Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH STUDI ISLAM

ASPEK TASAWUF ATAU THARIQAT DALAM ISLAM

Dosen pengampu : Drs. Abdul Haris, M.Ag

Disusun oleh kelompok 7 :


1. Achmanda Putri Mulya ( 11230960000054 )
2. Galuh Sabarani ( 11230960000055 )
3. Hanif Prakasa ( 11230960000056 )

Kelas 1 B Kimia

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
PRODI KIMIA

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala.
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “Aspek
Tasawuf Atau Thariqat Dalam Islam” dapat kami selesaikan dengan baik. Kami
berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca tentang ilmu tasawuf dan thariqat. Begitu pula atas limpahan kesehatan
dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini
dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun
melalui media internet dan beberapa buku.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas
makalah ini. Kepada kedua orang tua kami yang telah memberikan banyak
kontribusi bagi kami, dosen pembimbing kami, Bapak Drs. Abdul Haris, M.Ag.,
dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang membantu saling bekerjasama
dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia,
melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon
kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan,
atau pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami
mohon maaf. Tim penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca
agar bisa membuat karya makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Ciputat, 11 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

BAB II PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................2
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2

BAB II ISI
A. Pengertian Tasawuf.......................................................................................3
B. Dasar-dasar Tasawuf.....................................................................................3
C. Asal- Usul Tasawuf.......................................................................................4
D. Sumber-sumber Tasawuf...............................................................................4
1. Unsur dalam Islam.....................................................................................4
2. Unsur luar Islam........................................................................................5
E. Macam-macam aliran Tasawuf....................................................................7
1. Tasawuf Akhlaqi........................................................................................7
2. Tasawuf Falsafi..........................................................................................8
3. Tasawuf Amali...........................................................................................8
F. Kegunaan Tasawuf Dalam Kehidupan sehari-hari........................................9
G. Pengertian Tarekat.........................................................................................9
H. Aneka Aliran Tarekat..................................................................................10
1. Tarekat Syadziliah...................................................................................10
2. Tarekat Rifaiyyah....................................................................................10
3. Tarekat Khalwatiah..................................................................................11
4. Tarekat Syattariyah..................................................................................11
5. Tarekat Qadiriyah....................................................................................11
I. Asal usul Tarekat.........................................................................................11
J. Dasar dasar hukum Tarekat.........................................................................12
K. Fungsi Tarekat dalam Kehidupan Sehari-Hari............................................12
L. Tujuan Tarekat.............................................................................................13
M. Perbedaan dan Persamaan Tasawuf dan Tarekat.........................................13

iii
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................15
B. Saran............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan tasawuf dapat dikatakan sejak timbulnya fitnah di
zaman Khalifah Utsman sampai Khalifah Ali, di mana akibat perang saudara
itu beratus dan beribu umat Islam menjadi korban. Termasyhurlah semboyan:
kamu mencintai dunia dan takut kepada mati. Dengan demikian timbullah
reaksi dari masyarakat terhadap khalifah-khalifah berikutnya, seperti halnya
sebagian Ulama melakukan iclah. Tercatatlah dalam sejarah sebagai pelopor
dalam tasawuf, yaitu: Hasan Basyri pada abad kedua Hijrah sebagai awal
timbulnya ajaran tasawuf. Beliaupun sebagai sumber dari ahli fikir faham
Mu'tazilah dan sumber dari rasa shufiyah. Kemudian diikuti oleh Sofyan
Tsauri dan Rabi'atul Adawiyah.
Dapat pula dikatakan bahwa timbulnya tasawuf itu bersamaan dengan
kelahiran agama Islam itu sendiri, yaitu sejak Nabi Muhammad Saw diutus
menjadi rasul untuk segenap umat manusia. Perhatikanlah tahannus dan
khalwat Rasulullah Saw di Gua Hira sebelum beliau diangkat menjadi Rasul,
dengan maksud disamping menghindarkan diri dari hawa nafsu keduniawian,
juga mencari jalan untuk membersihkan hati dan menyucikan jiwa dari noda-
noda yang menghinggapi masyarakat pada waktu itu. Dengan demikian hati
dan jiwa beliau tetap bersih tidak terkena dengan berbagai godaan pada waktu
itu. Memang sejak kecil beliau telah menunjukan kebersihan jiwanya, dan hal
ini dipergunakan oleh kaum shufi sebagai dasar kegiatan untuk
membersihkan hati dan jiwa.
B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa hal yang menjadikan permasalahan dalam pembahasan
materi Taasawuf dan Tarekat :
1. Apa pengertian dari Tasawuf dan Tarekat?
2. Bagaimana latar belakang Tasawuf dan Tarekat?
3. Apa saja perbedaan Tasawuf dan Tarekat?
4. Apa saja macam-macam aliran Tasawuf dan Tarekat?

C. Tujuan
Dalam materi ini tujuan yang dapat diambil yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian dari Tasawuf dan Tarekat.
2. Untuk mengetahui Latar Belakang Tasawuf dan Tarekat.
3. Untuk mengetahui perbedaan Tasawuf dan Tarekat.
4. Untuk mengetahui macam-macam aliran Tasawuf dan Tarekat.

v
BAB II

ISI

A. Pengertian Tasawuf
Tasawuf adalah ajaran untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada
Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar dengan-nya.
Tasawuf ini merupakan salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan
dimensi atau aspek spiritual dari Islam. Spiritualitas ini dapat mengambil
bentuk yang beraneka di dalamnya. Dalam kaitannya dengan manusia,
tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya ketimbang aspek jasmaninya,
dalam kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan kehidupan akhirat
ketimbang kehidupan dunia yang fana, sedangkan dalam kaitannya dengan
pemahaman keagamaan, ia lebih menekankan aspek esoterik ketimbang
eksoterik, lebih menekankan penafsiran batin ketimbang penafsiran.
(Nasution, 1983) .
B. Dasar-dasar Tasawuf
Dasar-dasar tasawuf sudah ada sejak datangnya agama Islam, hal ini
dapat diketahui dan kehidupan Nabi Muhammad Saw. Cara hidup beliau yang
ke- mudian diteladani dan diteruskan oleh para sahabat. Selama periode
Makkiyah, kesadaran spiritual Rasu- lullah Saw. Adalah berdasarkan atas
pengalaman- pengalaman mistik yang jelas dan pasti, sebagaimana dilukiskan
dalam Al-Qur'an :
‫) َو َلَقْد َر آُه ِباُأْلُفِق اْلُم ِبيِن‬٢٢( ‫َو َم ا َص اِح ُبُك م ِبَم ْج ُنوِن‬
"Dan tiadalah sahabat kamu itu (Muhammad) seorang yang gila. Dan
sungguh dia telah melihatnya (fibril) di ufuk yang terang”

Kemudian ayat-ayat yang menyangkut aspek moralitas dan asketisme,


sebagai salah satu masalah prinsipil dalam tasawuf, para sufi merujuk kepada
Al-Quran sebagai landasan utama. Karena manusia memiliki sifat yang baik
dan buruk. Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran surat al-Syams:8

‫َفَأْلَهَم َها ُفُجوَر َها َو َتْقَو اَها‬


“Allah mengilhami (jiwa manusia) kejahatan dan kebaikan”.

Maka harus dilakukan pengikisan terhadap sifat yang jelek dan


pengembanagan sifat-sifat yang baik. Al-Quran surat al-Syams:9
‫َقْد َأْفَلَح َم ن َز َك اَها‬
”Sungguh berbahagialah orang yang menyucikan jiwanya”

vi
C. Asal- Usul Tasawuf
Banyak para pakar yang memberikan definisi terhadap istilah tasawuf.
Definisi satu dengan yang lainnya berbeda-beda, tergantung dari sisi mana
pakar tadi meninjaunya. Ada yang melihat dari sisi sejarah kemunculannya,
ada yang melihat dari sisi fenomena sosial di abad klasik dan pertengahan,
juga ada yang melihatnya dari sisi substansi ajarannya. Disamping itu, ada
juga yang melihatnya dari sisi tujuannya.
Teori pertama, menyatakan bahwa secara etimologis tasawuf diambil
dari kata "Suffah" yaitu sebuah tempat di mesjid Rasulullah SAW. (Mesjid
Nabawi) yang dihuni oleh sekelompok sahabat yang hidup zuhud dan
konsentrasi beribadah kepada Allah sambil menimba ilmu dari Rasulullah.
Mereka disebut ahl assuffah.
Teori kedua, menyatakan bahwa tasawuf diambil dari kata "sifat"
dengan alasan bahwa para sufi suka membahas sifat-sifat Allah sekaligus
mengaplikasikan sifat-sifat Allah tersebut dalam perilaku mereka sehari-hari,
sehingga sifat-sifat itu menjadi kepribadiannya.
Teori ketiga, berpendapat bahwa kata "tasawuf" diambil dari akar kata
"sufah" artinya selembar bulu, sebab para sufi dihadapan Tuhannya merasa
bagaikan selembar bulu yang terpisah dari kesatuannya yang tidak
mempunyai nilai apa-apa.
Teori keempat menyatakan bahwa tasawuf diambil dari kata "shofia"
yang artinya al-hikmah (bijaksana) sebab para -sufi selalu mencari hikmah
ilahiyyah dalam kehidupannya.
Teori kelima, sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Busti seorang
pakar tasawuf dari Al-Azhar Mesir, menyatakan bahwa tasawuf berasal dari
akar kata "as-Safa" yang artinya suci, bersih, dan murni, sebab para sufi
membersihkan jiwanya hingga berada dalam kondisi suci dan bersih. Ada
juga teori yang menyatakan bahwa tasawuf berasal dari akar kata "suf" yang
artinya bulu dombe (woo), dengan argumentasi bahwa di masa silam para -
sufi selalu memakai pakaian wool kasar yang terbuat dari bulu binatang
sebagai tanda kesederhanaan hidup mereka. Sikap asketis ini sebagai reaksi
terhadap pola kehidupan mewah yang telah melanda dunia Islam pada saat
itu.

D. Sumber-sumber Tasawuf
Adapun Sumber-sumber tasawuf sebagai berikut :
1. Unsur dalam Islam
Dari para tokoh sufi memberi pendapat bahwasanya sumber utama
dari ajaran tasawuf adalah dari Al-Quran dan Hadist. Di dalam Al-Qur‟an
ditemukan sejumlah ayat yang menjelaskan tentang inti dari ajaran
tasawuf, seperti: taubat, sabar, ridha, zuhud, syukur, tawakkal, fana, cinta,
ikhlas, khauf, raja kedamaian dan sebagainya secara gamblang dijelaskan

vii
dan terdapat di dalam Al-Quran. Sejalan dengan apa yang telah dijelaskan
di dalam Al-Qur‟an, bahwa Hadist juga berbicara tentang kehidupan
rohaniah sebagaimana yang telah dipraktekkan kaum sufi setelah
Rasulullah. Yang telah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
“Sembahlah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila engkau
tidak melihat-Nya, maka ia pasti melihatmu”. Adapun tokoh sufi Yahya
bin Muaz mengatakan: “Siapa yang kenal pada dirinya, sungguh ia telah
mengenal Tuhannya”. Menjadi landasan yang kuat bahwa tentang rohaniah
berupa ajaran-ajaran tasawuf bersumber dari ajaran Islam. Dapat dipahami
bahwa tasawuf merupakan bersumber dari ajaran Islam yang telah
dipraktekkan oleh para kaum sufi dalam membersihkan jiwa mereka untuk
mendekatkan diri kepada Allah Swt, dengan dasar yang kuat baik dalam
Al-Qur‟an dan Hadist. Begitu pula awal mula tasawuf ditemukan pada
masa sahabat Nabi dan generasi sesudahnya, Abu Nashr As-Siraj al-Thusi
mengatakan: “bahwa ajaran tasawuf pada dasarnya digali dari Al-Qur‟an
dan as-Sunnah, para sufi dengan teori-teori mereka tentang akhlak
pertama-pertama sekali mendasarkan pada pandangan mereka kepada Al-
Qur‟an dan as-Sunnah (Yasir Nasution, 2007: 18).
2. Unsur luar Islam
Dalam berbagai literatur yang ditulis para orientalis Barat sering
dijumpai uraian yang menjelaskan bahwa tasawuf Islam dipengaruhi oleh
adanya unsur agama masehi, unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur
Persia. Hal ini secara akademik bisa saja diterima, namun secara akidah
perlu kehati-hatian. Para orientalis Barat menyimpulkan bahwa adanya
unsur luar Islam masuk ke dalam tasawuf itu disebabkan karena secara
historis agama-agama tersebut telah ada sebelum Islam, bahkan banyak
dikenal oleh masyarakat Arab yang kemudian masuk Islam. Akan tetapi,
kita dapat mengatakan bahwa boleh saja orang Arab terpengaruh. Menurut
teori Ignas Goldziher, mengungkapkan bahwa ajaran tasawuf merupakan
ajaran yang berpengaruh dari unsur-unsur di luar Islam. Tasawuf sebagai
warisan ajaran dari berbagai agama dan kepercayaan yang mendahului dan
bersentuhan dengan Islam. Bahkan mengungkapkan bahwa beberapa ide
Al-Qur’an merupakan hasil dari pengolahan ideologi agama dan
kepercayaan lain selain Islam yang pengaruhnya dari unsur agama masehi,
ajaran Nashrani, Yunani, Hindu-Budha dan Persia (Nata, 2009).
a. Unsur Masehi
Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya
dalam hal latihan jiwa dan ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan
jika Von Kromyer berpendapat bahwa tasawuf adalah buah dari unsur
agama Nasrani yang terdapat pada zaman Jahiliyah. Hal ini diperkuat
pula oleh Gold Ziher yang mengatakan bahwa sikap fakir dalam Islam
adalah merupakan cabang dari agama Nasrani. Selanjutnya Noldicker

viii
mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufi
sebagai lambang kesederhanaan hidup adalah merupakan pakaian
yang biasa dipakai oleh para pendeta.
Sedangkan Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf
itu berasal dari agama Nasrani, dan bahkan ada yang berpendapat
bahwa aliran tasawuf berasal dari agama Nasrani. Unsur-unsur
tasawuf yang diduga memengaruhi tasawuf Islam adalah sikap fakir.
Menurut keyakinan Nasrani bahwa Isa bin Maryam adalah seorang
yang fakir, dan Injil juga disampaikan kepada orang fakir. Isa berkata:
"Beruntunglah kamu orang-orang miskin, karena bagi kamulah
kerajaan Allah. Beruntunglah kamu orang yang lapar, karena kamu
akan kenyang. "Selanjutnya adalah sikap tawakkal kepada Allah
dalam soal penghidupan terlihat pada, peranan syaikh yang
menyerupai pendeta, bedanya pendeta dapat menghapus dosa;
selibasi, yaitu menahan diri tidak kawin karena kawin dianggap dapat
mengalihkan perhatian diri dari Khalik, dan penyaksian, di mana sufi
dapat menyaksikan hakikat Allah dan mengadakan
hubungan dengan Allah

b. Unsur Yunani
Apabila diperhatikan memang cara kerja dari filsafat itu adalah
segala sesuatu diukur menurut akal pikiran. Tetapi dengan munculnya
filsafat aliran Neo Platonis menggambarkan, bahwa hakikat yang
tertinggi hanya dapat dicapai lewat yang diletakkan Allah pada hati
setiap hamba setelah seseorang itu membersihkan dirinya dari
pengaruh materi. Ungkapan Neo Platonis: "Kenallah dirimu dengan
dirimu" diambil oleh para sufi dan di antara sufi berkata: "Siapa yang
mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya". Hal ini semua
mengarah kepada munculnya teori Hulul, Wihdah Asy-Syuhud, dan
Wihdah al-Wujud. Tidak sah lagi bagi kelompok Neo Shopi (Sufi
berketuhanan dan filosofi seperti Ibn Arabi, Ibn al-Farabi, al-Hallaj,
ditemukan pengaruh nyata filsafat dalam cara berpikir mereka.

c. Unsur Hindu/Budha
Antara tasawuf dan sistem kepercayaan agama Hindu dapat
dilihat adanya hubungan seperti sikap fakir, darwisy. Al-Birawi
mencatat bahwa ada persamaan antara cara ibadah dan mujahadah
tasawuf dengan Hindu. Kemudian pula paham reinkarnasi
(perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain), cara kelepasan
dari dunia versi Hindu/Budha dengan persatuan diri dengan jalan
mengingat Allah.
Salah satu maqomat Sufiah al-Fana tampaknya ada persamaan
dengan ajaran tentang Nirwana dalam agama Hindu. Gold Ziher

ix
mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara tokoh Sidharta
Gautama dengan Ibrahim bin Adham tokoh sufi. Menurut Qomar
Kailani pendapat-pendapat ini terlalu ekstrim sekali karena kalau
diterima bahwa ajaran tasawuf itu berasal dari Hindu/Budha berarti
pada zaman Nabi Muhammad telah berkembang ajaran Hindu/ Budha
itu ke Makkah, padahal sepanjang sejarah belum ada
kesimpulan seperti itu.

d. Unsur Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan
semenjak lama yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran,
kemasyarakatan dan sastra. Akan tetapi belum ditemukan dalil yang
kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk ke
tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke
Persia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia ini. Namun
barangkali ada persamaan antara istilah zuhd di Arab dengan zuhd
menurut agama Manu dan Mazdaq dan hakikat Muhammad
menyerupai paham Harmuz (Tuhan kebaikan) dalam
agama Zarathustra

E. Macam-macam aliran Tasawuf


Tasawuf bersumber dari Al-Quran dan Hadist, didalam kedua sumber
tersebut syarat akan tatanan ajaran-ajaran moral yang membimbing serta
mengarahkan kehidupan umat muslim untuk menjadi lebih baik. Dalam hal
ini ada beberapa pembagian dalam tasawuf diantaranya:
1. Tasawuf Akhlaqi
Merupakan ajaran berdasarkan doktrin Ahl al-sunnat wa al- Jama'at
yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadist, yang berkaitan berdasarkan
pada keadaan tingkat rohaniah yang berorientasi pada penyucian jiwa dan
pembinaan moral ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan
dan kesucian jiwa yang di formulasikan pada pengaturan sikap mental dan
pendisiplinan.
tingkah laku guna mencapai taraf kebahagiaan optimal, manusia harus
lebih dahulu mengidentifikasikan eksistensi dirinya dengan ciri-ciri
berketuhanan melalui sebuah pembersihan jiwa dan raga yang bermula
dari pembentukan pribadi bermoral dan berakhlaqul karimah atau
berakhlaq mulia, dalam ilmu tasawuf dikenal dengan takhalli
(pengosongan diri dari sifat-sifat tercela), tahalli (menghiasi diri dengan
sifat-sifat terpuji), dan tajalli (terungkapnya nur ghaib bagi hati yang telah
bersih sehingga mampu menangkap cahaya ketuhanan).
Oleh karena itu, tasawuf akhlaqi merupakan kajian ilmu yang sangat
memerlukan praktik untuk menguasainya. Pengetahuan tidak hanya

x
berangkat dari teori akan tetapi juga dalam hal ini harus terealisasikan
dalam rentang waktu kehidupan manusia. Supaya lebih mudah untuk
menempatkan posisi tasawuf pada kehidupan bermasyarakat atau
bersosial. Para pakar tasawuf membentuk spesifikasi kajian tasawuf pada
ilmu tasawuf akhlaqi. sebagaimana yang telah disabdakan Nabi Saw,
"Sesungguhnya aku telah diutus (dengan tujuan) untuk menyempurnakan
kemuliaan akhlaq” (Anwar, 2000).
2. Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi merupakan tasawuf yang membahas tentang
memadukan antara visi mistis dan rasional sebagai penggagasnya. Tasawuf
falsafi muncul dalam islam sejak abad VI Hijriyah. Walaupun demikian
tasawuf filosofis tidak di pandang sebagai filsafat, karena ajaran dan
metodenya di dasarkan pada dasar dzauq, dan tidak bisa pula
dikategorikan kedalam tasawuf yang murni karena di ungkapkan dengan
filsafat. Konsep-konsep yang ada pada tasawuf falsafi merupakan tasawuf
yang kaya dan penuh dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Karena ajaran
filsafatyang paling banyak dipergunakan dalam analisis tasawuf adalah
paham emanasi neo-Plotinus.
Para sufi sering mengungkapkan kesamaran dalam pengalaman
rohaninya, yang sering dikenal dengan syathahiyyat yaitu suatu ungkapan
yang sulit dipahami, yang seringkali menimbulkan kesalahpahaman atau
kerancuan dari pihak luar embal mencoba memahaminya. Tokoh-tokoh
dalam tasawuf falsafi adalah Al-Hallaj, Abu Yazid al-Busthami dan
sebagainya.

3. Tasawuf Amali
Tasawuf Amali merupakan ajaran tasawuf yang menekankan pada
aspek amaliah berupa dzikir dan lainnya. Dalam istilah dzikir memiliki
perbedaan dengan wirid. Bahwa dzikir lebih dilakukan seorang hamba
untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan tersebut dilakukan
melalui penyebutan asma-asma Allah yang mulia, seperti yang terdapat
dalam Asmaul al-husna. Sedangkan wirid merupakan amalan yang terus
menerus dilakukan.
Dalam tasawuf amali sisi perbuatan yang dilakukan lebih dominan
atau bisa disebut dengan thariqah sebagai wujud dari amalan yang telah
dilakukan. Adapun beberapa unsur yang terdapat dalam tasawuf amali di
dalamnya terdiri dari ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dan
tidak hanya berupa teori melainkan amalan yang dipraktikkan secara
langsung dalam ibadah. Sehingga dalam bertasawuf seseorang lebih bisa
merasakan dampak dari tujuan tasawuf tersebut yakni kedekatan seorang
hamba dengan Tuhan-Nya. (Anwar R. , 2000).

xi
F. Kegunaan Tasawuf Dalam Kehidupan sehari-hari
Telah banyak diakui bahwa manusia modern mengalami apa yang disebut
oleh nasr sebagai krisis spritiual. Krisis spiritual inilah terjadi sebagai akibat
dari pengaruh sekularisasi yang telah cukup lama menerpa jiwa-jiwa manusia
modern. Pengaruh sains yang besar dalam kehidupan modern, dengan sengaja
atau tidak telah menyebarkan pandangan sekuler sampai ke lubuk jantung dan
hati manusia modern. Seperti mementingkan kehidupan duniawi, telah secara
signifikan menyingkirkan manusia modern dari segala aspek spiritualitas.
Akibatnya mereka menolak segala dunia non fisik seperti dunia imaginal atau
spiritual (Kertanegara, Disorientasi manusia modern, 2006).
Fungsi tasawuf dalam hidup adalah menjadikan manusia berkeperibadian
yang shalih dan berperilaku baik dan mulia serta ibadahnya berkualitas.
Mereka yang masuk dalam sebuah tharekat atau aliran tasawuf dalam mengisi
kesehariannya diharuskan untuk hidup sederhana, jujur, istiqamah dan
tawadhu. Bila dilihat pada diri Rasulullah SAW, yang pada dasarnya sudah
menjelma dalam kehidupan sehari-harinya (Halimah, 2017).

G. Pengertian Tarekat
Secara etimologis, tariqah atau tarekat memiliki beberapa arti, (1) jalan,
cara (al-kaifiyyah), (2) metode, (al-uslub),(3) ma aliran, (al-mazhab), (4)
keadaan (al-halah), (5) pohon kurma tinggi (an-nakhlah at-tawilah), (6) tiang
tempat berteduh, tongkat para (‘amud al-mizallah), (7) yang mulia, terkemuka
dari kaum (syarif al-qu dan, (8) goresan/garis pada sesuatu (al-khatt fi asy-
syay’) (Zaprulkhan, 2016). Tarekat (berasal dari kata thariqah) artinya jalan
kecil (path), dan dalam konteks Timur Tengah tarekat berarti jalan setapak
menuju wâdî (oase) (Kertanegara, 2996).
Menurut Mulyadhi Kartanegara, tarekat adalah jalan kecil (path) dan
dalam konteks Timur Tengah, tarekat berarti jalan setapak menuju wadi
(oase). Kadang jalan tersebut tertutup oleh pasir yang terbawa angin padang
pasir yang bertiup sangat kencang. Oleh karena itu, untuk mengenali jalan
kecil tersebut diperlukan pengetahuan yang akrab terhadap tempat tersebut,
sehingga kita masih mengenal jalan ke oase itu sekalipun sama sekali telah
tertimbun oleh pasir. Dari sini dapat dipahami bagaimana sulitnya bagi
seorang asing untuk dapat mengenali jalan tersebut, karena jalan tersebut
telah tertutup sama sekali oleh pasir dan sulit untuk dibedakan dengan
permukaan tanah yang lainnya.
Apabila membicarakan tentang dasar amalan bertariqat dan bertasawuf,
maka sebenarnya dapat dilihat dari dalam amalan tariqat dan tasawuf itu
sendiri. Sehingga dari sini akan dapat diketahui secara jelas tentang
kedudukan hukumnya di dalam Islam. Seperti melihat kepada amalan utama
yang dilakukan dalam tariqat dan tasawuf, yaitu wirid dan zikrullah.
Sehubungan dengan amalan ini Allah SWT berfirman di dalam surah al-
Ahzab : 41-42:

xii
‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اْذ ُك ُروا َهَّللا ِذ ْك ًرا َك ِثيًرا َو َس ِّبُحوُه ُبْك َر ًة َو َأِص ياًل‬
“Wahai orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah
SWT, zikir yang sebanyak-banyaknay. Bertasbihlah kepada- Nya di waktu
pagi dan petang.”

Ayat di atas membawa maksud perintah kepada orangorang yang beriman


supaya berzikir dengan menyebut nama Allah SWT serta bertasbih menyeru
nama-Nya di waktu pagi dan petang, siang maupun malam. Amalan zikir
dalam ayat ini adalah bersifat mutlak yang masih belum ada qayyidnya.
Dapat dinyatakan di sini bahawa syari’at zikir masih dalam bentuk yang
global. Rasulullah SAW sendiri tidak banyak merinci atau mentaqyidkannya,
baik yang berbentuk syarat, rukun, atau pun kayfiyat dalam beribadah.

H. Aneka Aliran Tarekat


Dalam terekat terdapat beberapa aliran seperti berikut :
1. Tarekat Syadziliah
Tarekat Syadziliyah tak dapat dilepaskan hubungannya dengan
pendirinya, yakni Abu al-Hasan al-Syadzili. Selanjutnya nama tarekat ini
dinisbahkan kepada Kembali Syadziliyah yang mempunyai ciri khusus
yang berbeda dengan tarekat-tarekat yang lain. Secara lengkap nama
pendirinya adalah ‘Ali bin Abdullah bin ‘Adb Al-Jabbar Abu al-Hasan al-
Syadzili. Tarekat Syadziliyah masih terus berkembang di berbagai
wilayah, at ini. Mulai dari Timur Tengah, Asia, Afrika, Barat, hingga
Eropa. Sebagaimana ditegaskan dalam kajian Victor Danner, bahwa
tarekat Syadziliyah senantiasa menganggap tarekat mereka memiliki
peran sentral dalam mengembangkan kehidupan spiritual umat Islam-
mereka bahkan telah menegaskan para wali kutub di tiap zaman (quthb
al-zaman) akan senantiasa ditemukan dari kelompok mereka-jelaslah
bahwa keberadaan tarekat ini masih dan belum akan segera berakhir.
Tidak sampai di sini saja, tarekat tersebut kini telah berakar di Eropa dan
Amerika Utara dan memulai suatu kebangkitan semangat intelektual
tradisional lain, kali ini berlandaskan ajaran Al-Qur’an mengenai
universalitas pewahyuan yang telah lama terbengkalai, beserta segala
implikasinya menurut sudut pandang spiritual dan metafisis. (Mulyati,
Mengenal Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, 2004).
2. Tarekat Rifaiyyah
Tarekat Rifaiyyah yang dinisbahkan kepada Syekh Ahmad al-Rifai
yang berasal dari sebuah kabilah Arab, yaitu Banu Rifa’ah, di embali al-
Batha’ih. Ajaran-ajaran tasawuf Syekh Rifa’I banyak diriwayatkan al-
Sya’rani, antara lain tentang askestisisme: Zuhud (askestisisme) adalah
landasan keadaan-keadaan yang diridhai dan tingkatan-tingkatan yang

xiii
disunnahkan. Hal ini adalah embali pertama orang-orang yang menuju
Allah, mengarahkan diri sepenuhnya kepada Allah, mendapat emba dari
Allah, dan bertawakal kepada Allah. Barangsiapa belum lagi menguasai
landasan kezuhudan, maka langkahnya belum lagi benar.
Sedangkan mengenai makrifat, al-Rifa’I meriwayatkan sebagai
berikut: “Penyaksian adalah kehadiran dalam makna kedekatan kepada
Allah disertai ilmu yakin dan tersingkapnya hakikat realitas-realitas
secara benar- benar yakin”. Diriwayatkan pula: “Cinta mengantar pada
rindu-dendam, sementara makrifat mengantar pada kefanaan ataupun
ketiadaan diri”. 19 Sampai hari ini tarekat Rifaiyyah masih tetap
berkembang di Mesir dan dunia Islam lainnya.
3. Tarekat Khalwatiah
kebanyakan pengikut tarekat ini adalah daerah Sulawesi Selatan
yang memperkenalkan tarekat ini adalah Syekh Yusuf Tajul Khalwati al-
Makasari, kemudian Syekh Abdul Shamad al-Palembani yang membawa
tarekat Samaniah yang yang merupakan cabang al-Khalwatiyah yang
pertama kali di Sumatra.
4. Tarekat Syattariyah.
Tarekat ini kebanyakan pengikutnya adalah di Sumatra Selatan yang
menyebarkan pertama kali adalah Syekh Abdul Rauf Sinkel kemudian di
teruskan oleh murid-muridnya untuk disebarkan ke Jawa. Aliran tarekat
ini adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul di India pada abad ke-
15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang memopulerkan dan
berjasa mengembangkannya.
5. Tarekat Qadiriyah.
Pengikut tarekat ini tersebar diseluruh wilayah Indonesia yang
disebarkan oleh Syekh Fansuri, di samping itu ada beberapa tarekat
antara lain: Tarekat Syadziliyah, Rifa’iyah, Idrisiyah, Sanusiyah,
Tijaniyyah, Naqsyabandiyah, dan Aidrusiyah. Naqsabandiyah berikut
tiga cabangnya merupakan yang tersebar di Indonesia, yaitu
Naqsyabandiyah Madzhariyah, Naqsyabandiyah, dan Qadiriyah
Naqsyabandiyah. Yang tersebut terakhir adalah gabungan dua tarekat
sekaligus yang dilakukan oleh Syekh Ahmad Khathib Sambas di Makkah
pada 1875 M. Dia yang kemudian berjasa dalam mem-perkenalkan
tarekat ini di Indonesia dan melayu hingga wafat. Di Makkah dia menjadi
guru besar ulama Indonesia modern dan mendapatkan Ijazah.
Sekembalinya ke Indonesia mereka memimpin tarekat dan
mengajarkannya sehingga tarekat ini tersebar di seluruh Indonesia.

I. Asal usul Tarekat


Tarekat pada mulanya bersifat individual kemudian berkembang menjadi
semacam regenisasi. Perkembangan ini mulai tampak setelah abad ke 11 M

xiv
dengan munculnya cikal bakal tarekat. Tarekat yang pertama munculnya
adalah tarekat Qoodariyyah yang diajarkan oleh Muhy al-Din Abd al Qadir
al-Jailani Sejak itu berbagai macam tarekat mulai bermunculan, baik yang
merupakan cabang dari tarekat Qoodiriyyah maupun tarekat yang berdiri
sendiri. Matin van Bruiness melakukan penelitian yang menyatakan bahwa
tarekat sebagai suatu intuisi belum ada sebelum abad ke-8 H/ 14 M. dengan
demikian tarekat merupakan sebuah ajaran baru yang tidak ada dalam ajaran
islam yang asli. Namun, bila dilihat secara mendalam ternyata ajaran-ajaran
pokoknya memiliki keterkaitan akar yang kuat sampai kepada Rasululllah.
Ditinjau dari segi historisnya, kapan dan tarekat mana yang mula-mula timbul
, sulit diketahui dengan pasti, namun Kamil Musthafa asy-Syibi dalam
tesisnya mengungkapkan tokoh pertama yang diperkenalkan perkenalkan
tarekat Syekhs Abdul Qodir al-Jailani (561 M-1166 H) di Baghdad. Pada awal
kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah yaitu, khusaran (Iran)
dan Mesopotamia (Irak) pada periode ini mulai timbul beberapa di antara
tarekat Yasafiyah yang didirikan oleh Abd al-Khaliq al- Ghuzdawani. (9617
H- 1220 M) tarekat Nqsyabandi yang didirikan al-Awisi a- Bukhari (1389 M)
di Turkistan, tarekat Khawatiyah yang didirikan oleh Umar al-khalwati (1397
M).
J. Dasar dasar hukum Tarekat

‫ ِإَّن اْلَع ْبَد ِإَذ ا َك اَن َع َلى َطِر يَقِة‬: ‫َقاَل َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
‫َح َس َنٍة ِم َن اْلِعَباَد ِة ُثَّم َم ِر َض ِقْيَل ِلْلَم َلِك اْلُمَو َك ِل ِبِه َأْك ُتْب َلُه ِم ْثَل َع َم ِلِه ِإَذ ا‬
‫ صحيح‬: ‫َك اَن َطِلْيًقا َح َّتى أطلقه أو أْك َفَتُه ِإَلى َتْع ِلْيِق ُش َع ْيِب اَأْلْر َنُؤ وِط‬
‫وهذا إسناد حسن‬
“Sesungguhnya seorang hamba jika berpijak pada tarekat yang baik dalam
beribadah, kemudian ia sakit, maka dikatakan (oleh Allah SWT) kepada
malaikat yang mengurusnya, “Tulislah untuk orang itu pahala yang sepadan
dengan amalnya apabila ia sembuh sampai Aku menyembuhkannya atau
mengembalikannya kepada-Ku, (Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 2, halaman:
203).”

‫اَّلِذ يَن َيُظُّنوَن أّنُهم ُم الُقوا َر ِّبِهْم َو َأْنُهْم ِإَلْيِه َر اِج ُعوَن‬
(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya,
dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya, (al-Baqarah, 2: 46)

K. Fungsi Tarekat dalam Kehidupan Sehari-Hari


Dalam perkembangannya, tarekat-tarekat itu tidak hanya memusatkan
perhatian kepada ajaran gurunya, tetapi juga mengikuti kegiatan politik
umpamanya. Tarekat secara umum mempengaruhi dunia islam mulai dari
abdad XIII. Kedudukan tarekat pada saat itu dengan kedudukan partai

xv
politik. Terlebih lagi, banyak tentara juga menjadi anggota tarekat.
Penyokong tarekat Bekhtashi umpamanya, sebagaian besar mereka adalah
tentara Turki. Oleh karena itu sewaktu tarekat tersebut di bubarkan oleh
Sultan Mahmud II, tentara juga di sebut dengan Jenissari itu menentangnya.
Jadi, tarekat tidak hanya bergerak dalam urusan agama, tetapi bergerak juga
dalam urusan akhirat (Amin, 2014).
Tarekat-tarekat meluaskan pengaruh dan organisasinya keseluruh pelosok
negeri, menguasai masyarakat melalui jenjang yang terangan dengan baik,
dan memberikan otonomi kedaerahan seluas-luasnya. Setiap desa ada wali
lokalnya yang di muliakan sepanjang hidupnya, bahkan setelah wafat.
Kontribusi tarekat terhadap spiritualitas Islam memang amat penting. Ia
mendirikan suatu gerakan yang amat kuat dalam membentuk budaya Spiritual
Islam yang bersifat pasif. Beberapa pendiri tarekat seperti Khawajah Mu‟in
al-Din al-Khisti dan Syeikh Najib al-Din „Abd Al-Qahir Suhrawardi
terpengaruh oleh ajaran-ajarannya dan ungkap para sahabatnya. Bahkan cerita
yang populer sekaligus di perdebatkan menceritakan kehebatan Syeikh „Abd
al-Qadir perna berkat,” kakiku ada diatas kepala seluruh Wali”. Meskipun
ungkapan seperti ini sering di cela, perkataan itu tepat menjadi pegangan bagi
pengikutnya, bahkan semakin banyak ungkapan yang amat menyanjung
kehebatan Syeikh „Abd al- Qadir.

L. Tujuan Tarekat
tujuan tarekat ialah mempertebal hati pengikut-pengikutnya sedemikian
rupa, sehingga tidak ada yang di rasa indah dan di cintai kecuali keindahan
dan kecintaan kepada Allah, dan kecintaan tersebut dapat melupakan dirinya
sendiri dan di dunia ini serta seisinya. Dengan melihat dari sisi pengamalan,
tujuan tarekat berarti mengadakan latihan (riyadhah) dan berjuang melawan
nafsu (mujahadah), membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan di isi
dengan sifat-sifat terpuji dengan melalui perbaikan budi dalam berbagai segi
(Mawangir, 2017).

M. Perbedaan dan Persamaan Tasawuf dan Tarekat


Tasawuf dan Tarekat keduanya merupakan praktik spiritual Islam yang
bertujuan untuk mendekatkan individu kepada Allah. Namun terdapat
perbedaan dalam cara pelaksanaannya. Berikut beberapa persamaan dan
perbedaan Tasawuf dan Tarekat:
Persamaan:
1. Baik Tasawuf maupun Tarekat adalah bentuk latihan spiritual yang
bertujuan untuk mendekatkan individu kepada Allah.
2. Keduanya melibatkan kajian ajaran Islam dan praktik ritual Islam.

Perbedaan :

xvi
1. Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari dimensi batin Islam, sedangkan
Tarekat adalah metode teknis dalam mengamalkan Tasawuf
2. Tasawuf adalah perjalanan pribadi pengembangan spiritual, sedangkan
Tarekat adalah organisasi formal dengan pemimpin (Syaikh atau
Mursyid) dan ritual serta praktik tertentu.
3. Tasawuf lebih fokus pada pengembangan spiritual individu, sedangkan
Tarekat menekankan pentingnya praktik komunitas dan kelompok.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tujuan Allah menciptakan seorang muslim yaitu untuk beribadah
kepadaNya. Namun dalam melakukan ibadahnya mereka membutuhkan dua
komponen yang diantaranya yaitu tasawuf dan tareqat. Dua hal tersebut pada
dasarnya memiliki arti yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama dan
saling berkaitan. Banyak sekali nash-nash (al-Quran dan as-Sunnah) yang
menganjurkan umat muslim untuk bertasawuf, salah satunya pada surah At-
Tahrim ayat 8. Dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah sebagai bentuk usaha
mendekatkan diri kepada Allah dan tarekat adalah cara atau jalan yang
ditempuh seorang muslim dalam mendekatkan diri kepada Allah.
B. Saran
Kita harus menerapkan sikap tasawuf dalam kehidupan sehari-hari
seperti hidup sederhana, jujur istiqmah dan tawadh, agar kita menjadi
manusia yang memiliki kepribadian yang shalih dan berperilaku baik dan
mulia serta ibadahnya berkualitas. kepribadian yang Shaleh disini bukanlah
Ibadah yang langsung Dahsyat membooming beberapa saat kemudian hilang
entah kemana. Allah SWT lebih menyukai Thadah yang sedikit, namun terus
terjaga (istiqomah) perlahan dan bertaham itu lebih dicintai Allah SWT.
seperti menjaga Diri dan Hati kita senantiasa dalam keadaan segar dan suci,
dengan menjaga Wudhu' dan datang ke Majelis-Majelis Ilmu untuk mengecas
iman adalah bentuk memurnikan Hati dari segala aktivitas kehidupan yang
lumayan berat,
Perbanyak bermunajat kepada Allah SWT, karena hanya kepada-Nya
lah tempat kita memohon dan meminta pertolongan. Allah SWT lebih
menyukai hambanya yang berdo'a dengan khusyu' dan ditambah dengan
Ikhtiar yang serius, Memperbanyak Puasa-puasa Sunnah, dan Diwaktu luang,
gunakanlah untuk berduaan dengan Allah SWT, melaksanakan Sholat
Sunnah, minimal dua rakaat dengan khusyu' lebih baik daripada seribu rakaat
dengan hati yang merantau kesana-sini.

xvii
DAFTAR PUSTAKA

Amin, S. M. (2014). Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amza.


Anwar, R. (2000). Tasawuf Akhlaqi. In R. Anwar, Ilmu Tasawuf (p. 63).
Pontianak: Pustaka Setia.
Anwar, R. (2000). Tasawuf Amali. In R. Anwar, Ilmu Tasawuf (p. 64). Pontianak:
Pustaka Setia.
Arianto, M. S. (2003). Aneka Aliran Tarekat. In S. H. Nasr, Ensiklopedi Tematis
Spiritualilas Islam Manifestasi (p. 7). Bandung: Mizan.
Halimah, S. (2017). Tasawuf Untuk Masyarakat Modern. Jurnal Al-Makrifat, 1.
Kertanegara, M. (2006). Disorientasi manusia modern. In M. Kertanegara,
Menyelami Lubuk Tasawuf (p. 264). Jakarta: Erlangga.
Kertanegara, M. (2996). pengertian Tarekat. In M. Kertanegara, Menyelami lubuk
Tasawuf (p. 174). Jakarta : Erlangga.
Mawangir, M. (2017). Ilmu Tarekat. Bangka Belitung.
Mulyati, S. (2004). Aneka Aliran Tarekat. Ilmu tasawuf sebuah kajian tematik (p.
63). Jakarta: Kencana.
Mulyati, S. (2004). Mengenal Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. Jakarta:
Kencana.
Mulyati, S. (2004). Tarekat Syadziliah. In Mengenal Tarekat-tarekat Muktabarah
di Indonesia (p. 57). Jakarta: Kencana.
Nasution, H. (1983). Falsafah dan Misitisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.
Nata, A. (2009). Ahlak Tasawuf . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Zaprulkhan. (2016). Pengertian Tarekat. In Zaprulkhan, lmu Tasawuf sebuah
kajian tematik (p. 100). Jakarta: Divisi Buku Perguruan Tinggi.

xviii
xix

Anda mungkin juga menyukai