Anda di halaman 1dari 22

AHLUSSSUNNAH WAL JAMA’AH

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam

Dosen Pengampu: Sri Dahlia, M.A

Disusun Oleh :

1. Ahmad Murtadho (11022030)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah” dapat saya selesaikan dengan baik. Saya berharap makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman pembaca. Begitu pula atas limpahan kesehatan
dan kesempatan yang Allah SWT karunia kepada saya sehingga makalah ini dapat saya
susun melalui sumber yakni melalui buku.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah memberikan saya semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini.
Harapan saya, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Tiada yang sempurna didunia, melainkan Allah SWT.

Demikian makalah ini saya buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan,
atau pun adanya ketidaksesuaian materi yang saya angkat dalam makalah ini. Saya
mohon maaf. Saya menerima kritik dan saran seluas luasnya dari pembaca agar bisa
membuat makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Pati, 01 April 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................5
C. Tujuan.....................................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
A. Sejarah Ahlussunnah wal jama’ah..........................................................................6
B. Pendiri Ahlussunnah Wal Jama'ah........................................................................11
C. Karakter Ahlussunnah Waljamaah........................................................................15
BAB III............................................................................................................................20
PENUTUP.......................................................................................................................20
A. Kesimpulan...........................................................................................................20
B. Saran.....................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................22

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa Rasulullah SAW. masih hidup, istilah Aswaja sudah pernah ada
tetapi tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau aliran tertentu. Yang dimaksud
dengan Ahlussunah wal Jama'ah adalah orang-orang Islam secara keseluruhan.

Ahli sunnah wal jamaah adalah suatu golongan yang menganut syariat islam
yang berdasarkan pada alqur'an dan al hadis dan beri tikad apabila tidak ada dasar
hukum pada alqur'an dan hadis.

Inilah kemudian kita sampai pada pengertian Aswaja. Pertama kalua kita
melihat ijtihadnya para ulama-ulama merasionalkan dan memecahkan masalah jika
didalam alqur'an dan hadis tidak menerangkanya. Definisi kedua adalah (melihat cara
berpikir dari berbagai kelompok aliran yang bertentangan); orang-orang yang
memiliki metode berpikir keagamaan yang mencakup aspek kehidupan yang
berlandaskan atas dasar moderasi menjaga keseimbangan dan toleransi. Ahlussunah
wal Jama'ah ini tidak mengecam Jabariyah, Qodariyah maupun Mu'tazilah akan
tetapi berada di tengah-tengah dengan mengembalikan pada ma anna alaihi wa
ashabihi. Nah itulah latar belakang sosial dan latar belakang politik munculnya
paham Aswaja. Jadi tidak muncul tiba-tiba tetapi karena ada sebab, ada ekstrim
mutazilah yang serba akal, ada ekstrim jabariyah yang serba taqdir, aswaja ini di
tengah- tengah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Aswaja sebagai sebuah
paham keagamaan (ajaran) maupun sebagai aliran pemikiran (manhajul fiqr)
kemunculannya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh dinamika sosial politik pada
waktu itu, lebih khusus sejak peristiwa Tahqim yang melibatkan Sahabat Ali dan
sahabat Muawiyyah sekitar akhir tahun 40 H.

Ahli sunnah wal jamaah pemikiranya menggunakan pemikiran al asyari dan


hukum fiqihnyanya menggunakan imam madzhab sehingga golongan aswaja inilah
golongan yang sifatnya luas.

Ahlussunnah Wal Jama'ah perlu dipelajari karena Ahlussunnah Wal Jama'ah


termasuk ajaran orang-orang Islam secara keseluruhan dan sebagai bekal untuk

4
pedoman hidup dalam sehari-hari. Ahlussunnah Wal Jama'ah adalah suatu golongan
yang menganut syariat Islam yang berdasarkan pada Al-qur'an dan Hadits.
Ahlussunnah Wal Jama'ah sebagai bagian dari kajian keislaman merupakan upaya
yang mendudukkan Ahlussunnah Wal Jama'ah secara proposional, bukannya semata-
mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang mungkin
secara subyektif kita anggap baik karena rumusan. dan konsep pemikiran teologis
yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi suatu masalah teori pada
masanya dan mempunyai sikap.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Munculnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah?
2. Bagaimana Karakteristik Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Dan Ajarannya ?
3. Siapa Saja Tokoh Pendiri Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Sejarah Munculnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
2. Untuk Mengetahui Karakteristik Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Dan Ajarannya
3. Untuk Mengetahui Siapa Saja Tokoh Pendiri Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Ahlussunnah wal jama’ah


Term ahli Sunnah dan Jama'ah ini kelihatannya timbul sebagai reaksi terhadap
paham-paham golongan Mu'tazilah yang telah dije- laskan sebelumnya dan terhadap
sikap mereka dalam menyiarkan ajaran-ajaran itu. Mulai dari Wasil, usaha-usaha
telah dijalankan untuk menyebarkan ajaran-ajaran itu, di samping usaha-usaha yang
dijalankan dalam menentang serangan musuh-musuh Islam. Menurut Ibn al-Murtada,
Wasil mengirim murid-muridnya ke Khurasan, Armenia, Yaman, Marokko, dan lain-
lain." Kelihatannya murid- murid itu berhasil dalam usaha-usaha mereka, karena
menurut Yaqut, di Tahart, suatu tempat di dekat Tilimsan di Marokko, terdapat
kurang lebih 30 ribu pengikut Wasil. Mulai dari tahun 100 H atau 718 M, kaum
Mu'tazilah dengan perlahan-lahan memperoleh pengaruh dalam masyarakat Islam.
Pengaruh itu mencapai puncaknya di zaman Khalifah-khalifah Bani 'Abbas al-
Ma'mun, al-Mu'tasim dan al-Wasiq (813 M-847 M), apalagi setelah al-Ma'mun di
tahun 827 M mengakui aliran Mu'tazilah sebagai mazhab resmi yang dianut negara.

Bertentangan dengan paham qadariah yang dianut kaum Mu'tazilah dan yang
menganjurkan kemerdekaan dan kebebasarr manusia dalam berpikir, kemauan dan
perbuatan, pemuka-pemuka Mu'tazilah memakai kekerasan dalam usaha menyiarkan
ajaran-ajaran mereka. Ajaran yang ditonjolkan ialah paham bahwa al-Qur'an tidak
bersifat qadim, tetapi baharu dan diciptakan. Paham adanya yang qadim di samping
Tuhan bagi kaum Mu'tazilah seperti dijelaskan sebelumnya, berarti menduakan
Tuhan. Menduakan Tuhan ialah syirk dan syirk adalah dosa yang terbesar dan tak
dapat diampuni oleh Tuhan.

Bagi al-Ma'mun orang yang mempunyai paham syirk tak dapat dipakai untuk
menempati posisi pénting dalam pemerintahan. Oleh karena itu ia mengirim instruksi
kepada para Gubernurnya untuk mengadakan ujian terhadap pemuka-pemuka dalam
pemerintahan dan kemudian juga terhadap pemuka-pemuka yang berpengaruh dalam
masyarakat. Dengan demikian timbullah dalam sejarah Islam apa yang disebut
mihnah atau inquisition.

6
Contoh dari surat yang mengandung instruksi itu terdapat dalam Tarikh al-
Tabari. Yang pertama sekali harus menjalani ujian ialah para hakim (al-qudah).
Instruksi itu menjelaskan bahwa orang yang mengakui al-Qur'an bersifat qadim, dan
dengan demikian menjadi musyrik, tidak berhak untuk menjadi hakim. Bukan para
hakim dan pemuka-pemuka saja yang dipaksa mengakui bahwa al-Qur'an diciptakan;
yang menjadi saksi dalam perkara yang dimajukan di mahkamah juga harus
menganut paham demikian. Jika tidak, kesak- siannya batal.

Kemudian ujian serupa itu dihadapkan pula kepada pemuka- pemuka tertentu
dari masyarakat, karena yang memimpin rakyat haruslah orang yang betul-betul
menganut paham tawhid. Ahli Fikih dan ahli Hadis di waktu itu mempunyai
pengaruh besar dalam masyarakat. Kalau golongan ini mengakui diciptakannya al-
Qur'an tentu banyak dari rakyat yang mengikuti ajaran Mu'tazilah.

Sebetulnya tema Ahlussunnah Wal Jama'ah merupakan diksi baru, atau


sekurang kurangnya tidak pernah digunakan sebelumnya dimasa Nabi dan di periode
Sahabat. Jauh sebelum itu, kata sunnah dan jama'ah sudah lajim dipakai dalam
tulisan-tulisan Arab, meski bukan sebagai terminologi dan bahkan sebagai sebutan
bagi sebuah mazhab kenyakinan. Ini misalnya terlihat dalam surat-surat Al- ma'mun
kepada gubernurnya Ishaq ibn Ibrahim pada tahun 218 H, sebelum Al- asy'ari sendiri
lahir, tercantum kutipan kalimat wanasabu anfusabum ilas sunnah (mereka
mempertalikan diri dengan sunnah ), dan kalimat ahlul haq waddin wal jama'ah (ahli
kebenaran, agama dan jama'ah).

Pemakaian Ahlussunnah Wal Jama'ah sebagai sebutan bagi kelompok


keagaman justu diketahui lebih kebelakangan, sewaktu Az-Zabidi menyebutkan
dalam Ithaf Sadatul Muttaqin, penjelasan dari Ihya Ulumudidin Al Ghazali yaitu jika
disebutkan ahlussunnah, maka yang dimaksud adalah pengikut Al asy'ari dan Al-
Maturidi. Ahlussunnah Wal Jama'ah dalam bidang aqidah atau teologi kemudian
berkembang dalam bidang-bidang lain yang mempunyai kateristik bagi aliran ini,
seperti bidang fiqih dan tasawuf, sehingga terkenal dengan sebutan, jika disebut
aqidah atau teologi Ahlussunnah Wal Jama'ah maksudnya adalah pengikut Imam
Asy'ari dan Imam Maturidi. Dan jika disebut fiqih atau hukum islam, baik secara
qauli dan manhaji maksudnya adalah mengikuti salah satu madzhab 4 yaitu Hanafi,

7
Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Dan mengandung pada landasan pokok yaitu Quran,
Hadits, Izma' dan Qiyas. Dan jika disebut tasawuf, maksudnya adalah mengikuti
ajaran tasawuf Imam Junaidi al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali.

Ada dua pemahaman terkait dengan istilah aswaja, pertama, dari sisi sejarah
Islam, istilah aswaja merujuk pada munculnya wacana tandingan (counter-discours)
tehadap membiaknya paham mutazilah dikalangan Islam terutama pada masa
Abbasiyah. Pada akhir abad ke-3 Hijriyah, hampir bersamaan dengan masa
berkuasanya khalifah Al-Mutawakkil, muncul dua orang tokoh Islam terkenal yaitu
Abu Hasan Al-Asy'ari di Bashrah dan Abu Manshur Al-Maturidi di Samarkand.

Mereka secara bersama-sama bersatu membendung kuatnya gejala paham Muta'zilah


dan pengikutnya.

Dari kedua pemikir ulama ini, selanjutnya lahir kecendurungan baru yang
banyak mewarnai pemikiran umat Islam waktu itu. Bahkan, hal ini menjadi
mainstream (arus utama) pemikiran keagamaan didunia Islam yang kemudian
mengkristal menjadi sebuah gelombang pemikiran keagamaan sering dinisbatkan
pada sebutan Ahlussunnah Wal Jama'ah, yang kemudian popular di sebut Aswaja.

Kedua, istilah Ahlussunnah Wal Jama'ah cukup popular dikalangan umat Islam,
terutama didasarkan dalam sebuah hadits "Kaum Yahudi bergolong-golong menjadi
71 golongan dan kaum Nasrani bergolong-golongan menjadi 72 golongan dan
umatku (umat islam) akan bergolong-golong menjadi 73 golongan. Semua di neraka,
kecuali yang satu yang selamat itu? Rasulullah saw. menjawab: Mereka adalah
Ahlussunnah Wal Jama'ah penganut ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah). Apakah
ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah? (ajaran) Ahlussunnah Wal Jama'ah ialah Ma Ana
'Alaibi Wa Asb-Habi (apa yang aku berada di atasnya bersama sahabatku)."

Bisa dipahami bahwa Ahlussunnah Wal Jama'ah ialah golongan orang yang
berpegang teguh kepada perbuatan Nabi dan berpegang teguh kepada perbuatan para
Sahabatnya. Menurut KH. Ahmad Shidiq mengatakan; pada hakikatnya Ahlussunnah
Wal Jama'ah, adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana yang diajarkan dan
diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama para Sahabtanya. Kelompok Ahlussunnah
Wal Jama'ah sering juga disebut sunni, kaumnya disebut sunniyun atau kaum

8
Asy'ariyah dikaitkan dengan pendiri'nya bernama Imam Abu Hasan al-Asy'ari
Golongan ini muncul pada abad ke 3 Hijriyah.

Dalam pandangan As-Syihab Al-Khafaji dalam ar-Riyadh, bahwa satu


golongan yang dimaksud (tidak masuk neraka) adalah golongan Ahlussunnah Wal
Jama'ah. Pendapatan ini dipertegas oleh Al-Hasyiyah Asy-Syanwani, bahwa yang
dimaksud Ahlussunnah Wal Jama'ah adalah pengikut Imam kelompok Abu Hasan
Asy'ari dan para ulama madzhab (Imam Hanafi, ImamSyafi'i Imam Maliki, dan
Imam Hanbali).

Istilah aswaja dimaknai sebagai suatu konstruksi pemikiran (pemahaman) dan


sekaligus praktik keagamaan (Islam) yang didasarkan pada tradisi (sunnah)

Rasulullah, para sahabatnya dan para ulama madzhab, sekalipun yang terakhir
ini lebih bersifat sekunder. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan aswaja tidak
selalu identik dengan suatu mainstream aliran pemahaman tertentu dalam tradisi
pemikiran Islam. Oleh karena itu, penyebutan beberapa aliran dalam tulisan ini, tidak
secara otomatis menunjukkan paham paham yang paling benar atau paling identik
dengan aswaja. Justru di sini perlu ditegaskan, bahwa yang penting dari pemikiran
keagamaan aswaja adalah konsitensinya dari tradisi keagamaan yang di praktikkan
Rasulullah dan para sahabatnya.

Pada hakikatnya, Ahlusunnah Wal Jama'ah adalah ajaran Islam yang murni
sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya.

Menurut KH. Achmad Siddiq bahwa Ahlusunnah Wal Jama'ah adalah golongan
pengikut setia as-sunnah wal Jama'ah, yaitu ajaran Islam yang di ajarkan dan
diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama sahabatnya pada zamannya itu.

1. Peranan Para Sahabat

Para sahabat, generasi yang hidup sezaman dengan Rasulullah saw. adalah
generasi yang paling menghayati as-Sunnah wal Jama'ah. Mereka dapat menerima
langsung ajaran agama dari tangan pertama. Kalau ada yang belum jelas, dapat
menanyakan langsung kepada Rasulullah saw. Terutama al-Kulafa ar-Rasyidin

9
sahabat Abu Bakar Asshiddiq ra., Sahabat Umar bin Khattab ra., Sahabat Utsman
bin Affan ra., dan Sahabat Ali bin Abi Thalib ra.

Nahdlatul ulama berpendirian teguh, bahwa kata "almuhaddiyyin" (yang


mendapat petunjuk) adalah sifat menerangkan kenyataan bukan sifat yang
merupakan syarat yang membatasi. Artinya, memang Khulafa ar-Rasyidin itu.
tanpa diragukan lagi dalah orang-orang yang mendapat petunjuk, bukan orang-
orang yang sebagian mendapatkan petunjuk dan sebagian tidak.

Para sahabat adalah generasi pertama kaum muslimin yang mengemban


tugas melanjutkan mission dan perjuangan Rasulullah saw. mengembangkan
ajaran agama Islam ke seluruh pelosok dunia, kepada segenap umat manusia.
Dalam konteks ini perlu memperhatikan firman Allah dalam QS. Saba': 28;

‫وَم ا َأْر َس ْلَناَك ِإاَّل َك اَّفًة ِّللَّناِس َبِش يًرا َو َنِذ يًرا َو َلِكَّن َأْكَثَر الَّناِس ال َيْع َلُم وَن‬

Artinya: Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengatahui.

KH. Muhyiddin Abdusshomad dalam Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah


mengatakan bahwa Sahabat Nabi saw. adalah orang-orang yang pernah melihat
Nabi saw. dalam keadaan Islam dan meninggal dunia tetap pada keislamaanya.
Sahabat adalah orang orang yang mulia, dan selalu dalam petunjuk Allah SWT.

2. Generasi Sesudah Sahabat


Setelah generasi sahabat, tugas melanjutkan mission dan perjuangan
Rasulullah saw. diterima oleh generasi baru yang disebut tabiin (para pengikut).
Selanjutnya ganti berganti, berkesinambungan dari generasi ke generasi menerima
mission dan perjuangan itu. Artinya dari para tabiin kepada para imam mujtahidin,
kepada para ulamashalihin dari zaman ke zaman.
Pengumpulan dan penyusunan catatan-catatan ayat ayat al-Qur'an sampai
menjadi mush-haf yang otentik sudah terselesaikan pada zaman sahabat.
Kemudian pengumpulan hadis dilakukan oleh para tabiin. Selanjutnya seleksi,
kategorisasi, sistematisasinya digarap dan dirampungkan oleh generasi-generasi
sesudahnya. Segala macam syarat, sarana dan metode untuk menyimpulkan
10
pendapat yang benar dan murni dari al-Qur'an dan al-Hadits diciptakan dan
dikembangkan. Mulai dari ilmu Bahasa Arab, nahwu, shotof, ma'ani, badi dan
bayan sampai ilmu mantiq (logika) dan filsafat, dirangkatkan dengan ilmu tafsir,
ilmu mustholabul hadits sampai pada usbul fiqih dan qowaidul fiqhiyyah. Semua
itu dimaksudkan untuk dapat memciptakan kemumian ajaran as-Sunnah wal
Jama'ah.
Sesudah memperoleh ilmu tersebut kemudian diamalkan bukan untuk diri,
tetapi ilmu-ilmu yang didapat disiarkan, didakwahkan dan lebih dari itu untuk
diamalkan oleh masyarakat secara luas. Mereka Assabihunal Awwalun (generasi
terdahulu) itu bergerak ke segala penjuru dunia, dengan segala jerih payah,
dengan penderitaan dan pengorbanan menyebarkan as-Sunnah wal Jama'ah
kepada seluruh umat manusia, dengan istilah kafatan linnas. Tidak terkecuali
dengan ke tanah air Indonesia ini. Para muballigbin, atas resiko sendiri tanpa
dukungan dari kekuasaan politik dan tanpa dukungan dari kekuatan materiil yang
berarti, membawa as-Sunnah wal Jama'ah itu. Dengan tidak mengurangi
penghargaan kepada para muballighin yang lain, tidak lah dapat dilewatkan
menyebutkan jasa-jasa para wali/muballigbin yang dikenal dengan istilah wali
songo, kelompok Sembilan yang paling berkesan di dalam sejarah Islam di
Indonesia.

B. Pendiri Ahlussunnah Wal Jama'ah


1. Abu Hasan al-Asy'ari
Nama lengkapnya adalah Ali ibnu Isma'il ibnu Ishaq ibnu Salim ibnu Isma'il
ibnu Abdullah bin Musa ibnu Bilal ibnu Abi Burdah ibnu Abi Musa Al- Asy'ari
atau sering disebut Abu Hasan Al-Asy'ari. Imam Abu Hasan al-Asy'ari lahir di
Bashrah pada tahun 260 H/873 M., dan wafat di Bagdad pada tahun 324 H/935
M., disemayamkan di antara Karkh dan pintu Basrah.
la dibesarkan di Basrah dan dididik dari kecil dengan berbasis ilmu agama,
Bahasa Arab dan seni orasi. Ia belajar hadits dari Al-Hafidz ibn Yahya Al-Sa'aji,
Abi Khalifah Al-Jauhi, Sahl ibn Nuh, Muhammad ibn Yakub Al-Mukril, dan
Abdurrahman bin Khalaf Al-Dabhi. Sementara itu ia mempelajari ilmu kalam dari
tokoh-tokoh Mu'azilah, seperti Abu Ali Al-Juba'i (235 H/303 M), Saham dan Al-
thawi.
11
la sering mewakili gurunya Al-Juba'l dalam kesempatan diskusi (perdebatan
mengenai kalam). Meskipun demikian, dalam perkembangan selanjutnya, Al-
Asy'ari justru menjauhi paham Mu'tazilah, bahkan lebih condong kepada
pemikiran fuqaha dan ahli Hadits (Muhammad Abu Zahrah, 1996: 189). Di usia
40 tahun, Al-Asy'ari meninggalkan paham Mu'tazilah.
Al-Asy'ari menolak faham Mu'tazilah kemudian ia mengadakan
pengasingan diri selama 15 hari. Setelah itu, ia pergi ke Masjid Basrah pada hari
Jum'at. la naik mimbar dan mengumumkan kepada seluruh hadirin bahwa ia telah
meninggalkan keyakinan-keyakinan lama dan menganut keyakinan baru. Ketika
Al-Asy'ari meninggalkan faham Mu'tazilah, golongan ini sedang berada dalam
fase kemunduran dan kelemahan. Ini diindikasikan dari sikap penghargaan dan
penghormatan Khalifah Al-Mutawakkil kepada Ibnu Hanbal. Pokok-Pokok
Pikiran Al-Asy'ari (Asy'ariyah) antara lain:
a. Allah memiliki 20 sifat.
b. Al-Qur'an adalah kalamullah bukan makhluk dalam arti diciptakan.
c. Manusia bisa melihat Allah besok di akhirat.
d. Perbuatan manusia diciptakan oleh Allah, namun manusia mempunyai kasab
(ikhtiyar). Dengan konsep kasah ini aqidah asy'ariyah menjadikan manusia
selalu berusaha secara kreatif dalam kehidupannya.
e. Orang mukmin melakukan dosa besar masih tetap mukmin.
f. Keadilan Allah: Allah memiliki kekuasaan mutlak atas ciptaan-Nya.

2. Abu Manshur Al-Maturidi


Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di Samarkand, wilayah
Transoxiana Asia Tengah, daerah tersebut sekarang disebut Uzbekistan. Nama
lengkapnya Abu Mansur Muhammad ibn Mahmud ibn Mahmud Al- Hanafi Al-
Mutakallim Al-Maturidi Al-Samarkandi. Tahun kelahirannya tidak diketahui
secara pasti, hanya perkiraan sekitar tahun 238 H / 853 M. Pertimbangannya,
salah satu guru Maturidi, yaitu Muhammad Al-muqatil Al- Razi meninggal tahun
247 H. Abu Ayyub Ali memperkirakan, bahwa penentangan Maturudu terhadap
Mu'tazilah telah dilakukan sebelumnya oleh Asy'ari. Karena pada saat Asy'ari

12
berusia 40 tahun (sekitar 913 M), Asy'ari masih menganut dan mengembangkan
paham Mu'tazilah, sedangkan Maturidi ketika itu berusia 40 tahun.
Karir pendidikan Al-Maturidi lebih cenderung untuk menekuni bidang
teologi (ketuhanan) dari pada fiqih (hukum Islam). Ini dilakukan untuk
memperkuat pengetahuan dalam menghadapi faham-faham teologi yang banyak
berkembang pada masyarakat Islam, yang ia pandang tidak sesuai dengan
pemikiran atau kaidah yang benar menurut akal dan syara'.
Berikut ini merupakan pemikiran Teologi Al-Maturidi:
a. Akal dan Wahyu
Terkait dengan pemikiran teologi, Al-Maturidi mendasarkan pada al-
Qur'an dan akal. Akan tetapi bagi Al-Maturidi, akal sebagai panca indera
memiliki keterbatasan yang tidak dapat dielakkan. Karenanya, manusia masih
memerlukan bimbingan wahyu Allah. Dalam al-Quran tidak terdapat ayat- ayat
yang berlawanan antara satu dengan lainnya. Dasar kewajiban haruslah berasal
dari wahyu dan bukan dari akal.
b. Perbuatan Manusia
Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena
segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaa-Nya, khususnya mengenai
perbuatan manusia, kebijakan dan keadilan kehendak Tuhan mengharuskan
manusia memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar) dan kebijakan.
c. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Allah
Bahwa perbuatan manusia dan segala sesuatu dalam wujud ini, yang baik
atau yang buruk adalah ciptaan tuhan berbuatdan berkehendak dengan
sewenang-wenang serta sekehendak-Nya semesta. Hal ini karena kodrat Tuhan
tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya
berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya
sendiri.
d. Sifat Tuhan
Berkaitan dengan sifat Tuhan, terdapat persamaan antara pemikiran Al-
Maturidi dan Al-Asy'ari, keduanya berpendapat bahwa Tuhan mempunyai
sifat-sifat, seperti sama, bashar, dan sebagainya. Al-Asy'ari berpendapat bahwa
sifat Tuhan sebagai sesuatu yang bukan zat, melainkan melekat dengan zat itu

13
sendiri, sedang Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak di katakana
sebagai esensi-Nya dan bukan lain pula dari esensi-Nya.
e. Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat
dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun Dia immaterial. Yang
tidak dapat dilihat adalah yang tidak berwujud. Setiap bewujud pasti dapat
dilihat dan karena Tuhan berwujud jadi dapat dilihat.
f. Kalam Tuhan
Al- Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan
bersuara dengan kalam Nafsi (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak).
Kalam Nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun
dari huruf dan suara adalah baru (hadis). Al-Quran dalam arti kalam yang
tersusun dari huruf dan kata-kata adalah baru. Kalam Nafsi tidak dapat di
ketahui hakikatnya dan bagaimana Allah bersifat dengan-Nya tidak dapat
diketahui, kecuali dengan suatu perantara.
g. Tentang Hikmah
Maksud dengan hikmah adalah kebijaksanna Tuhan, dalam arti
perpaduan dua keaadaanya disebut 'Adil (justice), Rahmat, dan utama (fadl).
Tuhan memilliki kekuasaan absolut, namun keabsolutan-Nya itu bukanlah yang
berada di luar, melainkan berada pada kebijaksanaan-Nya sendiri. Allah
menciptakan segala sesuatu, termasuk di dalamnya perbuatan manusia.
Mengenai hal ini, harun nasution menyatakan bahwa Maturidi mengambil jalan
antara paham Qodariyah dan Jabariyah.
h. Sunnah Rasul
Terkait dengan Sunnah Rasul, ia mengakui sebagai salah satu sumber
pengetahuan, akan tetapi ia juga menekankan sikap kritis terhadap isi (matan)
dan rangkaian periwayatan sanad Sunnah Rasul tersebut.
i. Pelaku Dosa Besar
Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia
sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk
orang yang berbuat syirik. Terkait dengan doa besar Maturidi berpendapat,
bahwa orang ynag beriman dan berdosa besar tetap dinyatakan sebagai orang

14
mukmin. Adapun bagaimana nasibnya kelak akhirat, terserah kepada kehendak
Tuhan. Dengan demikian berbuat dosa besar selain syirik tidak akan
menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka.

C. Karakter Ahlussunnah Waljamaah


Karakter kemasyarakatan yang digariskan oleh para ulama' Nahdlotul Ulama
selalu identik dan segaris dengan karakter masyarakat yang digariskan oleh para
ulama Ahlussunnah Waljamaah.

Ada lima istilah yang diambil dari Al-Qur'an maupun Al-hadits dalam
menggambarkkaan karakteristik Ahlussunnah Waljamaah, yakni :

1. At-Tawasuth
Berarti pertengahan maksudnya menempatkan diri antara dua kutub dalam
berbagai masalah dan keadaan untuk mencapai kebenaran serta menghindari
keterlanjutan ke kiri atau ke kanan secara berlebihan. Hal ini didasarkan pada
firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 143.

‫َو َك َذ ِلَك َجَع ْلَنُك ْم ُأَّم ًة َو َس ًطا ِّلَتُك وُنوا ُش َهَداَء َع َلى الَّناِس َو َيُك وَن الَّرُسوُل َع َلْيُك ْم َش ِهيًدا‬

Artinya:" dan demikian kami telah menjadikan kamu umat yang adil dan pilihan
agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan Rosul (Muhammad) menjadi
saksi atas kamu."

2. Al-I'tidal
Berarti tegak lurus, tidak condong ke kanan dan tidak condong ke kiri.
I'tidal juga berlaku adil, tidak berpihak kecuali pada yang benar yang harus dibela.
Kata I'tidal diambil dari kata adu pada surat Al- Maidah ayat 8.

‫اْع ِد ُلوا ُهَو َأْقَر ُب ِللَّتْقَو ى َو اَّتُقوا َهَّللا ِإَّن َهَّللا َخ ِبيٌر ِبَم ا َتْع َم ُلوَن‬

Artinya: "Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan."

3. At-Tasamuh
Berarti sikap toleran kepada pihak lain, lapang dada, mengerti dan
menghargai sikap pendirian dan kepentingan pihak lain, tanpa mengorbankan
15
pendirian dan harga diri, bersedia berbeda pendapat, baik dalam masalah
keagamaan maupun masalah kebangsaan, kemasyarakatan dan kebudayaan.
Berdasarkan surat Al-Kafirun ayat 1-6 :

‫ َو اَل‬. ‫ َو اَل َأنُتْم ُع ِبُد وَن َم ا َأْع ُبُد‬. ‫ اَل َأْع ُبُد َم ا َتْعُبُد وَن‬. ‫ُقْل َيَأُّيَها اْلَك ِفُروَن‬

‫ َلُك ْم ِد يُنُك ْم َو ِلَي ِد يِن‬. ‫ اَل َأنُتْم َع بُد وَن َم ا َأْع ُبُد‬.َ ‫َأَنا َعاِبٌد َّم ا َع َبدُّتْم‬

Artinya: "Katakanlah: "Hai orang-orang kafir Aku tidak akan menyembah apa
yang kamu sembah Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah Dan
aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah Untukmu agamamu,
dan untukkulah, agamaku"

4. At-Tawazun
Berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak berlebihan satu unsur atau
kekurangan unsur lain. Kata Tawazun diambil dari kata Al- Waznu atau Mizan
dari surat Al-Hadid ayat 25 :

‫َلَقْد َأْر َس ْلَنا ُرُس َلَنا ِباْلَبِّيَنِت َو َأنَز ْلَنا َم َع ُهُم اْلِكَتَب َو اْلِم يَز اَن ِلَيُقوَم الَّناُس ِباْلِقْس ِط‬

Artinya: "Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa


bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan Bersama mereka Al Kitab dan
neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan."

5. Amar Ma'ruf Nahi Munkar


Selalu memiliki kepekaan untuj mendorong perbuatan baik dan bermanfaat
bagi kehidupan bersama, serta menolak dan mencegah sikap perilaku yang tidak
baik yang dapat menjerumuskan dan merendahkan martabat kehidupan manusia.
Dengan lima ciri aswaja diatas, kehidupan umat Islam (khususnya NU)
diharapkan dapat terpelihara dengan baik dan terjalin secara harmonis, baik dalam
kegiatan berorganisasi maupun dalam kehidupan bemasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Hal ini sesuai dengan firman Allah sal Al-Qur'an surat Ali Imran ayat
110:

‫ُك نُتْم َخْيَر ُأَّمٍة ُأْخ ِر َج ْت ِللَّناِس َتْأُم ُروَن ِباْلَم ْعُروِف َو َتْنَهْو َن َع ِن اْلُم نَك ِر َو ُتْؤ ِم ُنوَن ِباِهَّلل‬

16
Artinya: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah."

6. Pemikiran ahlussunnah wal jamaah dalam berbagai bidang :


a. Akidah
1) Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
2) Memurnikan akidah dari pengaruh luar.
3) Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan
menghargai.
4) Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.
b. Syari'ah
1) Berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
2) Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang
jelas (sharih/qotht'i).
3) Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki
dalil yang multi-interpretatif (zhanni).
c. Tashawwuf/ Akhlak
1) Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan
ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak
2) bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam. b. Mencegah sikap
berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
3) Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja'ah atau berani
(antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara
sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros).
d. Pergaulan antar golongan
1) Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok
berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing.
2) Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.
3) Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan
menghargai.
4) Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.
17
e. Kehidupan bernegara
1) NKRI (Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan
karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa.
2) Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat,
selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
3) Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.
4) Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya
dengan cara yang baik.
f. Kebudayaan
1) Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan
diukur dengan norma dan hukum agama.
2) Kebudayaan yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat
diterima, dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus
ditinggal.
3) Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang
masih relevan (al-muhafazhatu 'alal Qadim as shalih wal akhdu bil jaded al
ashlah).
g. Dakwah
1) Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi
mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
2) Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
3) Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas,
disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.

Dari sini sesungguhnya yang diperlukan dari kita adalah kearifan untuk
menyikapi problematika multi-tafsir pemahaman keagamaan ini secara apresiatif
dan tidak dianggap sebagai sebuah pencemaran agama. Yang harus dipersiapkan
adalah sejauh mana kesanggupan kita melakukan dialektika yang komprehensif
dalam menyaring gagasan mana yang lebih berdaya manfaat dan memberikan
kemaslahatan bagi umat Islam masa kini. Di samping kebesaran hati kita untuk
membuka pikiran dalam menerima berbagai varian gagasan yang dimunculkan
tersebut. Tak terkecuali bagi Aswaja yang telah lama diyakini sebagai teologi yang
banyak diyakini atau dianut oleh umat Islam di dunia, ia juga tak ubahnya
18
mangalami dialektika multi-tafsir yang sama. Maka menggiring Aswaja pada satu
bentuk konsep yang tunggal hanya akan menjadikan ajaran Aswaja kehilangan
kesegarannya. Lebih-lebih aswaja hanya berfungsi sebagai salah satu bentuk
metode berpikir dalam memahami lautan Islam dan keislaman yang maha luas.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Aswaja adalah suatu golongan yang menganut syariat islam yang berdasarkan
pada al-quran dan hadis. Ajaran Aswaja berasal dari Nabi Muhammad saw melalui
perantara para sahabatnya tanpa mengalami perubahan. Aswaja sangat penting untuk
kita pelajari karena Aswaja merupakan suatu pedoman hidup yang baik.

Sebagai satu doktrin (ajaran) Ahlussunnah Waljamaah sudah ada jauh sebelum
dia tumbuh sebagai aliran dan gerakan, bahkan istilah Ahlussunnah Waljamaah itu
sudah dipakai sejak zaman Rosulullah dan para sahabat. Sebab hakikat Ahlussunnah
Waljamaah sebenarnya adalah Islam itu sendiri.

Di Indonesia sendiri Ahlussunnah Waljamaah muncul sebagai gerakan


pemurnian ajaran-ajaran Islam, sebagai respons dan reaksi atas terjadinya
penyimpangan-penyimpangan ajaran agama yang dilakukan oleh sekelompok yang
mengaku atau mengatasnamakan diri sebagai pembaharu. Sebagai gerakan
pemeliharaan pemurnian ajaran Islam, kaum Ahlussunnah Waljamaah selalu
berpedoman sesuai karakteristik dari Ahlussunnah Waljamaah itu sendiri, yaitu At-
Tawasuth (jalan tengah), Al-l'tidal (tegak lurus), At-Tasamuh (toleran). At-Tawazun
(seimbang) dan amar ma'ruf nah Munkar.

B. Saran
Perlu adanya bimbingan khusus untuk masyarakat, pelajar maupun mahasiswa
untuk lebih mempelajari seluk beluk maupun sejarah tentang Ahlussunnah wal
jama’ah. Selain itu, peran tokoh masyarakat yang mendukung untuk lebih
meningkatkan pengetahuan tentang ke-Aswaja-an kepada Masyarakat.

Sebagai umat Islam kita juga harus waspada terhadap sesuatu yang bisa
memecah belah umat Islam sendiri, schingga apabila umat Islam terpecah. belah
musuh-musuh Islam dapat menyerang Islam dengan mudah. Dan juga terhadap kaum
kafir yang selalu berusaha untuk menghancurkan umat Islam yang selalu
meluncurkan propagandanya tersebut.

20
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan
inspirasi sehingga ada yang meneruskan karya ini karah yang lebih baik, lebih detail,
dan lebih akurat dari yang telah ada..

21
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Zubaidi, M. (2016). Pendidikan Agama Islam: Ahlussunah Wal Jama'ah


An- Nahdliyyah (NU). Kudus: Dita Kurnia.
Harus Nasution, Teologi Islam, 2013, Jakarta: Universitas Indonesia.
Mursyid, Imam, Ke-NU-an Ahlussunnah Waljamaah kelas XI, Semarang:
Pimpinan Wilayah Lembaga Pendidikan Ma'arif NU Jawa Tengah, 2011.
NU Center, T. A. (2013). Risalah Alussunnah Wal Jamaah. Jakarta: Khalista.
Taufiq, Imam, dik, Materi Dasar Nahdlatul Ulama (Ahlussunnah Waljamaah).
Semarang: PW LP Ma'arif NU Jawa Tengah, 2002.

22

Anda mungkin juga menyukai