Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ILMU KALAM
Dengan judul :

KHALAF : AHLUSSUNNAH ( AL-ASY’ARI DAN AL-MATURIDI )


Diajukan untuk memenuhi tugas Dosen : Dra. Rivanti Muslimawati, M.Ag

Disusun Oleh :
Deni Soidin
Dwi Angga Wiradinata
Erik Pebrian Setiana
Irman Ramdan

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI ) SABILI

BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR
Rasa Syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan Karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas kelompok untuk mata kuliah Ilmu Kalam, dengan judul: Khalaf : Ahlussunah ( Al-
Asy’ari dan Al-Mutaridi )

Dalam penyusunannya. Kelompok kami dapat bantuan dari banyak pihak, kami
mengucapkan banyak terima kasih terutamanya kepada teman teman yang selalu mendukung
kami. Dari sanalah kesuksesan berawal, semoga semua ini sedikit memberi kebahagiaan dan
menuntun kepada langkah yang lebih baik lagi.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pendidikan agama islam.

Bandung, Juli 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 1
BAB II........................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2
2.1 Pengertian Ahlussunnah ................................................................................................... 2
2.2 Pemikiran Ahlussunnah.................................................................................................... 2
2.3 Riwayat singkat Al-Asyari dan Al-Maturidi .................................................................... 2
2.3.1 Al-Asyari ....................................................................................................................... 2
2.3.2 Al-Maturibi.................................................................................................................... 5
BAB III ...................................................................................................................................... 8
PENUTUP.................................................................................................................................. 8
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................... 8
3.2 Saran ................................................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Agama Islam adalah agama yang bersifat universal, artinya setiap ajarannya mencakup
ke seluruh aspek kehidupan manusia. Semua ajaran Islam bersumber di dalam kitab suci
Alquran dan Hadis. Dalam kenyataannya, Alquran memerlukan penjelasan karena Alquran
bersifat global. Oleh karena itu interpretasi (penafsiran) Alquran mengalami perbedaan oleh
umat Islam karena versi penafsiran sesuai dengan situasi dan kondisi umat Islam yang berbeda-
beda.
Perbedaan penafsiran tersebut juga yang membuat pola pikir aliran kalam berbeda,
secara umum kerangka pikir para mutakalimin ada dua, yaitu tradisional dan rasional.
Mutakalimin yang berpola pikir tradisional adalah terikat pada dogma dan ayat - ayat yang
mengandung arti zhanni (teks yang boleh mengandung arti lain selain arti harfinya).
Sedangkan mutakalimin yang berpola pikir rasional berpikir sebaliknya, mereka terikat pada
dogma yang jelas dan tegas di sebut dalam Al-quran dan Hadis Nabi, yaitu ayat yang qath’i, (
teks yang tidak diinterpretasi lagi pada arti lain, selain arti harfinya ).
Dari sekian beragam jenis mutakalimin, terdapat aliran Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah
(kaum yang berpegang kepada sunnah dan kaum mayoritas), dan di dalamnya terdapat dua
versi yang berbeda dalam mempertahankan ranah ideologi (aqidah), salah satunya dikenal
dengan istilah khalaf. Terkait dengan masalah tersebut, dan karena materi mata kuliah yang
diberikan untuk menguraikan dalam bentuk makalah, maka makalah ini diberikan judul: Khalaf
: Ahlussunah ( Al-Asy’ari dan Al-Mutaridi )
1.2 Rumusan Masalah
Terkait dengan judul makalah ini, maka pembahasan makalah ini di rumuskan sebagai berikut:
1. Pengertian Ahlussunnah
2. Bagaimana Pemikiran pemikiran Khalaf
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan dengan perumusan masalah dari makalah ini, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Pembaca dapat mengetahui dan mengerti tentang Ahlussunnah
2. Mengetahui Pemikiran-pemikiran Ahlussunnah Khalaf

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ahlussunnah


Ahlusunnah merupakan kata majemuk dari kata ahl dan al-sunnah.kata ahl berarti
keluarga atau kelompok, sedangkan al-sunnah berarti kebiasaan dan ajaran yang disampaikan
dan ajaran yang disampaikan oleh nabi.
Mayoritas ummat Islam di seluruh dunia adalah pengikut sunni atau ahlussunnah. Menurut
Maulana Abu Said Al-Kadimy Ahlussunnah adalah orang-orang yang pengikut sunnah
Rasulallah. Artinya berpegang teguh dengannya. Sedangkan yang di maksud Al-Jama’ah ialah
jama’ah Rasulullah dan mereka adalah para sahabat dan Tabi’in. mereka itu adalah orang-orang
yang dijamin selamat dari api neraka. Firqoh ini terbagi menjadi dua yakni ahlussunnah salaf
dan ahlussunah khalaf, yang akan dibahas dalam makalah ini adalah ahlussunnah khalaf.
2.2 Pemikiran Ahlussunnah ( Khalaf )
Kata khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulama yang lahir setelah abad III
H dengan karakteristik yang bertolak belakang dengan apa yang dimiliki salaf. Karakteristik
yang paling menonjol dari khlaf adalah penakwilan terhadap sifat – sifat Tuhan yang serupa
dengan makhluk pada pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan kesucian-Nya. Adapun
Awal mula timbulnya istilah Ahlussunnah wal Jama’ah tidak diketahui secara pasti kapan dan
dimana munculnya karena sesungguhnya istilah Ahlussunnah wal Jama’ah mulai dipopulerkan
oleh para ulama salaf ketika semakin mewabahnya berbagai bid’ah dikalangan ummat Islam.
2.3 Riwayat Singkat Al-Asy’ari dan Al-Maturidi
2.3.1 Al-Asy’ari ( 875-935M)
1. Asy’ari dan Latar Belakang Lahirnya Asy’ariyah
Abu al-Hasan Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal
bin Abi Bardah bin Abi Musa al-Asy’ari (260-324 H) dianggap sebagai pendiri aliran
Asy’ariyah. Lahir di Bashrah, dan sampai usia 40 tahun dia masih merupakan seorang penganut
kalam Mu’tazilah.Setelah itu secara tiba-tiba ia mengumumkan di hadapan jamaah Masjid
Bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan paham Mu’tazilah dan akan menunjukkan
keburukan-keburukannya. Dia meninggalkan paham Mu’tazilah yang dianutnya bepuluh-
puluh tahun, dan berbalik menyerangnya dengan alat yang digunakan aliran itu sendiri, dan
sekaligus menetapkan paham baru yang dianutnya. Paham ini kemudian diikuti banyak orang
sehingga lahirlah Asy’ariyah sebagai salah satu aliran kalam dalam Islam. Mengenai sebab-
sebab konversi akidah yang dialami oleh Asy’ari ada berbagai versi riwayat. Jalal Musa,
2
seorang analisis kontemporer mengenai masalah ini, menjelaskan sebab intrinsik berupa
pergolakan spiritual Asy’ari sendiri. Di bidang kalam, dia seorang Mu’tazilah dan berguru
dengan al-Juba’i; sedangkan di bidang fikih, dia bermazhab Syafi’i dan berguru dengan Abu
Ishaq al-Marwazi (w. 340 H), seorang tokoh mazhab Syafi’i di Irak. Dari kedua sisi kehidupan
intelektualnya ini, Asy’ari melihat adanya dua kubu yang memilah-milah umat dengan
kekuatannya masing-masing, yaitu kubu ulama kalam dengan kekuatan metode rasionalnya,
dan kubu ulama fikih dan hadis dengan kekuatan metode tekstualnya. Kekuatan dua kubu
tersebut diketahuinya dan ia pun memilikinya. Karena itu timbulah keinginannya untuk
menyatukan kedua kekuatan itu dalam suatu aliran, sehigga para ulama kedua kubu itu dapat
diintegrasikan pula. Realisasi idenya ini dimulai dengan peristiwa konversi tersebut. Terlepas
dari berbagai analisis yang dikemukakan di atas, yang jelas dan merupakan fakta sejarah adalah
bahwa Asy’ari keluar dari Mu’tazilah dan kemudian membentuk aliran baru, ketika Mu’tazilah
sedang berada dalam fase kemunduran (kelemahan). Yaitu setelah al-Mutawakil
membatalkannya sebagai mazhab resmi negara, yang selanjutnya diikuti oleh sikap khalifah
berpihak kepada Ahmad bin Hanbal (tokoh ahli hadis/salaf), rival Mu’tazilah terbesar waktu
itu. Dalam hal ini, Asy’ari menegaskan dirinya sebagai pengikut Ahmad bin Hanbal, tokoh
salaf yang disebutnya sebagai Ahl al-Sunnah.
2.Pemikiran Kalam Asy’ari
Sebagai orang yang pernah menganut faham Mu’tazilah, Asy’ari tidak dapat memisahkan diri
dari pemakaian akal atau argumentasi rasional. Ia menentang orang-orang yang mengatakan
bahwa pemakaian akal pikiran dalam soal agama dianggap suatu kesalahan. Sebaliknya, ia juga
mengingkari orang-orang yang berlebihan dalam menghargai akal pikiran semata sebagaimana
aliran Mu’tazilah.
Diantara pemikiran Asy’ari dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Tuhan dan sifat-sifat-Nya
Perbedaan pendapat dikalangan mutakalimin mengenai sifat – sifat Allah tidak dapat
dihindarkan meskipun mereka setuju bahwa mengesakan Allah adalah wajib.
Menurut Asy’ari, Tuhan mempunyai sifat. Tuhan tidak mungkin mengetahui dengan zat-Nya,
karena dengan demikian berarti zat-Nya adalah pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah
pengetahuan. Sedangkan Tuhan bukanlah pengetahuan (‘ilm), melainkan Yang Maha
mengetahui (al-‘Alim). Selanjutnya ia tegaskan, Tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan
pengetahuan-Nya bukanlah zat-Nya. Demikian pula dengan sifat-sifat seperti sifat hidup,
berkuasa, mendengar, melihat dan sebagainya. Dengan demikian jelaslah bahwa pemikiran
Asy’ari tentang sifat Tuhan ini beberlainan dengan paham Mu’tazilah yang pernah ia anut. Bila
3
Tuhan mempunyai sifat, persoalan yang muncul adalah apakah sifat-sifat Tuhan itu kekal
sehingga menimbulkan paham banyak yang kekal (ta’addud al-qudama’) sebagai yang
dikhawatirkan oleh Mu’tazilah membawa kepada paham kemusyrikan. Dalam kaitan ini,
Asy’ari mengatasinya dengan mengatakan bahwa sifat-sifat itu bukanlah Tuhan, tetapi tidak
pula lain dari Tuhan. Karena sifat-sifat itu tidak lain dari Tuhan, adanya sifat- sifat tersebut
tidak membawa kepada paham banyak yang kekal.
2) Kebebasan dalam berkehendak
Manusia memiliki kemampuan untuk memilih dan menentukan serta mengaktualisasikan
perbuatannya. Al-Asy’ari mengambil pendapat menengah diantara dua pendapat yang ekstrem,
yaitu Jabariah yang fatalistik dan menganut paham pra-determinisasi semata-mata,dan
Mu’tazilah yang menganut paham kebebasan mutlak dan berpendapat bahwa manusia
menciptakan perbuatannya senidiri.
3) Keadilan Tuhan
Berbeda dengan paham keadilan Tuhan menurut Mu’tazilah yang mengharuskan Allah
berbuat adil sehingga ia harus menyiksa orang yang salah dan memberi pahala kepada orang
yang baik. Dalam pandangan Asy’ari, paham keadilan Tuhan menurut Asy’ari tidak
bertentangan dan atau mengurangi kekuasaan mutlak Tuhan. Sebaliknya, bahkan paham
keadilan Tuhan merupakan manifestasi dari kehendak mutlak Tuhan. Tuhan sebagai pemilik
sebenarnya (al-Mulk) dapat berkuasa sepenuhnya sesuai dengan apa yang Ia kehendaki. Jadi
keadilan yang dimaksud di sini adalah menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya
sesuai dengan kehendak pemiliknya. Kalau Tuhan berbuat sesuatu dalam pandangan manusia
itu adalah salah, bukan berarti itu dianggap salah, dan tidak dapat dikatakan Tuhan tidak adil,
karena Tuhan dapat berbuat apa saja yang Ia kehendaki.
4) Melihat Allah
Menurut Asy’ari, Tuhan dapat dilihat oleh manusia di akhirat kelak, tetapi tidak
digambarkan.Kemungkinan ru’yat dapat terjadi ketika Allah yang menyebabkan dapat dilihat
atau ia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-Nya.
5) Al-Quran (Kalamullah)
Menurut pendapat Asy’ari, al-Quran bukan makhluk sebagaimana pendapat Mu’tazilah.
Bila al-Quran diciptakan, kata Asy’ari, berarti ia butuh kepada kata ‘kun’ (jadilah), karena
untuk menciptakan itu diperlukan adanya kata ‘kun’ sesuai dengan firman Allah: innama
qawluna li syai’ idza aradnahu an naqula lahu kun fayakun. Sedangkan untuk penciptaan kata
‘kun’ tentu perlu pula kata ‘kun’ yang lain, dan begitu seterusnya sehingga terjadi rentetan
kata-kata ‘kun’ yang tidak berkesudahan. Hal yang demikian ini, menurut pandangan Asy’ari
4
adalah tidak mungkin. Oleh karena itu, Asy’ari berpandangan bahwa al-Quran itu tidak
diciptakan.
6) Kedudukan orang berdosa
Bagi Asy’ari, orang yang berdosa besar adalah tetap mukmin, karena imannya masih ada,
tetapi karena dosa besar yang dilakukannya ia menjadi fasiq. Alasannya adalah sekiranya orang
berdosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir (posisi tengah atau menempati antara
keduanya), maka di dalam dirinya tidak didapati kufr atau iman. Dengan demikian, ia bukan
ateis dan bukan pula teis (bertuhan), dan hal demikian ini tidak mungkin. Oleh karena itu,
Asy’ari menolak konsep al-manzilah bain al-manzilatain Mu’tazilah karena tidak mungkin
orang yang berbuat dosa besar itu tidak mukmin dan tidak pula kafir. Sejalan dengan
pemikirannya tadi, Asy’ari tidak memandang amal perbuatan sebagai unsur esensial (ushul)
dari iman. Perbuatan tidaklah berpengaruh langsung terhadap iman, dalam arti tidak dapat
menghilangkan iman seseorang, meski yang dilakukannya itu adalah dosa besar. Hanya saja,
akibat dosa besar yang dilakukannya ia menjadi fasiq. Dengan demikian, batasan iman menurut
Ay’ari adalah tashdiq bi Allah maksudnya, unsur esensialnya iman.
7) Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk
Meskipun Asy’ari dan orang-orang Mu’tazilah mengakui penting-nya akal dan wahyu,
tetapi berbeda dalam menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari
akan dan wahyu. Asy’ari mengutamakan wahyu, sementara Mu’tazilah mengutamakan akal.
Dalam menentukan baik buruk pun terjadi perbedaan pendapat diantara mereka. Asy’ari
berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan wahyu, sedangkan Mu’tazilah
mendasarkannya pada akal.
2.3.2 Al-Maturidi (944M)
1. Riwayat Singkat Al-Maturidi
Beliau dilahirkan di Maturid. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya
diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriyah. Ia wafat pada tahun 333 H/944
M.Gurunya dalam bidang fiqh dan teologi bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi.Ia wafat pada
tahun 268H.Ia hidup pada masa khlaifah Al-Mutawakil yang memerintah tahun 232-274
H/847-861 M.Karier pendidikan Al-Maturudi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang
teologi daripada fiqh, sebagai usaha memeperkuat pengetahuaannya untuk menghadapai
paham-paham teologi yang banyak berkembang dalam masyarakat islam, yang dipandang tidak
sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara.

5
2. Doktrin-doktrin Teologi Al-Maturidi
1) Akal dan Wahyu
Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal ada tiga macam, yaitu :
1. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu
2. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu.
3. Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran
wahyu.
Mengetahui kebaikan atau keburukan sesuatu dengan akal, Al-Maturidi sependapat
dengan Mu’tazilah. Perbedaanya,Mu’tazilah mengtakan bahwa perintah kewajiban melakukan
yang baik dan meninggalkan yang buruk didasarkan pada pengetahuan akal. Al-
Muturudibahwa kewajiban tersebut harus diterima dari ketentuan ajaran wahyu.
2) Perbuatan Manusia
Menurut Al- Maturudi, perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu
dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Khusus mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan
keadilan kehendak Tuhan mengharuskan manusia memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar)agar
kewajiban- kewajiabn yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, Al-
Muturidi mempertemukan anatar ikhtiar sebgai perbuatan manusia dengan qudrat Tuhan
sebagai pencipta perbuatan manusia.Tuhan menciptakan daya (kasb) dalam diri manusia dan
manusia bebas menggunakannya.
3) Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Perbuatan manusia dan segala sesuatu dalam wujud ini, yang baik atau buruk adalah
ciptaan Tuhan. Akan tetapi menurut Al-Maturdi bukan berarti Tuhan berkehendak dan berbuat
dengan sewenang-wenang serta sekehendak-Nya, karena qudrat Tuhan tidak sewenang-
wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmat
dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.
4) Sifat Tuhan
Mengenai paham sifat-sifat paham Tuhan , Al-Maturidi tentang makna sifat Tuhan
cenderung mendekati paham Mu’tazilah. Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-
Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat
Tuhan.
5) Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Tentang melihat Tuhan
ini ada didalam Al-quran, antara lain firman Allah dalam surat Al-qiyamah ayat 22 dan 23

6
Al-Maturidi lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan kelak akhirat dapat ditangkap
dengan penglihatan Karena Tuhan mempunyai wujud walaupun Ia immaterial.
6) Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam ( baca:sabda) yang tersusun dengan huruf dan
bersuara derngan kalam nafsi ( sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah
sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu
(hadis). Al-quran dalam arti kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah baharu
(hadis). Kalam nafsi tidak dapat diketahui hakikatnya dan bagaimana Allah bersifat dengannya
(bila kaifa) dan manusia tidak dapat mendengar atau membacanya, kecuali dengan perantara.
7) Perbuatan Manusia
Menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semua
adalah dalam kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan tidak ada yang memaksa atau membatasinya,
kecualin karena ada hikmah keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya.
8) Pengutusan Rasul
Pandangan Al-Maturidi ini tidak jauh berbeda dengan pandangan Mu’tazilah yang
berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan,agar
manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya dengan ajaran para Rasul.
9) Pelaku Dosa Besar.
Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di
dalam neraka, walaupun ia meninggal sebelum bertoba. Hal ini karena Tuhan telah
menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di
dalam neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa syirik. Berbuat dosa besar selain
syrik tidak akan kekal didalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa besar (selain syirik)
tidak menjadikan seseorang kafir atau murtad. Menurut Al-Maturidi, iman itu cukup dengan
tashdiq dan iqrar. Adapun amal adalah penyempurnaan iaman. Oleh karena itu, amal tidak akan
menambah atau mengurangi esensi iman, kecuali menambah atau mengurangi pada sifatnya.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Mayoritas ummat Islam di seluruh dunia adalah pengikut sunni atau ahlussunnah.
Menurut Maulana Abu Said Al-Kadimy Ahlussunnah adalah orang-orang yang pengikut
sunnah Rasulallah. Artinya berpegang teguh dengannya. Abu al-Hasan Ali bin Ismail bin Ishaq
bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Bardah bin Abi Musa al-Asy’ari
(260-324 H) dianggap sebagai pendiri alirah Asy’ariyah. Pemikiran Ahlussnnah (Khalaf)
dikemukakan oleh Asy’ari dan Al-Maturidi.
Diantara pemikiran Asy’ari dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Tuhan dan Sifat-sifat-Nya
2. Kebebasan dalam berkendak
3. Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk
4. Qadimnya Al-quran
5. Melihat Allah
6. Keadilan
7. Kedudukan orang berdosa
Sedangkan pemikiran Al-Maturidi adalah sebagai berikut:
1. Akal dan wahyu
2. Perbuatan manusia
3. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
4. Sifat Tuhan
5. Melihat Tuhan
6. Kalam Tuhan
7. Perbuatan Manusia
8. Pengutusan Rasul
9. Pelaku dosa besar
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini apabila ada keterangan yang kurang bisa dipahami, penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya dan penulis sangat berterimakasih apabila ada saran/kritik
yang bersifat membangun sebagai penyempurna makalah ini.

8
DAFTAR PUSTAKA

Rozak,abdul.dan Rosihon Anwar.2001:Ilmu kalam.Bandung:Pustaka setia


Abbas, Siradjuddin. I’tiqad Ahlussunnah Wal-Jama’ah. 2001. Jakarta: Pustaka Tarbiyah
A. Hanafi, Pengantar Theology Islam. 1967. Jakarta: Pustaka al-Husna
Abbas, Nukman Al-Asy’ari. t.th. Jakarta: Erlangga
A. Hanafi, Theology Islam. 1979. Jakarta: Bulan Bintang
Nasution, Harun. Teologi Islam. 2010. Jakarta: UI-Press

Anda mungkin juga menyukai