Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH (ASWAJA)

DISUSUN OLEH:

ERNI ISLAMIAH

PRODI PENDIDIKAN GURU IBTIDAIYAH (PGMI)


STAI AL-GAZALI BULUKUMBA
2022
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat,
hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “Ahlulsunnah wal Jama’ah” tepat pada waktunya.

 Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua kalangan. Aamiin!

Bantaeng,   Juli 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Kata Pengantar ...................................................................................................................... 1

Daftar Isi ............................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................................... 3


B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4
C. Tujuan ....................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahlusunnah Wal Jama’ah ....................................................................... 5


B. Akidah Ahlusunnah Wal Jama’ah ............................................................................. 6
C. Fiqih Ahlusunnah Wal Jama’ah ................................................................................ 6
D. Ciri Khas Ahlusunnah Wal Jama’ah ......................................................................... 8
E. Tohoh-Tokoh Penggerak Ahlusunnah Wal Jama’ah dari Masa ke Masa ................. 9
F. Sumber Hukum Ahlusunnah Wal Jama’ah ............................................................... 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................... 13
B. Saran .......................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 14

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aqidah pada masa Nabi adalah aqidah paling bersih, yaitu aqidah islam yang
sebenaranya, karena belum tercampur oleh kepentingan apapun selain hanya karena Allah
SWT. Ini disebabkan karena Nabi adalah sebagai penafsir al-Qur’an satu-satunya, sehingga
setiap sahabat yang membutuhkan penjelasan al-Qur’an yang berkaitan dengan keyakinan
maka Nabi langsung menjelaskan maksudnya. Selain itu umat terbimbing langsung oleh
Nabi, sehingga dalam memahami agama tidak terjadi perbedaan.

Kemudian, aqidah pada masa sahabat masih sama dengan zaman Nabi, belum
membentuk sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri apalagi membentuk sebuah nama tertentu,
maupun aliran-aliran pemikiran tertentu.

Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang ilmu kalam.
Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata
dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai
“mutakallim”, yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu “kalam” juga diartikan
sebagai teologi Islam atau ushuluddin, yaitu ilmu yang membahas ajaran dasar dari agama.

Perbedaan yang muncul pertama kali dalam Islam bukanlah masalah teologi,
melainkan bidang politik. Kemudian, seiring dengan perjalanan waktu, perselisihan politik ini
meningkat menjadi persoalan teologi. Bahkan ada dua teori yang membahas latar belakang
timbulnya persoalan teologi yakni perbedaan aliran ilmu kalam. Pertama, awal tercampurnya
masalah aqidah dengan hal yang lain adalah sejak mulai dari  khalifah ke-3 yakni Utsman bin
Affan terbunuh karena beberapa sahabat Nabi terlibat dalam urusan yang bersifat politis. Dan
masalah ini kian rumit ketika peristiwa tahkim terjadi pada masa pemerintahan Ali bin Abi
Thalib. Kedua, aliran ilmu kalam muncul karena hasil iterpretasi atau penafsiran terhadap al-
Qur’an maupun kajian terhadap hadits yang bersifat teologis. Diantara sekian banyak ilmu
kalam yang bermunculan ialah Syi’ah, Khawarij, Murji’ah, Qadiriyah, Jabariyah, dan
Mu’tazilah yang berakhir dengan peristiwa mihnah yang menjadi sebab awal terbentuknya
aliran Ahlussunnah wal Jama’ah.

Ahlussunnah wal Jama’ah memang “satu istilah” yang mempunyai “banyak


makna” , sehingga banyak golongan dan faksi dalam Islam yang mengklaim dirinya
adalah “Ahlussunnah wal Jama’ah”. ‘Ulama dan pemikir Islam mengatakan, bahwa
Ahlussunnah wal Jama’ah itu merupakan golongan mayoritas umat Islam di dunia sampai
sekarang, yang secara konsisten mengikuti ajaran dan amalan (sunnah) nabi dan para sahabat-
sahabatnya, serta memperjuangkan berlakunya di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam.

3
Meskipun pada mulanya Ahlussunnah wal Jama’ah itu menjadi identitas kelompok
atau golongan dalam dimensi teologis atau aqidah Islam dengan fokus masalah ushuluddin
(fundamental agama), tetapi dalam perjalanan selanjutnya tidak bisa lepas dari dimensi
keislaman lainnya, seperti Syari’ah atau Fiqhiyah, bahkan masalah budaya, politik, dan
sosial.

            Melalui makalah ini nantinya akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan
dengan Ahlussunnah wal Jama’ah, baik tentang riwayat asal mula munculnya aliran ini,
perkembangannya, doktrin-doktrinnya dan yang terpenting adalah kepercayaannya. Semoga
makalah ini dapat memberikan gambaran dan penjelasan yang baik terhadap Ahlussunnah
wal Jama’ah.

    B.     Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian Ahlusunnah wal Jama’ah?
2. Bagaimana akidah Ahlusunnah wal Jama’ah?
3. Bagaimana ilmu Fiqih didalam Ahlusunnah wal Jama’ah?
4. Apa saja ciri khas Ahlusunnah wal Jama’ah?
5. Siapa saja Tohoh-Tokoh Ahlusunnah wal Jama’ah dari masa ke masa?
6. Apa saja sumber hukum Ahlusunnah Wal Jama’ah?

    C.     Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Ahlusunnah wal Jama’ah
2. Untuk mengetahui akidah Ahlusunnah wal Jama’ah
3. Untuk mengetahui ilmu Fiqih didalam Ahlusunnah wal Jama’ah
4. Untuk mengetahui ciri khas Ahlusunnah wal Jama’ah
5. Untuk mengetahui Tokoh-Tokoh Ahlusunnah wal Jama’ah dari masa ke masa
6. Untuk mengetahui sumber hukum Ahlusunnah Wal Jama’ah

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahlu Sunnah Wal Jama’ah

1.      Definisi Aswaja
        Aswaja merupakan sebuah singkatan yang memiliki kepanjangan Ahlus_Sunnah Wal
Jamaah. Kepanjangan tersebut merupakan frase dari kata-kata bahasa Arab yaitu Ahlu,
Sunnah, Jamaah. Kata Ahlu diartikan sebagai keluarga, komunitas, atau pengikut. Kata Al-
Sunnah diartikan sebagai jalan atau karakter. Sedangkan kata Al-Jamaah diartikan sebagai
perkumpulan atau kelompok golongan.
        Arti Sunnah secara istilah adalah segala sesuatu yang diajarkan Rasulullah SAW., baik
berupa ucapan, tindakan, maupun ketetapan. Sedangkan Al-Jamaah bermakna sesuatu yang
telah disepakati komunitas sahabat Nabi pada masa Rasulullah SAW. dan pada era
pemerintahan Khulafah Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali). Dengan
demikian Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah komunitas orang-orang yang selalu berpedoman
kepada sunnah Nabi Muhammad SAW. dan jalan para sahabat beliau, baik dilihat dari aspek
akidah, agama, amal-amal lahiriyah, atau akhlak hati.

2.      Definisi  aswaja menurut pendapat ulama


a) Menurut Imam Asy’ari, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah golongan yang
berpegang teguh kepada al-Qur’an, hadis, dan apa yang diriwayatkan sahabat,
tabi’in, imam-imam hadis, dan apa yang disampaikan oleh Abu Abdillah Ahmad
ibn Muhammad ibn Hanbal.
b) Menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah golongan
yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi, para sahabat dan mengikuti warisan
para wali dan ulama. Secara spesifik, Ahlusssunnah Wal Jamaah yang berkembang
di Jawa adalah mereka yang dalam fikih mengikuti Imam Syafi’i, dalam akidah
mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, dan dalam tasawuf mengikuti Imam al-
Ghazali dan Imam Abu al-Hasan al-Syadzili.
c) Menurut Muhammad Khalifah al-Tamimy, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah para
sahabat, tabiin, tabiit tabi’in dan siapa saja yang berjalan menurut pendirian imam-
imam yang memberi petunjuk dan orang-orang yang mengikutinya dari seluruh
umat semuanya.
d) Pendapat  Said Aqil Siradj, tentang Ahlus sunnah wal jama’ah  adalah  “Ahlu 
minhajil fikri ad-dini al-musytamili ‘ala syu’uunil hayati wa muqtadhayatiha al-
qa’imi ‘ala asasit tawassuthu wat tawazzuni wat ta’adduli wat tasamuh”, atau
“orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua
aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi, menjaga
keseimbangan dan toleransi”.

        Definisi di atas meneguhkan kekayaan intelektual dan peradaban yang dimiliki 


Ahlusssunnah Wal Jamaah, karena tidak hanya bergantung kepada al-Qur’an dan hadits, tapi
juga mengapresiasi dan mengakomodasi warisan pemikiran dan peradaban dari para sahabat
dan orang-orang salih yang sesuai dengan ajaran-ajaran Nabi.

5
6
B. Akidah Ahlusunnah Wal Jama’ah

Ahlulsunnah wal Jama’ah sendiri lebih menekankan bahwa pilar utama ke-Imanan


manusia adalah Tauhid, sebuah keyakinan yang teguh dan murni yang ada dalam hati setiap
Muslim bahwa Allah-lah yang Menciptakan, Memelihara dan Mematikan kehidupan semesta
alam. Ia Esa, tidak terbilang dan tidak memiliki sekutu[8].
Pilar yang kedua adalah Nubuwwat, yaitu dengan meyakini bahwa Allah telah
menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rosul sebagai utusannya. Sebuah wahyu yang
dijadikan sebagai petunjuk dan juga acuan ummat manusia dalam menjalani kehidupan
menuju jalan kebahagiaan dunia dan akhirat, serta jalan yang diridhai oleh Allah
SWT. Dalam doktrin Nubuwwat ini, ummat manusia harus meyakini dengan sepebuhnya
bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT, yang membawa risalah (wahyu) untuk
umat manusia. Dia adalah Rasul terakhir, yang harus diikuti oleh setiap manusia.

Pilar yang ketiga adalah Al-Ma’ad, sebuah keyakinan bahwa nantinya manusia akan
dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat dan setiap manusia akan mendapat imbalan sesuai
amal dan perbuatannya (yaumul jaza’). Dan mereka semua akan dihitung (hisab) seluruh
amal perbuatan mereka selama hidup di dunia. Mereka yang banyak beramal baik akan
masuk surga dan mereka yang banyak beramal buruk akan masuk neraka.

C. Fiqih Ahlusunnah Wal Jama’ah

Hukum syariat islam bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah yang mana keduanya
turun beangsur-angsur berdasarkan kebutuhan masyarakat ketika itu. Ketika Rasulullah masih
hidup jika ada permasalahan agama bisa langsung diselesaikan dihadapan Rasulullah. Setelah
Rasulullah wafat, banyak terdapat permasalahan yang belum dijelaskan secara tegas dalam
al-Quran dan al-Sunnah, untuk memecahkan persoalan tersebut perlulah dilakukan ijtihad
untuk istimbath hukum. Orang yang mampu berijtihad biasa disebut mujtahid, seorang yang
mampu berijtihad secara mandiri dan mampu mempolakan pemahaman (manhaji)
tersendiriterhadap sumber pokok islam, yakni al-Quran dan al-Sunnah disebut mujtahid
muthlaq mustaqil. Pola pemahaman ajaran islam dengan melalui ijtihad para mujtahid lazim
disebut madzhab.pola pemahaman dengan metode, prosedur, dan produk ijtihad itu juga
diikuti oleh umat Islam yang tidak mampu melaksanakan ijtihad sendiri karena keterbatasan
ilmu dan syarat-syarat yang dimiliki. Orang yang mengikuti hasil ijtihad para mujtahid
muthlaq disebut bermadzhab atau taqlid. Dengan sistem bermadzhab ini ajaran Islam dapat
terus dikembangkan, disebarluaskan dan diamalkan dengan mudah oleh semua lapisan
masyarakat.

Dalam bidang fiqih dan amaliyah faham Aswaja mengikutipola bermadzhab dengan
mengikuti salah satu madzhab fiqih yang di deklarasikan oleh para ulama’ yang mencapai
tingkatan mujtahid mutlaq. Beberapa madzhab fiqih yang pernah eksis dan diikuti oleh kaum
muslim Aswaja ialah madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali, Sufyan al-Tsauri, Sufyan bin
Uyainah, Ibn Jarir, Dawud al-Zahiri, al-Laits bin Sa’ad, al-Auza’i, Abu Tsaur dan lain-lain.
Akan tetapi seiring perkembangan zaman, dari sekian banyak madzhab fiqih hanya empat

7
yang tetap eksis digunakan oleh aliran Aswaja, yaitu madzhab Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i
dan Hanbali. Alasan kenapa empat madzhab ini yang tetap dipilih oleh Aswaja yaitu:

 Kualitas pribadi dan keilmuan mereka sudah masyhur.

 Keempat Imam Madzhab tersebut merupakan Mujtahid Muthlaq Mustaqil, yaitu


Imam mujtahid yang mampu secara mandiri menciptakan Manhaj al-fikr, pola,
metode, proses dan proses istinbath dengan seluruh perangkat yang dibutuhkan.

 Para Imam tersebut mempunyai murid yang secara konsisten mengajar dan
mengembangkan madzhabnya yang didukung dengan buku induk yang masih
terjamin keasliana.

 Keempat Imam Madzhab itu mempunyai mata rantai dan jaringan intelektual diantara
mereka.

Berikut penjelasan singkat mengenai empat madzhab tersebut:

1. Hanafiyah

Madzhab Hanafi didirikan oleh al-Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit al-Kufi. 
Beliau lahir pada tahun 80 H, dan wafat pada 150 H di Baghdad. Abu Hanifah berdarah
Persia. Imam Hanifah digelari al-Imam al-A’zham (Imam Agung), Beliau menjadi tokoh
panutan di Iraq. Menganut aliran ahl al-ra’yi dan menjadi tokoh sentralnya. Diantara manhaj
istinbathnya yang terkenal adalah Istihsan. Fiqih Abu hanifah yang menjadi rujukan
Madzhab Hanafiyah ditulis oleh dua orang murid utamanya, yitu Abu Yusuf Ibrahim dan
Imam Muhammad bin Hasan al-Syaibani. Pada mulanya madzhab ini diikuti oleh kaum
muslim yang tinggal di Irak, daerah tempat kelahiran Imam Abu Hnifah. Setelah muridnya,
Abu Yusuf menjabat sebagai hakim agung pada masa Daulah Abasiyyah, madzhab Hanafi
menjadi populer di negara-negara Persia, Mesir, Syam, dan Maroko. Dewasa ini, madzhab
Hanafi diikuti oleh kaum Muslim di negara-negara Asia Tengah, yang dalam refrensi klasik
dikenal dengan negri sebrang Sungai Jihun (Sungai Amu Daria dan Sir Daria), negara
Pakistan, Afganistan, India, Banglades, Turki, Albania, Bosnia dan lain-lain. Dalam bidang
teologi mayoritas pengikut madzhab Hanafi mengikuti madzhab al-Maturidi.

2. Malikiyah

Madzhab maliki dinisbatkan kepada pendirinya, yaitu al-Imam Malik bin al-Ashbahi.
Beliau lahir pada tahun 93 H, dan wafat pada 173 H di madinah. Imam Malik dikenal sebagai
“Imam Dar al-Hijrah”. Imam Malik adalah seorang ahli hadits sangat terkenal, sehingga
kitab monumentalnya yang berjudul al-Muwatha’ dinilai sebagai kitab hadits hukum yang
paling shahih sebelum adanya kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Imam Malik juga
mempunyai manhaj istinbath yang berpengaruh sampai sekarang, Kitabnya berjudul al-
Mahlahah al-Mursalah dan ‘Amal al-Ahl al-Madinah. Madzhab ini diikuti mayoritas kaum
Muslim di negara-negara Afrika seperti Libia, Tunisia, Maroko, Aljazair, Sudan, Mesir dan
lain-lain. Dalam bidang teologi seluruh Madzhab Maliki mengikuti faham al-Asyari, tanpa
terkecuali. Berdasarkan penelitian al-Imam Tajuddin al-Subki.

8
3. Syafi’iyah

Madzhab ini didirikan oleh al-Imam Abu ‘Abdillah muhammad bin Idris al-Syafi’i.
Lahir pada 150 H di Gaza, dan wafat pada tahun 204 H di Mesir. Imam Syafi’i mempunyai
latar belakang keilmuan yang memadukan antara Ahl al-hadits dan Ahl al-Ra’yi. Karena
cukup lama menjadi murid Imam Maliki dan Imam Muhammad bin Hasan (Murid besar
Imam hanafi) di Baghdad. Metodologi istinbathnya ditulis menjadi buku pertama dalam
bidang Ushul al-Fiqh yang berjudul al-Risalah. Pendapat Imam Syafi’i ada dua macam, yang
disampaikan selama di Baghdad disebut al-Qoul al-Qadim (pendapat lama), dan yang
disampaikan di mesir disebut al-qaul al-Jadid (pendapat baru). Madzhab Syafi’i diakui
sebagai madzhab fiqih terbesar jumlah pengikutnya diseluruh dunia, yang diikuti oleh
mayoritas kaum muslim Asia Tenggara, seperti Indonesia, India bagian selatan seperti daerah
Kirala dan Kalkutta, mayoritas negara syam seperti Siria, Yordania, Lebanon, Palestina,
sebagian besar penduduk Yaman, mayoritas penduduk Kurdistan, kaum Sunni Iran,
mayoritas penduduk mesir dan lain-lain. Dalam bidang teologi mayoritas pengikut madzhab
Syafi’i mengikuti al-Asyari, sebagaimana yang ditegaskan oleh al-Imam Tajuddin al-Subki.

4. Hambali

Imam Ahmad ibn Hambal, biasa disebut Imam Hambali, lahir pada tahun 164 H, di
Baghdad. Imam Hambali terkenal sebagai tokoh Ahl al-Hadits. Beliau merupakan murid
Imam Syafi’i selama di Baghdad, dan sangat menghormati Imam Syafi’i. Imam Hambali
mewariskan sebuah kitab hadist yang terkait dengan hukum Islam berjudul Musnad
Ahmad. Madzhab ini paling sedikit pengikutnya, karena tersebarnya madzhab ini berjalan
setelah madzhab-madzhab lain tersosialisasi dan mengakar di tengah masyarakat. Madzhab
ini diikuti oleh mayoritas penduduk Najd dan sebagian kecil penduduk Mesir dan Syam.
Dalam bidang teologi mayoritas ulama’ Hambali mengikuti aliran al-Asyari.

D. Ciri Khas Ahlusunnah Wal Jama’ah

Ada lima istilah utama yang diambil dari Al Qur’an dan Hadits dalam menggambarkan
karakteristik Ahlus sunnah wal jama’ah sebagai landasan dalam bermasyarakat atau sering
disebut dengan konsep Mabadiu Khaira Ummat yakni sebuah gerakan untuk
mengembangkan identitas dan karakteristik anggota Nahdlatul ‘Ulama dengan pengaturan
nilai-nilai mulia dari konsep keagamaan Nahdlatul ‘Ulama, antara lain:
1.      At-Tawassuth
Tawassuth berarti pertengahan, maksudnya menempatkan diri antara dua kutub
dalam berbagai masalah dan keadaan untuk mencapai kebenaran serta menghindari
keterlanjuran ke kiri atau ke kanan secara berlebihan
2.      Al I’tidal
I’tidal berarti tegak lurus, tidak condong ke kanan dan tidak condong ke kiri.
I’tidal juga berarti berlaku adil, tidak berpihak kecuali pada yang benar dan yang
harus dibela.
3.      At-Tasamuh
Tasamuih berarti sikap toleran pada pihak lain, lapang dada, mengerti dan
menghargai sikap pendirian dan kepentingan pihak lain tanpa mengorbankan

9
pendirian dan harga diri, bersedia berbeda pendapat, baik dalam masalah
keagamaan maupun masalah kebangsaan, kemasyarakatan, dan kebudayaan.
4.      At-Tawazun
Tawazun berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak kelebihan sesuatu unsur
atau kekurangan unsur lain.
5.      Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Amar ma’ruf nahi munkar artinya menyeru dan mendorong berbuat baik yang
bermanfaat bagi kehidupan duniawi maupun ukhrawi, serta mencegah dan
menghilangkan segala hal yang dapat merugikan, merusak, merendahkan dan atau
menjerumuskan nilai-nilai moral keagamaan dan kemanusiaan.

E. Tokoh-tokoh Penggerak Ahlusunnah Wal Jama’ah dari Masa ke Masa


a) Angkatan Pertama
Angkatan yang semasa dengan al-Imâm Abu al-Hasan sendiri, yaitu mereka yang
belajar kepadanya dan mengambil pendapat-pendapatnya, di antaranya: Abu al-Hasan al-
Bahili, Abu Sahl ash-Shu’luki (w 369 H), Abu Ishaq al-Isfirayini (w 418 H), Abu Bakar al-
Qaffal asy-Syasyi (w 365 H), Abu Zaid al-Marwazi (w 371 H), Abu Abdillah ibn Khafif asy-
Syirazi; seorang sufi terkemuka (w 371 H), Zahir ibn Ahmad as-Sarakhsi (w 389 H), Abu
Bakr al-Jurjani al-Isma’ili (w 371 H), Abu Bakar al-Audani (w 385 H), Abu al-Hasan Abd al-
Aziz ibn Muhammad yang dikenal dengan sebutan ad-Dumal, Abu Ja’far as-Sulami an-
Naqqasy (w 379 H), Abu Abdillah al-Ashbahani (w 381 H), Abu Muhammad al-Qurasyi az-
Zuhri (w 382 H), Abu Manshur ibn Hamsyad (w 388 H), Abu al-Husain ibn Sam’un salah
seorang sufi ternama (w 387 H), Abu Abd ar-Rahman asy-Syuruthi al-Jurjani (w 389 H), Abu
Abdillah Muhammad ibn Ahmad; Ibn Mujahid ath-Tha’i, Bundar ibn al-Husain ibn
Muhammad al-Muhallab yang lebih dikenal Abu al-Husain ash-Shufi  (w 353 H), dan Abu
al-Hasan Ali ibn Mahdi ath-Thabari.

b) Angkatan Ke Dua
Diantara angkatan ke dua pasca generasi al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari adalah;
Abu Sa’ad ibn Abi Bakr al-Isma’ili al-Jurjani (w 396 H), Abu Nashr ibn Abu Bakr Ahmad
ibn Ibrahim al-Isma’ili (w 405 H), Abu ath-Thayyib ibn Abi Sahl ash-Shu’luki, Abu al-Hasan
ibn Dawud al-Muqri ad-Darani, al-Qâdlî Abu Bakar Muhammad al-Baqillani (w 403 H), Abu
Bakar Ibn Furak (w 406 H), Abu Ali ad-Daqqaq; seorang sufi terkemuka (w 405 H), Abu
Abdillah al-Hakim an-Naisaburi; penulis kitab al-Mustadrak ‘Alâ ash-Shahîhain, Abu Sa’ad
al-Kharqusyi, Abu Umar al-Basthami, Abu al-Qasim al-Bajali, Abu al-Hasan ibn Masyadzah,
Abu Thalib al-Muhtadi, Abu Ma’mar ibn Sa’ad al-Isma’ili, Abu Hazim al-Abdawi al-A’raj,
Abu Ali ibn Syadzan, al-Hâfizh Abu Nu’aim al-Ashbahani penulis kitab Hilyah al-Auliyâ’ Fî
Thabaqât al-Ashfiyâ’ (w 430 H), Abu Hamid ibn Dilluyah, Abu al-Hasan al-Balyan al-
Maliki, Abu al-Fadl al-Mumsi al-Maliki, Abu al-Qasim Abdurrahman ibn Abd al-Mu’min al-
Makki al-Maliki, Abu Bakar al-Abhari, Abu Muhammad ibn Abi Yazid, Abu Muhammad ibn
at-Tabban, Abu Ishaq Ibrahim ibn Abdillah al-Qalanisi.

c) Angkatan Ke Tiga
Diantaranya; Abu al-Hasan as-Sukari, Abu Manshur al-Ayyubi an-Naisaburi, Abd al-
Wahhab al-Maliki, Abu al-Hasan an-Nu’aimi, Abu Thahir ibn Khurasyah, Abu Manshur Abd
al-Qahir ibn Thahir al-Baghadadi (w 429 H) penulis kitab al-Farq Bayn al-Firaq, Abu Dzarr
al-Harawi, Abu Bakar ibn al-Jarmi, Abu Muhammad Abdulah ibn Yusuf al-Juwaini; ayah
Imam al-Haramain (w 434 H), Abu al-Qasim ibn Abi Utsman al-Hamadzani al-Baghdadi,

10
Abu Ja’far as-Simnani al-Hanafi, Abu Hatim al-Qazwini, Rasya’ ibn Nazhif al-Muqri, Abu
Muhammad al-Ashbahani yang dikenal dengan sebutan Ibn al-Labban, Sulaim ar-Razi, Abu
Abdillah al-Khabbazi, Abu al-Fadl ibn Amrus al-Maliki, Abu al-Qasim Abd al-Jabbar ibn Ali
al-Isfirayini, al-Hâfizh Abu Bakr Ahmad ibn al-Husain al-Bayhaqi; penulis Sunan al-
Bayhaqi (w 458 H), dan Abu Iran al-Fasi.

d) Angkatan Ke Empat
Diantaranya; al-Hâfizh al-Khathib al-Baghdadi (w 463 H), Abu al-Qasim Abd al-
Karim ibn Hawazan al-Qusyairi penulis kitab ar-Risâlah al-Qusyairiyyah (w 465 H), Abu Ali
ibn Abi Huraisah al-Hamadzani, Abu al-Muzhaffar al-Isfirayini  penulis kitab at-Tabshîr Fî
ad-Dîn Wa Tamyîz al-Firqah an-Nâjiyah Min al-Firaq al-Hâlikîn (w 471 H), Abu Ishaq asy-
Syirazi; penulis kitab at-Tanbîh Fî al-Fiqh asy-Syâfi’i (w 476 H), Abu al-Ma’ali Abd al-
Malik ibn Abdullah al-Juwaini yang lebih dikenal dengan Imam al-Haramain (w 478 H), Abu
Sa’id al-Mutawalli (w 478 H), Nashr al-Maqdisi, Abu Abdillah ath-Thabari, Abu Ishaq at-
Tunusi al-Maliki, Abu al-Wafa’ Ali ibn Aqil al-Hanbali (w 513 H) pimpinan ulama madzhab
Hanbali di masanya, ad-Damighani al-Hanafi, dan Abu Bakar an-Nashih al-Hanafi.

e) Angkatan Ke Lima
Diantaranya; Abu al-Muzhaffar al-Khawwafi, Ilkiya, Abu Hamid Muhammad ibn
Muhammad al-Ghazali (w 505 H), Abu al-Mu’ain Maimun ibn Muhammad an-Nasafi (w 508
H), asy-Syasyi, Abd ar-Rahim ibn Abd al-Karim yang dikenal dengan Abu Nashr al-Qusyairi
(w 514 H), Abu Sa’id al-Mihani, Abu Abdillah ad-Dibaji, Abu al-Abbas ibn ar-Ruthabi, Abu
Abdillah al-Furawi, Abu Sa’id ibn Abi Shalih al-Mu’adz-dzin, Abu al-Hasan as-Sulami, Abu
Manshur ibn Masyadzah al-Ashbahani, Abu Hafsh Najmuddin Umar ibn Muhammad an-
Nasafi (w 538 H) penulis kitab al-‘Aqîdah an-Nasafiyyah, Abu al-Futuh al-Isfirayini,
Nashrullah al-Mishshishi, Abu al-Walid al-Baji, Abu Umar ibn Abd al-Barr al-Hâfizh, Abu
al-Hasan al-Qabisi, al-Hâfizh Abu al-Qasim ibn Asakir (w 571 H), al-Hâfizh Abu al-Hasan
al-Muradi, al-Hâfizh Abu Sa’ad ibn as-Sam’ani, al-Hâfizh Abu Thahir as-Silafi, al-
Qâdlî ‘Iyadl ibn Muhammad al-Yahshubi (w 533 H), Abu al-Fath Muhammad ibn Abd al-
Karim asy-Syahrastani (w 548 H) penulis kitab al-Milal Wa an-Nihal, as-Sayyid Ahmad ar-
Rifa’i (w 578 H) perintis tarekat ar-Rifa’iyyah, as-Sulthân Shalahuddin al-Ayyubi (w 589 H)
yang telah memerdekakan Bait al-Maqdis dari bala tentara Salib, al-Hâfizh Abd ar-Rahman
ibn Ali yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn al-Jawzi (w 597 H).

f) Angkatan Ke Enam
Diantaranya; Fakhruddin ar-Razi al-Mufassir (w 606 H), Saifuddin al-Amidi (w 631
H), Izuddin ibn Abd as-Salam Sulthân al-‘Ulamâ’ (w 660 H), Amr ibn al-Hajib al-Maliki (w
646 H), Jamaluddin Mahmud ibn Ahmad al-Hashiri (w 636 H) pempinan ulama madzhab
Hanafi di masanya, al-Khusrusyahi, Taqiyuddin ibn Daqiq al-Ied (w 702 H), Ala’uddin al-
Baji, al-Hâfizh Taqiyyuddin Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki (w 756 H), Tajuddin Abu Nashr
Abd al-Wahhab ibn Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki (w 771 H), Shadruddin ibn al-Murahhil,
Shadruddin Sulaiman ibn Abd al-Hakam al-Maliki, Syamsuddin al-Hariri al-Khathib,
Jamaluddin az-Zamlakani, Badruddin Muhammad ibn Ibrahim yang dikenal dengan sebutan
Ibn Jama’ah (w 733 H), Muhammad ibn Ahmad al-Qurthubi penulis kitab Tafsir al-Jâmi’ Li
Ahkâm al-Qur’ân atau lebih dikenal dengan at-Tafsîr al-Qurthubi (w 671 H), Syihabuddin
Ahmad ibn Yahya al-Kilabi al-Halabi yang dikenal dengan sebutan Ibn Jahbal (w 733 H),
Syamsuddin as-Saruji al-Hanafi, Syamsuddin ibn al-Hariri al-Hanafi, Adluddin al-Iji asy-
Syiraji, al-Hâfizh Yahya ibn asy-Syaraf an-Nawawi; penulis al-Minhâj Bi Syarh Shahîh

11
Muslim ibn al-Hajjâj (w 676 H), al-Malik an-Nâshir Muhammad ibn Qalawun (w 741 H),al-
Hâfizh Ahmad ibn Yusuf yang dikenal dengan sebutan as-Samin al-Halabi (w 756 H), al-
HâfizhShalahuddin Abu Sa’id al-Ala-i (w 761 H), Abdullah ibn As’ad al-Yafi’i seorang sufi
terkemuka (w 768 H), Mas’ud ibn Umar at-Taftazani (w 791 H).

g) Angkatan Ke Tujuh
Diantaranya;  al-Hâfizh Abu Zur’ah Ahmad ibn Abd ar-Rahim al-Iraqi (w 826 H),
Taqiyyuddin Abu Bakr al-Hishni ibn Muhammad; penulis Kifâyah al-Akhyâr (w 829
H), Amîr al-Mu’minîn Fî al-Hadîts al-Hâfizh Ahmad ibn Hajar al-Asqalani; penulis
kitab Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-Bukhâri (w 852 H), Muhammad ibn Muhammad al-
Hanafi yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn Amir al-Hajj (w 879 H), Badruddin Mahmud
ibn Ahmad al-Aini; penulis ‘Umdah al-Qâri’ Bi Syarh Shahîh al-Bukhâri (w 855 H),
Jalaluddin Muhammad ibn Ahmad al-Mahalli (w 864 H), Burhanuddin Ibrahim ibn Umar al-
Biqa’i; penulis kitab tafsirNazhm ad-Durar (w 885 H), Abu Abdillah Muhammad ibn Yusuf
as-Sanusi; penulis al-‘Aqîdah as-Sanûsiyyah (w 895 H).

h) Angkatan ke Delapan 
Al-Qâdlî Musthafa ibn Muhammad al-Kastulli al-Hanafi (w 901 H), al-
Hâfizh Muhammad ibn Abd ar-Rahman as-Sakhawi (w 902 H), al-Hâfizh Jalaluddin Abd ar-
Rahman ibn Abu Bakr as-Suyuthi (w 911 H), Syihabuddin Abu al-Abbas Ahmad ibn
Muhammad al-Qasthallani; penulis Irsyâd as-Sâri Bi SyarhShahîh al-Bukhâri (w 923 H),
Zakariyya al-Anshari (w 926 H), al-Hâfizh Muhammad ibn Ali yang lebih dikenal dengan
sebutan al-Hâfizh Ibn Thulun al-Hanafi (w 953 H).

i) Angkatan Ke Sembilan Dan Seterusnya


Abd al-Wahhab asy-Sya’rani (w 973 H), Syihabuddin Ahmad ibn Muhammad yang
dikenal dengan sebutan Ibn Hajar al-Haitami (w 974 H), Mulla Ali al-Qari (w 1014 H),
Burhanuddin Ibrahim ibn Ibrahim ibn Hasan al-Laqqani; penulis Nazham Jawharah at-
Tauhîd (w 1041 H), Ahmad ibn Muhammad al-Maqarri at-Tilimsani; penulis Nazham Idlâ’ah
ad-Dujunnah (w 1041 H), al-Muhaddits Muhammad ibn Ali yang lebih dikenal dengan nama
Ibn Allan ash-Shiddiqi (w 1057 H), Kamaluddin al-Bayyadli al-Hanafi (w 1098 H),
Muhammad ibn Abd al-Baqi az-Zurqani (w 1122 H), as-Sayyid Abdullah ibn Alawi al-
Haddad al-Hadlrami al-Husaini; penulis Râtib al-Haddâd (1132 H), Muhammad ibn Abd al-
Hadi as-Sindi; penulis kitab Syarh Sunan an-Nasâ-i (w 1138 H), Abd al-Ghani an-Nabulsi (w
1143 H), Abu al-Barakat Ahmad ibn Muhammad ad-Dardir; penulis al-Kharîdah al-
Bahiyyah (w 1201 H), al-Hâfizh as-Sayyid Muhammad Murtadla az-Zabidi (w 1205 H), ad-
Dusuqi; penulis Hâsyiyah Umm al-Barâhîn (w 1230 H), Muhammad Amin ibn Umar yang
lebih dikenal dengan sebutan Ibn Abidin al-Hanafi (w 1252 H). 

Nama-nama ulama terkemuka ini hanya mereka yang hidup sampai sekitar abad 12
hijriyyah, dan itupun hanya sebagiannya saja. Bila hendak kita sebutkan satu persatu,
termasuk yang berada di bawah tingkatan mereka dalam keilmuannya, maka sangat banyak
sekali, tidak terhitung jumlahnya, siapa pula yang sanggup menghitung jumlah bintang di
langit, membilang butiran pasir di pantai? kita akan membutuhkan lembaran kertas yang
sangat panjang.

F. Sumber Hukum Ahlusunnah Wal Jama’ah

a.       Al-Qur’an

12
Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam pengambilan hukum (istinbath al-hukm) tidak
dibantah oleh semua madzhab fiqh.Sebagai sumber hukum naqli posisinya tidak
diragukan.Al-Qur’an merupakan sumber hukum tertinggi dalam Islam.

b.      As-Sunnah
As-Sunnah meliputi al-Hadist dan segala tindak dan perilaku Rasul SAW, sebagaimana
diriwayatkan oleh para Shabat dan Tabi’in. Penempatannya ialah setelah proses istinbath al-
hukm tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, atau digunakan sebagai komplemen (pelengkap)
dari apa yang telah dinyatakan dalam Al-Qur’an.

13
c.       Ijma’
Menurut Abu Hasan Ali Ibn Ali Ibn Muhammad Al-Amidi, Ijma’ adalah Kesepakatan
kelompok legislatif (ahl al-halli wa al-aqdi) dan ummat Muhammad pada suatu masa
terhadap suatu hukum dari suatu kasus. Atau kesepakatan orang-orang mukallaf dari ummat
Muhammada pada suatu masa terhadap suatu hukum dari suatu kasus. Dalam Al-Qur’an
dasar Ijma’ terdapat dalam QS An-Nisa’, 4: Dan QS Al-Baqarah, 2:  143.

d.      Qiyas
Qiyas, sebagai sumber hukum Islam, merupakan salah satu hasil ijtihad para
Ulama. Qiyas yaitu mempertemukan sesuatu yang tak ada nash hukumnya dengan hal lain
yang ada nash hukumnya karena ada persamaan ‘illat hukum. Qiyas sangat dianjurkan untuk
digunakan oleh Imam Syafi’i.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam sejarah agama Islam, telah tercatat adanya firqah-firqah (golongan) di


lingkungan umat Islam, yang antara satu sama lain bertentangan pahamnya dan sampai saat
ini perbedaan tersebut masih tumbuh dengan suburnya. Kenyataan ini sudah dijelaskan oleh
Rosulullah SAW dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Auf bin Malik 

"Yahudi telah berpecah menjadi 71 golongan, satu golongan di surga dan 70 golongan
di neraka. Dan Nashara telah berpecah belah menjadi 72 golongan, 71 golongan di neraka
dan satu di surga. Dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada dalam tangan-Nya umatku ini
pasti akan berpecah belah menjadi 73 golongan, satu golongan di surga dan 72 golongan di
neraka." Lalu beliau ditanya: "Wahai Rasulullah siapakah mereka ?" Beliau menjawab: "Al
Jamaah." (HR. Sunan Ibnu Majah).

Islam sebagai agama islam yang diturunkan untuk manusia, yang didalamnya terdapat
pedoman serta aturan yang menuntun manusia membawa kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Serta dalam agama islam terdapat tiga sendi utama dalam agama islam dilihat dari
tataran sisi keilmuan, yaitu iman, islam dan ihsan.

“Ahlu Sunnah Wal Jamaah” adalah golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup
Rasulallah Saw. dan jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh pada
sunnah Rasul dan Sunnah para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat yang empat, yaitu Abu
Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin „Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca lebih bisa memahami dan
memberikan saran atau kritik atas pembuatan makalah tentang periodisasi sejarah. Saran dan
kritik dari pembaca sangat diharapkan agar dalam proses pembuatan makalah yang
selanjutnya akan sesuai dengan harapan.
Disarankan bagi mahasiswa untuk terus memperdalam ajaran akidah keislamannya
dengan benar, agar bisa memahami aliran-aliran agama yang benar yang sesuai dengan
“Ahlus Sunah Wal Jama’ah” agar bisa selamat di dunia sampai akhiran dan tidak mudah
terjerumus ke dalam aliran agama yang salah (sesat).

15
DAFTAR PUSTAKA

http://makalahirfan.blogspot.com/2019/01/ahlussunnah-wal-jamaah.html

https://sites.google.com/site/pustakapejaten/ahlus-sunnah-wal-jama-ah/tokoh-tokoh-
ahlussunnah-wal-jama-ah-dari-masa-ke-masa

https://ayulweb.wordpress.com/2018/04/17/doktrin-aqidah-fiqih-dan-tasawuf-ahlussunah-
wal-jamaah/

16

Anda mungkin juga menyukai