Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH PERKEMBANGAN, TOKOH DAN AJARAN-AJARAN TAREKAT

Dosen Pengampu : Diyah Pertywi Setyawati, MM.

Makalah ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Disusun oleh :

Erniwati (21.01.01.0083)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STAI NIDA EL-ADABI
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Alhamdulillahirabbil‘alamin, Segala puji bagi Allah, atas Rahmat dan Karunia-Nya


kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Sejarah Perkembangan, Tokoh Dan
Ajaran-Ajaran Tarekat tepat waktu. Shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW,
yang syafaatnya kita nantikan kelak.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Akhlak Tasawuf.

Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapatkan bantuan serta bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih
kepada.

1. Ibu Diyah Pertywi Setyawati, MM. selaku dosen mata kuliah Akhlak Tasawuf.
2. Dan dalam penyusunan makalah ini kami juga memperoleh bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada teman – teman yang sudah memberikan konstribusinya dalam
penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga
dengan terselesaikannya makalah Sejarah Perkembangan, Tokoh Dan Ajaran-Ajaran
Tarekat ini dapat bermanfaat.

Wassalamu‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Tangerang, Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1. Latar Belakang ..............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .........................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan ...........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................2
2.1. Sejarah dan Perkembangan Tarekat di Indonesia ..........................................2
2.2. Pembagian Tarekat dan Tokoh-Tokohnya ................................................5
A. Thoriqoh Naqsabandiyah ..........................................................................5
B. Thoriqoh Qadariyah ..................................................................................6
C. Thoriqoh Sadziliyah ..................................................................................7
D. Tarikat Rifaiyah .........................................................................................8
E. Tarikat Khalawatiyah ................................................................................8
F. Tarikat Khalidiyah .....................................................................................9
G. Tarikat Sammaniyah ..................................................................................9
H. Tarikat ‗Aidrusiyah ...................................................................................9
I. Tarikat Al-Haddad ...................................................................................10
J. Tarikat Tijaniyah .....................................................................................10
BAB III PENUTUP ...............................................................................................11
3.1. Kesimpulan ..................................................................................................11
3.2. Saran ............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tarekat berasal dari bahasa Arab. Secara etimologi berarti : (1) jalan, cara (al-
kaifiyyah); (2) metode, sistem (al-uslub); (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab).

Menurut istilah tarekat berarti perjalanan seorang (pengikut tarekat) menuju


Tuhan dengan cara menysucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh
seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan.

Dengan pengertian ini bisa digambarkan, adanya kemungkinan banyak jalan,


sehingga sebagian sufi menyatakan, ―At thuruk bi adadi anfasil makhluk”, yang
artinya ―Jalan menuju Allah itu sebanyak nafasnya makhluk‖, beranekaragam dan
banyak macamnya. Orang yang hendak menempuh jalan itu haruslah berhati hati,
karena : Ada yang sah dan ada yang tidak sah, ada yang diterima dan ada yang tidak
diterima. (Mu‘tabarah. Wa ghairu Mu‘tabarah). Dari sinilah kita di tuntut untuk
mengetahui latar belakang dari tarekat itu sendiri agar nantinya tidak terjadi
kesalahan dalam memilih tarekat tersebut, lebih-lebih mengetahui tarekat yang sudah
berkembang di Indoneisa.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan Latar Belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka dapat di
rumuskan :

1. Bagaimana Sejarah Tarekat di Indonesia?


2. Bagaimana Pembagian Tarekat Beserta Tokoh-Tokohnya?
3. Bagaimana Perkembangan Tarekat di Indonesia?

1.3. Tujuan Penulisan


Sebagaimana persoalan yang telah disebutkan atau dibahas di rumusan masalah
maka tujuan diadakannya penelitian ini sebagai berikut:

1. Sejarah Perkembangan Tarekat di Indonesia


2. Mengetahui pembagian tarekat beserta tokoh-tokohnya
3. Perkembangan Tarekat di Indonesia

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah dan Perkembangan Tarekat di Indonesia

Islam di Indonesia tidak sepenuhnya seperti yang digariskan Al-Qur‘an dan


Sunnah saja, pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa kitab-kitab Fiqih itu
dijadikan referensi dalam memahami ajaran Islam di perbagai pesantren, bahkan
dijadikan rujukan oleh para hakim dalam memutuskan perkara di pengadilan
pengadilan agama. Islam di Asia Tenggara mengalami tiga tahap :

Pertama, Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India, dan
Persia disekitar pelabuhan (Terbatas).

Kedua : datang dan berkuasanya Belanda di Indonesia, Inggris di semenanjung


Malaya, dan Spanyol di Fhilipina, sampai abad XIX M;

Ketiga : Tahap liberalisasi kebijakan pemerintah Kolonial, terutama Belanda di


Indonesia.

Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang memungkinkan
terjadinya perubahan sejarah yang sangat cepat. Keterbukaan menjadikan pengaruh
luar yang tidak dapat dihindari. Pengaruh yang diserap dan kemudian disesuaikan
dengan budaya yang dimilikinyam, maka lahirlah dalam bentuk baru yang khas
Indonesia. Misalnya : Lahirnya tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah, dua tarekat
yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy dari berbagai pengaruh
budaya yang mencoba memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya Islam sebagai
agama wahyu berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar. Islam berhasil
tetap eksis di tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol kesatuan. Berbagai
agama lainnya hanya mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat Indonesia.
Keberadaan Islam di hati rakyat Indonesia dihantarkan dengan penuh kelembutan
oleh para sufi melalui kelembagaan tarekatnya, yang diterima oleh rakyat sebagai
ajaran baru yang sejalan dengan tuntutan nuraninya.

Di wilayah Aceh, pada sekitar permulaan abad sebelas hijriah datang salah
seorang keturunan Rasulullah, yang sekarang nama beliau diabadikan dengan sebuah

2
Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Syaikh Nuruddin ar-Raniri. Sebelum ke
nusantara beliau pernah belajar di Tarim Hadramaut Yaman kepada para ulama
terkemuka di sana. Salah satunya kepada al-Imam Abu Hafsh ‗Umar ibn ‗Abdullah
Ba Syaiban al-Hadlrami. Ditangan ulama besar ini, al-Raniri masuk ke wilayah
tasawuf melalui tarekat al-Rifa‘iyyah, hingga menjadi khalifah dalam tarekat ini.

Terhadap akidah hulûl dan wahdah al-wujûd tarekat ini sama sekali tidak
memberi ruang sedikitpun. Hampir seluruh orang yang berada dalam tarekat al-
Rifa‘iyyah memerangi dua akidah ini.

Ketika kesultanan Aceh dipegang oleh Iskandar Tsani, al-Raniri diangkat


menjadi ―Syaikh al-Islâm‖ bagi kesultanan tersebut. Ajaran Ahlussunnah yang
sebelumnya sudah memiliki tempat di hati orang-orang Aceh menjadi bertambah kuat
dan sangat dominan dalam perkembangan Islam di wilayah tersebut, juga wilayah
Sumatera pada umumnya. Faham-faham akidah Syi‘ah, terutama akidah hulûl dan
ittihâd, yang sebelumnya sempat menyebar di wilayah tersebut menjadi semakin
diasingkan. Beberapa karya yang mengandung faham dua akidah tersebut, juga para
pemeluknya saat itu sudah tidak memiliki tempat. Bahkan beberapa kitab aliran hulûl
dan ittihâd sempat dibakar di depan Majid Baiturrahman.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa di bagian ujung sebelah barat


Indonesia faham akidah Ahlussunnah dengan salah satu tarekat mu‘tabarah sudah
memiliki dominasi yang cukup besar dalam kaitannya dengan penyebaran Islam di
wilayah Nusantara.

Di Palembang Sumatera juga pernah muncul seorang tokoh besar. Dari


tangannya lahir sebuah karya besar dalam bidang tasawuf berjudul Siyar al-Sâlikîn Ilâ
‗Ibâdah Rabb al-‗Âlamîn. Kitab dalam bahasa Melayu ini memberikan kontribusi
yang cukup besar dalam perkembangan tasawuf di wilayah Nusantara. Dalam
pembukaan kitab yang tersusun dari empat jilid tersebut penulisnya mengatakan
bahwa tujuan ditulisnya kitab dengan bahasa Melayu ini agar orang-orang yang tidak
dapat memahami bahasa Arab di wilayah Nusantara dan sekitarnya dapat mengerti
tasawuf, serta dapat mempraktekan ajaran-ajarannya secara keseluruhan. Tokoh kita
ini adalah Syaikh ‗Abd ash-Shamad al-Jawi al-Palimbani yang hidup di sekitar akhir
abad dua belas hijriah. Beliau adalah murid dari Syaikh Muhammad Samman al-
Madani; yang dikenal sebagai penjaga pintu makam Rasulullah.

Kitab Siyar al-Sâlikin sebenarnya merupakan ―terjemahan‖ dari kitab Ihyâ‘


‗Ulûm al-Dîn, dengan beberapa penyesuaian penjelasan. Hal ini menunjukan bahwa

3
tasawuf yang diemban oleh Syaikh ‗Abd ash-Shamad adalah tasawuf yang telah
dirumuskan oleh Imam al-Ghazali. Dan ini berarti bahwa orientasi tasawuf Syaikh
‗Abd al-Shamad yang diajarkannya tersebut benar-benar berlandaskan akidah
Ahlussunnah. Karena, seperti yang sudah kita kenal, Imam al-Ghazali adalah sosok
yang sangat erat memegang teguh ajaran Asy‘ariyyah Syafi‘iyyah.

Pada periode setelah wali songo ini, ajaran Ahlussunnah; Asy‘ariyyah


Syafi‘iyyah di Indonesia menjadi sangat kuat. Demikian pula dengan penyebaran
tasawuf yang secara praktis berafiliasi kepada Imam al-Ghazali dan Imam al-Junaid
al-Baghdadi, saat itu sangat populer dan mengakar di masyarakat Indonesia.
Penyebaran tasawuf pada periode ini diwarnai dengan banyaknya tarekat-tarekat yang
―diburu‖ oleh berbagai lapisan masyarakat. Dominasi murid-murid Syaikh Nawawi
yang tersebar dari sebelah barat hingga sebelah timur pulau Jawa memberikan
pengaruh besar dalam penyebaran ajaran Ahlussunnah Wal Jama‘ah. Ajaran-ajaran di
luar Ahlussunnah, seperti faham ―non madzhab‖ (al-Lâ Madzhabiyyah) dan akidah
hulûl atau ittihâd serta keyakinan sekte-sekte sempalan Islam lainnya, memiliki ruang
gerak yang sangat sempit sekali.

Di kemudian hari kelahiran Syaikh Yusuf menambah semarak keilmuan,


terutama ajaran tasawuf praktis yang cukup menjadi primadona masyarakat Sulawesi
saat itu. Syaikh Yusuf sendiri di samping seorang sufi terkemuka, juga seorang alim
besar multi disipliner yang menguasai berbagai macam disiplin ilmu agama. Latar
belakang pendidikan Syaikh Yusuf menjadikannya sebagai sosok yang sangat
kompeten dalam berbagai bidang. Tercatat bahwa beliau tidak hanya belajar di
daerahnya sendiri, tapi juga banyak melakukan perjalanan (rihlah ‗ilmiyyah) ke
berbagai kepulauan Nusantara, dan bahkan sempat beberapa tahun tinggal di negara
timur tengah hanya untuk memperdalam ilmu agama.

Latar belakang keilmuan Syaikh Yusuf ini menjadikan penyebaran tasawuf di di


wilayah Sulawesi benar-benar dilandaskan kepada akidah Ahlussunnah. Ini dikuatkan
pula dengan karya-karya yang ditulis Syaikh Yusuf sendiri, bahwa orientasi karya-
karya tersebut tidak lain adalah Syafi‘iyyah Asy‘ariyyah. Kondisi ini sama sekali
tidak memberikan ruang kepada akidah hulûl atau ittihâd untuk masuk ke wilayah
―kekuasaan‖ Syaikh Yusuf al-Makasari.

4
2.2.Pembagian Tarekat dan Tokoh-Tokohnya

Jumlah Tarekat sebenarnya sangatlah banyak, akan tetapi yang memiliki


anggota yang cukup banyak tersebar di Indonesia sampai saat ini adalah:

A. Thoriqoh Naqsabandiyah

Pendiri Thoriqoh Naqsabandiyah ialah Muhammad bin Baha‘uddin Al-Huwaisi Al


Bukhari (717-791 H). Ulama sufi yang lahir di desa Hinduwan – kemudian terkenal
dengan Arifan. Pendiri Thorikoh Naqsabandiyah ini juga dikenal dengan nama
Naksyabandi yang berarti lukisan, karena ia ahli dalam memberikan gambaran
kehidupan yang ghaib-ghaib. Kata ‗Uwais‘ ada pada namanya, karena ia ada
hubungan nenek dengan Uwais Al-Qarni, lalu mendapat pendidikan kerohanian dari
wali besar Abdul Khalik Al-Khujdawani yang juga murid Uwais dan menimba ilmu
Tasawuf kepada ulama yang ternama kala itu, Muhammad Baba Al-Sammasi.

Thoriqoh Naqsabandiyah mengajarkan zikir-zikir yang sangat sederhana, namun


lebih mengutamakan zikir dalam hati daripada zikir dengan lisan.

Pokok-pokok ajaran Thoriqoh Naqsabandiyah:

1. Berpegang teguh dengan akidah ahli Sunnah


2. Meninggalkan Rukhshah
3. Memilih hukum yang azimah
4. Senantiasa dalam muraqabah
5. Tetap berhadapan dengan Tuhan
6. Senantiasa berpaling dari kemegahan dunia.
7. Menghasilkan makalah hudur (kemampuan menghadirkan Tuhan dalam
8. hati)
9. Menyendiri di tengah-tengah ramai serta menghiasi diri dengan hal-hal yang
memberi faedah
10. Berpakaian dengan pakaian orang mukmin biasa.
11. Zikir tanpa suara
12. Mengatur nafas tanpa lali dari Allah
13. Berakhlak dengan akhlak Nabi Muhammad SAW

5
Ada enam dasar yang dipakai sebagai pegangan untuk mencapai tujuan dalam
Thorikoh ini, yaitu:

1. Tobat
2. Uzla (Mengasingkan diri dari masyarakat ramai yang dianggapnya telah
mengingkari ajaran-ajaran Allah dan beragam kemaksiatan, sebab ia tidak
mampu memperbaikinya)
3. Zuhud (Memanfaatkan dunia untuk keperluan hidup seperlunya saja)
4. Taqwa
5. Qanaah (Menerima dengan senang hati segala sesuatu yang
6. dianugerahkan oleh Allah SWT)
7. Taslim (Kepatuhan batiniah akan keyakinan qalbu hanya pada Allah)

Hukum yang dijadikan pegangan dalam Thoriqoh Naqsabandiyah ini juga ada enam,
yaitu:

1. Zikir
2. Meninggalkan hawa nafsu
3. Meninggalkan kesenangan duniawi
4. Melaksanakan segenap ajaran agama dengan sungguh-sungguh
5. Senantiasa berbuat baik (ihsan) kepada makhluk Allah SWT
6. Mengerjakan amal kebaikan

Syarat-syarat untuk menjadi pengikutnya :

1. I‘tiqad yang benar


2. Menjalankan sunnah Rasulullah
3. Menjauhkan diri dari nafsu dan sifat-sifat yang tercela
4. Taubat yang benar
5. Menolak kezaliman
6. Menunaikan segala hak orang
7. Mengerjakan amal dengan syariat yang benar

B. Thoriqoh Qadariyah

Pendiri Tarekat Qadiriyah adalah Syeikh Abduk Qadir Jailani, seorang ulama
yang zahid, pengikut mazhab Hambali. Ia mempunyai sebuah sekolah untuk
melakukan suluk dan latihan-latihan kesufian di Baghdad. Pengembangan dan
penyebaran Tarekat ini didukung oleh anak-anaknya antara lain Ibrahim dan Abdul
Salam. Thoriqoh Qodariyah berpengaruh luas di dunia timur. Pengaruh pendirinya ini

6
sangat banyak meresap di hati masyarakat yang dituturkan lewat bacaan manaqib.
Tujuan dari bacaan manaqib adalah untuk mendapatkan barkah, karena abdul Qadir
jailani terkwenal dengan keramatnya.

Dasar pokok ajaran Thariqoh Qadariyah yaitu:

1. Tinggi cita-cita
2. Menjaga kehormatan
3. Baik pelayanan
4. Kuat pendirian
5. Membesarkan nikmat Tuhan

C. Thoriqoh Sadziliyah

Pendiri Tarekat Sadziliyah adalah Abdul Hasan Ali Asy-Syazili, seorang ulama dan
sufi besar. Menurut silsilahnya, ia masih keturunan Hasan, putra Ali bin Abi Thalib
dan Fatimah binti Rasulullah SAW. Ia dilahirkan pada 573 H di suatu desa kecil di
kawasan Maghribi. Ali Syazili terkenal sangat saleh dan alim, tutur katanya enak
didengar dan mengandung kedalaman makna. Bahkan bentuk tubuh dan wajahnya,
menurut orang-orang yang mengenalnya, konon mencerminkan keimanan dan
keikhlasan. Sifat-sifat salehnya telah tampak sejak ia masih kecil.

Pokok ajaran Thoriqoh Sadziliyah yaitu:

1. Bertaqwa kepada Allah ditempat sunyi dan ramai


2. Mengikutu sunnah dalam segala perbuatan dan perkataan
3. Berpaling hati dari makhluk waktu berhadapan dan membelakang
4. Ridho dengan pemberian Allah sedikit atau banyak
5. Kembali kepada Allah baik senang maupun sedih.

Tarekat Syaziliyah merupakan Tarekat yang paling mudah pengamalannya. Dengan


kata lain tidak membebani syarat-syarat yang berat kepada Syeikh Tarekat. Kepada
mereka diharuskan:

1. Meninggalkan segala perbuatan maksiat.


2. Memelihara segala ibadah wajib, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan
lain-lain.
3. Menunaikan ibadah-ibadah sunnah semampunya.
4. Zikir kepada Allah SWT sebanyak mungkin atau minimal seribu kali dalam
sehari semalam dan beristighfar sebanyak seratus kali sehari-semalam dan zikir-
zikir yang lain.

7
5. Membaca shalawat minimal seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang
lain.

D. Tarikat Rifaiyah

Pendirinya Tarikat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifai. Ia lahir di
Qaryah Hasan, dekat Basrah pada tahun 500 H (1106 M), sedangkan sumber lain
mengatakan ia lahir pada tahun 512 H (1118 M). Sewaktu Ahmad berusia tujuh
tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia lalu diasuh pamannya, Mansur Al-Batha‘ihi,
seorang syeikh Trarekat. Selain menuntut ilmu pada pamannya tersebut ia juga
berguru pada pamannya yang lain, Abu Al-Fadl Ali Al Wasiti, terutama tentang
Mazhab Fiqh Imam Syafi‘i. Dalam usia 21 tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah
dari pamannya dan khirqah 9 sebagai pertanda sudah mendapat wewenang untuk
mengajar.

Ciri khas Tarekat Rifaiyah ini adalah pelaksanaan zikirnya yang dilakukan bersama-
sama diiringi oleh suara gendang yang bertalu-talu.

Zikir tersebut dilakukannya sampai mencapai suatu keadaan dimana mereka dapat
melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan, antara lain berguling-guling
dalam bara api, namun tidak terbakar sedikit pun dan tidak mempan oleh senjata
tajam.

E. Tarikat Khalawatiyah

Tarikat Khalawatiyah ialah suatu cabang dari tarikat Suhrawadiyah yang didirikan di
Bagdad oleh Abdul Qadir Suhrawardi dan Umar Suhrawardi, yang tiap kali
menamakan dirinya golongan Siddiqiyah, karena mereka menganggap dirinya berasal
dari keturunan Khalifah Abu Bakar. Bidang usahanya yang terbesar terdapat di
Afghanistan dan India. Memang keluarga Suhrawardi ini termasuk keluarga Sufi
yang ternama. Abdul Futuh Suhrawardi terkenal dengan nama Syeikh Maqtul atau
seorang tokoh sufi yang oelh kawan-kawannya diberi gelar ulama, dilahirkan di
Zinjan, dekat Irak pada tahun 549 H.
Suhrawardi yang lain bernama Abu Hafas Umar Suhrawardi, juga seorang tokoh sufi
terbesar di Bagdad, pengarang kitab ―Awariful Ma‘arif‖, sebuah karangan yang
sangat mengagumkan dan sangat menarik perhatian Imam Ghazali, sehingga seluruh
kitab itu di muat pada akhir karya ―Ihya Ulumuddin‖ yang oleh tarikat
Suhrawardiyah serta cabang-cabangnya dijadikan pokok pegangan dalam suluknya,
dan Suhrawardani ini meninggal pada tahun 638 H .

8
F. Tarikat Khalidiyah

Cabang Naqsabandiyah di Turkestan mengaku berasal dari tarekat Thaifuriyah dan


cabang-cabang yang lain terdapat di Cina, Kazan, Turki, India, dan Jawa. Disebutkan
dalam sejarah, bahwa tarekat itu didirikan oleh Bahauddin 1334 M. Dalam pada itu
ada suatu cabang Naqsabandiyah di Turki, yang berdiri dalam abad ke XIX, bernama
Khalidiyah.
Menurut sebuah kitab dari Baharmawi Umar, dikatakan, bahwa pokok-pokok tarekat
Khalidiyah Dhiya‘iyah Majjiyah, diletakkan oleh Syeikh Sulaiman Zuhdi Al-Khalidi,
yang lama bertempat tinggal di Mekkah. Kitab ini berisi silsilah dan beberapa
pengertian yang digunakan dalam tarekat ini, setengahnya tertulis dalam bentuk sajak
dan setengahnya tertulis dalam bentuk biasa. Dalam silsilah dapat dibaca, bahwa
tawassul tarekat inidimulai dengan Dhiyauddin Khalid.

G. Tarikat Sammaniyah

Nama tarikat ini diambil daripada nama seorang guru tasawwuf yang masyhur,
disebut Muhammad Samman, seorang guru terikat yang ternama di Madinah,
pengajarannya banyak dikunjungi orang-orang Indonesia di antaranya berasal dari
Aceh, dan oleh karena itu terikatnya itu banyak tersiar di Aceh, bisa disebut terekat
sammaniyah. Ia meninggal di Madinah pada tahun 1720 M. Sejarah hidupnya
dibukukan orang dengan nama Manaqib Tuan Syeikh Muhammad Samman, ditulis
bersama kisah Mi‘raj Nabi Muhammad, dalam huruf arab, disiarkan dan dibaca
dalam kalangan yang sangat luas di Indonesia sebagai bacaan amalan dalam kalangan
rakyat.

H. Tarikat ‘Aidrusiyah

Salah satu daripada tarekat yang masyhur dalam kalangan Ba‘alawi ialah
Al‘aidurusiyah, terutama dalam tasawuf aqidah. Hampir tiap-tiap buku tasawuf
menyebut nama Al- aidrus sebagai salah seorang sufi yang ternama. Keluarga
Al‘Ahidus banyak sekali melahirkan tokoh-tokoh Sufi yang terkemuka, diantaranya,
di antaranya S. Abdur Rahman Bin Mustafa Al‘Aidus, yang pernah menjadi
pembicaraan Al-Jabarti dalam sejarahnya. Al-Jabarti menerangkan, bahwa S.Abdur
Rahman berlimpah-limpah ilmunya, ahli yang mempertemukan hakekat dan syariat
sejak kecil ia telah menghafal Al‘Quran 30 jus.

9
I. Tarikat Al-Haddad

Sayyid Abdullah bin Alwi Muhammad Al-Haddad dianggap salah seorang qutub dan
arifin dalam ilmu Tasawuf. Banyak ia mengarang kitab-kitab mengenai ilmu tasawuf
dalam segala bidang, dalam aqidah, tarekat, dsb. Bukan saja dalam ilmu tasawuf,
tetapi juga dalam ilmu-ilmu yang lain banyak ia mengarang kitab. Kitabnya yang
bernama : ―Nasa‘ihud Diniyah‖, sampai sekarang merupakan kitab-kitab yang
dianggap penting. Muraqabah termasuk wasiat Al-Haddad yang penting. Muraqabah
artinya selalu diawasi Tuhan, dan orang yang sedang melakukan suluk hendaknya
selalu Muraqabah dalam gerak dan diamnya, dalam segala masa dan zaman, dalam
segala perbuatan dan kehendak, dalam keadaan aman dan bahaya, di kala lahir dan di
kala tersembunyi, selalu menganggap dirinya berdampingan dengan Tuhan dan
diawasi oleh Tuhan. Jika beribadah itu seakan-akan dilihat Tuhan, jika ia tidak
melihat Tuhan pun, niscaya Tuhan dapat melihat dia dan memperhatikan segala amal
ibadahnya. Ak-Hadad mengatakan bahwa Muraqabah itu termasuk maqam dan
manzal, ia termasuk maqam ihsan yang selalu dipuji-puji oleh nabi Muhammad.

J. Tarikat Tijaniyah

Salah satu terekat yang terdapat di Indonesia di samping tarekat-tarekat yang lain
ialah tarekat Tijaniyah. Dalam tahun beberapa rekat ini masuk ke Indonesia tidak
diketahui orang-orang secara pasti, tetapi sejak tahun 1928 mulai terdengar adanya
gerakan ini di Cirebon. Seorang Arab yang tinggal di Tasikmalaya, bernama Ali bin
Abdullah At-Tayib Al-Azhari, berasal dari Madinah, menulis sebuah kitab yang
berjudul ―Kitab Munayatul Murid‖ (Tasikmalaya, 1928 M), berisi beberapa petunujk
mengenai hakikat ini, dan kitab itu terdapat tersebar luas di Cirebon khususnya, dan
di Jawa barat umumnya. Pendirinya seorang ulama dari Algeria, bernama Abdul
Abbas bin Muhammad bin Mukhtar At-Tijani, lahir di ‗Ain Mahdi pada tahun 1150
H, (1737-1738 M). Diceritakan bahwa dari bapaknya ia keturunan Hasan bin Ali bin
Abi Thalib, sedang nama Tijani adalah dari Tijanah dari keluarga ibunya. Terekat ini
mempunyai wirid yang sangat sederhana, dan wazifah yang sangat mudah. Wiridnya
terdiri dari istighfar seratus kali, shalawat seratus kali, dan tahlil seratus kali. Boleh
dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Di Cirebon tarekat Tijani ini pernah
tersiar dengan suburnya di bawah pimpinan Kiyai Buntet dan saudaranya Kiyai Anas
di desa Martapada, dekat kota Cirebon.

10
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang memungkinkan
terjadinya perubahan sejarah yang sangat cepat. Keterbukaan menjadikan pengaruh
luar yang tidak dapat dihindari. Pengaruh yang diserap dan kemudian disesuaikan
dengan budaya yang dimilikinyam, maka lahirlah dalam bentuk baru yang khas
Indonesia. Misalnya : Lahirnya tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah, dua tarekat
yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy dari berbagai pengaruh
budaya yang mencoba memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya Islam sebagai
agama wahyu berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar. Islam berhasil
tetap eksis di tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol kesatuan. Berbagai
agama lainnya hanya mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat Indonesia.
Keberadaan Islam di hati rakyat Indonesia dihantarkan dengan penuh kelembutan
oleh para sufi melalui kelembagaan tarekatnya, yang diterima oleh rakyat sebagai
ajaran baru yang sejalan dengan tuntutan nuraninya.

3.2. Saran

Jika ditinjau ulang, tentu didalam makalah ini tidak akan lepas dari koreksi
para pembaca. Karena kami menyadari apa yang kami sajikan ini sangatlah jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca agar nantinya makalah ini akan menjadi lebih
sempurna dan baik untuk dikonsumsi otak kita.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abu Hamid, Syeikh Yusuf Tajul Khalwat; Suatu Kajian Antropologi.

Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madhal Ila al-Tasawuf al-Islamy Ali,


Daud M. 1995. Hukum Islam Pengantar : Hukum dan tata Hukum Islam di
Indonesia Raja. Jakarta : Grafindo Persada.

Azra Azyumardi. 1989. Islam di Asia Tenggara : Perpektif Islam di Asia Tenggara.
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

————-1998. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad


XVII dan XVIII: Melacak Akar-Akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia.
Bandung : Mizan.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1997. Ensiklopedi Islam, jilid 5. Jakarta: Ictiar
Baru Van Hoeve, Cet IV.

Laili Mansur, H.M. 1995. Ajaran dan Teladan para sufi. Jakarta: Srigunting. 1996
Mubarok Jaih, Sejarah Peradaban Islam‖, Bandung:Pustaka Bani Quraisy, Cet
II, 1995

Mansur, Ahmad Suryanegara. 1998. Menemukan Sejarah Rencana Pergerakan Islam


di Indonesia,Mizan Cet IV.

Snouck Hurgronje,C. 1997. Aceh:Rakyat dan Adat Istiadatnya (1), Jakarta : INIS.

Sri Mulyati (et.al). 2005. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di


Indonesia. Jakarta: Kencana,Cet II.

Thohir, Ajid. 2002. Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik
Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa.
Bandung: Pustaka Hidayah, Cet I.

Sholihin, Rosihon anwar. 2008. Ilmu Tasawuf. Bandung : CV Pustaka Setia.

Mulyati, Sri (et.al). 2006. Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. 2006. Jakarta :


Kencana.

12

Anda mungkin juga menyukai