhubungan dengan Nur
secara "laa bi harfin wa laa shautin". Tidak berhuruf; tidak bersuara. Apabila
Nur menyahut, akan terasa berbunyi di tenggorokan. Di situlah semakin nikmat
kita tidur. Nikmatnya lebih hebat daripada burung dara [lebih nikmat daripada
pertemuan lelaki-perempuan].

Dan sekali lagi, Tubuh Kosong ini Zat-Mutlak. Zat-Mutlak inilah jasad Rasulullah
Saw. Apabila kita dipandangkan [bukan memandang], apabila kita
dipandangkan Tubuh Kosong atau jasad Rasulullah ini, tidak ada yang mampu
menahan tangis.

Kita saja ketika belum dipandangkan asyik dengan Tubuh Kosong ini sudah
terasa zauqnya. Apalagi bila dipandangkan, baru kita benar-benar merasakan
yang disebut "laysa kamitslihi syai`un" itu.

"Man lam ya zauq, lam ya`rif."


Kalau kamu merasa, tahulah kamu.
Rasa itu Rahasia. Rahasia itulah yang melihat.
Siapa Rahasia itu? Ruh Qudus.
Ruh Qudus inilah jasad Rasulullah.
Kalau rindu-rindu terasa, bacalah selawat apa saja.

Karena Tubuh Kosong itu Tubuh Allah Ta'ala.


Inilah suatu karunia yang penuh rahmat bila seseorang dipandangkan Tubuh ini.
Hanya manusia yang diridai Tuhan saja yang dapat dipandangkan Tubuh Allah.
[Ingat, bukan kita memandang, melainkan kitadipandangkan]
Kalau kita dipandangkan Tubuh Kosong, bacalah:
Alhamdulillah `alaa kulli halim wa fii kulli halim wa ni`matin Allahu Akbar,
Allahu Akbar, Allahu Akbar.
"Mengaji Kosong tidak akan tergelincir."

Catatan:
Postingan ini sekaligus menjawab pengalaman yang diraih oleh beberapa Sobat
Sarang belakangan ini. Saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya pada Bang Arbi
yang telah mengabarkan info terakhir ini dan terima kasih juga sudah ikhlas
membantu Penunggu Sarang yang sedang "keteteran" hehe. Semoga semakin
disayang Allah, wahai Saudaraku, Bang Arbi, juga bagi semua Sobat Sarang yang saya
cintai.

48. Islam: Satu Maharuang dan Satu Semesta Alam

"Laa ilaaha illallaah" itu Maharuang;


"Muhammad Rasulullah" itu satu semesta alam.
Islam itu satu Maharuang dan satu semesta alam.

Pahami bahasa tauhid hakiki ini. Tentu ada dasar dalil dan firmannya.

49. Intisari Kitab Langka: Babul Ihsan - Shalat Diri Allah Memuji Tuhannya

Babul Ihsanmenyatakan masalah ilmu hakikat dan membawa dalil-dalil dan hadisnya.
Jemaah sekalian, ulama yang arif billah menyatakan bahwa dalam ibadah itu ada
empat perkara muqaranah. Muqaranah ini berlaku di dalam [shalat] dari takbir
ihram sampai dengan salam.

Keempat muqaranah yang dimaksud adalah

1. muqaranah syahadat;
2. muqaranah takbir ihram;
3. muqaranah sakaratul maut;
4. muqaranah wahdatul zat.

1. Muqaranah Syahadat
Yang disebut muqaranah syahadat itu perkataan "Laa af`alun illallah", artinya tiada
perbuatan, hanya Perbuatan Allah juga yang Ada. Raib [fana, binasa] perbuatan
makhluk. Tidak ada lagi perbuatan makhluk dari takbir sampai ihram. Apabila masih
merasa ada perbuatan makhluk, batal muqaranahnya. Itulah sebabnya di dalam
takbir ihram, semua yang halal, haram hukumnya. Karena di dalam takbir ihram itu
tidak ada lagi untuk merasakan ada perbuatan makhluk, baik berupa yang halal,
maupun yang haram. Kalau yang ada sudah Perbuatan Allah, perlu apa lagi
mengingat-ingat sesuatu? Itulah sebabny, sebelum takbir ihram semua yang halal
dihukumkan haram. Inilah yang dimaksud muqaranah syahadat: "Laa af`alun
illallah". Tidak ada satu zarah pun perbuatan makhluk, hanya Perbuatan Allah yang
Ada.

2. Muqaranah Takbir Ihram


Yakni sempurnanya takbir ihram dalam simpulan kata "Laa asma`un illallah." Tiada
yang maujud segala nama, hanya Allah. Raiblah ruhani: segala rasa ruhani termasuk
perasaan senang, indah, dan keinginan melihat-mengalami ini-itu, tidak ada lagi. Raib
ruhani.

3. Muqaranah Sakaratul Maut


Yaitu fana sifat. "Laa maujudun illa shifatun illallah". Tiada yang maujud segala sifat,
hanya Allah. Raiblah ruh. Yakni jenis yang mutlak. itulah Ruq Qudus. Kelihatanlah
siapa yang raib ke Tuhan dan kekal dengan Tuhan, kalau bukan jenis yang mutlak.

Jadi, jasmani, ruhani, nurani, dan rabbani, semua raib bersama jenis yang mutlak.
Sempurnalah. Akmallah dengan Tuhan. Selain dari jenis yang mutlak, nafi-lah. Tidak
ada bersama-sama [tidak besertaan].

4. Muqaranah Wahdatul Zat


Lihatlah asalnya diri. Melihat asalnya diri. "Laa zatul illallah fil haqiqaati illallah."
Asal diri, terdahulu. Dan hendaklah dimatikan dirinya terlebih dahulu. Sabda Nabi
Saw., "Mutu qabla Anta mutu." Matikan dirimu sebelum mati.

Seperti engkau berdiri di sajadah sebelum takbir ihram: matikanlah diri dulu.
"Laa af`alun illallah"
"Laa asma`un illallah."
"Laa maujudun illa shifatun illallah"
"Laa zatul illallah fil haqiqaati illallah."

Kemudian masukkanlah hakikat tauhid, "Laa maujudun illallah". Tidak ada wujud,
hanya wujud Allah. Pandanglah, wujud siapa yang shalat itu? Kalau masih merasa
wujud kamu, artinya belum mati. Kalau kamu sudah tahu Wujud Allah saja Ada, mau
apa lagi tahu wujud-wujud baharu? Inilah shalat yang bersih dari syirik.

Wujud Allah = Zat Allah = Rahasia Allah = Diri Allah


Jadi shalat itu Diri Allah menyembah Allah. Karena yang Ada hanya Wujud Allah,
tidak ada baharu. Jadi, yang dikehendaki makrifat dalam tauhid itu: shalat itu
kehendak Allah dan yang shalat itu Rahasia Allah. Pandangan orang makrifat: Sudah
Diri Allah Memuji Tuhannya.
Jadi praktik di dalam ibadah:
Matikan dulu diri kamu sebelum shalat. Karena apa? Karena di dalam shalat ini raib
semua: mi'raj semua. Yang musti diucapkan dalam berdiri di atas sajadah sebelum
takbir, yaitu keempat perkataan muqaranah. Kemudian baru masukkan hakikat
tauhid. Setelah itu pandanglah.

Mematikan diri dalam shalat itu, bukan meniada-tiadakan diri, bukan mengosong-
kosongkan diri, bukan membuang-buang diri, bukan juga merasa-rasakan diri tiada.
Mematikan diri itu maksudnya: Kembalikanlah hak-hak Tuhan itu sebelum kamu
mati.

"Laa af`alun illallah"     <=== tiada tubuh


"Laa asma`un illallah."  <===tiada nyawa
"Laa maujudun illa shifatun illallah"      <=== tiada berkelakuan
"Laa zatul illallah fil haqiqaati illallah."<=== tiada diri
Inilah mematikan diri sebelum mati. Inilah shalat orang muntahi; shalat tingkat
penghabisan.

Di dalam tasawuf amali ada penggolongan tingkat-tingkat amal seseorang, yaitu


tingkat pertama sampai ke empat. Secara tauhid, kita kupas seperti ini. 

 1. muftadi, orang yang beramal dengan i`tikad lillahi ta'ala [karena atau


kepada Allah]. Orang ini masih berkutat dalam masalah kelengkapan syarat
dan rukun untuk menghadap Allah. Masih bersifat dari dirinya kepada Allah.

 2. mubtadi, orang yang beramal dengan i`tikad minallahi ta`ala [dari Allah].


Orang ini memandang dari Allah-lah sehingga dirinya bisa beramal ibadah.
Masih bersifat dari Allah kepada dirinya.

 3. mutawasit, orang yang beramal dengan i`tikad billahi ta`ala [dengan


Allah]. Orang ini memandang dengan Allah-lah sehingga dirinya bisa
beramal ibadah. Masih besertaan dirinya dengan Allah.

 4. muntahi, orang yang beramal dengan i`tikad lillahi ta`ala, minallahi


ta`ala, dan billahi ta`alasekaligus. Dipandangnya semua sehingga tidak
dipandangnya dirinya ada, yang ada sudah Perbuatan, Kelakuan, Asma, dan
Zat Allah semata. Tiada merasa ada diri lagi, sudah semuanya Allah semata. 

Untuk sempurna mengetahui Allah, ketahuilah asal diri. Bukankah yang dijadikan
Allah itu zat, sifat, asma, dan af`al. Ini yang perlu diketahui.
. Kata Ibnu Abbas r.a., kepada Nabi Saw., dia bertanya:
"Yaa junjunganku, apa yang mula-mula dijadikan Allah Ta`ala?"
Sabda Nabi Muhammad Saw., 
"Innallaaha khalawa qablal asya`i nuurun nabiyyika."
Sesungguhnya Allah telah menjadikan yang mula-mula dari segala sesuatu ialah
Cahaya Nabimu [Nur Muhammad]. Nyatalah, Nur Nabi itulah mula-mula dari
sekalian alam.

Dan kata Abdul Wahab Syarani r.a. dari Nabi Muhammad Saw.:
"Innallaaha khalaqarruuhin nabiy Muhammad Shalallaahu `alaihi wasalam min
zaatihi wa khalaqarruuhin alam."
Sesungguhnya Allah menjadikan ruh Nabi Muhammad Saw. dari Zat-Nya [Zat
Allah] dan menjadikan ruh sekalian alam dari Nur Muhammad.

Sadarilah. Segala sesuatu jenis yang zahir [korporeal; jasadi] dari Nur Muhammad,
sedangkan ruh-ruhnya dari Zat Allah. Pandanglah diri kita, jasad ini Nur Muhammad;
ruh ini dari Zat Allah. Sifat dan zat itu satu [compact].

Contoh: 
Kalau ketan dengan ragi: satu, dinamailah tapai. 
Kalau Zat dan Sifat: satu, dinamai diri siapa diri kita ini? Tentulah Diri Allah.

Nur itu Sifat, Zat itu Rahasia. 


Zat itu hayyun se-hayyun-hayyun-nya. Maka yang hiduplah yang berkelakuan, mana
mungkin yang mati [fana] yang berkelakuan.

Kalau kita sudah tahu bahwa Zat itu Wujud Allah; dan Wujud Allah itu Diri Allah,
maka Rahasia, itulah Diri Allah. Kalau sudah paham ini, jangan lagi kamu sebut Diri
Allah yang berkelakuan. Sebut dengan sebenar-benarnya: Allah yang berelakuan.
Karena dalam hakikat tauhid: sudah tidak ada wujud baharu lagi. Apa pun yang kamu
lihat, Wujud Allah yang Ada.

Wujud Allah itu Zat Allah; Zat Allah itu Diri Allah. 
Kalau sudah tahu Allah, tidak perlu lagi kamu mau sama dengan Allah atau mau jadi
Allah. Kalau sudah Allah, ya tetap Allah. Allah tetap Allah; baharu tetap baharu.
Mana mungkin baharu bisa jadi Allah atau Allah jadi baharu.

Jadi, diri manusia ini Diri Allah karena diri manusia ini Zat-Sifat. Jadi yang dikatakan
shalat itu, Diri Allah memuji Tuhan-Nya. Kalau kesadaran ini kamu pegang terus,
boleh kamu rasakan setiap tidur kamu mendapat hidayah.  Inilah pelajaran kami
malam Jumat kemarin. Sampaikanlah kepada keluarga dan sanak-saudaramu:
matikan diri dulu. Maksudnya, kembalikanlah hak-hak Tuhan itu sebelum kamu mati.
Beritahukan juga kalau ada ulama yang belum tahu soal ini. Jangan sampai dia jadi
imam tanpa kepala, atau berkepala kambing, atau bahkan bertanduk. Orang tauhid
bukan hendak sombong menyampaikan ini semua.

50. Min Nuurihi Nabiyyika: Keramat Terbesar

Prolog

Pada tulisan kali ini kami ajak Anda, Saudara Muslim sekalian, menapaki setingkat
lebih tinggi kaji agama kita, yaitu ke dalam pembicaraan tauhid hakiki. Pembicaraan
ini wajib dibaca dengan paham. Jangan dengan tersalah paham. Sebab ini kaji hakiki.
Pengajian 80.000 hakikat ke atas. Kaji yang disampaikan Nabi Muhammad Rasulullah
Saw. kepada golongan warisatul anbiya, yaitu kaum khawwasul khawwas: waliyullah,
arif bilah, ulama-ulama mutahaqama, dan ulama-ulama al-paham.

Yang akan berlaku dalam kajian ini bagi Anda, insyaAllah adalah ayat berikut.
.Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka
Barangsiapa melihat [kebenaran itu], maka [manfa’atnya] bagi dirinya sendiri;
dan barangsiapa buta [tidak melihat kebenaran itu], maka kemudharatannya
kembali kepadanya. Dan aku [Muhammad] sekali-kali bukanlah pemelihara
[mu]. [Q.S. Al-An`am: 104]

Maksudnya, jika Allah berkenan mengaruniakan paham pada Anda,


kemanfaatannya bagi Anda sendiri. Sebaliknya, jika Anda membaca ini dengan
tersalah paham, artinya kaji ini bisa jadi kemudharatan bagi Anda. Jadi, berhati-
hatilah mengambil paham dari bacaan ini. Bila ada yang perlu ditanyakan,
jangan diam lalu Anda berkoar-koar fitnah pada kami. Kami berani
menyampaikan ini untuk publik sebab pengetahuan ini adalah hak bagi setiap
umat Muhammad Saw. dan kewajiban menyampaikan bagi yang sudah
memahami. Berprasangka baik, itu yang utama di sini. Mudah-mudahan Allah
memahamkan. InsyaAllah. Aamiin.

Untuk diketahui saja, penghabisan perjalanan ilmu yang kami sampaikan di


bawah ini, telah terjadi pembuktian nyatanya atas hamba-hamba Allah yang
ikhlas dan khusyuk-tawadhu serta sabar menggali pahaman ini dan istiqamah
mengamalkan petuntuk praktiknya. Padahal beliau-beliau ini belum pernah
berjumpa tatap-muka langsung dengan kami. Beliau-beliau ini hanya
bermodalkan yakin akan kebenaran ilmu yang kami sampaikan. Nanti kami
sampaikan juga siapa-siapa saja pribadi ikhlas yang meraih karunia besar risalah
Nabi Muhammad Rasulullah Saw ini. Ridalah keramat terbesar dari Allah Azaa
wa Jalla.
Yang di atas itu sama sekali bukan iklan pengajian kami. Ini sekadar petunjuk
bagi Anda mengenai apa yang semestinya Anda minta dari guru-guru Anda
semua. Ini pun sekadar mengamalkan sunnah Rasulullah Saw. yang tuntutannya
nyata kami rasakan sendiri. Sunnah yang dimaksud ada di bawah ini:

. “Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk


saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya”. [H.R. Bukhari-Muslim]

MIN NUURIHI NABIYIKA


Sebelum Tuhan menciptakan Nur Muhammad, terdahulu ditajallikan dari Diri Tuhan
sendiri Cahaya Diri-Nya. Tentulah, Cahaya Diri Tuhan itu menabiri Diri-Nya. Karena
Cahaya Tuhan itu berdirikan Tuhan. Bukan Tuhan berdirikan Cahaya dan bukan
Tuhan bukan berupa cahaya. Dan Cahaya Diri Tuhan itu bernama Nur. Ingat, Nur itu
Nama, bukan berarti Nur itu berupa cahaya atau Nur berarti cahaya. Nama bagi Nur.

Oleh ulama mutahaqama dan ulama-ulama al-paham serta para alim sufi,
dikatakanlah Nur itu sebagai Nur Ilahi dan dikatakan juga Nur Allah. Jadi, Cahaya Diri
Tuhan itu bernama Nur, bernama Ilahi juga, bernama Allah juga.

Jadi, yang disebut Nur itulah Cahaya Diri Tuhan.


Jadi, yang disebut Ilahi itulah Cahaya Diri Tuhan.
Jadi, yang disebut Allah itulah Cahaya Diri Tuhan.

Jadi, Cahaya Tuhan itu bernama Nur.


Jadi, Cahaya Tuhan itu bernama Ilahi.
Jadi, Cahaya Tuhan itu bernama Allah.

[Setelah Anda memahami uraian di atas, ketika kini Anda menyebut "Allah", baru
Anda sudah benar-benar sekaligus mengacu kepada Diri Tuhan Pribadi. Kini baru
Anda sudah bisa disebut mengenal Allah.]

Dari Nur Allah [Cahaya Tuhan] ini maka jadilah Nur Muhammad. Jadi, Cahaya Tuhan
inilah yang bersifat Jalal [Kebesaran Allah]. Inilah Kebesaran Tuhan. Telah ada
meliputi sekalian alam. Dan Nur Muhammad ada juga sekarang ini.

Jadi, Cahaya Nur Allah dengan Cahaya Nur Muhammad itu bergaul tapi tidak
bersekutu atau bercampur tetapi tidak satu; satu tetapi tidak bercampur. Untuk
mendekatkan paham, secara syariat kita umpamakan bergaulnya air tawar dan air
asin yang ada di muara sungai. Bercampur tetapi tidak satu; satu tetapi tidak
bercampur.
Laulaka makhalaqtu aflaka min nuurihi nabiyika.
"Aku jadikan segala sesuatu daru Nur Muhammad..

Jadi jasad kita ini kejadiannya dari Nur Muhammad. Dan setiap jasad tentu ada ruh.
Dan ruh itu kejadiannya dari Zat.
. Innallaaha ruuuhu Nabi Shalallaahu `alaihi wasalam fii zaatihi.
Aku jadikan ruh Nabi Muhammad Saw. dari Zat Allah.

Jelaslah sekarang kejadian jasmani kita ini dari Nur Muhammad. Kejadian Ruh dari
Zat Allah. Jadi diri kita ini Zat-Sifat. Zat-Sifat itu diri siapa? Diri Allah. Jadi manusia ini
Diri Allah
Sedangkan Allah itu Qadim.
Sudah bisa membedakan qadim dan baharu, itulah makrifat. Makrifat yang
sebenarnya ialah dapat membedakan Qadim dari muhaddas.

Zat dan Sifat tidak punya warna-warni. Hakikat Zat yang sebenar-benarnya
adalah Muhiith: meliputi sampai ke zarah-zarah sekali pun. Tuhan memberi
tahu, "Innahu bi kulli syai`in muhiith". Ingatlah, Diri Tuhanmu meliputi segala
sesuatu.

Dalam ilmu tauhid, yang dikatakan 'segala sesuatu' itu ialah alam. Sedangkan
Tubuh Allah ta`ala itu meliputi sekalian alam.  Jadi, apa Allah itu? Tubuhnya
alam.. Tubuh alam itu wajib Mahasuci. Yang dikatakan Mahasuci itu bersih,
tidak berwarna, tidak ada rasa, tidak ada bau, tidak bertempat, meliputi
sekalian alam.

Supaya jelas dan tidak bingung, yang dikatakan tubuh alam itu Maharuang.
Karena hakikat zat itu Muhiith. Jadi Maharuang itu adalah Zat-Mutlak. Zat-
Mutlak inilah tubuh sekalian alam. Inilah Tubuhnya Allah Ta`ala.

Karena Tubuh Allah Ta`ala itu Mahasuci dan karena Zat-Mutlak, dikatakanlah
tubuh Ruh Qudus. Tubuh Ruh Qudus inilah Rahasia Tuhan. Inilah kemuliaan dan
keagungan Tuhan. Ruh Qudus inilah yang berkuasa atas setiap diri manusia.
Kenalilah Diri Rahasia Tuhan ini, yang ada di dalam diri kamu: di sama-tengah
hatimu; di pusatmu! [pusar]. Inilah diri Muhammad Rasulullah Saw. Diri inilah
yang bermahkota. Mahkotanya disebut budduhun.

Tajalli Ruh Qudus inilah dikatakan tajalli Allah. Bukan Allahnya yang tajalli,
melainkan Rahasia Diri Allah itu yang tajalli meliputi jasad. Kalau dia sudah
meliputi jasad, satu dengan jasad, maka jasad dan ruh tidak becerai. Mati
sekalipun, kalau Ruh Qudus keluar meliputi jasad, satu dengan jasad, inilah yang
dikatakan "Orang yang bangun dengan jasmani dan ruhani. Hiduplah dia dari
alam barzakh  dan alam akhirat. Kalau ruhani saja bangun, sedangkan jasmani
tidak, binasalah jasad. Tidak sampai yaumil qiyamah, karena binasa. Kalau tidak
bercerai, hiduplah kita sampai yaumil qiyamah. Melihatlah kita yaumil
qiyamah. Melihatlah kita bagaimana siksanya orang-orang kafir, bagaimana
siksanya para jin, setan, iblis di hari pembalasan itu.

Kalau kita tidak becerai jasad dan ruh, berarti kita bertubuhkan Zahiru Rabbi. Tubuh
Zahiru Rabbi inilah yang tidak binasa dari dunia sampai akhirat. Inilah yang
dikatakan: "Tuhan tubuhku; Mahasuci nyawaku. Sadarlah setiap saat, setiap detik
keberadaan kita ini di dalam Mahasuci. Orang yang sudah paham dengan Tubuh
Mahasuci ini, dia bukan bertubuhkan dunia lagi, melainkan sudah bertubuhkan
akhirat. Banyak manusia salah paham. Belajar-belajar, mau mencari keputusan mati.
Untuk apa? Yang perlu diketahui, bagaimana agar kita hidup di dunia dan hidup pula
di akhirat. Sedang hidup saja sekaran ini kalau jasad dan ruh becerai, binasa jasad.
Apalagi setelah mati. Kalau jasad dan ruh becerai, binasalah jasad. Carilah ilmu jasad
dan ruh tidak bercerai meski mati sekalipun.

Kenali baik-baik, Allah itu Tubuh alam. Kalau kita mengaji Kosong/Maharuang ini,
tidak akan tergelincir dan tidak akan masuk jurang. Cobalah sadari. Baik kita di darat,
di laut, di mana saja, keberadaan kita tetap di dalam Tubuh Mahasuci/Maharuang.

Tuhan sudah memberitahu,"fil ardhi aayaatun lil muuqiniin." [Q.S. Adz-Dzariat:20].


Wujud Tuhanmu [Zat Tuhanmu] sudah nyata di dunia ini meliputi sekalian alam dan
nyata Berdiri tidak bertempat dan tidak memerlukan tempat, tidak berwarna, dan
terlebih nyata lagi ke- laysa kamitslihi syai`un-an -Nya.

Masalah ke- laysa kamitslihi syai`un-an -Nya ini tidak dapat dipecahkan oleh para
filsuf. Bagaimanalah mau dipecahkan? Apalagi oleh orang-orang tasawwuf yang
tanggung-tanggung ilmunya. Dengan pembahasan "min nuurihi nabiyika"  ini,
mudah-mudahan kita semua mendapat berkah dan keselamatan serta dapat
dirasakan kebenarannya oleh orang-orang yang khusyuk  dan tawadhu. Kita ini hidup
sudah di dalam Tubuh Allah, bukan Allah di dalam tubuh kita. Jangan seperti ikan
bodoh, sudah jelas hidup di dalam air. masih juga mencari-cari air. Manusia tidak
pernah memikirkan bahwa air itulah tubuh ikan. Artinya, ikan bertubuhkan air.

Tubuh Allah itulah Kiblat Maqami. Kiblat pertama dan tertua. Inilah keramat
terbesar. Inilah hati kita yang putih. Pandang saja di hati yang putih ini, akan
tampak semuanya.

Hati saja sudah putih, bagaimana lagi yang di dalam hati yang putih itu? Yang
mengetahui bahwa Maharuang ini hati yang putih ialah Ruh Qudus: yang ada di
sama-tengah hatimu dan yang berkuasa atas diri manusia serta mengajar diri
manusia, menunjuki diri manusia dari tidak tahu menjadi tahu. Itu sebabnya
dikatakan, "Nanti kamu pandai dengan sendirinya."

Berbahagialah orang yang sudah dapat melihat tubuh Ruh Qudus ini. Sama dengan
dia melihat tubuh Nabi Muhammad Rasulullah saw. Bertemulah kita dengan
"mutiara yang hilang ditemukan kembali".
"Sembah-sujud"-lah kamu kepada gurumu dan ibu-bapakmu, juga jangan tinggalkan
lima waktu karena Rasulullah Saw. suka pada orang yang bersyariat. Menangis jasad
itu disebabkan ruhani, nurani, dan rabbani kita bersyukur atas jasadnya yang dapat
menemukan mutiara yang hilang kini ditemukan kembali.

Ingatlah sewaktu kita di dalam rahim ibu. Ruh Qudus itulah yang menghidupkan kita:
yang mengurus agar kita hidup. Sewaktu bayi keluar dari rahim, ia tidak memandang
Ruh Qudus. Setelah berada di alam fana, ada maharuang, maka menangislah dia.
Tangisan itulah puji bayi pada Tuhan. Suara inilah yang dipakai oleh para wali untuk
memuji Tuhan. Suara ini berbunyi sendiri. tidak perlu dibunyi-bunyikan. Inilah suara
tunggal yang tidak ada tafsirnya. Lihatlah, bayi yang sudah memakai suara ini, dia
tidak bernyawa zat-asam lagi, melainkan bernyawa dengan  kepala.

Coba lihat ubun-ubun bayi yang baru lahir. Ubun-ubunnya bergerak. Inilah nyawa
para wali. Jadi para wali itu bernyawa dengan kepala. Apalagi nabi. Setelah sampai
waktunya, ubun-ubun bayi tidak bergerak lagi. Menjadi keras. Karena apa? Karena
cahaya budduhun ini sudah memancar di dahi.

Orang awam dan orang tasawwuf, bernyawa dengan perut. Orang hakikat-makrigat
bernyawa dengan dada. Orang-orang qadim, bernyawa dengan leher. Tapi mereka
banyak yang tidak tahu bahwa di atas halqum itu, di situlah maqam makrifat. Ada
satu gerak yang halus sekali. Gerak ini yang sulit dirasakan karena gerak ini.bagai
sehelai rambut, di situ bergetaran. Bagi orang tauhid hakiki, di situlah kenikmatan
yang luar biasa. Mengapa malah mau cari yang di perut, di dada, di leher, dan di
halqum? Carilah yang di maqam qadim.

Makanan saja kalau sudah sampai di leher, kita baru dapat merasakan nikmatnya.
Apalagi kalau kita dapat merasakan makanan qadim itu. Semua kenikmatan
makanan yang ada di dunia ini tidak bisa mengalahkan nikmatnya bergetaran di
maqam qadim. Inilah yang diistilahkan oleh orang tasawwuf,  "seperti menarik
rambut di atas tepung, tidak ada sangkut-sangkutnya". Begitulah nikmatnya di
maqam qadim. Nyawa dicabut pun tidak terasa kerluarnya. Karena yang dirasakan
nikmat saja terus. Itulah yang dikatakan "Allah itu nikmat senikmat-nikmatnya".
Salam dari Guru kami, "Baik-baik mengambil paham mengenai Tubuh alam ini". 
WA QAALA MUSA TAKLIMAN
Telah Berkata-kata Allah dengan Musa. Berarti Allah Berkata-kata dengan manusia.
Di mana Allah Berkata-kata dengan manusia itu? Di dalam RAhasia. Rahasia itu di
mana? Di dalam sirr hati. Imam Al-Ghazali bilang, "Di dalam relung hati [sirr] yang
paling dalam."

Allah berfirman, "Wa maa utiitum min ilmihi illaa kalila".


Ilmu yang Kuturunkan hanya sedikit. Ilmu yang sedikit ini ada di dalam sirr.
Keluarkanlah yang di dalam sirr itu hingga satu dengan jasad dengan jalan praktik!
Ilmu yang sedikit ini bukan ilmu ulama-ulama, bukan ilmu ustadz-ustadz, bukan ilmu
kyai-kyai. Ini ilmu para wali. Wahai ulama-ustadz-kyai: ajarkanlah. Ini yang
dinamakan ilmu illaa kalil Mengapa manusia tidak mau mempelajari ilmu yang
sedikit ini? Minta ulama-ustadz-kyaimu itu mengajarkan cara praktiknya
kepadamu. Ulama-ustadz-kyai jangan hanya jual kecap saja.

Ulama tasawwuf bilang, kita musti melalui takhali, tahalli, dan tajalli. Jangan bicara
saja, ajarkanlah praktiknya juga agar umat ini puas. Demikian juga yang belajar,
minta cara praktiknya pada ulama-ustadz-kyaimu. Tanpa praktik, takhali,
tahalli, tajalli tidak akan ada hasil. Guru kami yang diutamakan adalah praktiknya
sehingga banyak yang dapat meraih tajalli. Orang-orang yang jauh dari Pontianak
saja bisa dapat. Contohnya, Bang Saudara Seiman dan Bang Arbi dari Batam, Bang
Arie dari Palembang, Bang Syamsul dari Makassar, Bang Moerad dari NTB, bahkan
Mbak Sally di Taiwan dan Bang Hamba Allah Penang dan Bang Coco dari Malaysia.
[Beliau semua ini ada akunnya masing-masing di Google Plus]. Guru bertemu muka
saja belum pernah, tapi Alhamdulillah beliau-beliau ini dapat. Apalagi yang dekat
sehari-hari. Mengapa sekali dipraktikkan oleh beliau-beliau ini dapat
dirasakannya tajalli? Masalah tajalli ini ada tajalli Zat, tajalli Sifat, tajalli Asma,
dan tajalli Af`al. Bagaimana cara mempraktikkan tajalli Zat, tajalli Sifat, tajalli Asma,
dan tajalli Af`al ini? Kami diajari caranya. Kalau tidak bisa mengajarkan cara
praktiknya: tong kosong nyaring bunyinya. 
Kalau betul praktiknya, biar jauh pun orang bisa dapat tajalli. Kamu yang dekat saja
dengan guru-gurumu, mana ada diajarkan praktik tajalli. Wajib kamu tuntut para
gurumu itu mengenai masalah praktik tajalli ini. Karena inilah bekal yang tidak basi
sampai akhirat dan dapatlah kita menolong ibu-bapak, anak-istri/suami,  sanak
saudara dan handai taulan kita sampai nenek moyang kita. Kalau tidak dapat, apa
yang bisa kita pakai untuk menolong keluarga kita di akhirat kelak? Karena di akhirat
nanti kita semua berkumpul lagi dengan keluarga.

Mau tidak ambil kesempatan menyelamatkan diri dan keluarga dunia-akhirat?


51. Mengenal Diri
Pada tulisan kali ini kami ajak Anda, Saudara Muslim sekalian, menapaki setingkat
lebih tinggi kaji agama kita, yaitu ke dalam pembicaraan tauhid hakiki. Pembicaraan
ini wajib dibaca dengan paham. Jangan dengan tersalah paham. Sebab ini kaji hakiki.
Pengajian 80.000 hakikat ke atas. Kaji yang disampaikan Nabi Muhammad Rasulullah
Saw. kepada golongan warisatul anbiya, yaitu kaum khawwasul khawwas: waliyullah,
arif bilah, ulama-ulama mutahaqama, dan ulama-ulama al-paham.

Maksudnya, jika Allah berkenan mengaruniakan paham pada Anda, kemanfaatannya


bagi Anda sendiri. Sebaliknya, jika Anda membaca ini dengan tersalah paham, artinya
kaji ini bisa jadi kemudharatan bagi Anda. Jadi, berhati-hatilah mengambil paham
dari bacaan ini. Bila ada yang perlu ditanyakan, jangan diam lalu Anda berkoar-koar
fitnah pada kami. Kami berani menyampaikan ini untuk publik sebab pengetahuan
ini adalah hak bagi setiap umat Muhammad Saw. dan kewajiban menyampaikan bagi
yang sudah memahami. Berprasangka baik, itu yang utama di sini. Mudah-mudahan
Allah memahamkan. InsyaAllah. Aamiin.

MENGENAL DIRI
Mengenal diri dan beramal. Ini yang diterima Allah. Mengenal diri tidak beramal,
inilah orang siksa. Sebab Nabi Muhammad Rasulullah Saw. berilmu dan beramal lagi
kedudukannya paling tinggi, bahkan tidak ada Tuhan yang dijumpai di kemudian hari,
hanya Muhammad Saw., sebagai syafa`atul uzma. 
. “Ana Abu al-arwah wa Adama Abu al-basyar” 
Aku adalah bagaikan Bapak sekalian Ruh, sedangkan Adam adalah bagaikan
Bapak sekalian Tubuh.

Yang namanya Muhammad itu sudah cukup. Awal mula terjadi sebelumnya, Dia
Berkata-kata pada hamba-Nya dengan "laa bi harfin wa laa shautin". Ketika itu Adam
belum ada karena belum ada sesuatu [baharu alam]. Yang ada Muhammad dan Nur.
Kemudian yang satu raib dan yang satu "melompat", bangunlah Adam. Makanya se-
Zat, se-Sifat, se-Asma, dan se-Af`al.

Adam itulah satu alam semesta dan satu maharuang [Adam sebagai bapak sekalian
jasad]. Penghabisan pandangan, satu saja. Inilah pandangan Nabi Muhammad Saw.:
pandang Satu kepada yang Satu. Karena dari yang Satu itulah adanya banyak. Karena
dari yang Satu itulah kepada yang banyak. Adapun kita ini Rabbul Alamin [khalifah;
wakil Allah di muka bumi ]. Menentukan penghabisan ini hanya kepada yang
berpengetahuan. Ketinggian ilmu dan ketuaan agama, pandai-pandai dirinya
dikatakan Tuhan. Itu juga dihalalkan, itu juga yang diharamkan. Sebab Ruhul Qudus
itu diri kamu juga [Q.S. Adz-Dzariat:20-21]. Makanya hendaklah disatukan [baca:
diesakan| kalau tidak diesakan, zindik dan atau syirik]

Yang Menjadikan dan yang dijadikan itu satu. Diri di dalam sama-tengah hatimu, itu
diri kamu juga [Ruhul Qudus]. Hendaklah diesakan dengan jasad, barulah kita
bernyawa rabbani.

Penghabisan kalam Nabi Muhammad Rasulullah Saw., "Ummati, ...shalli, shalli,


shalli." Di dalam shalat kita berjumpa karena di dalam shalat hanya beliau saja
[Muhammad] dengan Allah yang disebut. Barangsiapa memandang dirinya bersih
[putih mukhalafah]; suka Allah Ta'ala. Itulah umat Muhammad Saw.

Oleh sebab itu dalam tafakur, kalau kondisi kita sudah diam sediam-diamnya;
pengingatan sadar ke kosong [maharuang], perasaan akan merasa ada di kosong.
Kalau kita pakai nyawa hakiki, itu adalah pengingatan.

Zat dan Sifat itu bagaimana?


Zat [Mutlak] itu Diri-Nya, Sifat itu Asma-Nya.

 Alif itu menunjukkan adanya Zat.


 Lam pertama, Asma-Nya.
 Lam kedua, itu Sifat-Nya.
 Ha itu Kecukupan-Nya.
 Pertemuan Lam pertama dan Lam kedua, jadilah sabdu [tasdid]. Sabdu itu
Nur. Yang di atas sabdu, itulah Allah. Yang ditunjuk oleh alif di atas sabdu,
itulah Allah.

Adapun Zat-Sifat itu Kemahaesaan-Nya. Kemahaesaan-Nya inilah Sifat Jalal. Oleh


orang tauhid, Sifat Jalal itu dikatakan sebagai Sifat Kebesaran Allah [Adz-Dzariat:20].
Tuhan terlindung oleh Sifat Jalal-Nya. Sifat Jalal itu Sifat Kebesaran Tuhan. Itulah
Tubuh Maharuang atau Kosong. Dan Maharuang itu juga Zat Mutlak. Zat Mutlak ini
juga disebut Nur Ilahi. Inilah Kemahaesaan Tuhan.

Kemahaesaan Tuhan inilah Cahaya Diri Tuhan [Nur Ilahi]. Karena Cahaya Diri Tuhan
ini juga adalah Kebesaran Diri Tuhan, dinamailah ALLAH. Jadi, ALLAH itu Nama
Kebesaran bagi Zat Mutlak [Zahiru Rabbi].[Q.S. Nur:35] Jadi, Cahaya Diri Tuhan itulah
Kebesaran Diri Tuhan yang dinamai ALLAH. Tuhan tidak ber-Nama, Kebesaran-Nya
itulah yang bernama ALLAH, maka dikatakan ALLAH itu Ismu Zat [Nama bagi Zat atau
Nama Kebesaran Zat Mutlak]. Yang pentig setiap tahu nama, mustilah kita kenal
pribadinya. Maka dalam ibadah shalat sewaktu kita takbir ihram, jangan ada lagi ber-
i`tikad-i`tikad. Karena besarnya Kebesaran Tuhan itu kita tidak tahu: sudah laysa
kamitslihi syaiun.
TAKBIR IHRAM YANG SEMPURNA
Waktu menyebut takbir, jangan ada hati berkata-kata lagi. Jangan ada ingat sesuatu
lagi. Batal takbirnya. Ingat, yang dikatakan niat kamaliyah itu niat yang sempurna.
Tidak ada lagi berniat ini-itu di dalam takbir ihram. Ucapkan sajalah. Dan sebaik-baik
ucapan takbir itu dengan menyempurnakan mad badal-nya [tiga harakat|tiga alif].
Ini artinya, shalat orang tauhid tidak meninggalkan hukum tajwid. Begitulah cara
orang tauhid dalam beribadah. Mengapa ketika shalat kita menyebut, "Allaaaahu
Akbar!" ? Karena yang betul-betul tidak kitak ketahui itu Besar-Nya. Kalau besarnya
sesuatu dapat dikira-kira, diukur-ukur. Kalau besar-Nya Allah, tidak ada yang bisa
mengetahuinya dengan alat apa pun juga.

TAKBIR IHRAM YANG RUSAK


Ketika takbir, jangan ada dimasuk-masukkan i`tikad ini-itu. Takbir itu satu kali saja.
Tidak ada takbir dua-tiga kali. Banyak perbuatan yang mengada-ada. Takbir sekali,
turun lagi, takbir lagi tidak jadi lagi, barulah takbir diselesaikan. Mengapa terjadi
begitu? Karena mereka belum paham tentan yang disebut takbir ihram itu. Allah
paling tidak suka perbuatan mengada-ada [bid`ah].

52. Babul Sirr: Jenis-Jenis Sirr Hati

Sirr terbagi empat, yaitu


1. sirr jasmani;
2. sirr ruhani;
3. sirr nurani;
4. sirr rabbani.

Sirr Jasmani mengetahui segala keadaan yang zahir. Dengan sirr jasmani, kita dapat
mengetahui bahwa kopi itu pahit, gula itu manis, dan buah yang masih muda itu
kecut. Dengan sirr jasmani, melihat orang yang bertopang dagu sambil murung, kita
mengetahui bahwa orang itu sedang bersusah hati.

Sirr Ruhani mengetahui keadaan-keadaan yang tidak nyata/tampak pada segala yang
nyata. Kita mengetahui  bentuk gula itu seperti pasir dan kita tahu rasa gula itu
manis. Nah, bentuk rasa manis bagaimana? Kita tidak tahu bentuk rasa manis, tetapi
kita tahu rasa itu ada. Perkataan seseorang dapat menunjukkan keriyaan, keujuban,
bahkan sum`ah dan bid`ahnya orang itu.
Sirr Nurani mengetahui kekufuran dan kekafiran yang ada pada yang nyata. Sirr
nurani inilah yang memberitahu bila seseorang itu bukan orang makrifat, bahkan
justru pelaku kesesatan, meskipun pada zahir dan perkataanya dia mengaku
makrifat, contohnya para spiritualis dan pelaku amal-amal kebatinan. 

Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari
kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman. [Q.S. Al-Baqarah: 8] Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah
kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya
kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya
mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak
sadar. [Q.S. Al-Baqarah: 11-12]

Sirr Rabbani dapat mengetahui apa yang akan diterima oleh seseorang. Sirr rabbani
mengetahui apakah seseorang itu ahli neraka atau ahli surga. 

Dia menurunkan Al Kitab [Al Qur’an] kepadamu dengan sebenarnya;


membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat
dan Injil, sebelum [Al Qur’an], menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia
menurunkan Al Furqaan*). Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-
ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi
mempunyai balasan [siksa]. Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang
tersembunyi di bumi dan tidak [pula] di langit. [Q.S. Al-Imran: 3-5]
*)
Al-Furqaan:  kitab yang membedakan antara yang benar dan yang salah.

Sebelum sesuatu terjadi, orang yang Allah kehendaki meraih pandangan sirr rabbani
ini dapat mengetahui akan terjadinya sesuatu. Oleh sebab itu, orang yang dengan
sirr rabbani melarang keras orang-orang untuk mempercayai perkataan ahli nujum
berupa ramalan kiamat maupun ramalan-ramalan lainnya. 

Kita tahu Allah tidak bisa dilihat dengan mata-kepala, tetapi orang kasyaf
rabbani nyata melihat Tuhan dalam bentuk laysa kamitslihi syai`un. Contoh: Kamu
melihat pohon. Tuhan terlebih nyata lagi daripada yang kamu lihat itu, yaitu tidak
sama dengan pohon. Jadi, yang dilihat nyata senyata-nyatanya itu ke-laysa kamitslihi
syai`un-an-Nya. Segala sesuatu bisa dipikir-pikir, ditasa-rasa, dikira-kira, diumpama-
umpamakan, dan diukur-ukur. Kalau yang tidak sama dengan segala sesuatu, mana
bisa dipikir-pikir, ditasa-rasa, dikira-kira, diumpama-umpamakan, dan diukur-ukur.
Kita diperintahkan mengenal Allah. Bagaimana Allah itu? Jauh tidak ada
kesudahannya; dekat tidak bersentuh atau tidak ada antaranya. [Kalau bersentuh,
artinya ada antaranya 'kan?
Tuhan menciptakan langit dan bumi beserta isi-isinya. Tahulah kita bentuk-bentuk
yang diciptakan-Nya itu. Bentuk Tuhan bagaimana?Laysa kamitslihi syaiun [Q.S. Ash-
Shura:11].

 Segala sesuatu yang ber-rupa, pasti tidak sama dengan Tuhan. Laysa


kamitslihi syaiun.
 Segala sesuatu yang berada dalam arah mata angin, pasti tidak sama
dengan Tuhan. Laysa kamitslihi syaiun.
 Segala sesuatu yang menempati ruang, pasti tidak sama dengan
Tuhan. Laysa kamitslihi syaiun.
 Segala sesuatu yang berwarna dan berbau, pasti tidak sama dengan
Tuhan. Laysa kamitslihi syaiun.
 Maka tidak ada sesuatu pun bisa menyerupai Tuhan. Laysa kamitslihi
syaiun.

Perlu kita sadari, Tuhan meng-ada-kan empat jenis muhaddas.

 Tuhan mengadakan bentuk jirim, tentulah Tuhan tidak sama dengan jirim.
 Tuhan mengadakan bentuk jisim, tentulah Tuhan tidak sama dengan jisim.
 Tuhan mengadakan bentuk jawhar, tentulah Tuhan tidak sama
dengan jawhar.
 Tuhan mengadakan bentuk `arad, tentulah Tuhan tidak sama dengan 'arad.

Jadi pastikan bohong orang yang berkata dia mengamalkan sesuatu sehingga bisa
melihat Tuhan. Jangan takut mengatakan orang itu pembohong. Sebab Tuhan itu
bukan lafal, bukan lafazh, bukan zikir-zikir, bukan i`tikad-i`tikad.

Kalau sudah paham Tuhan itu laysa kamitslihi syai`un, putuskan keyakinan kita
bahwa Tuhan itu ADA.
Wajib dalam fiqih: dikerjakan berpahala; ditinggalkan berdosa. Wajib dalam tauhid:
Tuhan itu wajib ADA. Kalau ada orang tidak yakin Tuhan itu ADA; wajib kafir orang
itu. Maka di dalam hati kita, kalau sudah tahu Tuhan itu wajib ADA, jangan ada lagi di
hati kita ini yang bukan Tuhan. Inilah hati yang khusyuk tawadhu.

Dalam tauhid, kalau sudah di dalam maqam sirr rabbani, hati merasakan ADAnya


Tuhan. Tidak perlu lagi hati bekerja menghilang-hilangkan yang bukan Tuhan. Kalau
dalam hati sudah hanya yang wajib ADA, perlu apa lagi menangkis-tangkis yang
bukan Tuhan? Kalau dalam hati sudah hanya yang wajib ADA, perlu apa lagi
meniada-tiadakan yang bukan Tuhan? Kalau kamu berbuat seperti itu, kalang
kabutlah ibadah (salat, tafakur,  atau zikir)-mu. 
Untuk khusyuk tawadhu, hati jangan bekerja lagi. Cukup yakinkan saja ADAnya
Allah itu.

Ingat, diri manusia ini terdiri atas jasmani, ruhani, nurani, dan rabbani. Kalau
manusia shalat, tentu jasmaninya juga salat, ruhaninya juga salat, nuraninya juga
salat, rabbaninya juga salat.

Sudah ditunjukkan dalam fiqih oleh orang-orang syariat. Dalam salat itu betulkanlah
berdiri, ruku, sujud, dan duduknya. Kata orang tauhid mendukung orang syariat,
betulkanlah jasmani, ruhani, nurani, dan rabbani kamu. Barulah bernilai khusyuk
tawadhu. Makanya orang syariat berkata, "Awwalu bi niyat." Segala amal perbuatan
musti mendahulukan niat. Orang tauhid mempraktikkan perkataan orang syariat itu
dengan perkataan, "Kalau sudah karena Allah [lillaahi ta'ala], dari takbir sampai
salam: Allah terus-lah. Mengapa mau ada lagi yang bukan Allah?
Inilah yang dikatakan, "Kalau sudah lillahi ta'ala, hati wajib konsekuen melaksanakan
billahi ta`ala". Dari aturan-aturan syariat inilah orang tauhid menyempurnakan jalan
keyakinannya kepada Allah. Sesuailah dengan perkataan, "Iqrakum bil lisaani wa
tasybikum bil qalbi." Apa yang diikrarkan dengan lidah, wajib diyakini oleh hati. Lidah
mengikrarkan lillaahi ta`ala, hati meyakinkan billaahi ta`ala. 

Kalau hati sudah billaahi ta`ala, sirr yang di dalam hati baqa billah dengan
adanya Yang Baqa. Kalau Yang Baqa memandang hati, tentu hati baqa juga
kepada Yang Memandang. Keselamatan inilah yang kita cari dunia-akhirat.

Jangan tahu menyebut "Allah" saja. Siapa yang disebut Allah dan siapa yang
menyebut Allah? "Al-`abiduuna ma'buduun wahidun." Yang Menjadikan dan yang
dijadikan satu. Satu ini maksudnya esa [compact], tidak mengenal dua. Inilah jalan
kesempurnaan dalam ibadah. Tunjukkanlah kesempurnaan ini kepada manusia
supaya sempurna ibadahnya. Bukan yang ditunjukkan itu lelucon-lelucon saja agar
manusia tertawa-tawa. Itu nafsu. Karena dalam tertawa-tawa itulah setan masuk.
Contohnya pekikan, "Jama`aaaah!!" Apakah jemaah yang mendengar itu tuli? Apa
maksudnya? Supaya lucu. Inilah bagi orang tauhid artinya setan menertawakan
setan. Kita tahu dari mana? Dari pandangan sirr nurani. Kalau sudah dari pandangan
nurani, tidak mungkin bohong bahwa dia itu benar-benar ulama setan. Coba saja
kalau dia berani menyangkal perkataan ini. Tunggu saja seminggu. Akan ada bala
pada orang itu kalau dia berani menyangkal. Mustahil sirr nurani itu bohong.
Cobalah, sudah banyak orang mendengar ceramah, bukan untuk mendapat
keyakinan akidah, malah untuk hiburan mencari bahan tertawa-tawa.
53. Puang Ta'ala Watubuang

Pusaka Madinah Wali Bilawa


untuk Sulawesi:

Mapatjin nyawaku;
Yanato Pamulang;
Yanato Pacapuren;
Yanato yaa budduhun;
Mahasuci nyawaku;
Dia juga Permulaan;
Dia juga Penghabisan;
Dia juga Yaa budduhun.

Di sinilah per-ingatan yang utama untuk mendapat keindahan yang sempurna di


akhirat. Musti dipasang terus Puang Ta'ala Watubuang itu. Juga sebelum takbir, di
dalam salat. Ketahui alam ini penuh lubang, artinya penuh kosong tubuh kosong.
Itulah Puang Ta'ala watubuang. Bukan jasad yang zahir ini.

"Kekalkan Puang Ta'ala Watubuang"

54. Setiap Kulit Menandakan Ada Isi

Setiap buah apa saja yang kita lihat, yang kita pandang itu kulitnya. Setiap kulit
menandakan ada isi. Jika Tubuh Mahasuci terbuka, akan terpandanglah Jalal-Nya,
Jamal-Nya, Kahar-Nya, Kamalat-Nya.

Inilah kasyaf kamil mukamil. Alhamdulillah.

"Setiap Kulit Menandakan ADA Isi"

55. Tentang Zat Allah [dan Wasiat Wali Bilawa untuk Anak-Cucunya di Sulawesi]

"Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda [kekuasaan Allah] bagi orang-orang yang
yakin, dan [juga] pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?"
[Q.S. Adz-Dzariat:20-21]

Salam alaikum, Sobat Sarang, kita lanjutkan bicara soal zat, ya. Ayat pertama di atas
adanya menunjukkan tanda-tanda kebesaran Allah itu pada sekalian alam, termasuk
pada diri kita. Sedangkan ayat kedua menjelaskan sudah terang atau sudah jelas
sejelas-jelasnya kekuasaan Allah Swt. itu. Bagi kawan yang belum membaca
penjelasan mengenai zat dan sifat, kami sarankan untuk membaca dulu postingan
sebelumnya yang berjudul Pahami Zat dan Sifat dalam Teorema Tauhid.

Jadi, yang terang-terang kita pandang itulah Mahasuci [Zat-Mutlak], bukan zat dan
sifat. Yang Mahakuasa itu adanya di Mahasuci karena DIA terlebih Mahasuci.
Mustahil di Mahasuci yang ada Mahakotor. Tentulah Yang Terlebih Mahasuci yang
ada di Mahasuci itu. tempat kembali Kotor dan suci tidak bisa satu. Kalau suci sama
suci bisa dikatakan satu. Maka setiap yang bersih dan yang kotor itu kalau
dipaksakan bercampur pasti rusak[1]. Sederhananya, bersih-kotor tak bisa bersatu.
Musti bersih dengan bersih lagi.

Jadi, di Mahasuci itulah Yang Terlebih Mahasuci. Tidak ada yang lain lagi. Yang
Terlebih Mahasuci|Mahakuasa dengan Mahasuci tidak becerai. Mahasuci itu Zat-
Mutlak, bukan zat-sifat. Yang Terlebih Mahasuci itu isi Zat-Mutlak. Zat-Mutlak
[Mahasuci] itu tubuhnya zat-sifat.

Mahasuci itu bersih. Tidak berwarna, kosong sekosong-kosongnya. Itulah Rahasia.


Mahasuci itu putih seputih-putihnya, artinya bersih sebersih-bersihnya. Yang
dikatakan putih seputih-putihnya di sini bukan warna atau tidak berwarna.
Mahasuci ini yang dikatakan Awwalu makhalaqallaha min Nuurihi Nabiyika,'yang
pertama diciptakan Tuhan ialah Cahaya Nabimu'. Cahaya Nabi inilah yang disebut
Nur Ilahi atau Cahaya Diri Tuhan.

Kalau orang tahu Zat-Mutlak, tubuhnya tidak dimakan racun. Selain dari Zat-Mutlak,
semua itu zat ke-racun-an. Zat-Mutlak itu sampai tidak ada rasa dunia. Zat-Mutlak
inilah yang paling tua sampai tidak mempunyai rasa lagi. Umpama tebu, kita peras-
peras sampai tidak ada rasa manis lagi. Itulah Zat-Mutlak. Mahakuasalah itu.
Orang sakit kalau banyak dijenguki oleh orang-orang berdosa, semakin parah
sakitnya. Kalau yang datang menjenguknya semakin cepat sembuhnya. Orang jahat
itu membawa Malaikatul Maut, sedangkan orang yang baik itu membawa Malaikatul
Rahman. Zat-Mutlak atau disebut juga Tubuh Mahasuci ini membersihkan pikiran
jahat yang ada pada orang yang sakit itu. Kalau ada kesegaran di pikirannya, inilah
artinya diberi rahmat. Kalau dicium busuk, neraka.  Zat-Mutlak atau Mahasuci ini
musuh penyakit. Kalau datang pada orang yang sedang sakit, Mahasuci akan
melapangkan pikiran. Bagi orang sakit, sama dengan pergi melihat taman surga.
Surga itu di bawah telapak kaki ibu.  Zat-Mutlak yang menghidupkan kita. Itulah
dikatakan Tuhan itu Hidup Semata-mata. Zat-Mutlak itulah Nikmatullah.
Zat-Mutlak itu dilindungi oleh zat asam. Zat asam itulah dikatakan zat-sifat. Zat asam
[zat-sifat] ini tabir bagi Zat-Mutlak. Jika tabir ini terbuka, binasa sekalian alam karena
Zat-Mutlak itu Cahaya Rabbani. Tidak ada satu pun yang bisa menahan kekuatan
Cahaya Ilahi [sebab kekuatannya lebih dahsyat daripada api neraka sekali pun].
Sebagaimana lapisan ozon melindungi Bumi dari radiasi Matahari; lapisan zat
asamlah melindungi alam semesta ini dari kekuatan Cahaya Ilahi.

Cahaya Zat-Mutlak ini meliputi sekalian alam atau melindungi sekalian alam. Itu
sebabnya Bumi tidak akan bisa terbakar oleh cahaya Matahari. Selagi masih ada
Cahaya Ilahi melindungi sekalian alam. Jangan harap cahaya Matahari bisa
menghanguskan Bumi dan seisinya[2]. Bukti nyata: sudah berapa juta tahun Bumi
terpapar cahaya Matahari tidak juga Bumi ini jadi abu. Sudah terpikirkah Cahaya Ilahi
ini oleh para ilmuwan? Yang Anda baca ini uraian yang dibuat agar Anda tahu jalan
pemikiran orang tauhid. Manusia tahu cara memanipulasi energi, tetapi tidak bisa
membersihkan sampah energi. Lihat kasus Hiroshima-Nagasaki dan Chernobyl. Itulah
sebabnya dikatakan di Bumi ini sudah ada tanda-tanda kekuasaan Allah, yaitu Zat-
Nya [Zat-Mutlak|Mahasuci].

Yang dikatakan Zat-Mutlak itulah Tubuh Mahasuci, disebut juga Zahiru Rabbi. Kita
ini, bathinu abdi. Sampai akhirat pun Zahiru Rabbi yang ada. Zahiru Rabbi inilah
tempat husnul khatimah. Inilah pengajian sirri sirrihi; pengajian 80.000 hakikat ke
atas. Di atas 80.000 hakikat, ya'lu nakum, wa laa yu'la: tidak ada apa-apa lagi. Siapa
mengatakan masih ada alam-alam lagi di atas 80.000 hakikat ini, kafir.

Zahiru Rabbi itu Zat-Mutlak. Inilah kekuasaan Tuhan. Zahiru Rabbi itu disebut juga
Tubuh Mahasuci. Tubuh Mahasuci itu disebut Ruh Qudus. Di mana maqam Ruh
Qudus itu pada diri kita? Ada di sama-tengah hati. Inilah tubuh Muhammad
Rasulullah Saw. Jadi semua itu berhimpun di tubuh Ruh Qudus. Coba lihat tubuh
Zahiru Rabbi, Dia bersifat diam. Begitu juga maqamnya di diri kita; yang di pusat itu,
bersifat diam juga. Dalam tafakur, rasakan diamnya yang di sama-tengah hati itu,
bukan diamnya jasad kita ini yang kita rasakan.

Zahiru Rabbi diam. Di sama-tengah hati diam. Kalau sama diam "di luar" dengan
diam yang "di dalam": esa-lah.
Diri yang diam inilah tajallinya Tuhan. Bukan Tuhan yang tajalli, akan tetapi Rahasia
Diri Tuhan ini yang tajalli: satu dengan jasad.

Menurut pandangan syariat: orang yang tajalli Rahasia Diri Tuhan satu dengan
jasadnya itu mati. Akan tetapi menurut pandangan rabbani, tidak mati. Mengapa
tidak mati? Karena Ruh [Qudus] dan jasad tidak becerai.

Inilah Pusaka Madinahyang musti diketahui dan musti didapat. Barulah kamu
berguna bagi ibu-bapak dan sanak-keluargamu di akhirat kelak. Pusaka Madinah
inilah "Illa kalil". Wahai ulama, mengapa yang "ila kalil" ini tidak mau dipelajari dan
tidak mau disampaikan pada umat? Sudah tahu, tidak mau memberi tahu umat,
berdosa pada Allah Swt. Karena kita dikaruniai pengetahuan itu bukan untuk disebut
hebat dan bukan agar disanjung-sanjung orang.

Orang tasawuf banyak bicara soal tahali, takhalli, tajalli, tapi cara-cara praktiknya
secara hakiki mereka tidak pernah mau memberi tahu umat. Kebanyakan, umat
disuruh beramal saja: berzikir, berzikir, berzikir, tetapi praktik cara meraih tajallinya
mana ada mereka ceritakan. Kasihanlah umat: hanya tahu teori mengendarai mobil
saja, tetapi praktik cara mengendarai mobil tidak bisa. Inilah isi pengajian kami pada
malam Jumat kemarin, yaitu membahas masalah Pusaka Madinah yang dibawa oleh
Sayyid Muhammad, Sultan Istanbul yang didapatnya dari Imam Sanusi di Madinah.
Wali Sanusi mendapatkan Pusaka Madinah ini langsung dari Nabi Muhammad
Rasulullah Saw.[3]

Wasiat untuk anak-cucu Wali Bilawa di Makassar, Sulawesi Selatan


Imu Pusaka Madinah ini ada juga dimiliki oleh Wali Bilawa dari Makassar, Sulawesi
Selatan, yang makamnya ada di Mekah al-Mukaramah tepatnya di Sasaga Saghir.
Motto Wali Bilawa untuk anak-cucunya:
Pole ride'e lisu ride'e [Asal dari kosong, kembali ke kosong]
[Asal dari Mahasuci, kembali ke Mahasuci]
[Asal dari tidak ada sesuatu, kembali ke tidak ada sesuatu]
Jadi, kita musti bisa sampai ke tempat yang tidak ada sesuatu lagi.
Sileo' tena sikore, sikore tena sileo'
Eme-emelah elokmu
[Bercampur tapi tidak satu, satu tapi tidak bercampur]
[Kalau sudah paham ini: telan-telanlah liurmu]
Inilah zikir yang tidak berhuruf; tidak bersuara. Inilah zikir Diri Allah [Zat] memuji
Tuhannya|Allah.

Dalam pembukaan tauhid Bilawa saja, di situ dikatakan:

Watuna tetong alena degaga sewa-sewa


alena nawingdru (atau windru alena)= [Tatkala belum ada sesuatu apa pun. Diri-Nya
dijadikan-Nya. Dari Diri-Nya inilah dijadikan-Nya segala sesuatu]

Jelaslah sudah bahwa Tuhan sudah menyerahkan Diri-Nya pada kita. Diri mana lagi
yang mau kita serahkan pada Tuhan? Kalau bukan Diri Tuhan juga. Kalau Diri Tuhan,
bisa sampai ke Tuhan. Kalau bukan Diri Tuhan, tidak akan bisa sampai ke Tuhan.

Meko semeko-mekona' yaitu seng Puang Ta'ala


[Diam sediam-diamnya, itulah Tuhan semata-mata]
Itulah sebabnya dalam salat itumasammang renrenna meko'na [= besertaan gerak
dengan diamnya. Inilah Allah Ta'ala salat. Wajib 3 alif [harakat] panjangnya.

Macam mana serta gerak dengan diamnya? Itulah Allah Ta'ala salat. Kalau tidak
besertaan [gerak dengan diamnya], kamu yang salat. Kalau kamu [baharu] yang
salat, kamu menyembah Qadim. Padahal yang wajib itu: Yang Qadim menyembah
Allah.

Man abdal Asma, faqad kafar, 'siapa menyembah Nama, kafir'.


Man abdal ma'na, munafiqun, 'siapa menyembah makna, munafik'.
Supaya jangan kafir dan munafik, tinggalkanlah Nama dan makna. Inilah sebenar-
benar mukmin. Ini saja penguraian riwayat dari Guruku untuk Saudara-saudaraku di
Makassar: Carilah ajaran-ajaran Wali Bilawa. Jangan kalian hanya tahu ceritanya saja,
cari dan raih ilmunya juga.

tujuan
[1]
: "Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil..." [Q.S. al-
baqarah:42]
[2]
: Artinya inilah berita langit yang tidak bisa dicuri oleh para setan [yang didewakan
bangsa Maya] sejak kelahiran Nabi Muhammad Saw. Ramalan bangsa Maya ini juga
ternyata "diam-diam" telah menipu para ilmuwan yang menduga akan terjadi
semburan lidah matahari ketika terjadi solar maximum di akhir kalender bangsa
Maya. [ini lintasan pikiran ane aja waktu catat diktean ini dari Guru]
[3]
:Ini dia jawaban untuk sekelompok orang sombong di luar sana yang selalu kalah
hujjah, tetapi ngotot menolak kebenaran Quran yang disampaikan hanya karena
gayaku yang tidak seperti orang saleh kemayu. :P Ujung-ujungnya dengan sinis
mereka tanya, "Gurunya hafal Quran gak? Hafal berapa ribu hadis? Sanad ilmunya
gimana?"

Kalau kalian jujur, terimalah kenyataan bahwa sanad ilmu pengajian kami lebih
tepercaya sebab sanad ilmu kami termasuk ke dalam kategori sanad aly: yang sedikit
orang terlibat dalam mata-rantai syiarnya. Guru kami adalah generasi ke-4 pewaris
Pusaka Madinah ini sejak dari sumber pertama: Nabi Muhammad Rasulullah Saw.,
kalau mau tau. [Nah, akhirnya sekarang kalian sudah tahu sanad ilmu pengajianku.
Puas?!][kembali]

56. Zikir Diri-Rahasia Tuhan kepada Tuhan

Maharuang itu orang tasawuf bilang,"la ta'yin" atau "ahadiyat".


Para filsuf bilang,"tubuh alam."
Kalau Tuhan sendiri bilang apa? Asah akal dengan pemikiran.
Berpikirlah.

"Allah...Allah" ini zikir Ismu Zat;


"Laa ilaaha illallah", ini zikir nafi-isbat;
Zikir rahasia atau zikirnya Zat Tuhan kepada Tuhan bagaimana?

Zikir rahasia diri Tuhan kepada Tuhan inilah jalan "inna lillahi".

Belajar di Kosong Mahasuci

57. Berjumpa Zahir-Batin dengan Muhammad Rasulullah Saw.

Jika kamu sudah paham tentang rahasia hakiki, buka surah Nuur:62. Kamu
pahami secara hakiki. Untuk apa bicara dengan "eyang-eyang" bau menyan itu.
Lebih hebat bicara dengan Muhammad Saw. Kalau kenal. Tidak kenal mana bisa
bicara.

Kita musti bisa bicara dengan Nabi Muhammad Saw.


Musa a.s. bisa berkata-kata dengan Allah. Mustahil kita umat Rasulullah tidak
bisa berkata dengan Muhammad Rasulullah Saw. kapan saja.

Muhammad itu sifatullah; kenyataan yang ada ini. Lakon Muhammad-lah


dipercaya. Berhubunganlah dengan yang dipercaya-Nya.
"Berjumpa Rasulullah dalam mimpi halal;
berjumpa zahir-batin terlebih halal."

Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mu’min ialah orang-orang yang beriman


kepada Allah dan Rasul-Nya dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah
dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan
[Rasulullah] sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang
meminta izin kepadamu [Muhammad] mereka itulah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena
sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka,
dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.[Q.S. Nuur:62]

Orang sebenar-benar mukmin jualah yang selalu ingat bahwa al-Quran itu rahmat
bagi seluruh alam sehingga segala yang terkandung di dalamnya berlaku sampai
yaumil qiyamah. Selama alamin masih ada. Maka orang-orang mukmin yang
disebutkan dalam surah Nuur:62 di atas, bukanlah orang-orang yang akan
menertawakan Perjumpaan Zahir-Batin dengan Nabi Muhammad Rasulullah Saw.

58. Martabat Tujuh dan Pertemuan Indonesia-Malaysia di Jabal Nur [UPDATE]


[klik] untuk memperbesar gambar

Mari kita mulai pembicaraan hakiki ini dengan Firman Allah,


Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan [tujuh
buah langit] dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan [Kami]. (Q.S.AlMukminun:17)

Alam Ahadiyat
Di alam Ahadiyat belum ada sesuatu pun yang dijadikan. Arsy belum ada[!], Lauh
Mahfuzh belum ada, Nur Muhammad belum ada, surga-neraka belum ada. Langit
dan bumi belum ada, para malaikat belum ada, terlebih lagi jin dan manusia. Inilah
yang disebut Zatul Buhti, artinya Zat semata-mata; belum ada yang diciptakan Allah.
[!] Wahabi masih keukeuh Allah Ada di Arsy?!

Aku adalah Perbendaharaan Yang Tersembunyi. Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan
makhluk dan dengan-Ku mereka mengenal-Ku. (Hadis Qudsy)

Awwalu makhalaqallaha min nuurihi Nabiyika,


'Awal yang diciptakan Allah adalah cahaya Nabimu'. 
(Hadis Qudsy)
Cahaya Nabi itu cahaya siapa? Itulah Cahaya Diri Tuhan yang disebut Nur Ilahi . jadi
kejadian Nur Muhammad ini dari Nur Ilahi]. Cahaya Diri Tuhan inilah yang di dalam
Q.S. Fushilat:54 disebutkan sebagai 'ala innahu bi kulli syai'in muhiith; Maha Meliputi
segala sesuatu.

Menurut ahli filsafat, yang meliputi segala sesuatu, termasuk segala benda langit
adalah Maharuang. Menurut ahli Nahwu, Maharuang itu: Ana makanin wa laysa lii
makan. Maksudnya, maharuang itu termasuk isim makan yang bermakna "tempat".
Semua ciptaan Tuhan ditempatkan pada Tubuh La Ta'yin atau Tubuh Maharuang
atau Tubuh Allah. Inilah dikatakan setiap makhluk itu bertubuhkan Tuhan. Inilah
maksud perkataan "Tuhan Tubuhku" yang pernah kami sampaikan pada uraian
sebelum ini.

Untuk mendekatkan paham:


Air meliputi sekalian ikan. Tentulah air itu tubuh ikan. Begitu pula, tanah itu tubuh
cacing. Sekarang tahulah kita bawha ikan hidup di tubuh air; cacing hidup di tubuh
tanah. Begitu juga dengan Maharuang. Maharuang meliputi sekalian alam. Tentulah
sekalian alam ada di Tubuh Maharuang. Dan Maharuang itu tubuhnya sekalian alam. 

Apa Maharuang itu? Nur Ilahi


Apa Nur Ilahi itu? Cahaya Diri Tuhan

Supaya orang jangan salah paham dalam bertauhid Islam, perlu ditekankan di sini:
Cahaya Diri Tuhan (Nur Ilahi atau Nur Allah) itu bukan Tuhan, melainkan ke-
Mahasuci-an Tuhan. Sederhananya: Cahaya itu bukan Tuhan. Cahaya (Nur) itulah
yang disebut "Allah". Jangan salah paham, yang disebut Nur itu bukan mengacu pada
Cahaya, melainkan mengacu pada Nama (Asma).

Jadi, Cahaya Diri Tuhan itu bernama Nur. Cahaya Diri Tuhan yang bernama Nur ini
oleh ahli tasawwuf disebut Nur Allah atau Nur Ilahi. Nah, Cahaya Tuhan itulah yang
disebut Allah. Asma "Allah" inilah Nama Kebesaran bagi Zat-Nya.

Coba perhatikan, semua tahu ada 99 Asma [buka tabel Asmaul Husna]. Dari "Ar-
Rahmaan" sampai Asma "Ash-Shabur" itu semua menunjukkan Sifat. Jadi, Asma yang
mana yang menunjukkan Diri dan Kebesaran-Nya? Itulah (Asma) "Allah"[1]. 

Kalau kita sudah paham ini. Jangan ragu lagi. Cukup dengan keyakinan kita
pandang Tubuh Maharuang ini Tubuh Allah.Kalau tidak percaya, kafir.

Orang-orang yang sudah kasyaf rabbani [2] sedikit pun tidak ada ragu lagi bahwa
Maharuang ini Tubuh Tuhan/Tubuh Allah.

Mengapa disebut sebagai Nama Kebesaran bagi Zat-Nya? Karena Tuhan Pribadi
sesungguhnya tidak ber-Nama. Bahkan, perkataan "Tuhan" itu tidak pernah ada
ketika makhluk belum diciptakan. Ketika hanya Tuhan yang ADA, ketika belum ada
siapa-siapa selain Tuhan, mana ada yang mengucapkan kata "Tuhan"?

NUR <== INI YANG BERNAMA ALLAH

Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah
lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca
[dan] kaca itu seakan-akan bintang [yang bercahaya] seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, [yaitu] pohon zaitun
yang tumbuh tidak di sebelah timur [sesuatu] dan tidak pula di sebelah barat [nya],
yang minyaknya [saja] hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.
Cahaya di atas cahaya [berlapis-lapis], Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa
yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi
manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Nur:35)
Dalam terjemahan biasanya dituliskan seperti ini: "Allah [Pemberi] cahaya [kepada]
langit dan bumi." Akan tetapi, agar makhluk tidak bingung ketika hendak menyebut
Tuhan, maka Nama Cahaya Diri-Nya ini juga dijadikan sebutan yang mengacu kepada
Diri Tuhan. Bukankah Cahaya dengan Pemilik Cahaya itu tidak becerai?! Jadi, kata
"Allah" ini bisa mengacu pada Diri Tuhan; bisa juga mengacu hanya ke Nama Cahaya
Diri. Apa buktinya? Ini dia:

"Jangan kausembah Zat-Ku, Sifat-Ku, Asma-Ku, Af'al-Ku, tetapi sembahlah Aku."


(Hadis Qudsi)

Jadi, kalau Anda selama ini tidak tahu pengetahuan ini, bisa jadi Anda selama ini baru
sampai menyembah Nama Allah, belum sampai menyembah Diri Allah Pribadi. Di
sinilah letak pentingnya mempelajari tauhid.
catatan kaki [2]:

Guru pernah bicara, "Tiga tahun lagi Serambi Mekah akan tertimbun lumpur dari
laut. Ketika itu, Guru mengatakan hal ini sambil berurai air mata di pengajian sambil
menutup uraian tersebut dengan berkata, "Bukan aku ini ahli nujum. Ini karena
dipandangkan dengan kasyaf rabbani". Setelah tiga tahun, kenyataannya kini semua
orang tahu (tragedi Tsunami Aceh).

Guru juga pernah berkomentar mengenai Mama Laurent yang meramalkan kiamat.
Komentar beliau: "Bukan kiamatnya yang akan terjadi, justru Mama Loren-nya yang
akan kiamat." Benar saja, Mama Loren meninggal duluan (17 Mei 2010) sebelum
ramalannya terbukti. Lalu beliau menambahkan, "Masalah kiamat, meski belum
terjadi..cukup kita yakin pasti akan terjadi."

Guru juga pernah bicara ada kawan beliau di tanah Malaya (Malaysia). Guru dan
kawannya dari Malaya ini sering berbincang-bincang di Jabal Nur. Kawan beliau itu
bernama Abdul Syukur "Keliling Dunia". Kawan Guru itu bercerita mengenai keadaan
tanah Malaya. Beliau [Abdul Syukur] berkata, "Kasihan dengan ulama-ulama hebat
Malaya tidak berani bicara masalah hakiki. Karena yang mendengar banyak yang
tidak percaya." [Kisah ini yang saya maksudkan sebagai bagian dari judul postingan.
InsyaAllah ada Sobat Sarang dari Malaysia yang tahu nama ini. Mungkin Bang Hamba
Allah Penang tau?]

Selesai berbincang di Jabal Nur, pukul 12 malam Guru dan Abdul Syukur "Keliling
Dunia" turun. Pergi ke Baitul Makmur. Beliau-beliau ini bertawaf di sana. Tawaf di
Baitullah yang Hijau. Selesai tawaf, para beliau diizinkan untuk berjumpa dengan
Nabi Muhammad Rasulullah Saw. Dalam pertemuan yang sesungguhnya, tidak
seorang pun bisa melihat wajah Nabi Muhammad Rasulullah Saw. karena dahsyatnya
cahaya budduhun yang ada pada dahi beliau.

Cahaya apa cahaya budduhun itu? Cahaya Ilahi. Itulah sebabnya Rasulullah Saw. itu
ditakuti oleh sekalian makhluk. Makhluk apa saja. Karena pada dahi beliau ada
cahaya "laser"! Kalau orang sedang berzikir-zikir, sebaiknya Anda diam saja. Apabila
terpancar cahaya budduhun dari dahi Anda, jangan kaget kalau semua orang yang
berzikir itu akan pingsan. Semuanya. Karena cahaya budduhun itu cahaya ketuhanan.
Bukit Thursina tersenggol cahaya budduhun ini saja hancur jadi batu celak. Jadi,
kalau cari batu celak, ambil di bekas Bukit Thursina. Pesan penutup dari Guru saya,
K.H. Undang Siradj untuk Sobat Sarang: Guru bisa mengajar Sobat di mana pun
berada. Baca saja Fatihah untuk beliau. Ketika akan tidur, ucapkan salam [tanpa
menyebut nama siapa pun sebab yang Sobat ucapkan ini salam untuk diri], lalu baca
syahadat, tidurlah. InsyaAllah Guru nanti datang mengajar Anda.

59. Memandang Diri yang Jati

Kamu sekalian suka berbicara dengan orang lain saja. Mengapa dengan diri sendiri
tidak mau bicara? Pendapat diri orang lain saja kamu pakai. Pendapat dirimu
sendiri tidak kamu percaya? Kamu sekalian suka memandang wajah orang lain.
Wajah kamu sendiri mengapa tidak mau dikenal?

Kamu suka melihat diri-diri yang cantik. Diri kamu sendiri yang sangat cantik dan
elok tidak mau kamu melihatnya?
Semua kembali ke diri. Ungkaplah kerahasiaan diri ini.
Diri yang mana?
Jangan bicara saja mengenal diri, tetapi diri yang tiada berdaging--tiada
bertulang--tiada ber-ibu--tiada berbapak--tiada mati: hidup tidak dengan nyawa;
tidak mau dikenal.

"Kenali Diri Sejati"

Peringatan keras:
Yang dimaksud diri sejati ini bukan Diri Tuhan.
Keputusan tauhid tetap: tiada makhluk yang bisa setara dengan Tuhan apalagi
menjadi Tuhan.
Prinsip hulul dan ittihad itu haram dan sesat!
Dan dari Wabishah bin Ma’bad ra berkata, ‘Aku datang kepada Rasulullah saw., maka
beliau bersabda, “Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebaikan?” Aku
menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Lalu beliau bersabda, “Mintalah fatwa kepada
hatimu sendiri. Kebaikan adalah apa yang karenanya jiwa dan hati menjadi tentram.
Dan dosa adalah apa yang mengusik jiwa dan meragukan hati, meskipun orang-orang
memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.” (Ahmad dan Darimi)

60. Aku dan Rasa

Kamu merasa, siapa yang merasa? Bukan kamu.


Rasalah yang merasa dan rasa itu Rahasia. Rahasia itu apa?

Jangan kamu saja yang merasa.


Sekali-sekali rasakanlah Ruh Qudus yang merasa. Ruh Qudus itu perasaannya
perasaan. Di dalamnya ada perasaan makrifat. Kalau tidak ada perasaannya,
bukan makrifat. Syahadat itu ada di dalam diam.

Rasa di dalam rasa.


Di dalam rasa, ada rasa.
Yang di dalam rasa inilah yang merasakan perasaanya perasaan. Itulah Rahasia.

Syariat, tarikat, hakikat, berhimpun pada makrifat.


Makrifat berhimpun pada sir.
Sir berhimpun pada Rahasia. Zat Mutlak.
Zat Mutlak bukan Tuhan, melainkan Sifat Tuhan.

Allah itu Rabbul Izzati, Tuhannya sekalian zat.


Jadi, Tuhan itu Zatnya zat.

Hendaklah kita rasakan sampai kepada yang diam; yang ada di sama-tengah
(pusat tubuh).

Yang diam inilah yang tajalli


Satukan ingatan dan perasaan. Diamlah itu.
Diamkan perasaanmu di pusat dan pusat jangan digerak-gerakkan lagi. Diamnya
pusat itu yang kamu rasakan. Bukan mendiamkan/menahan napas.

Allah sudah menghendaki napas itu bekerja keluar-masuk. Kemauan manusia,


napas itu ditahan-tahan atau diatur. Kita mau ikuti kemauan Allah apa kemauan
manusia? Coba dengan cara hakiki. Diamkan saja perasaanmu, napas pandai saja
berhenti sendiri. Ini yang dikatakan: "satu ingatan dan perasaan". Akan terjadi
proses tajalli. Betul-betul terasa ruhani turun menyebar ke jasad.
Ibarat air suntikan menyebar ke seluruh badan. Baiklah jasad.

Begitulah kalau ruhani meliputi jasad. Baguslah jasad.


Dan bertubuhkan Muhammadlah kita.

Ingat, awal Muhammad itu nurani,


akhir Muhammad itu ruhani,
zahir Muhammad itu insani.
Inilah praktik tajalli. Bawa shalat lima waktu.
Satukan ingatan dan perasaan. Diamlah itu.
Di situ ada petunjuk.
Diam itu Allahua'lam.

61. Nafi-Isbat dan Yang Wajib ADA

Sudah nyata kemahaesaan Tuhan kita lihat. Terlebih nyata yang disebut Tuhan
itu. ADA-Nya bukan nyata berbentuk, berwarna, berasa, berbau, melainkan nyata
yang disebut Tuhan itu ADA (Wujud).

Bagaimana Tuhan itu Ada/Wujud? Cukuplah jangan dimacam-macamkan lagi.


Tuhan sudah ADA. Tidak perlu di-ada-kan dan tidak perlu ditiadakan. Mustahil
Yang Wajib Ada mau ditiadakan dan di-adakan. Ini yang dikatakan Tuhan itu
jangan diada-adakan dan jangan ditiada-tiadakan.

Misal kedudukan hamba dengan Tuhan dan misal Tuhan dengan hamba, saya
buat dulu permisalan untuk mendapat paham.Firman Allah Swt.,
"Wa tilqal amsaalul nadribuha linnaasi".
Aku sudah buat permisalam-permisalan untuk manusia.
Belajarlah berpikir atas permisalan-permisalan yang sudah diadakan Tuhan.
Quran ini hanya orang-orang yang mau berpikir tentang ayat-ayat-Ku yang
mendapat Rahmat-Ku.

Permisalan matahari dan cahayanya.


Matahari itu bukan cahaya matahari. Matahari tetap matahari; cahaya tetap
cahaya. Cahaya itu bernama matahari; bukan matahari bernama matahari.

Lebih mau paham lagi? Akan aku jabarkan masalah nafi-isbat.

Makrifat melibatkan penafian setiap yang dikukuhkan oleh akal. Jadi, pengertian
apa pun tentang Tuhan pada hakikatnya adalah sesuatu yang sangat berbeda
sekali. Apakah ada kemungkinan akal sampai ke makrifat?
Nafi mengandung isbat; Isbat mengandung nafi. Diri Isbat, diri nafi; diri nafi, Diri
Isbat. Manusia ada jasmani, ruhani, nurani, dan rabbani. Kalau manusia shalat,
tentu semua shalat. Jasadmu shalat, kamu tahu. Tahu bagaimana shalatnya
ruhanimu? Bagaimana pula shalatnya nuranimu dan rabbanimu? Kalau salah satu
tidak ada yang shalat, apa benar tidak ada yang shalat pada dirimu?

Mandi jasad kamu tahu. Mandi ruhani, mandi nurani, dan mandi rabbani pun
musti tahu juga. Yang dikatakan thaharah itu bersuci. Musti sucilah jasmani,
ruhani, nurani, dan rabbani/rahasia. Thaharah ini wajib bagi umat Islam
mengetahuinya. Kalau mau beribadah, wajib tahu. Tidak boleh tidak tahu! Tanya
para faqih dan para muwwahid, wahai KK.

Seluruh alam semesta Islam langit bumi tahu, 10 Malaikat utama tahu pula, juga
Malaikat Khafazah, Malaikat Zabaniyyah, Malaikat Abbas, Malaikat yang
menguasai negeri-negeri, dan lain-lain tahu kita (manusia) ada tubuh jasmani,
tubuh ruhani, tubuh nurani, dan tubuh rabbani. Mustahil dengan tubuh-tubuh
yang sudah ada pada diri-diri kalian tidak dapat berhubungan dengan Allah dan
pergi berjalan-jalan ke Alam Malakut, Alam Jabarut, Alam Lahut, dan Alam
Nasahut. Coba minta ajarkan pada guru-gurumu perjalanan ini! Bukankah pada
diri kamu sudah ada tubuh-tubuh "fii ahsani takwim", tubuh yang dimuliakan
Allah. Lihat anak sekolah. Selesai pelajaran akhir tahun, guru-gurunya membawa
jalan-jalan berliburan menyenang-senangkan murid-muridnya. Begitu juga guru
agama, musti bisa bawa murid-muridnya liburan. Liburan dengan tubuh jasmani
mudah, cukup dengan sewa mobil bisa. Liburan dengan tubuh ruhani, dengan
tubuh nurani, dan dengan tubuh rabbani juga bisa.

Kalau guru-gurumu tidak tahu, tidak pandai, berarti gurumu itu kambing kurap
mengajar untuk cari uang saja. Omong-omong hakiki saja, kapan pikniknya.
Kasihan murid-muridnya kambing kurap. Untung juga murid-muridnya kucing
congek banyak yang blo'on, tidak pandai menuntut guru untuk jalan-jalan.
Buka As-Saff ayat 4. Jasmani, ruhani, nurani, dan rabbani ini satu bangunan kokoh.
Teraturlah memakai kebesaran-Nya itu. Kokohlah bangunan Allah itu dengan
membersihkannya sehingga dapatlah petunjuk-Nya kalau kamu gunakan dengan
baik. Setelah dapat kerahasiaan ini, lihat saja ke rumah. Bukan jadi rumah gubuk
atau jadi susah makan, susah hidup. Saya tidak ada uang dan tidak ada kerja.
Duduk saja mengajar agama. Tetapi merenovasi rumah Rp274 juta dibayar lunas
tanpa utang.

Ayolah kita bertanding:


Kita sama-sama diam di rumah dan tidak bekerja lalu sama-sama membangun
rumah. Membangun rumah dengan cara diam saja jangan bekerja. Panggil saksi
ramai-ramai mengawasi kita. Mana guru-guru kambing kurap bisa. Paling-paling
jalan bangsat saja bisanya: mengakali orang. Kalian kira hanya dengan mengakali
keawaman umat baru bisa dapat hal-hal keduniaan yang kalian peroleh sekarang?

62. Ciri dan Cara Mati Raib dalam Kubur

Perasaannya perasaan. Makrifat kalau tidak ada perasaannya perasaan bukan


makrifat. Perasaannya perasaan ini Rahasia Allah, inilah tubuh Muhammad
Rasulullah yang disebut tubuh yang suci, disebut juga ruh qudus.

Kalau ruh qudus tajalli dari dalam syir hati, keluar ia tetap satu/esa dengan jasad.
Tentu jasad kita pun kemudian bertubuhkan ruh qudus. Ruh qudus lenyap satu/esa
dengan Allah. Maka jasad kita pun esa juga dengan Allah. Inilah manusia mati raib
dalam kuburnya.

Yang seperti ini bukan hasil bawa-bawaan atau pendapat-pendapatan, sudah


begitulah yang sebenarnya. Jasad kita lenyap esa dengan tubuh ruh qudus. Tubuh
ruh qudus ini diri kita juga. Wa nahnu aqrabu min hadlil wariid,'Aku terlebih hampir
pada kamu hanya kamu tidak tahu.'

Bagaimana cara meraih tajalli ruh qudus ini?


Bawalah perasaan tafakur dalam setiap keadaan, baik di dalam maupun di luar salat.
Hiduplah kamu dengan perasaannya perasaan, jangan hidup dengan pikiran melulu.
Sedangkan pikiran itu jembatan setan menuju hatimu. Orang yang sudah bertajalli
ruh qudusnya sebelum ajal, ia hidup di dunia dengan tubuh akhirat.

63. Mau Tahu Cara Mati Raib dalam Kubur?


Orang mati ditanam karena busuknya, tapi ada orang mati hilang di kuburnya. Itu
karena apanya? Karena apanya itu yang musti dikaji benar-benar. Bukan hanya
paham ilmunya saja, cara praktiknya pun musti diketahui juga.

Kalau Ruh Qudus tajalli meliputi jasad, berjasadkan Ruh Quduslah kita. Ruh Qudus
ini Rahasia Allah yang ada di sama-tengah hatimu (pusat/udel/pusar).

Jasad kita hilang lenyap, esa dengan Ruh Qudus. Ruh Qudus hilang lenyap esa
dengan Allah. Kita pun hilang lenyap esa dengan Allah.

Inilah "inna lillahi wa inna ilaihi raji'un",


'dari Allah kembali ke Allah.'
Hilang lenyap esa dengan Allah bukan kita jadi Allah
atau mau setara dengan Allah.
Ada yang mau mati tidak ada dalam kubur?
Kalau ada akan saya paparkan jalannya.

"Mati Raib bukan Mati Gaib"

64. Kalimat Talqin Sakaratul Maut untuk Diri dan Keluarga Meraih Husnul Khatimah
[Bisa Jadi di Alam Barzakh Kelak Anda Menyesal Tidak Membaca Ini]

Salam alaikum, tulisan berjudul Bacaan Talqin Sakaratul Maut untuk Diri dan
Keluarga ini kami dedikasikan untuk Anda semua, umat Muhammad Rasulullah Saw
akhir zaman. Tanpa jemu dan malu kami sampaikan bahwa apa yang akan Anda baca
ini adalah Pusaka Madinah: kajian ilmu dan amal Islam yang diamanahkan Nabi
Muhammad Rasulullah Saw. kepada kalangan khawwasul khawwas. Majlis hakiki
yang sejak mula disampaikan pada ±1400 tahun lalu ini baru dipergilirkan di tiga
tempat di permukaan Bumi: Madinah al-Munawarah (Jazirah Arab), Turki, dan
Indonesia. Diucapkan dengan syukur, bukan dengan ujub dan kufur. Tiga tempat
yang bisa dikatakan sebagai ujung barat, pertengahan, dan ujung timur akidah
Islamiyyah.

Tentu saja ilmu, pahaman, dan amalan amanah Rasulullah Saw ini dalam
perjalanannya ke ujung timur pernah singgah di semua wilayah yang dilalui dalam
syiarnya. Itu sebabnya para pewaris risalah khawwasul khawwas ini tersebar di
banyak tempat secara tersembunyi. Khususnya untuk wilayah Nusantara, yang baru
kita ketahui dari blog ini saja, risalah ini pernah singgah pula di Malaysia dan Brunei
Darussalam. Itu sebabnya kami (yang di Indonesia) katakan di sini, pemberitaan
karunia dan amanah ini kami ucapkan dengan syukur, bukan dengan ujub dan kufur.
Sebab ilmu tauhid yang hakiki adalah hak setiap muslim dan sesama muslim
hakikinya adalah bersaudara; sebenar-benarnya satu tubuh.

Sejak disampaikannya amanah tauhid hakiki ±1400 tahun lalu, mungkin baru kali ini
ada yang lancang membocorkannya ke hadapan publik. Dan ini akan saya
pertanggunggjawabkan di hadirat Ilahi Rabbi dan di hadapan Nabi Muhammad
Rasulullah Saw. di akhirat kelak  Akan saya pertanggungjawabkan kelancangan ini
dengan penuh bangga dan syukur. InsyaAllah. Aamiin.

Mari kita mulai dengan meng-iqra fondasi ilmu dan dalil mengenai talqin sakaratul
maut. Makna talqin secara bahasa adalah menuntun orang untuk mengikuti kata-
kata yang diucapkan. Kita disunnahkan untuk mentalqin orang yang akan meninggal
dunia atau sedang menjalani sakaratul maut. Sebagaimana disabdakan Rasulullah
Saw, "Talqinlah orang-orang yang akan mati dengan kalimah La ilaha ilallah."

Dari Utsman (bin ‘Affan radliayallahu anhu) berkata, telah bersabda Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa mati dalam keadaaan mengetahui
(berilmu) bahwasanya tiada ilah (yang berhak disembah) selain Allah, maka ia akan
masuk surga”. [H.R. Muslim]

Pernah dikatakan kepada Wahab bih Munabbih r.a., “Bukankah kunci surga itu
kalimat “laa ilaaha illallah”?. Beliau menjawab, “Ya! tetapi tidak ada kunci itu
melainkan ia memiliki gigi-gigi, jika engkau datang dengan (membawa) kunci yang
memiliki gigi-gigi dibukalah (pintu surga itu) bagimu. Tetapi jika tidak, tak akan
dibukakan (pintu itu) bagimu.” [H.R. Bukhari]

Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat


memberikan syafaat, kecuali orang yang bersaksi/ mengakui kebenaran (kalimat
tauhid) sedangkan mereka mengetahuinya. (QS. Az-Zukhruf: 86 ).

Berkata al-Hafizh Ibnu Katsir r.a., “Kecuali orang yang mengakui kebenaran
sedangkan mereka mengetahuinya" ini adalah ististna munqathi’ (pengecualian
terputus), yaitu tetapi yang bersaksi dengan kebenaran (kalimat tauhid) di atas
bashirah dan ilmu maka sesungguhnya syafaatnya akan bermanfaat baginya di sisi-
Nya dengan izin-Nya”. [Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim: IV/ 166].

Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy, “kecuali orang yang mengakui
kebenaran sedangkan mereka mengetahuinya, yaitu Allah ta’ala  mengecualikan
bahwasanya orang yang bersaksi dengan kebenaran  yaitu kalimat “Laa ilaaha
illallah”, sedangkan ia berilmu (mengetahui) kalimat tersebut dengan ilmu yakin,
maka hal ini yang menjadikan para malaikat dan para Nabi memberi syafaat
kepadanya. Maka berfirman Azza wa Jalla "kecuali orang yang mengakui kebenaran
sedangkan mereka mengetahuinya" dengan hati mereka apa yang mereka saksikan
dengan lisan mereka. Maka al-muwahhidun (orang-orang yang bertauhid) itu,
syafaat itu akan mendapati mereka dengan izin Allah ta’ala “. [Aysar at-Tafasir: IV/
660]. Katanya lagi, “Sedangkan mereka mengetahui", kalimat ini adalah haliyah
(yaitu menunjukkan keadaan ketika bersaksi). Di dalam ayat ini terdapat suatu dalil
bahwasanya orang yang tidak memahami kalimat “laa ilaaha illallah” dan ia
mengucapkannya, ucapan tersebut tidak akan memberikan faidah kepadanya dan
syafaatpun tidak akan meraihnya pada hari kiamat, karena ia harus memahami apa
yang dinafikan dan apa yang diitsbatkan. Oleh karena, itu iman orang yang taklid itu
diperselisihkan oleh ahli ilmu di dalam keshahihannya”. [catatan kaki dalam Aysar at-
Tafasir: IV/ 660]. Berkata al-Imam al-Baghawiy, “Kecuali orang yang mengakui
kebenaran", yaitu tauhid, "sedangkan mereka mengetahuinya", yaitu mereka di atas
ilmu dan bashirah dengan apa yang mereka bersaksi dengannya”. [Fat-h al-Qadir: IV/
648].

Dari beberapa dalil di atas beserta keterangannya, jelaslah syarat mendasar yang
mesti dipenuhi oleh seseorang yang mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” dan
kemudian agar ucapan tersebut berfaidah baginya di dunia berupa terpeliharanya
darah, harta dan kemuliaannya dan juga bermanfaat baginya di hari kiamat berupa
diselamatkan dan dijauhkan dirinya dari kekekalan siksa api neraka dan dimasukkan
ke dalam surga yang abadi adalah dengan berilmu atau mengetahui makna dan
tujuan dari kalimat yang diucapkannya tersebut.

Bicara perkara mati tentu tidak bisa melupakan kalimah tarjih dari Surah al-Baqarah:
156 berikut ini,

  Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kepada-Nya kita kembali

Kalimah di atas bisa kita pertegas dengan pengertian bahwa kita ini berasal dari Allah
dan akan kembali kepada Allah. Jadi, kita ini dari zat Allah; ber-zat-kan Zat Allah.
Bukan Allah. Supaya tidak seorang pun mabuk lalu mengaku jadi Allah, kita kupas
kata kuncinya: "Allah, Zat, dan kita".

Apa Allah itu? Tuhan sekalian Zat [Rabbul izzati]; Yang Maha Esa, bergantung
kepada-Nya segala sesuatu, tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak
ada yang setara dengan-Nya (Q.S. al-Ikhlas);

Siapa Allah itu? Yang Maha Pencipta (Q.S. al-A'raaf: 54) Maha Meliputi segala
sesuatu.

Bagaimana Allah itu? Yang laysa kamitlishi syaiun; tidak ada sesuatu pun yang serupa
dengan-Nya dan Dia Maha Meliputi segala sesuatu (Q.S. an-Nisa:126; Fushilat:54).
Di mana Allah itu? Allah itu dekat (Q.S. al-Baqarah:186). Buktinya ke mana pun kamu
berpaling di situlah Wajah-Nya (Q.S. al-Baqarah:115), bahkan Dia padamu lebih
dekat daripada kamu dengan urat lehermu sendiri (Q.S. Qaaf:16), wahai manusia.

Apa itu zat? Zat ialah sesuatu yang tidak berbentuk, tidak berbau, tidak berwarna,
tidak berasa, tidak ber-arah, tidak bertempat, zat tidak bisa disebut, tidak ada
tafsirnya karena zat tidak sama dengan segala yang berupa sifat. [bentuk, bau,
warna, arah, tempat, dan lain-lain adalah sifat]

Siapa kita? Manusia.


Apa manusia itu? Makhluk ciptaan Tuhan yang disebut insan.

Seperti apa hakikinya insan itu?

Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, 


sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (Q.S. al-Insan:1)

Perthatikan [zat tidak bisa disebut, tidak ada tafsirnya] dan  [dia ketika itu belum
merupakan sesuatu yang dapat disebut = tidak ada tafsirnya]. Sampai di titik ini,
Anda sudah paham bahwa diri hakiki kita ini berupa Zat? Zat siapa? Zat Allah. Dan
Zat Allah bukan Allah, melainkan kedudukan Zat itu Esa beserta Allah. Mudah-
mnudahan Anda sekarang semakin paham mengenai keesaan Tuhan-hamba  

Yang disebut Zat ini punya nama lain Ruh Qudus; disebut juga Nur Allah yang esa
dengan Nur Muhammad.

Pertama Tuhan. Kemudian Cahaya Diri Tuhan [Nur Ilahi]. Ketiga, Nur
Muhammad. Kemudian isi-isi alam (langit, bumi, manusia, dan lain-lain).

Inilah skema pengenalan untuk jalan kita menuju Tuhan.


Hakikat Muhammad adalah bekal yang tidak basi sampai akhirat. Hakikat Nur
Muhammad inilah tubuh orang Islam. Mustahil orang Islam tidak mengenal
hakikat tubuhnya. Kalau tidak tahu hakikat Muhammad, bagaimana
menghadapi sakaratul maut? Maka Muhammad itu jangan disepelekan. Jangan
langsung melompat ke Allah saja, lalu Muhammad dilupakan. Bukankah
Muhammad itu syafa`atul uzma?

Dalam doa-doa saja orang banyak meminta, "Matikanlah kami dalam Islam."
Kalau di dunia Islam, dalam mati pun musti Islam juga, di akhirat juga Islam.
Kebanyakan orang mau mati dibacakan Yasin. Itu namanya penghakiman.
Kasihanilah dia orang yang mau mati itu malah dibacakan surah yang berisi
gambaran kehidupan akhirat di surga dan neraka. Itu sama saja dengan
mengingatkannya akan dosa-dosa selama masih sehat. Ada juga orang mau
mati disuruh menyebut zikir-zikir. Mana bisa lagi?
Coba diberi bekal supaya perjalanannya sampai di akhirat Islam terus. Hakikat
Muhammad ini bukan berupa zikir-zikir dan baca-baca, melainkan hanya berupa
perkataan saja. Bekalilah orang yang dalam sakaratul maut itu dengan Hakikat
Muhammad sehingga akan mudah ia menghadapi sakaratul maut.

Muhammad itu dia yang awal dan yang akhir; "fil awwali wal akhiri". Pada akhir
hayat manusia, Muhammad yang awal akan diperlihatkan pada jasad manusia.
Kalau tidak kenal dengan yang diperlihatkan itu, apa jadinya perjalanan siratal
maut? Manusia itu siksa akan matinya. Kalau sudah kenal yang awal, apa yang
akan ditakuti lagi menghadapi siratal maut. Pakailah untuk menolong diri
sendiri dan sesama muslim dalam sakaratul maut:

"Muhammad tubuhku, Nur nyawaku"

Tuhan tidak ada awal; tidak ada akhir. Muhammad, dia yang awal dan yang
akhir. Kita, Adam, ada awal ada akhir. Hakikat tauhid itu "laa mawjudun ilallah",
tiada yang wujud selain wujud Allah. Jadi, wujud Hakikat Muhammad itu wujud
siapa? Maka dalam ilmu makrifat: Hakikat Muhammad itu Allah, Allah itu
Hakikat Muhammad. Ambillah bekal yang tidak basi dari dunia sampai akhirat
ini. Antarkan diri dan sanak keluarga mengembalikan nyawa ke tempat asalnya.
Dari pesan ikhlas Syaikh Siradj di atas, bisa kita uraikan beberapa hal.
Kalimat yang berwarna merah di atas, itulah hakikinya kalimah tauhid laa ilaaha
ilallah. Kalau Anda paham, pada kalimat itu terhimpun semuanya; Allah, Nur Allah,
Nur Muhammad, dan para makhluk seisi alam: Laa mawjudun ilallah.
[Tentu di sini tidak ada anjuran mengganti wirid laa ilaaha illallah dengan versi hakiki
bahasa Indonesianya. Itu namanya bid`ah.]

Orang yang sedang menjalani sakaratul maut akan diperlihatkan Allah wujud
awalnya. Ingat surat al-insan ayat 1 di atas. Maka tiada gunanya kita meminta
mautakum (orang yang menjelang kematian) untuk menzikirkan kalimah apa pun.
Kalau orang itu sudah mengenal Hakikat Muhammad maka ia akan tahu kalimah
talqin yang merupakan "kunci bergerigi" sebagai pembuka pintu surga untuknya.
Mana pijakan dalilnya? Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al Qur’an ini?,
kamu [mengganti] rezki [yang Allah berikan] dengan mendustakan [Allah].
Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu
melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat,
maka mengapa jika kamu tidak dikuasai [oleh Allah] kamu tidak mengembalikan
nyawa itu [kepada tempatnya] jika kamu adalah orang-orang yang benar?
Adapun jika dia [orang yang mati] termasuk orang yang didekatkan [kepada Allah],
maka dia memperoleh ketenteraman dan rezki serta surga keni’matan. Dan adapun
jika dia termasuk golongan kanan, maka keselamatan bagimu karena kamu dari
golongan kanan. Dan adapun jika dia termasuk golongan orang yang mendustakan
lagi sesat, maka dia mendapat hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam
neraka. Sesungguhnya [yang disebutkan ini] adalah suatu keyakinan yang benar.
Maka bertasbihlah dengan [menyebut] nama Tuhanmu Yang Maha Besar.

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda [kekuasaan] Kami di


segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al
Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup [bagi kamu] bahwa
sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (53) Ingatlah bahwa sesungguhnya
mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah,
bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu. (Q.S. Fushilat:54)

Anda bisa praktikan dan buktikan sendiri dan InsyaAllah hal seperti ini yang akan
Anda saksikan: InsyaAllah, tidak akan ada Mautakum yang dibacakan kalimah tauhid
ini tubuhnya lalu kejang-kejang berkelojotan, matanya melotot terbelalak, atau
suara napas tercekik. InsyaAllah, yang akan Anda saksikan adalah serta-merta
mautakum itu napasnya tenang, senyap, bahkan kita tidak tahu detik kapan
sebenarnya sang mautakum benar-benar meninggal dunia. Bagai menyelinap begitu
saja di hadapan kita. Raut wajahnya pun tenang. Bahkan pernah terjadi ketika
dimandikan, saluran pembuangan jasad tersebut tertutup rapat sehingga tidak perlu
lagi dibersihkan oleh orang yang memandikan mayit. Jangan kaget juga bila tiba-tiba
seorang yang sedang menghadapi sakaratul maut itu tiba-tiba menoleh pada Anda
dan memohon agar Anda segera mendekat dan membisikkan kalimah tauhid itu
padanya sambil ia menunjuk-tunjuk ke arah pusatnya.

65. Tafakur, Zikir ‫ ھ‬, dan Kosong

Apa Allah itu? Tidak ada tafsirnya.


Apa itu Allah? Dirinya alam.
Siapa itu Allah? Satu Maharuang dan semesta alam.
Bagaimana Allah itu? Meliputi alam dunia dan akhirat.
Yang dapat mengalahkan pengaruh ketuhanan dan kenabian, yaitu dengan
kesadaran tinggi dalam pengenalan. Kalau kita musyahadah pada kosong, kita
berada dalam kosong. Sadari kita benar-benar dalam kosong. Itulah yang tidak ada
tafsirnya. Yang tidak ada tafsirnya itulah ‫ ھ‬, maka kosonglah dia. Ini pribadi antara
kita dengan Tuhan.

Perasaannya perasaan itu Ruh Qudus. Hendaklah kita rasakan sampai kepada yang
diam itu (sama-tengah-hati). Inilah diistilahkan: "Ada di dalam diam." Tubuh yang
diam inilah yang tajalli. Syahadat ada di dalam diam.

Ruh Qudus itu zat mutlak. Dan zat mutlak itu Rahasia Tuhan. Kalau ruh rayhan itu
sifat atau cahaya zat (mutlak) itu. Cahaya zat itu menjadi manusia. Cahaya zat inilah
cahaya Ruh Qudus (cahaya diri Ruh Qudus). Tubuh yang diam itulah yang tajalli.
Syahadat ada di dalam diam. Ruh Qudus itu zat; Rahasia Tuhan. Sedangkan zat dan
sifat itu satu, maka ingatan dan perasaan itu musti satu.

Sahnya tafakur: Ruh Qudus diam. Kosong itu nyawa hakiki atau Nur. Muhammad itu
nyawa majati, artinya yang ada di sama-tengah-hati. Musyahadah pada kosong, kita
berada dalam kosong. Sadari kita berada dalam kosong. Itulah ‫ ھ‬yang tidak ada
tafsirnya. Jadi, ‫ ھ‬ini tidak diucapkan dengan huruf atau dengan suara; tidak dibunyi-
bunyikan. Cukup disadari kita berada dalam kosong. 
Tafakur tidak boleh lama-lama. Jika lama, jahat. Hanya satu saat saja. Untuk cepat
berhasil, bawalah dengan mengaji Quran. Jangan ingat-ingat kosong dan sesuatu
lagi. Apabila merenyamnya hilang, sampailah orang itu.

Orang yang sempurna mengenal Allah itu, apa yang terlintas, terdengar, teringat,
terpandang, dan lain-lain itu, semuanya BUKAN Allah. Jadi, penghabisan tafakur,
siapa memandang putih dirinya, sampailah ilmunya.

Yang dimaksud putih ini adalah tidak berwarna. Artinya bersih. Kalau sudah melihat
tubuh ini, tampaklah sekalian alam. Baru dia tahu yang dikatakan "laysa kamitslihi
syaiun" dan mukhalafah itu. Inilah yang dikatakan: lam ya'rif, lam ya'zawq. Apabila
merasa, dapatlah kamu.

Iman zawq itu bukan dengan baca-baca, melainkan dengan rasa. Yang dikehendaki
makrifat di dalam tafakur, satu saja yang ada: Laa mawjudun illallah. Kalau sudah
makrifat, semuanya kembali kepada Yang Punya Hak. Dunia ini firasat, induk akhirat.
Maksudnya, selama di dunia berpikirlah bagaimana di akhirat nanti. Maharuang di
akhir nanti pecah delapan. Surga itu delapan. Dan neraka itu untuk para kafirun.
Tidak ada untuk Islam.
Kalau tidak ada nahwu dan tafsir, tidak akan jalan tasawwuf dan filsafat. Karena
pembukaannya untuk menjalankan faham. 

 laa - tiada
 min - dari
 hal - adakah
 kaifa - bagaimana
 ilaa - kepada
 Huwa - Engkau

Nabi Muhammad itu manusia luar biasa, tetapi jangan salah paham. Beliau manusia
dijadikan. Masukkan dirimu ke dalam dirimu, yakni masuk ke sama-tengah-hati
(pusat). Kalau dapat masuk, akan tampaklah akhirat. Caranya: khidmatkan diri kita.
Kalau orang menyebut "hu", ini belum kelu benar lidahnya. Masih "Kaulah Allah".
Kalau ‫ھ‬, kelu lidahnya. Kalau ‫ ھ‬jalan sendiri, Rahasia Tuhan itulah tubuhnya.
Kalau menguap, ini pertanda kelalaian pikiran. ‫ ھ‬inilah urat nadinya hakiki. Kalau
‫ھ‬sudah berjalan sendiri, bersihlah orang itu. Inilah nyaman senyaman-nyamannya. 
Banyak orang mengetahui Tuhan, tetapi mengapa sedikit yang mau mengenal
Tuhan.
Yang dikatakan kosong itu nyata. Inilah Diri Mahasuci. Diri Mahasuci itu terlindung
oleh zat-sifat. Zat itu qadim, tentulah sifatnya pun qadim. Zat itulah yang bernama
Allah. Zat itu bercahaya. Cahaya Zat itu dikatakan Nur Allah atau lebih tepat lagi, Nur
Zat Allah. Dari Nur Zat Allah inilah jadi Nur Muhammad. Tentu Nur Allah itu Nur-nya
Muhammad. Nur Muhammad yang ada pada diri Muhammad Rasulullah itu Nur
Allah juga. 
Zat itu Diri Allah. Mahasuci dari segala sesuatu (Subhan Allah). Tidak ada sesuatu
beserta-Nya, Berdiri Sendiri, tidak memerlukan tempat, tidak pula mengambil
tempat (tidak bertempat). Zat yang men-tajalli-an Rahasia Diri-Nya.
Adapun Rahasia Diri-Nya itu berwujud Nur. Nur, sewaktu ditajallikan, hidupnya
dengan Zat. Nur inilah kejadian yang awal. Nur itu bernyawakan Zat. Maka dikatakan
Zat itu nyawanya Nur. Yang disebut kosong itu nyata. Inilah Diri Mahasuci. Diri
Mahasuci ini terlindung oleh Zat dan Sifat. Zat itulah (yang disebut) Allah. Zat itu
qadim dan Sifat itu qadim juga. Zat itu bercahaya. Cahayanya bernama Nur.

Nur Zat itu perhimpunan segala Sifat, Asma, dan Af`al atau Sifat, Asma, dan Af`al itu
berhimpun pada Zat. Kalau sudah paham, Zat itu dirinya Muhammad Rasulullah.
Dirinya Muhammad Rasulullah (Zat) itu diri kita juga. Kenallah kita diri Rahasia
Tuhan. Diri Muhammad Rasulullah itulah diri Rahasia Tuhan. 
Yang kita lihat ini kulit. Menandakan ada isi. Yang tidak kelihatan itulah isi.
Kosong yang kita lihat ini zat-sifat alias kosong kulit. Isinya, zat-mutlak. Zat mutlak
itu bukan Tuhan, melainkan Sifat Tuhan. Tuhan itu yang mana? Rabbul Izzati, Zat-
nya Zat. Itulah Yang Mahakuasa.
Kalau sudah tahu Tuhan itu Zat-nya Zat, syahadatlah kamu. Inilah dikatakan, Islam itu
diawali dengan syahadat; diakhiri dengan syahadat. Dalam salat juga demikian.
Islam itu artinya selamat. Selamat di dunia, selamat di akhirat; selamat di alam
Barzakh sampai yaumil qiyamah.
Intisari dalam agama ini (Islam) 3 saja: 

1. Islam : berisi salat dan rukun iman.


2. Iman : mengerjakan perintah dan menjauhi larangan.
3. Ihsan : ketika beribadah, pandanglah Allah itu.

Maka materi Islam itu apa? Salatlah 5 waktu, itulah materinya, sedangkan
memandang Allah itu materinya dengan pandangan ihsan atau pandangan mata hati
(ulil albab). Sebagaimana diingatkan Allah dalam Al-Quran, "Hai ulil albab." Artinya
pada mereka yang dikaruniai pandangan mata hati.

Apa itu ihsan? Buka Kitab Hadis Bukhari-Muslim.


66. Zahiru Rabbi wal Bathinu Abdi dan Penyesalan Manusia
Di dunia manusia tidak percaya dengan zahiru Rabbi wal bathinu abdi.
Disepelekan. Begitu di Barzakh sampai di akhirat zahiru Rabbi wal bathinu abdi itu
nyata, timbul penyesalan. Di dunia, boleh kau olok-olok, di akhirat nyata benar-
benar. Mana dapat diolok-olok lagi. Penyesalan saja yang ada.

67. Pengajaran Tanpa Huruf Tanpa Suara

Sama tengah hati itu perhimpunan tubuh, hati, nyawa, rahasia. Semua itu
berhimpun pada Ruh Qudus. Ini rahasia Yang Mahakuasa. Ini yang berkuasa
pada diri manusia. Kalau kita tafakur dan semua berhimpun pada sama tengah
hati, berkhidmatlah seluruh zahir-batin. Lenyap pada sama tengah hati. Di sini
kita akan mendapat pelajaran. Yang berkata-kata itu wa fi sirri Ana. Pelajaran
yang kita dapat ini tanpa huruf-tanpa suara. Kita dapat paham dengan
sendirinya. Yang bisa memperoleh ini ahli hakikat dan makrifat.

68. Semiotika Alif-Lam-Lam-Ha

Alif-Lam-Lam-Ha [‫ﻪ‬-‫ل‬-‫ل‬-‫ ]ا‬menunjukkan adanya Zat-Sifat-Asma-Af`al.


Sabdu menunjukkan adanya Nur. Di atas sabdu atau di atas nur ditunjukkan
adanya mahasuci. Di atas mahasuci ditunjukkan adanya yang terlebih
Mahasuci.
69. Jasad, Ruhani, Nurani, Rabbani dalam Penyaksian Rabbul Izzati

Jasad dengan ruhani sudah satu; ruhani pun dengan nurani sudah satu; dan
nurani pun satu dengan rabbani; rabbani kekal dengan Rabbul Izzati.
Dan kita syahadat saja menyaksikan: Islamlah Kamu.
Hidup dalam Islam; mati dalam Islam; di akhirat pun dalam Islam.
Itulah Islam. Islam ini selamat.

70. Zat itu Bukan Tuhan

Kosong di hadapan kamu menunjukkan adanya zat asam, dan zat asam
menunjukkan adanya zat mutlak. Zat mutlak menunjukkan kosong maharuang:
zat semata-mata. Zat itu bukan Tuhan, melainkan Sifat bagi Tuhan.
Sedangkan Tuhan itu Zatnya zat: Rabbul izzati - Tuhan sekalian zat.
Setelah Rabbul izzati, bersyahadatlah kamu. Selesailah Islam kamu.
Sudah dipandang, dikenal, ditunjuk. Benarlah penyaksian kamu.

71. Belajar di Kosongnya Kosong

Belajar jangan sampai kosong saja. Belajarlah sampai di kosongnya kosong.


Diri Mahasucilah itu.

73. Mati: Ruh dan Jasad Tidak Berpisah

"Kebanyakan manusia salah paham atau tersalah paham. Yang dicarinya ingin
tahu soal mati atau tanda-tanda akan mati, tetapi tidak dipikirkannya hidup atau
tidak dirinya nanti di alam barzakh hingga yaumil qiyamah."
Ketika bayi akan lahir, pembungkusnya (ketuban) dulu dibuka. Baru dia bisa keluar.
Ketuban pecah. Pembungkusnya dulu diambil. Begitu juga ruh, bukan ruhnya yang
langsung diambil, melainkan pembungkusnya (yaitu napas) dulu yang diambil. Baru
dia keluar. Kalau ruh keluar langsung meninggalkan jasad, binasalah jasad. Kalau ruh
keluar, satu dengan jasad, inilah orang mati tidak ada di (dalam) kubur. Karena ruh
dan jasad bersama-sama; kembali kepada Yang Satu.
Contoh:
Dalam hidup di alam dunia saja, jasad dan ruh kalau becerai, binasalah diri kita.
Begitu juga mati, di alam barzakh kalau jasad dengan ruh tidak satu, binasalah.
Sedangkan kalau jasad dan ruh satu, hiduplah sampai yaumil qiyamah. Kalau di alam
barzakh hidup, bebaslah. Tidak capek menunggu. Inilah yang kita istilahkan sebagai:
Bangun jasmani, bangun ruhani. Selamatlah dia. Bangun jasmani, tidak bangun
ruhani. Binasalah dia. Kebanyakan manusia salah paham atau tersalah paham. Yang
dicarinya ingin tahu soal mati atau tanda-tanda akan mati, tetapi tidak dipikirkannya
hidup atau tidak dirinya nanti di alam barzakh hingga yaumil qiyamah.
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Q.S. al-Israa:
85) "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku."<= bukan urusan malaikat maut.  
Dari cerita ketuban pecah ini, jelaslah bahwa kita ini dihidupkan dan hidup dalam air.

74. Tajalli dan Rukun Mi'raj


"Pelajari ilmu zikir sebelum beramal
zikir."

Hai santri-santri ahli zikir, mintalah kepada gurumu ilmu zikir yang sedetik pun tidak
lalai dengan Allah. Karena  nanti kita akan mengalami  umur yang tinggal sedetik lagi.
"Bacalah. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan." 
Bacalah saja. Jika akal jasad belum paham, biarkan akal ruhanimu yang membaca.
Biarkan Allah yang memahamkanmu, bukan atas semangat dan kecerdasan diri.
Sebab setiap ingin adalah nafsu.

Tajalli
Turunkan. Jangan dinaikkan. Tempat beradanya di tujuh cahaya. Keputusannya:
suara. Suara ‫ﻫ‬tidak bisa ditafsirkan. Jadilah alam dan isi-isinya. ‫ ﻫ‬kalau dimatikan,
segala rahasia Allah ada gerakannya dan ada suaranya.

Kita berzikir, kita mendengar suara kita berzikir. Tetapi, Yang Punya Zikir berzikir
sudah pernah kita dengar belum? Yang Punya Zikirlah yang berzikir (atau Yang Punya
Kata-lah yang Berkata). Kalau kita sudah mendengar Yang Punya Zikir berzikir,
dapatlah kita karam dalam zikir.

Ingatlah, zikir itu beramal. Beramal harus dengan ilmu. Bagaimana kita berzikir kalau
tidak memiliki ilmu zikir. Beramal tanpa ilmu: kosong; tidak ada artinya. Berilmu saja
tanpa beramal: sesat. Kosong itu lautan qadim. Kalau mau tau, (lautan qadim itu)
dari Wujud sampai Wahdaniyah. Di sinilah kita tahu artinya udara.  Sifat inilah bagi
zat yang Mahasuci. Yang kosong itu sifat Qadim, bukan Nur. Lebih daripada Nur.
Itulah zat-sifat. Inilah Tubuhnya Allah Ta'ala. Cari Rasulullah. Kalau dapat beliau,
dapatlah. Kalau tahu sifat ini, bukan manusia biasa lagi. Tapi, sudah bertubuh
mahasuci. Tubuh mahasuci itu nyawa siapa? Nyawa zat mutlak. Zat-sifat (asam) itu
nyawa Muhammad, Adam, dan sekalian alam. 
Kalau qadim, nur saja. Nur itu nyawa Muhammad. Nyawa Muhammad itu lebih
daripada qadim. Bersatu Adam dan Muhammad, tidaklah hancur Adam. Yang
menyatakannya, itulah ‫ﻫ‬.  Hakikat sedikit pun tidak ada lagi dan nur nyawanya.
Suara itu nyawanya. Suara itu yang bersambung kata dengan Tuhan. Muhammad
bersatu dengan Adam, maka padatlah tubuh lebih keras daripada batu. Hidup seperti
padat batu, kekal. (Lebih kekal) daripada tanam-tanaman. Muhammad tidak akan
mati karena nyawa semata-mata. 

Adapun ‫ﻫ‬ itu nyawanya nyawa. Inilah perintah Allah kalau kamu mau hidup
selamanya. (Ketika nanti) mati,  bangun dengan jasmani dan ruhani. Itulah sebabnya
ada tafakur. Di dalam, zat asam membungkus. Di luar, zat     mutlak menyelimuti.
Kloplah. Paslah sudah. Nyata terang-terangan.

Zikir ‫ﻫ‬ ini tidak diucapkan dengan huruf, tidak juga dengan suara. Hanya dengan
rasa. Zikir dengan huruf dengan suara, (itu) belum (bisa dikata) kelu. Zikir dengan
rasa: kelu. Inilah zikir rabbani.
Zikir ‫ﻫ‬ inilah kontak pribadi  kita dengan Tuhan.  Apabila ‫ﻫ‬ ini sudah berjalan
(dengan) sendiri(-nya), akhirat pun kelihatan. Inilah inna lillahi wa inna ilayhi raji'un.
Ingat, penghabisan suara (itu) dengan perasaan.  Bagaimana mempergunakan zikir
dengan rasa itu? Bukan (dengan) dirasa-rasa. Tuhan tidak ada rasa. Itulah kalla
lisanuhu. Kata Sayyidina Umar r.a., "Satu detik lalai, maka aku murtad." Pelajarilah
zikir yang tidak ada lalai sedetik ini. Yang sedetik inilah yang ditakuti ulama-ulama
besar. Ingat perkataan Sayyidina Umar r.a. tadi. Apa mau mengakhiri hidup dalam
keadaan murtad?
Orang yang khusyuk dan karam dalam zikir itu adalah orang yang mendengar
Yang Punya Zikir berzikir.
Kita ini hanya menzikirkan Yang Punya Zikir. Bukan kita berzikir. Yang Punya Zikir
berzikir. Siapa yang berzikir? Zat(-lah) yang berzikir. Suara siapa itu? Tuhan.

Rukun Mi'raj
Ash-shalaatu mi'rajul mu'min. Takbir itu mi'raj. Sebelum mi'raj (takbir), ihram (suci)
dulu. Setelah ihram, mi'raj-lah (takbir). Selesai takbir (pada akhir "Akbar") dinamakan
tafaddal (terganti). Setelah terganti, bermunajatlah. Waktu membaca surat (dan
bacaan-bacaan salat), itu dinamakan munajat. Pantaslah Nabi Muhammad Saw.
bersabda di penghujung hayat beliau: "Ummati, shalli..shalli..shalli..."  Karena orang
yang salat itu zahiru Rabbi.

Yang tafaddal itulah tubuh zahiru Rabbi atau Rahasia Tuhan. Satu dengan jasad (atau
esa). Maka orang yang (dalam) salat itu mengaku dirinya Tuhan (maksudnya:
mengakui ke-Diri-an Tuhan dan tidak merasa ada diri lagi). Kalau tidak salat, mau
mengaku diri siapa?? Yang tidak salat bisa-bisa mengaku diri setan. Inilah golongan
sesat. Golongan laknatullah.  Orang yang tidak mau salat itu dilaknat Allah dan para
malaikat-Nya pun melaknat pula. Maka salat itu adalah perintah Tuhan untuk rasul
dan umatnya. Rasulullah saja orang berilmu dan kenal dengan Tuhan masih mau
beramal. Beramal-lah yang membuat orang berilmu menjadi lebih sempurna
ilmunya.
Berilmu, tapi tidak beramal: sesatlah. Jadi, tidak bisa mengatakan yang berilmu
itu tidak (perlu) salat.
Orang yang ikhlas itu beribadah tidak merasa capek, tidak merasa letih, apalagi jemu.
Karena ibadahnya sudah lillahi ta'ala. Kalau masih merasa-rasa segala macam, tidak
ikhlas. Karena ibadahnya li nafs, bukan lillahi ta'ala. Inilah ibadah yang dipukulkan
pada orang yang beribadah (seperti) itu.

75. Kain Kafan Qadim

Mati dibungkus kain kafan.Apa dengan kain kafan baharu bisa sampai ke Tuhan?
Kafan qadimlah mesti kau cari Kerana kafan qadim itu membungkus dengan
sendirinya.Carilah.

76. Tauhid Hakiki - Ilmu Ayam Jago Berkokok dalam Telur

Wama utitum min ilmihi ila kalila.  Ilmu yang Kuturunkan itu hanya sedikit.
Mengapa manusia tidak mau mempelajari yang sedikit ini. Bukankah dari yang
sedikit menjadi banyak. Kalau dua itu banyak.  Carilah yang sedikit ini, ada di sama-
tengah-hati. Istilahku ada di dalam telur ayam. Pelajari sampai dapat kita mendengar
ayam berkokok di dalam telur. Dan ayam itu berkokok memberi pengetahuan
tentang Tuhan.

77. Ketahuilah tentang Ruh Qudus

Ruh Qudus itu nyawanya ruh kita. 


Nyawa kita disebut idhafi dan nyawa ruh idhafi itulah ruh qudus. 
Jadi ruh qudus itu nyawanya nyawa.  Ini yang berkuasa pada segala ruh.

 Sungguh, seandainya Nabi Muhammad Saw. tidak mengetahui sedikit pun


tentang ruh, niscaya perjalanan Isra Mikraj dan perintah salat lima waktu
tidak akan pernah ada dalam khazanah Islam.

 Sungguh, seandainya Nabi Muhammad Saw. tidak mengetahui sedikit pun


tentang ruh, niscaya kalimat ikrar persaksian syahadat selamanya akan
sebatas persaksian dalam lisan semata.

 Sungguh, seandainya ilmu tentang ruh tidak Allah Swt. karuniakan pada
hamba-Nya, niscaya Allah adalah Tuhan yang zalim sebab Dia minta dikenal
dan disembah, tetapi alat dan ilmu untuk mengenal-Nya tidak Allah
turunkan.

Yang dijadikan sandaran dalam tulisan ini adalah dalil berikut; dalil ayat Quran yang
juga dijadikan sandaran bagi saudara-saudara muslim di luar sana yang mengatakan
bahwa "soal ruh hanya Allah yang tahu".
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk
urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".
(Q.S. al-Israa: 85)

78. Tauhid Berbuah Kasyaf

Tauhid itu mengesakan segala sesuatu kepada Allah Swt. Maka dalam tauhid,
wajib kita paham dahulu tentang Zat-Sifat-Asma-Af'al Allah. Karena ilmu tauhid
itu terdiri atas Tauhidul Zat, Tauhidul Sifat, Tauhidul Asma, dan Tauhidul Af'al. 
Apabila paham hal ini, akan berhasillah musyahadah kamu. Kalau berhasil jalan
musyahadah kamu, akan ketemulah kamu pada dirimu sendiri kasyaf qalbi dan
kasyaf syir.

79. Cahaya Tuhan Bernama Allah

Ketika belum ada sesuatu, tentu belum ada yang mengatakan Tuhan. Kemudian
Tuhan Berkehendak diri-Nya disebut Tuhan dan minta dikenal, maka diciptakanlah
makhluk. Makhluk apa yang pertama diciptAkan-Nya? Inilah yang perlu dikenal, yaitu
Cahaya Diri-Nya Sendiri. Inilah Rahasia Diri-Nya, inilah yang bernama Allah. 

Jadi, Cahaya Diri  Tuhan itulah yang bernama Allah, juga bernama Nur, juga bernama
Rahasia. Insan dan semesta alam juga dari Cahaya Diri-Nya.
Jika Cahaya itu diri kamu, sampailah kamu dan beserta Tuhanlah kamu.

80. Berkhidmat Menuju Tajalli

Khidmat adalah menyatukan pikiran dan perasaan sehingga pikiran tidak


berfungsi; sehingga nafsu tidak berdaya mengganggu pikiran. Kalau sudah bagus
diamnya akan timbul tansal dan ketika yang merenyam-renyam hilang, timbul
terang seterang-terangnya. Maka tajalli-lah rahasia Allah ke jasad. Satu dengan
jasad; meliputi jasad, bercahaya-cahaya bertubuhkan Roh Qudus: rahasianya
Allah Ta'ala.

81. Allah itu sekadar Nama

"Allah yang kamu sebut itu Nama-Nya. Tubuh-Nya mana? Tubuh-Nya, yaitu yang
laysa kamitslihi syai'un (tidak ada seumpamanya; tidak sama dengan sesuatu). Bukan
kosong yang kita lihat sehari-hari (<-- ini kosong zat-sifat). Sedangkan Allah Ta'ala itu
kosong laysa kamitslihi syai'un. "

Anda mungkin juga menyukai